Grup Cuma Wacana[Eros: Gue udah ngajuin cuti buat datang ke kawinannya si Babi. Bagusnya gue pakai apa, ya? Jas? Kemeja batik? Atau… apa?][Zeus: Banyak tingkah amat lo ye, Ros. Kan kawinannya di RS, Anjir. Emang elu ngebayanginnya resepsi di hotel mewah gitu apa gimana?][Eros: Lah, iya jugak! Kenapa gue antusias gini, ya?][Ares: Kalian pada sibuk mikirin pakai baju apa, gue malah mikirin gimana reaksi Nyai nanti kalau udah sadar dari koma, terus kaget sama statusnya dia yang udah jadi bininya Ikarus. Kira-kira langsung minta cerai nggak, ya?][Zeus: Anjir doanya! 🤣🤣🤣][Eros: Tercium aroma ketidakjelasan pekat syekali~][Zeus: Ngakak seriusan gue!][Eros: Heraia Cassandra: Kok gue nikahnya sama lo, sih?][Zeus: Heraia Cassandra: Serius gue nikah sama lo. Gue nggak lagi kesambet kan ini?][Ares: Heraira Cassandra: Kita ke pengadilan agama sekarang juga! Mampus nggak tuh?][Ikarus: Emang pada tai semua emang, ye!][Ares: Dasar nggak modal memang! Ini si Nyai juga mau-maunya aja di
“Ikarus!”Suara itu sontak membuat Ikarus yang tadinya tengah sibuk memperhatikan ponselnya lantas menoleh. Pria itu mengulas senyuman lebar lalu berjalan menghampiri sahabat-sahabatnya yang baru saja datang.Pria itu terlihat begitu tampan dengan balutan jasnya berwarna abu-abu. Ia tersenyum lalu memeluk mereka satu per satu.“Anjir! Nikah beneran lo, Rus?” tanya Eros saat pandangannya tertuju pada taman yang kini sudah terlihat begitu cantik dengan dekorasi sederhananya.“Hotel lo tutup, Res?”“Santai. Ada manager on duty selagi gue cuti. Nggak usah mikirin kerjaan elah.”“Anak-anak nggak pada dibawa, nih?” tanya Ikarus celingukan mencari Astu, Nira, dan Tiff yang tidak dibawa oleh mereka.“Astu sama Nira gue titipin sama Agnia, Rus,” jawab Eve kemudian. “Ini acara penting banget. Gue nggak mungkin melewatkannya, kan?”Ikarus tersenyum. “Kalau Tiff?”“Ada nyokap gue, Rus. Udah dijemput sejak kemarin malah. Katanya biar gue bisa quality time bareng sama Artemis. Nyokap minta cucu lag
“Maaf, ya?” Ikarus mengusap wajah Hera dengan lembut saat ia sudah kembali diinfus dan kembali ke ruang rawatnya. “Kamu pasti capek banget, kan?”“Dikit… tapi aku senang.” Hera mengulas senyuman lebar. “Aku bisa ketemu sama sahabat-sahabat kita.”Langit sudah mulai menggelap saat Dokter Kiev terpaksa membawa Hera kembali ke ruang rawatnya. Kondisinya yang masih belum stabil memaksa Hera untuk tidak boleh terlalu capek.“Kalau kamu masih pengen ketemu sama mereka, aku bisa panggil mereka buat datang ke sini. Nemenin kamu. Mereka sih masih sampai besok di Jakarta. Atau kalau kamu udah pengen istirahat, ketemunya besok aja.”“Nggak kok, Rus. Aku belum ngantuk juga.”“Mau aku panggilkan mereka?”Meskipun ragu akhirnya Hera mengangguk. Ikarus kemudian bangkit dari duduknya dan memanggil sahabat-sahabat mereka yang masih menghabiskan waktu di taman sembari menikmati makanan yang telah disediakan di sana.Tak lama setelahnya, pintu ruang rawat Hera dibuka Ikarus. Di belakang pria itu ada Are
