Pria itu tidak bergerak dan tidak ada rasa tidak tega sedikit pun kepada Briella. Namun, Briella tampak terkejut. Anaknya tidak mengenal barang-barang mahal, tetapi Briella tidak bisa menyalahkannya karena masih kecil.Sebagai orang tua anak kecil itu, Briella tidak mendidik anaknya dengan baik sampai melakukan hal seperti ini. Ini tidak bisa dibenarkan."Pak Valerio, lepaskan aku dulu!"Briella melepaskan diri dari genggaman Valerio dan mendekati Zayden. Lalu, dia melihat kalau Nathan hanya berdiri diam menyaksikan tindakan Zayden."Kenapa kamu nggak mengawasi Zayden, sampai dia menembak orang lain pakai senjata mainan?"Nathan menyampirkan pistolnya di bahunya. Matanya yang tersembunyi di balik kacamata yang dia kenakan menyipit ke arah Valerio, lalu menjawab dengan nada tidak bersahabat, "Karena ada beberapa orang yang pantas dipukul."Tadi malam Valerio menodongkan pistol sungguhan kepadanya, sementara hari ini dia hanya melawan dengan pistol mainan. Jadi apa masalahnya?"Zayden, a
"Maksudmu ...." Zayden memiringkan kepalanya, lalu melanjutkan, "Kamu mau menikah dengan Mama?""Bukan begitu, tapi itu juga bukan sesuatu yang mustahil. Aku akan berusaha sekuat tenaga buat jadi ayah angkatmu, lalu mengejar Mama mu dan menikahinya.""Ya, bagus sekali!"Zayden bertepuk tangan dengan gembira. Dia menanti sosok ayah selama bertahun-tahun dan akhirnya dia bisa memiliki seorang ayah. Tuhan tidak akan mengecewakan mereka yang berusaha. Akhirnya dia akan punya Papa!Briella berdiri di samping dan melihat keduanya yang sedang membicarakan sesuatu secara rahasia. Sepertinya mereka terlihat sangat gembira. Lalu, dia menoleh dan menatap Valerio yang berada tidak jauh dari sini. Wajahnya terlihat sangat tidak mengenakan.Tidak perlu memikirkannya alasannya, Briella sudah tahu kenapa pria itu menunjukkan wajah seperti itu. Karena saat ini, mereka bertiga yang berdiri bersama seperti ini terlihat seperti keluarga bahagia dan penuh kasih.Tidak ada yang bisa menyalahkan orang lain a
Valerio mengangkat alis ke arah Nathan dan Zayden, lalu matanya menyipit. Begitu mendengar pengakuan Zayden kalau mereka adalah ayah dan anak, dia mengendus dingin, tidak menganggap ancaman dan provokasi mereka sedikit pun.Sebaliknya, fokusnya tertuju pada wajah kecil Zayden, lalu mengaitkan bibirnya dengan dingin. Dia mengangkat kerah baju Zayden dan mengambilnya dari gendongan Nathan."Nak, sepertinya kamu hilang ingatan."Tangan dan kaki Zayden menggantung di udara dan tatapannya berubah cerdik. "Aku nggak hilang ingatan. Pak Valerio, kerja sama di antara kita itu tetap kerja sama. Tapi, aku sudah menemukan ayah kandungku. Sebelumnya aku memang ingin kamu jadi pacar Mama, tapi sekarang berbeda, lho!""Lho?" Valerio menggendong Zayden keluar dari taman bermain dengan satu tangan dan meletakkan Zayden di atas panggung di luar arena. Dia menatap Zayden lekat-lekat, lalu bertanya mengikuti dengan nada kekanak-kanakan Zayden, "Apa itu yang kamu pelajari dari pria itu? Bicara seperti per
