“Udah selesai sarapannya?”Suara itu membuat Hera yang baru saja menyelesaikan sarapannya kemudian menolehkan wajah lalu tersenyum. Ikarus baru saja menyelesaikan urusan administrasi karena hari ini Hera sudah diizinkan untuk pulang.“Udah. Kamu udah selesai juga?”Ikarus mengangguk lalu duduk di tepi ranjang sambil membelai wajah Hera yang terlihat lebih segar dibandingkan kemarin-kemarin.“Udah, Sayang. Tinggal nunggu obat kamu aja.” Ikarus menundukkan wajahnya, menatap sisa nampan yang ada di hadapannya sebelum membantu Hera membereskannya. “Yakin nggak mau nginep sehari atau dua hari lagi di sini?”“Ck! Kamu senang sekali kayaknya tidur sambil sempit-sempitan di sini, ya?” Hera mendecak pelan. “Aku bahkan bosan karena kegiatannya cuma bangun tidur, mandi, makan, tidur lagi, gitu terus. Aku bosan, Rus.”Ikarus terkekeh begitu melihat raut kesal Hera yang menggemaskan. “Iya, iya.”“Wah… beneran pulang nih, Ra? Nggak mau nemenin saya lebih lama?”Keduanya menoleh dan mendapati Dokter
“Good morning.” Suara serak khas orang bangun tidur itu membuat Hera yang baru saja membuka matanya lantas mengerjap.“Rus… kamu udah bangun dari tadi?”“Mm. Gimana tidur kamu? Nyenyak?” tanya Ikarus sembari menyelipkan anak rambut Hera ke belakang telinga.Semalam, keduanya memutuskan untuk tidur lebih awal. Rasa lelah yang sempat menggelayutinya lantaran sudah beberapa hari ini mereka tidak tidur dengan nyaman, akhirnya terbayar tuntas semalam.“Nyenyak banget. Aku bahkan nggak mimpi buruk.” Hera menyurukkan wajahnya di dada bidang Ikarus, membaui aroma musk yang berpadu dengan aroma wooden yang terasa begitu menenangkan.“Bawaannya pengen tidur lagi,” ujar Hera menambahkan.“Ya udah, tidur aja kalau masih ngantuk.” Ikarus terkekeh sembari menarik tubuh Hera agar mendekat. Membawanya ke dalam dekapan, hingga rasanya Hera bisa mendengar detak jantung Ikarus yang beraturan.“Tapi aku lapar,” ujar Hera dengan wajah mendongak. “Di kulkas ada bahan makanan apa?”“Yang jelas nggak ada ba
“Kayaknya udah semuanya, ya?” Hera melirik troli belanjaannya dan memastikan kembali barang-barang yang akan dibelinya sudah lengkap semua. “Apa lagi?” Ikarus ikut menoleh. “Kayaknya udah lengkap, deh.”“Ya udah, yuk! Kita langsung ke kasir aja.” Hera mengajak Ikarus menyudahi aktivitas belanjanya lalu Ikarus mendorong troli tersebut, mengekor di belakang Hera yang sudah lebih dulu melangkah mendekati kasir. Baru setelahnya Hera membayarnya.Setelah memastikan barang belanjaan itu masuk ke bagasi mobil, keduanya berjalan menuju ke kursi masing-masing dan detik itu juga Ikarus melajukan mobilnya dan segera meninggalkan pusat perbelanjaan tersebut.Tidak ada percakapan apapun sepanjang mobil yang dikendarai mereka melaju membelah kemacetan jalan raya. Cuaca sore yang terlihat mendung, ditambah dengan bersamaan para pekerja kantoran tengah pulang bekerja. Kemacetan bahkan tidak bisa terhindari.“Capek, ya?” Suara Ikarus membuyarkan keterdiaman Hera yang sejak tadi memperhatikan jalan ra