“Diminum dulu obatnya, ya?” Ikarus meraih gelas di atas nakas lalu mengangsurkannya kepada Hera. “Habis ini mau jalan-jalan ke taman, nggak? Mumpung langitnya mendung.”“Boleh!” sambut Hera dengan riang.Ini sudah hari ketujuh Hera dirawat di rumah sakit. Tepatnya dua hari setelah mereka menikah. Dan tidak ada satupun hari yang dilewati Ikarus dalam menjaga istrinya.Ikarus mendorong kursi roda yang kini telah diduduki Hera. Keduanya menyusuri koridor yang tampak lengang, mengingat bahwa sekarang belum memasuki jam besuk pasien.“Rus…”“Mm? Kenapa?”“Kamu nggak kerja?”Ikarus kemudian membantu Hera turun dari kursi roda lalu duduk di salah satu bangku yang ada di bawah pohon yang cukup rindang.“Kenapa? Kamu takut kalau aku nggak bisa menafkahi kamu, ya?” kekeh Ikarus saat itu.“Nggak gitu… udah seminggu ini aku lihat kamu nggak kerja. Emangnya nggak apa-apa kalau kamu nggak kerja?” tanya perempuan itu heran.“Aman kok, Ra. Aku memang sengaja ambil unpaid leave karena pengen fokus sam
IKARUS tidak mungkin bersikap tidak sopan kepada orang yang telah berjasa membesarkan Hera sejak perempuan itu diadopsi dari panti asuhan.Biar bagaimanapun Miranda sudah menjaga Hera dengan baik. Setidaknya sampai perempuan itu tumbuh dewasa dan mampu menghidupi dirinya sendiri saat itu.Setelah memastikan Hera tertidur karena mengantuk, Ikarus meninggalkan ruang rawat Hera lalu berjalan ke depan, dan menemukan Miranda tengah duduk di depan sana.“Tante…”Miranda menoleh lalu bangkit. “Hera tidur?”Ikarus mengangguk. “Iya. Dia belum mau makan siang, katanya ngantuk.” Pria itu menghela napas. “Tante mau bicara apa?”“Gimana kalau kita bicara sambil duduk?” tanya Miranda.“Boleh.”Keduanya berjalan meninggalkan ruang rawat Hera lalu menyusuri koridor yang tampak lengang. Mereka melangkah memasuki kafe yang ada di lobi rumah sakit. Memesan minuman lalu memilih untuk duduk di bangku yang paling ujung agar tidak terganggu dengan lalu lalang orang yang melewatinya. Mereka duduk berhadapan
“Udah selesai sarapannya?”Suara itu membuat Hera yang baru saja menyelesaikan sarapannya kemudian menolehkan wajah lalu tersenyum. Ikarus baru saja menyelesaikan urusan administrasi karena hari ini Hera sudah diizinkan untuk pulang.“Udah. Kamu udah selesai juga?”Ikarus mengangguk lalu duduk di tepi ranjang sambil membelai wajah Hera yang terlihat lebih segar dibandingkan kemarin-kemarin.“Udah, Sayang. Tinggal nunggu obat kamu aja.” Ikarus menundukkan wajahnya, menatap sisa nampan yang ada di hadapannya sebelum membantu Hera membereskannya. “Yakin nggak mau nginep sehari atau dua hari lagi di sini?”“Ck! Kamu senang sekali kayaknya tidur sambil sempit-sempitan di sini, ya?” Hera mendecak pelan. “Aku bahkan bosan karena kegiatannya cuma bangun tidur, mandi, makan, tidur lagi, gitu terus. Aku bosan, Rus.”Ikarus terkekeh begitu melihat raut kesal Hera yang menggemaskan. “Iya, iya.”“Wah… beneran pulang nih, Ra? Nggak mau nemenin saya lebih lama?”Keduanya menoleh dan mendapati Dokter
“Good morning.” Suara serak khas orang bangun tidur itu membuat Hera yang baru saja membuka matanya lantas mengerjap.“Rus… kamu udah bangun dari tadi?”“Mm. Gimana tidur kamu? Nyenyak?” tanya Ikarus sembari menyelipkan anak rambut Hera ke belakang telinga.Semalam, keduanya memutuskan untuk tidur lebih awal. Rasa lelah yang sempat menggelayutinya lantaran sudah beberapa hari ini mereka tidak tidur dengan nyaman, akhirnya terbayar tuntas semalam.“Nyenyak banget. Aku bahkan nggak mimpi buruk.” Hera menyurukkan wajahnya di dada bidang Ikarus, membaui aroma musk yang berpadu dengan aroma wooden yang terasa begitu menenangkan.“Bawaannya pengen tidur lagi,” ujar Hera menambahkan.“Ya udah, tidur aja kalau masih ngantuk.” Ikarus terkekeh sembari menarik tubuh Hera agar mendekat. Membawanya ke dalam dekapan, hingga rasanya Hera bisa mendengar detak jantung Ikarus yang beraturan.“Tapi aku lapar,” ujar Hera dengan wajah mendongak. “Di kulkas ada bahan makanan apa?”“Yang jelas nggak ada ba
