Adrian mendadak lemas, dengan cepat ia menarik lengan Saras. ”Apa maksudmu?”“Akbat dari perbuatanmu, aku hamil,” balas Saras, kini bulir bening di matanya lolos begitu saja.Adrian, berlahan melepas lengan Saras, ia mundur satu langkah, jantungnya berdebar cepat.“Jadi, kamu hamil akibat perbuatanku di malam itu?” tanya Adrian, dengan wajah memucat.Saraswati mengangguk, ketika Adrian akan bertanya lagi, terdengar suara langkah kaki menuju lorong.“Saras, setelah rapat ini, kita bicara lagi,” bisik Adrian.“Maaf Adrian, aku tidak bisa, setelah acara selesai, Aku dan Pak Dirga kembali Bali,” jawab Saras, lalu bergegas melangkah pergi.“Siang Pak Adrian,” sapa seorang staff yang melewati Adrian di balas anggukan oleh Adrian.Untuk sejenak Adrian hanya terbengong, memikirkan perkataan Saraswati, lalu ia bergegas kembali menemui Pak Dirga. Terlihat Pak Dirga dan Saras bersiap-siap meninggalkan PT. Baskoro Group.“Oke pak Adrian, Pak Baskoro saya pamit dulu, sampai ketemu di Bali,” ucap
Waktu bergulir, mentari senja menyisakan semburat jingga di langit, Adrian berdiri menatap lepas pantai Kuta, telapak tangannya di masukan ke dalam saku celana. Hatinya serasa teriris, ketika satu jam yang lalu, melihat gadis kecil berusia 5 tahun, terbaring tidak berdaya di tempat tidur pasien rumah sakit. Adrian mengingat kembali pembicaraannya dengan Saras beberapa jam yang lalu.“Apa kamu melahirkan anakku?” tanya Adrian, sambil fokus menyetir, di sampingnya Saras hanya mengangguk pelan, tanpa menatap Adrian.“Dimana Dia, aku ingin bertemu dengannya?” tanya Adrian lagi, jantungnya berdetak tak beraturan, ia tidak menyangka, jika selama ini memiliki seorang anak.“Ada di rumah sakit,”“Dia sakit?”“Iya,” jawab singkat Saras, bibirnya tercekat, tidak mampu berbicara, kesedihan yang teramat dalam menghujam di hatinya, hingga air mata pun mengalir pelan.Sekitar 30 menit, sampailah Adrian dan Saras di sebuah rumah sakit, pemerintah, dengan langkah lebar, Saras dan Adrian menuju kamar
Aroma parfum rose, menguar di ruangan kerja Clara. Aroma yang selalu dirindukan Bramastio. Dengan, mata terpejam dirasakan harum parfum milik Clara. Harum parfum itu masih sama, selera Clara tidak berubah.“Hemmm, setelah beberapa tahun, masih sama aroma parfummu,” ucap Bram, ketika menghirup aroma parfum, yang terasa membangkitkan gairah Bram.“Jangan membicarakan masa lalu, lebih baik kita bicara tentang Agro Darma, kamu tahu telah membuat kerugian Agro Darma,” ucap Clara dengan nada tegas.Bram hanya menatap datar dan tersenyum tipis, ”Memang itu tujuanku,” ucap Bram, membuat Clara geram.“Kenapa kamu masih saja egois Bram.”Bramastio bangkit dari duduknya, berjalan berlahan mendekati Clara, kini tubuhnya tepat di belakang kursi Clara, di pegangnya kedua bahu Clara dari belakang dengan kuat, hingga Clara tidak dapat bergerak, wajah Bram mendekat ke arah telinga Clara seraya berbisik. ”Kecuali, kamu kembali padaku.”“Lepaskan Bram!” bentak Clara, sambil menghempaskan tangan Bram, d
“Layani aku!” bentak Dirga, seraya mendorong tubuh Saras ke ranjang, tubuh sintal itu pun terjatuh di ranjang hingga rok bawahnya tersingkap memperlihatkan daerah sensitif milik Saras. Dengan penuh nafsu Dirga melampiaskan hasratnya pada tubuh sintal itu dan kulit putih Saras, seperti biasa Saras melayani hasrat Dirga, walau kali ini Saras, sangat terpaksa memenuhi keingan Dirga. Malam panjang di lalui Dirga dan Saras, membuat Dirga puas, setelah terlampiaskan hasratnya, ia pergi meninggalkan Saras begitu saja di resort dengan meninggalkan sejumlah uang.Tepat pukul 6 pagi, Saras bergegas pergi ke rumah sakit, semalaman ia meninggalkan Adrian di sana yang menemani Monika. Sebelum berangkat ke kantor, Saras berniat melihat Monika, langkahnya di percepat begitu memasuki lorong rumah sakit yang masih sepi, dibukanya kamar tempat Monika dirawat, terlihat Adrian tertidur dengan tubuh duduk di kursi dan kepala bersandar di tempat tidur seraya tangannya memegangi tangan mungil Monika, melih