Untuk mengusir ketegangan yang terjadi, Ikarus menarik Hera ke dalam dekapannya. Manik matanya terlihat gelisah dan Hera tidak tahu bagaimana cara menenangkan dirinya.“Ra…”Hera mendongak dan tatapannya bertemu dengan sepasang mata suaminya. “Mm?”“Aku menyesal karena udah jujur sama kamu. Seandainya tadi aku nggak bilang, kamu pasti nggak akan segusar ini, kan?” Ikarus mengusap punggung Hera dengan lembut lalu mendaratkan kecupan singkat di keningnya.“Aku cuma… entahlah.” Hera menghela napas. “Nggak habis pikir kenapa Bima bisa sejahat itu dan dia dulu adalah tunanganku.”Ada perasaan bersalah yang mendadak hadir di hati Ikarus. Bukannya pria itu tidak ingin jujur dan menceritakan apa yang terjadi sebenarnya kepada Hera, hanya saja Ikarus tidak ingin membebani pikirannya. Kondisinya yang belum stabil membuat Ikarus membatasi diri untuk tidak mengatakan banyak hal yang akan mempengaruhi Hera.“Kita nggak pernah tahu kapan bahaya akan mengancam kita, Ra. Tapi yang terpenting, sebelum
“Itu normal kok, Rus. Itu biasa terjadi karena saraf di kepala Hera tengah mencoba mengingat-ingat kejadian di masa lalu. Cuma jangan berlebihan ya?”Tepat pukul dua pagi Ikarus sengaja menghubungi Kiev. Ia tahu jika Kiev tengah berjaga malam. Dan tidak ada salahnya jika Ikarus memastikan kondisi Hera, kan? Rasa khawatir yang tidak bisa dibendungnya membuat Ikarus harus memastikan bagaimana kondisi perempuan itu.“Oke, Bang. Sejauh ini Hera masih baik-baik saja, sih. Bahkan dia sudah tertidur pulas sekarang.”“Kapan lo ke Bali?” tanya Kiev di seberang sana. “Kayaknya Hera harus segera ketemu sama Dokter Dimas, deh.”“Gue mau rencana honeymoon dulu, Bang. Aman nggak misal gue pergi sama Hera?”“Aman-aman aja, sih. Toh secara fisik, Hera baik-baik saja dan sudah pulih. Cuma ingatannya doang yang masih mengkhawatirkan.”“Jadi aman, ya?”“Aman. Lo emang mau honeymoon ke mana, sih?”“Kalau jadi sih gue mau ke Maldives, Bang.”“Anjay! Belva dulu juga ngajak ke sana. Tapi dianya keburu hamil
“Good morning.” Suara sapaan itu terdengar menyapa indera pendengaran Ikarus begitu pria itu keluar dari kamar dalam kondisinya yang sudah rapi. Aroma wangi yang menyapa indera penciumannya membuat perut Ikarus mulai keroncongan. Pria itu menyampaikan jasnya di atas meja lalu tersenyum lebar.“Masak apa? Wangi banget, sih?” Ikarus melangkah mendekati Hera lalu memeluknya dari belakang.Perempuan itu terlihat sibuk memasak nasi goreng Jawa untuk sarapan mereka.“Kamu udah siap aja. Kamu mau berangkat sekarang, ya?” tanya Hera sembari tangannya sibuk mengaduk nasi gorengnya di atas penggorengan.“Iya. Aku mau sekalian ngajuin surat pengunduran diri. Pokoknya setelah pengajuan resign ini approved, baru kita pikirkan liburan ke Maldives, ya. Nggak masalah, kan?”“Iya.” Hera tersenyum. “Kamu mau aku buatkan kopi?”“Boleh.”Ikarus menarik diri lalu berjalan mendekati meja makan dan menarik kursi di sana. Sementara Hera sibuk membuatkan kopi untuknya. Pagi itu keduanya menghabiskan waktu ya
“Kamu… marah?”Menit demi menit berlalu dalam keheningan dan Ikarus tahu jika Hera tengah menahan kemarahannya. Baik Evander maupun Hanna sudah meninggalkan ruangannya, dan kini hanya ada mereka berdua. Duduk di sofa dan hanya saling berdiaman, sibuk dengan pikiran masing-masing.“Nggak apa-apa kalau kamu mau marah. Tapi setelah itu dengerin aku dulu, ya?” lanjut Ikarus.Hera menghela napas panjang dengan kedua tangannya yang saling bersedekap. Perempuan itu tidak tahu apakah ia harus marah atau sebaliknya setelah melihat pemandangan apa yang terjadi tadi.“Kalian ada sesuatu? Dia siapa kamu? Kenapa kamu kalian terlihat akrab dan… dekat?” ujar Hera pada akhirnya.“Hanna bukan siapa-siapa aku, Ra. Sebelum kamu datang tadi, dia cuma bilang kalau dasiku miring. Dia membenarkan dasiku dan—”“Tapi kayaknya kamu nggak keberatan gitu, ya?” Hera mendengus pelan. “Kelihatan banget kamu diam saja disentuh sama dia, padahal jelas-jelas kamu udah punya aku! Coba kalau aku tadi nggak datang, pasti