“Kayaknya udah semuanya, ya?” Hera melirik troli belanjaannya dan memastikan kembali barang-barang yang akan dibelinya sudah lengkap semua. “Apa lagi?” Ikarus ikut menoleh. “Kayaknya udah lengkap, deh.”“Ya udah, yuk! Kita langsung ke kasir aja.” Hera mengajak Ikarus menyudahi aktivitas belanjanya lalu Ikarus mendorong troli tersebut, mengekor di belakang Hera yang sudah lebih dulu melangkah mendekati kasir. Baru setelahnya Hera membayarnya.Setelah memastikan barang belanjaan itu masuk ke bagasi mobil, keduanya berjalan menuju ke kursi masing-masing dan detik itu juga Ikarus melajukan mobilnya dan segera meninggalkan pusat perbelanjaan tersebut.Tidak ada percakapan apapun sepanjang mobil yang dikendarai mereka melaju membelah kemacetan jalan raya. Cuaca sore yang terlihat mendung, ditambah dengan bersamaan para pekerja kantoran tengah pulang bekerja. Kemacetan bahkan tidak bisa terhindari.“Capek, ya?” Suara Ikarus membuyarkan keterdiaman Hera yang sejak tadi memperhatikan jalan ra
“Rus? Suar mana?”Hera yang baru saja tiba di kediamannya lantas mengedar ke sekitar. Wajahnya terlihat lelah, ditambah dengan ia tidak menemukan putranya di sana.“Pulang-pulang tuh, kenapa bukan suaminya yang dicariin lebih dulu, sih? Kamu sengaja mau bikin aku cemburu atau gimana?” protes Ikarus saat itu.Hera menghela napas lalu melangkah mendekati Ikarus yang terlihat santai di sofa. Pria itu tengah mengambil cuti hari ini. “Iya, iya.” Hera mencium pipi Ikarus dengan pelan. “Suar sekarang di mana? Kamu kok kelihatan rapi gini? Mau ke mana?”Bayi mungil yang kini usianya baru menginjak tujuh bulan itu seakan jadi obat lelah Hera. Setiap kali perempuan itu menghabiskan waktu seharian dengan pekerjaannya yang menumpuk, setelah melihat Suar, lelahnya tiba-tiba menguap begitu saja.“Tadi Mama sama Papa mampir ke sini. Terus Suar sama Budhe Harni diangkut sekalian. Katanya biar papa sama mamanya ada waktu berduaan.”Hera terkekeh lalu berhambur memeluk Ikarus. “Emang selama ini kita ng
“Terima kasih untuk waktunya, Pak. Saya berharap kerjasama ini bisa berlangsung lama.”“Sama-sama, Pak Ikarus. Kalau begitu saya pamit dulu.”Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan salah satu klien, Ikarus melenggang meninggalkan restoran. Tangannya merogoh saku celananya, lalu membelalak.‘32 missed called from Heraira Cassandra’‘10 missed called from Mama’Ikarus menghentikan langkahnya. Ia mendadak panik. Jemarinya kemudian bergulir, menekan tombol memanggil. Berharap tidak ada sesuatu yang terjadi.Lalu, “Ra! Kamu—”“Bang, ini Mama. Kamu di mana sih, Bang? Dari tadi Mama coba telepon, Hera juga udah telepon kamu puluhan kali. Kok nggak dijawab, sih?”Mendengar suara Bella yang panik, Ikarus ikut panik. “Maaf, Ma. Aku tadi lagi meeting. Ada apa?”“Buruan ke rumah sakit, Bang. Hera mau lahiran!”Ikarus membelalak. Lalu tanpa pikir panjang pria itu berlari meninggalkan restoran untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.“Mama temenin Hera dulu ya, Ma. Ini aku lan
