“Adrian, kamu harus melindungi Clara dari Reka, kecelakaan Clara dari kuda itu semua ulah Reka,” balas Nilam geram. “Bu...cukup, jangan memperbesar masalah ini,” sela Clara menatap dalam Nilam, berharap Nilam tidak meneruskan kata-katanya. “Clara, apa yang dikatakan ibu Nilam benar?” Adrian bertanya dengan nada tinggi. “Adrian, sudah aku bilang, ini kecelakaan biasa,” sahut Clara, berusaha menyakinkan Adrian. “Clara, jangan menutupi kejahatan ibu mertuamu,” sela Nilam, memegang bahu Clara, kemudian beralih mendekat ke Adrian dan menatap serius. ”Adrian, Reka baru saja mengatakannya padaku, jika aku tidak membuat kalian bercerai, Reka akan membuat Clara lebih celaka dari kecelakaan kuda kemarin,” jelas Nilam, ada gurat kecemasan menggantung di matanya. Adrian berdecak kesal, ia menaruh jas dan tas kerjanya asal di meja, lalu dengan langkah cepat keluar apartemen, dengan cepat Clara meraih tangan Adrian. “Adrian, aku mohon, jangan bertengkar dengan Mama Reka, keadaannya akan m
Embun pagi masih bersemayam di dedaunan, mentari enggan untuk bersinar, pagi itu terasa dingin, Clara berdiri di ballkon kamarnya, netranya menatap kabut, angin dingin berhembus menerpa menembus kulit putih Clara yang hanya mengenakan lingerie warna cokelat dengan renda cream di bawahnya, kaki jenjangnya terlihat menawan, Clara tak menyadari sepasang mata sedang mengagumi bentuk tubuh yang nyaris sempurna tanpa cacat, rambut yang di biarkan tergerai itu bergerak-gerak lembut tertiup angin. “Apa yang kamu pikirkan sayang, ini masih dingin, kenapa berdiri di sini?” tanya Adrian, yang mendekat ke arah Clara dan merekatkan tangannya memeluk wanita yang di cinta. Clara terkejut, tapi ia segera menyandarkan kepalanya di dada bidang Adrian, dan tangannya memegang erat tangan Adrian. “Aku sedang memikirkan Mama Reka, apa yang harus aku lakukan agar Mama Reka menerimaku.” Adrian, mengecup pucuk rambut Clara, bibirnya kemudian di dekatkan di telinga Clara sembari berbisik, ”Kamu hanya per
Adrian seketika berdiri dari tempat duduknya, rahangnya mengeras dan tangannya digebrakkan di atas meja, suasana semakin memanas. “Ibu Reka, maksudmu apa!” bentak Adrian. “Oh... jadi Ki Darma belum cerita, jika Bu Reka, memiliki setengah dari Agro Darma,” balas Brasmatio, sambil tersunging senyuman sinis. “Aku, memang menyerahkan setengah Agro Darma pada Reka, tapi aku tidak menyangka, jika Reka memberikannya padamu,” sahut Ki Darma, menatap Bram dengan tajam. “Ki Darma, kenapa ini bisa terjadi?” tanya Clara nampak kebingungan. “Adrian, redam emosimu, tidak ada gunanya kalian bersitegang, di ruangan ini, aku mulai rapatnya!” perintah Ki Darma. Dengan menahan amarah, Adrian menuruti perintah Ki Darma, tangan Clara mengusap punggung Adrian, supaya ia menjadi tenang. Adrian menghempaskan tubuhnya di kursi, nafasnya yang memburu berlahan mulai tenang. Lalu Ki Darma menjelaskan posisi Bramastio dan Reka di Agro Darma, dan mereka berhak memutuskan hal yang berkaitan dengan manajemen
Adrian, berdecak kesal, lalu melangkah lebar keluar meninggalkan rumah Reka, sementara Reka hanya menatap pilu, melihat tingkah Adrian, yang semakin menjauh darinya.Adrian melajukan jeepnya, meninggalkan rumah Reka dengan hati yang kesal, ia sangat marah dengan apa yang dilakukan Reka. Bunyi ponsel, membuyarkan konsentrasi Adrian, ia pun menepikan mobilnya dan menjawab telepon dari Merry, sekretarisnya.“Hallo, Merr ada apa?”“Pak Adrian, saya hanya mengingatkan besok pagi ada penandatangan kontrak dengan klien dari Bali, pembanguan hotel dan resort. Dan untuk saat ini Pak Adrian ditunggu oleh Pak Baskoro di kantor,” jelas Merry.“Oke, 30 menit lagi aku sampai di kantor,” jawab Adrian, lalu menutup ponsel dan melanjutkan perjalanannya menuju PT. Baskoro Group. Adrian melangkah lebar menuju ruang kantor Baskoro. Setelah mengetuk pintu dan terdengar suara dari dalam yang menyuruh masuk, Adrian pun membuka pintu, terlihat Baskoro dan Nilam sedang duduk di sofa dalam kantor, keduany