“Hera nggak salah paham sama lo, kan?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Evander. Ikarus baru saja kembali ke ruangannya setelah mengantarkan Hera ke depan. Pria itu menghela napas, melemparkan punggungnya di sofa sembari memijat pelipisnya.“Untungnya nggak,” jawab Ikarus singkat.“Jangan bilang Hanna masih berharap sama lo, Rus?”“Gue sama Hanna cuma sebatas masa lalu, Van. Dan itupun udah bertahun-tahun yang lalu. Dia nggak mungkin berani deketin gue. Karena gue udah bikin dia kalah telak soalnya.”Evander mengerutkan keningnya. “Lo apain memangnya?”“Gue cuma minta ke dia untuk nggak melewati batas aja, sih.” Ikarus mengedikkan bahu. “Kalau dia sampai melanggar batas, gue bakalan mutasi dia ke hotel lain.”“Bangsat!” umpat Evander. “Pantesan aja sikapnya dia sekarang jauh lebih kalem dari biasanya. Ternyata ada udang di balik batu!”“Untungnya aja lo sama dia nggak ngapa-ngapain ya, kan? Nggak kebayang gue gimana Hera ngamuknya.”Ikarus terkekeh. “Gue nggak sebrengsek itu,
“Rus? Suar mana?”Hera yang baru saja tiba di kediamannya lantas mengedar ke sekitar. Wajahnya terlihat lelah, ditambah dengan ia tidak menemukan putranya di sana.“Pulang-pulang tuh, kenapa bukan suaminya yang dicariin lebih dulu, sih? Kamu sengaja mau bikin aku cemburu atau gimana?” protes Ikarus saat itu.Hera menghela napas lalu melangkah mendekati Ikarus yang terlihat santai di sofa. Pria itu tengah mengambil cuti hari ini. “Iya, iya.” Hera mencium pipi Ikarus dengan pelan. “Suar sekarang di mana? Kamu kok kelihatan rapi gini? Mau ke mana?”Bayi mungil yang kini usianya baru menginjak tujuh bulan itu seakan jadi obat lelah Hera. Setiap kali perempuan itu menghabiskan waktu seharian dengan pekerjaannya yang menumpuk, setelah melihat Suar, lelahnya tiba-tiba menguap begitu saja.“Tadi Mama sama Papa mampir ke sini. Terus Suar sama Budhe Harni diangkut sekalian. Katanya biar papa sama mamanya ada waktu berduaan.”Hera terkekeh lalu berhambur memeluk Ikarus. “Emang selama ini kita ng
“Terima kasih untuk waktunya, Pak. Saya berharap kerjasama ini bisa berlangsung lama.”“Sama-sama, Pak Ikarus. Kalau begitu saya pamit dulu.”Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan salah satu klien, Ikarus melenggang meninggalkan restoran. Tangannya merogoh saku celananya, lalu membelalak.‘32 missed called from Heraira Cassandra’‘10 missed called from Mama’Ikarus menghentikan langkahnya. Ia mendadak panik. Jemarinya kemudian bergulir, menekan tombol memanggil. Berharap tidak ada sesuatu yang terjadi.Lalu, “Ra! Kamu—”“Bang, ini Mama. Kamu di mana sih, Bang? Dari tadi Mama coba telepon, Hera juga udah telepon kamu puluhan kali. Kok nggak dijawab, sih?”Mendengar suara Bella yang panik, Ikarus ikut panik. “Maaf, Ma. Aku tadi lagi meeting. Ada apa?”“Buruan ke rumah sakit, Bang. Hera mau lahiran!”Ikarus membelalak. Lalu tanpa pikir panjang pria itu berlari meninggalkan restoran untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.“Mama temenin Hera dulu ya, Ma. Ini aku lan