“Rus… lagi ngapain?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Hera yang baru saja bangun dari tidurnya. Sejak pulang kerja tadi, Hera memang memilih untuk tidur lantaran tengah mengantuk.Ikarus menoleh lalu menurunkan laptop dari pangkuannya, merentangkan tangannya ke arah Hera agar segera menghampirinya.“Lagi ngerjain weekly report, Sayang. Kok bangun?”“Iya. Aku tadi mimpi buruk.” Hera lantas berhambur memeluk Ikarus, menyurukkan wajahnya di ceruk leher suaminya.Masih dengan mengenakan pakaian kerjanya, Ikarus mengusap punggung Hera dengan lembut, kemeja yang dikenakannya basah karena keringat. “It’s okay… mimpi kan cuma bunga tidur, Ra. Kamu baik-baik saja sekarang.”Lama Hera berdiam diri di dalam dekapan Ikarus. Perempuan itu kemudian menarik diri, lalu menatap Ikarus dengan lekat.“Rus…”“Hm?”“Kayaknya Dede kangen sama kamu, deh.”Ikarus tercenung selama beberapa saat. Pria itu kemudian menarik ujung bibirnya ke atas lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir Hera. “Bentar ya
“Hai, Rhe… gue datang.” Hera menaruh sebuah buket bunga lily di atas pusara Rhea. Menatap lekat batu nisan yang bertuliskan ‘Sorhea Winona’ itu dengan perasaan berkecamuk. Satu tahun telah berlalu setelah kepergian Rhea. “Lo apa kabar? Lo baik-baik saja di sana, kan?”Hera menggigit bibirnya bagian dalam. Menahan desakan air di pelupuk matanya. Rasanya masih seperti mimpi. Baru kemarin Hera masih tertawa bersama Rhea, namun ia tidak menyangka jika Tuhan telah mengambil sahabatnya satu tahun yang lalu.“Rhe, bentar lagi lo bakalan banyak keponakan.” Hera mengusap sudut matanya dengan punggung tangan. Tak mampu menghalau air matanya yang jatuh begitu saja. “Eve bentar lagi lahiran, dan Eros… dia juga bahagia seperti pesan terakhir lo. Bentar lagi dia juga bakalan jadi seorang ayah.” Perempuan itu kemudian menoleh ke samping, menatap Ikarus yang sejak tadi berdiri di sisinya. “Ada banyak hal yang pengen gue ceritakan sama lo, Rhe. Minggu lalu gue dapat kejutan dari Ikarus, dia beli rumah
“Sayang? Masih lama?”Hera yang baru saja keluar dari kamar mandi lantas terkekeh geli. “Ini lho, masih handukan. Mau ke dokter handukan gini?”Ikarus meraup wajahnya dengan gusar. Senyumnya terbit di wajahnya begitu saja. Pria itu kemudian melangkah mendekati Hera yang kini perutnya sudah membola. Usia kandungannya sudah menginjak bulan ketujuh, membuat perempuan itu terlihat menggemaskan. “Aku nggak sabar pengen lihat perkembangan jagoan kita.” Ikarus melingkarkan tangannya ke pinggang Hera, memeluk perempuan itu dari belakang. “Wangi banget, sih?”“Awas dong, Papa. Mama mau ganti baju dulu, nih. Gimana bisa ganti kalau kamu peluk gini, coba? Katanya nggak sabar pengen lihat jagoannya.”Ikarus melepaskan diri lalu terkekeh. “Iya, iya. Aku tunggu di depan kalau gitu, ya? Tapi jangan lama-lama.”“Iya.”Setelah menunggu lima belas menit, akhirnya Hera selesai bersiap-siap. Keduanya berjalan meninggalkan unit mereka untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.Tepat saat
“WHAT?!? Riri hamil anaknya Eros?” Mendengar perkataan Ikarus barusan, membuat Hera seketika membelalak. “Kamu udah pastikan kebenarannya?”Ikarus mengangguk. “Aku juga sempat kaget tadi. Udah gitu Ares ngamuk di kafe sampai bikin Eros babak belur.”“Tapi Eros nggak apa-apa, kan?”“Nggak apa-apa, kok. Untungnya Riri keluar dari ruangan dan menenangkan Ares.”“Ini kayak bukan Eros banget nggak, sih?” Hera menghela napas pendek. “Kayaknya aku harus nemuin Eros sekarang, deh.”“Sekarang banget?” Ikarus melepas kemeja yang dikenakannya, “tapi udah malam, Sayang.”Hera kemudian turun dari ranjang tidurnya lalu bergerak mendekati lemari pakaian untuk mengambil baju ganti di sana. “Masih jam delapan, kok. Aku harus tahu kebenarannya. Kita tahu kalau selama ini Eros belum bisa ngelupain Rhea, kan? Dan kita tahu hal itu.” ujar Hera terlihat tidak percaya.Ikarus menghela napas. “Aku anterin, ya?”“Nggak usah, Rus. Kamu juga barusan pulang, kan? Kamu pasti capek juga.”“Nggak ada kata capek ka