“Kenalkan, Saraswati, sekretaris pribadi saya,” ucap Dirga, sambil mengulas senyum.Wanita yang bernama Saraswati itu berjalan pelan, dan menjabat tangan, Baskoro dan Merry serta Adrian, tangannya menggenggam erat Adrian, dengan senyum tipis di sudut bibirnya, tatapan keduanya seakan-akan, bertanya tentang kabar mereka.Adrian berusaha tenang, walaupun ingin sekali berbicara banyak dengan Saraswati, wanita yang pernah di jumpai 5 tahun yang lalu di pulau Dewata Bali. Demikian juga dengan Saraswati, ada pertanyaan yang ingin ia cerca pada Adrian, tapi keduanya berusaha menahan diri seakan-akan baru pertama kali bertemu.“Baiklah, kita mulai rapat ini,” ucap Baskoro.Lalu semuanya mulai fokus pada laptop masing-masing, dan Adrian mulai membahas rencana pembangunan hotel dan resort bertarap internasional, sebuah proyek bernilai milyaran rupiah.***Sementara itu, di kantor Swalayan Himawan, terjadi ketegangan antara Thomas dan Bram, keduanya saling adu pendapat mengenai jabatan baru B
Adrian mendadak lemas, dengan cepat ia menarik lengan Saras. ”Apa maksudmu?”“Akbat dari perbuatanmu, aku hamil,” balas Saras, kini bulir bening di matanya lolos begitu saja.Adrian, berlahan melepas lengan Saras, ia mundur satu langkah, jantungnya berdebar cepat.“Jadi, kamu hamil akibat perbuatanku di malam itu?” tanya Adrian, dengan wajah memucat.Saraswati mengangguk, ketika Adrian akan bertanya lagi, terdengar suara langkah kaki menuju lorong.“Saras, setelah rapat ini, kita bicara lagi,” bisik Adrian.“Maaf Adrian, aku tidak bisa, setelah acara selesai, Aku dan Pak Dirga kembali Bali,” jawab Saras, lalu bergegas melangkah pergi.“Siang Pak Adrian,” sapa seorang staff yang melewati Adrian di balas anggukan oleh Adrian.Untuk sejenak Adrian hanya terbengong, memikirkan perkataan Saraswati, lalu ia bergegas kembali menemui Pak Dirga. Terlihat Pak Dirga dan Saras bersiap-siap meninggalkan PT. Baskoro Group.“Oke pak Adrian, Pak Baskoro saya pamit dulu, sampai ketemu di Bali,” ucap
Waktu bergulir, mentari senja menyisakan semburat jingga di langit, Adrian berdiri menatap lepas pantai Kuta, telapak tangannya di masukan ke dalam saku celana. Hatinya serasa teriris, ketika satu jam yang lalu, melihat gadis kecil berusia 5 tahun, terbaring tidak berdaya di tempat tidur pasien rumah sakit. Adrian mengingat kembali pembicaraannya dengan Saras beberapa jam yang lalu.“Apa kamu melahirkan anakku?” tanya Adrian, sambil fokus menyetir, di sampingnya Saras hanya mengangguk pelan, tanpa menatap Adrian.“Dimana Dia, aku ingin bertemu dengannya?” tanya Adrian lagi, jantungnya berdetak tak beraturan, ia tidak menyangka, jika selama ini memiliki seorang anak.“Ada di rumah sakit,”“Dia sakit?”“Iya,” jawab singkat Saras, bibirnya tercekat, tidak mampu berbicara, kesedihan yang teramat dalam menghujam di hatinya, hingga air mata pun mengalir pelan.Sekitar 30 menit, sampailah Adrian dan Saras di sebuah rumah sakit, pemerintah, dengan langkah lebar, Saras dan Adrian menuju kamar
Aroma parfum rose, menguar di ruangan kerja Clara. Aroma yang selalu dirindukan Bramastio. Dengan, mata terpejam dirasakan harum parfum milik Clara. Harum parfum itu masih sama, selera Clara tidak berubah.“Hemmm, setelah beberapa tahun, masih sama aroma parfummu,” ucap Bram, ketika menghirup aroma parfum, yang terasa membangkitkan gairah Bram.“Jangan membicarakan masa lalu, lebih baik kita bicara tentang Agro Darma, kamu tahu telah membuat kerugian Agro Darma,” ucap Clara dengan nada tegas.Bram hanya menatap datar dan tersenyum tipis, ”Memang itu tujuanku,” ucap Bram, membuat Clara geram.“Kenapa kamu masih saja egois Bram.”Bramastio bangkit dari duduknya, berjalan berlahan mendekati Clara, kini tubuhnya tepat di belakang kursi Clara, di pegangnya kedua bahu Clara dari belakang dengan kuat, hingga Clara tidak dapat bergerak, wajah Bram mendekat ke arah telinga Clara seraya berbisik. ”Kecuali, kamu kembali padaku.”“Lepaskan Bram!” bentak Clara, sambil menghempaskan tangan Bram, d