“Rus… lagi ngapain?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Hera yang baru saja bangun dari tidurnya. Sejak pulang kerja tadi, Hera memang memilih untuk tidur lantaran tengah mengantuk.Ikarus menoleh lalu menurunkan laptop dari pangkuannya, merentangkan tangannya ke arah Hera agar segera menghampirinya.“Lagi ngerjain weekly report, Sayang. Kok bangun?”“Iya. Aku tadi mimpi buruk.” Hera lantas berhambur memeluk Ikarus, menyurukkan wajahnya di ceruk leher suaminya.Masih dengan mengenakan pakaian kerjanya, Ikarus mengusap punggung Hera dengan lembut, kemeja yang dikenakannya basah karena keringat. “It’s okay… mimpi kan cuma bunga tidur, Ra. Kamu baik-baik saja sekarang.”Lama Hera berdiam diri di dalam dekapan Ikarus. Perempuan itu kemudian menarik diri, lalu menatap Ikarus dengan lekat.“Rus…”“Hm?”“Kayaknya Dede kangen sama kamu, deh.”Ikarus tercenung selama beberapa saat. Pria itu kemudian menarik ujung bibirnya ke atas lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir Hera. “Bentar ya
“Hai, Rhe… gue datang.” Hera menaruh sebuah buket bunga lily di atas pusara Rhea. Menatap lekat batu nisan yang bertuliskan ‘Sorhea Winona’ itu dengan perasaan berkecamuk. Satu tahun telah berlalu setelah kepergian Rhea. “Lo apa kabar? Lo baik-baik saja di sana, kan?”Hera menggigit bibirnya bagian dalam. Menahan desakan air di pelupuk matanya. Rasanya masih seperti mimpi. Baru kemarin Hera masih tertawa bersama Rhea, namun ia tidak menyangka jika Tuhan telah mengambil sahabatnya satu tahun yang lalu.“Rhe, bentar lagi lo bakalan banyak keponakan.” Hera mengusap sudut matanya dengan punggung tangan. Tak mampu menghalau air matanya yang jatuh begitu saja. “Eve bentar lagi lahiran, dan Eros… dia juga bahagia seperti pesan terakhir lo. Bentar lagi dia juga bakalan jadi seorang ayah.” Perempuan itu kemudian menoleh ke samping, menatap Ikarus yang sejak tadi berdiri di sisinya. “Ada banyak hal yang pengen gue ceritakan sama lo, Rhe. Minggu lalu gue dapat kejutan dari Ikarus, dia beli rumah
“Sayang? Masih lama?”Hera yang baru saja keluar dari kamar mandi lantas terkekeh geli. “Ini lho, masih handukan. Mau ke dokter handukan gini?”Ikarus meraup wajahnya dengan gusar. Senyumnya terbit di wajahnya begitu saja. Pria itu kemudian melangkah mendekati Hera yang kini perutnya sudah membola. Usia kandungannya sudah menginjak bulan ketujuh, membuat perempuan itu terlihat menggemaskan. “Aku nggak sabar pengen lihat perkembangan jagoan kita.” Ikarus melingkarkan tangannya ke pinggang Hera, memeluk perempuan itu dari belakang. “Wangi banget, sih?”“Awas dong, Papa. Mama mau ganti baju dulu, nih. Gimana bisa ganti kalau kamu peluk gini, coba? Katanya nggak sabar pengen lihat jagoannya.”Ikarus melepaskan diri lalu terkekeh. “Iya, iya. Aku tunggu di depan kalau gitu, ya? Tapi jangan lama-lama.”“Iya.”Setelah menunggu lima belas menit, akhirnya Hera selesai bersiap-siap. Keduanya berjalan meninggalkan unit mereka untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.Tepat saat
“WHAT?!? Riri hamil anaknya Eros?” Mendengar perkataan Ikarus barusan, membuat Hera seketika membelalak. “Kamu udah pastikan kebenarannya?”Ikarus mengangguk. “Aku juga sempat kaget tadi. Udah gitu Ares ngamuk di kafe sampai bikin Eros babak belur.”“Tapi Eros nggak apa-apa, kan?”“Nggak apa-apa, kok. Untungnya Riri keluar dari ruangan dan menenangkan Ares.”“Ini kayak bukan Eros banget nggak, sih?” Hera menghela napas pendek. “Kayaknya aku harus nemuin Eros sekarang, deh.”“Sekarang banget?” Ikarus melepas kemeja yang dikenakannya, “tapi udah malam, Sayang.”Hera kemudian turun dari ranjang tidurnya lalu bergerak mendekati lemari pakaian untuk mengambil baju ganti di sana. “Masih jam delapan, kok. Aku harus tahu kebenarannya. Kita tahu kalau selama ini Eros belum bisa ngelupain Rhea, kan? Dan kita tahu hal itu.” ujar Hera terlihat tidak percaya.Ikarus menghela napas. “Aku anterin, ya?”“Nggak usah, Rus. Kamu juga barusan pulang, kan? Kamu pasti capek juga.”“Nggak ada kata capek ka