Hera hanya bisa menggelengkan kepalanya begitu tiba di Bali Galeria Mall. Suasana mall sore itu terlihat cukup ramai mengingat bahwa mereka berkunjung saat akhir pekan.“Emang kita mau nonton apa sih, Bang?” tanya Bella saat mereka sudah melangkah memasuki mall.Ikarus terkekeh. “Ada film Marvel, Ma. Bukan film horor, kok, jadi Mama nggak usah khawatir.”Bella menghela napas lega. “Sumpah, ya. Seumur-umur, Mama belum pernah double date begini, mana yang ngajak double date anak sendiri pula.”Ikarus kembali tertawa. “Kapan lagi bisa ngajak Mama sama Papa kencan barengan, kan?”Bella dan Kairav hanya menggelengkan kepalanya. Lalu mereka berjalan menaiki eskalator untuk menuju bioskop. Beruntungnya Ikarus sudah sempat membeli tiket nontonnya secara online, sehingga mereka tidak perlu mengantri lagi begitu mereka tiba di gedung bioskop.“Ra, kayaknya habis nonton nyalon bentaran seru deh, ya?” celetuk Bella saat itu.“Ah iya, Ma. Aku juga kayaknya pengen banget creambath, deh. Semenjak h
“Makan malam di luar, yuk? Sekalian aku pengen ngajak nonton kamu.” Ikarus menyurukkan wajahnya di ceruk leher Hera. Alih-alih menunggu tanggapan istrinya Ikarus kembali melanjutkan ucapannya. “Tapi kamu lagi mager banget, ya? Masih ngerasa mual?”Suara Ikarus sejenak membuat Hera yang tadinya masih terpejam kini membuka matanya.Ini hari Sabtu, dan mereka libur. Seharian ini Hera menghabiskan waktunya dengan bergelung di bawah selimut. Entah karena hormon kehamilannya, Hera benar-benar malas untuk melakukan sesuatu akhir-akhir ini.“Mau nonton apa? Tumben banget, sih?” tanya Hera dengan malas.“Kok tumben? Emangnya salah kalau aku ngajak kamu ‘pacaran’ istri sendiri? Udah lama banget kayaknya kita nggak jalan berdua, kecuali kalau lagi makan, Ra. Ya, kan?”Hera memutar matanya lalu terkekeh geli. “Kamu kenapa, sih? Aneh banget tahu, nggak.”“Aneh kenapa, coba?”“Ya aneh aja. Nggak kayak biasanya kamu begini.” Hera tersenyum kecil, lalu mendaratkan kecupan singkat di pipi Ikarus. “Tad
“Kamu emang sengaja sekongkolan sama Eros, kan? Makanya bisa tahu kalau aku di sini?”Ikarus terkekeh lalu menyelipkan anak rambut Hera ke belakang telinga. Dibandingkan dengan sebelumnya yang masih merasa kesal, Hera sudah terlihat lebih tenang sekarang.Ikarus menghela napas. “Kenapa pakai acara kabur-kaburan segala, coba? Kan aku jadi khawatir sama kamu, Ra.”“Siapa coba yang memulai? Salah siapa pakai acara ngambek-ngambek nggak jelas gitu.”“Ya kan aku nggak suka kalau ada cowok yang deket-deket sama kamu, Ra. Mana dia kelihatan banget kalau tertarik sama kamu pula. Siapa yang nggak kesal, coba?”“Aku nggak akan berpaling sama kamu, Rus. Jadi kamu nggak usah khawatir. Lagian siapa yang bakalan naksir kalau tahu aku udah bersuami dan sekarang aku lagi hamil muda gini, hm?”“Dia nggak tahu kalau kamu lagi hamil, by the way.” Ikarus mendecak, menoleh dan memperhatikan Eros yang tengah duduk di bibir pantai, menikmati matahari terbenam yang terasa sempurna seorang diri.“Kan! Mulai l