“Please, Papa,” mohon Monika, bulir bening itu pun luruh di pipinya.Adrian mengangguk tanda mengiyakan, dalam hatinya terasa teriris di kala melihat putri kandungnya harus memohon dengan derai air mata untuk bisa bersamanya. Di sisi lain, ia mengkhawatirkan pernikahannya dengan Clara. Bagaimana tanggapan Clara, jika tahu suaminya yang di anggap sempurna ternyata memiliki anak di luar nikah. Adrian menghela napas panjang, kemudian tersenyum pada Monika.“Papa, pergi dulu ya, nanti sore Papa akan ke sini lagi,” ujar Adrian, seraya mengenggam telapak tangan Monika.Monika hanya tersenyum dan mengangguk kecil, Adrian mengurai genggamannya dan pergi meninggalkan kamar.***Adrian sudah berada di proyek pembangunan hotel dan resort, yang berlokasi di atas perbukitan, panorama pemandangan yang luar biasa terlihat dari atas bukit, lautan biru yang membentang beberapa ratus meter di bawah menyisakan pemandangan yang memanjakan matanya, untuk sesaat Adrian, mengagumi keindahan alam dari sang p
Adrian terlihat gelisah waktu makan malam bersama Reka, dan kegelisahan itu terbaca oleh Reka.“Adrian, apa sih yang kamu pikirkan, dari tadi Mama merasakan ada sesuatu yang membebanimu?” tanya Reka, sambil menyuap makanan ke mulutnya.“Biasalah Mah, tentang pekerjaan,” sahut Adrian, sambil melirik jam tangan yang melingkar di tangannya, waktu menunjukkan jam 9 malam.“Mah, Adrian tinggal dulu, sebenarnya aku ada janjian sama teman,” ucap Adrian, lalu meneguk jus alpukat.“Baiklah, bersenang-senanglah,” balas Reka, seraya melempar senyum pada Adrian.Adrian bergegas menuju mobilnya, setelah itu melajukan mobilnya meninggalkan kafe. Karena merasa curiga akan sikap Adrian, diam-diam Reka mengikutinya dengan naik taksi. Beberapa menit kemudian Adrian memasuki Rumah Sakit Medika Internasional, dan itu membuat Reka kecewa.“Oh, ternyata pergi ke rumah sakit, tak kira pergi kencan dengan Saras,” gerutu Reka di dalam taksi yang ditumpanginya.“Pak, kita ke Exotic Hotel,” pinta Reka pada sop
Reka, mengamati foto Adrian dengan Monika, dalam benaknya terus berpikir mengenai gadis kecil, yang sakit kanker, sesekali Reka memegang keningnya memikirkan sesuatu. Lalu usai wawancara dan sesi foto dengan tabloit lokal, Reka segera menuju Rumah Sakit Medika Internasional. Sesampainya di sana, Reka langsung menuju kamar Monika, yang sebelumnya telah mendapat info dari orang suruhannya, dengan langkah kecil kakinya melangkah menuju kamar Monika, setelah menemukan kamar itu, Reka mengintip dari kaca pintu, terlihat Adrian duduk di samping gadis kecil, dan di sebelah tempat tidur pasien ada Saras. Rasa penasaran Reka, semakin membuncah, ingin rasanya ia membuka pintu dan menanyakan langsung pada Adrian, tapi Reka menahannya, percuma jika ia menanyakan hal itu pada Adrian, pastilah Adrian akan mengelaknya. Reka pun pergi meninggalkan rumah sakit dengan membawa beribu pertanyaan dalam hatinya.Hari menjelang malam, suasana di ballroom Hotel Exotic nampak ramai, tamu yang kebanyakan dari
Saras masih mengunci dirinya di dalam toilet kantor, di usapnya air matanya dengan tissu, baru kali ini Saras merasa jijik pada dirinya sendiri, lamunannya membuyar, ketika bunyi ponsel berdering nyaring, nama Adrian tertera di layar ponsel.“Hallo Adrian,” sapa Saras.“Saras bisakah kamu datang ke rumah sakit sekarang, kondisi Monika tidak baik,” jawab Adrian, terdengar suaranya begitu cemas.“Baiklah, aku segera ke sana,” sahut Saras dan langsung menutup ponsel dan bergegas keluar toilet dan memanggil taksi.Sesampainya di rumah sakit, terlihat Adrian, sedang berbicara dengan Dokter Renald. Saras pun masuk menemui Dokter Renald dan duduk di kursi sebelah Adrian.“Apa yang terjadi Dokter?” tanya Saras begitu mencemaskan putrinya.“Kondisi Monika memburuk, dan besok saya sudah ditugaskan di Rumah Sakit Medika Internasional yang ada di Jakarta, jadi saya sarankan Monika, dipindahkan di Medika Internasional Jakarta, di sana fasilitas pengobatan lebih lengkap dan yang terpenting, saya