Hera hanya bisa menggelengkan kepalanya begitu tiba di Bali Galeria Mall. Suasana mall sore itu terlihat cukup ramai mengingat bahwa mereka berkunjung saat akhir pekan.“Emang kita mau nonton apa sih, Bang?” tanya Bella saat mereka sudah melangkah memasuki mall.Ikarus terkekeh. “Ada film Marvel, Ma. Bukan film horor, kok, jadi Mama nggak usah khawatir.”Bella menghela napas lega. “Sumpah, ya. Seumur-umur, Mama belum pernah double date begini, mana yang ngajak double date anak sendiri pula.”Ikarus kembali tertawa. “Kapan lagi bisa ngajak Mama sama Papa kencan barengan, kan?”Bella dan Kairav hanya menggelengkan kepalanya. Lalu mereka berjalan menaiki eskalator untuk menuju bioskop. Beruntungnya Ikarus sudah sempat membeli tiket nontonnya secara online, sehingga mereka tidak perlu mengantri lagi begitu mereka tiba di gedung bioskop.“Ra, kayaknya habis nonton nyalon bentaran seru deh, ya?” celetuk Bella saat itu.“Ah iya, Ma. Aku juga kayaknya pengen banget creambath, deh. Semenjak h
“Makan malam di luar, yuk? Sekalian aku pengen ngajak nonton kamu.” Ikarus menyurukkan wajahnya di ceruk leher Hera. Alih-alih menunggu tanggapan istrinya Ikarus kembali melanjutkan ucapannya. “Tapi kamu lagi mager banget, ya? Masih ngerasa mual?”Suara Ikarus sejenak membuat Hera yang tadinya masih terpejam kini membuka matanya.Ini hari Sabtu, dan mereka libur. Seharian ini Hera menghabiskan waktunya dengan bergelung di bawah selimut. Entah karena hormon kehamilannya, Hera benar-benar malas untuk melakukan sesuatu akhir-akhir ini.“Mau nonton apa? Tumben banget, sih?” tanya Hera dengan malas.“Kok tumben? Emangnya salah kalau aku ngajak kamu ‘pacaran’ istri sendiri? Udah lama banget kayaknya kita nggak jalan berdua, kecuali kalau lagi makan, Ra. Ya, kan?”Hera memutar matanya lalu terkekeh geli. “Kamu kenapa, sih? Aneh banget tahu, nggak.”“Aneh kenapa, coba?”“Ya aneh aja. Nggak kayak biasanya kamu begini.” Hera tersenyum kecil, lalu mendaratkan kecupan singkat di pipi Ikarus. “Tad
“Kamu emang sengaja sekongkolan sama Eros, kan? Makanya bisa tahu kalau aku di sini?”Ikarus terkekeh lalu menyelipkan anak rambut Hera ke belakang telinga. Dibandingkan dengan sebelumnya yang masih merasa kesal, Hera sudah terlihat lebih tenang sekarang.Ikarus menghela napas. “Kenapa pakai acara kabur-kaburan segala, coba? Kan aku jadi khawatir sama kamu, Ra.”“Siapa coba yang memulai? Salah siapa pakai acara ngambek-ngambek nggak jelas gitu.”“Ya kan aku nggak suka kalau ada cowok yang deket-deket sama kamu, Ra. Mana dia kelihatan banget kalau tertarik sama kamu pula. Siapa yang nggak kesal, coba?”“Aku nggak akan berpaling sama kamu, Rus. Jadi kamu nggak usah khawatir. Lagian siapa yang bakalan naksir kalau tahu aku udah bersuami dan sekarang aku lagi hamil muda gini, hm?”“Dia nggak tahu kalau kamu lagi hamil, by the way.” Ikarus mendecak, menoleh dan memperhatikan Eros yang tengah duduk di bibir pantai, menikmati matahari terbenam yang terasa sempurna seorang diri.“Kan! Mulai l