Zayden menjawab tanpa pikir panjang, "Benar, tapi nggak sepenuhnya benar."Valerio berkata dengan raut wajah dingin, "Benar atau nggak? Aku tanya dan kamu harus jawab dengan pasti. Nggak boleh bohong dan jawab asal."Zayden mengangkat bahunya dan menjawab tidak berdaya, "Mamaku, memang Briella, tapi aku datang ke perusahaan untuk bertemu denganmu, bukan Mama."Alis dingin Valerio sedikit terangkat, lalu dia bertanya bingung, "Bertemu denganku? Kenapa?""Aku mencarimu karena aku melihat wajahmu di berita." Zayden berdiri dan menepuk-nepuk Rony yang duduk di kursi depan, "Om, lihat. Aku sama Pak Valerio sangat mirip, 'kan?"Rony tidak berani mengeluarkan suara, hanya mengangkat pandangannya untuk melihat bocah kecil di dalam mobil melalui kaca spion, lalu tersenyum gemas.Sejak Valerio menggendong anak itu ke dalam mobil, dia menyadari kalau anak itu terlihat sangat mirip dengan Valerio. Dia sempat beranggapan kalau Pak Valerio menyembunyikan anaknya dengan sangat rapat, sampai sudah seb
Zayden sudah punya perkiraan sendiri di dalam hatinya. Dari apa yang dikatakan Valerio, Mama menitipkannya di rumah Ibu, sementara Mama sendiri tinggal di rumah pria lain!"Karena Mama Briella tinggal di rumah Pak Valerio, maaf karena sudah merepotkan. Aku akan menjemput Mama hari ini."Zayden bersedekap seperti orang dewasa dengan tubuh kecilnya. Dia menunjukkan sikap yang hampir sama persis dengan pria yang duduk di sampingnya. Mama pasti mengalami kesulitan karena tinggal di rumah orang lain. Di saat seperti ini, sebagai satu-satunya pria di keluarga, dia harus mengambil sikap."Jemput?" Valerio mengangkat alis dan melirik anak laki-laki yang duduk di sampingnya, yang wajahnya saat ini terlihat seperti pahatan yang sempurna. "Di saat masalah belum jelas, jangan harap kamu dan Mama mu bisa pergi.""Apanya yang belum jelas?" Pikiran Zayden sudah menebak jawabannya, tetapi dia tidak mengatakannya di depan Valerio.Intinya Valerio ingin membawanya untuk melakukan tes DNA, untuk memastik
Sejak mengambil alih perusahaan, Valerio diberi tahu kalau setiap kata dan tindakannya mewakili perusahaan, setiap kata yang dia ucapkan dapat dibenarkan. Jadi, dia selalu mematikan sakelar perasaan di dalam dirinya.Hingga setelah hubungannya dengan Briella berakhir, Valerio merasakan emosi yang berbeda, emosi yang membuatnya tidak tahu harus mengungkapkannya dengan kata-kata apa. Dia tidak bisa tidur sepanjang malam dan selalu memikirkan saat-saat yang dia habiskan bersama Briella. Mereka begitu harmonis di tempat tidur. Valerio terpesona dengan tubuh Briella, tetapi dia lebih merindukan jiwanya, yang tidak bisa dia gapai."Kamu sama seperti Mama mu, keras kepala."Valerio mulai mendidik Zayden layaknya seorang ayah, "Kamu sangat pintar, anak genius yang langka, tapi kepribadianmu seperti ini. Kalau kamu nggak berubah, kamu yang akan rugi suatu saat nanti.""Pak Valerio, aku naik mobilmu bukan karena ingin mendengarkan ceramahmu yang bertele-tele. Bukannya kita lagi bahas Mama? Singk
"Aku juga nggak yakin apakah dia dalang di balik semua ini, tapi aku yakin kalau Davira juga turut terlibat."Briella mengernyitkan keningnya. Hari yang dia habiskan di penjara benar-benar kelam. Sampai saat ini pun Briella masih merasa takut saat memikirkannya. Mungkin rasa takutnya ini akan menyisakan trauma yang mendalam.Yang lebih parahnya, Briella hampir dipaksa masuk ke meja operasi untuk melakukan aborsi.Jadi, setelah mengalami semua itu, apa yang harus dilakukan Briella agar bisa hidup damai dengan kedua orang itu?Menghela napas panjang dan keras, Briella merasa kalau ini adalah masalah yang tidak dapat dipecahkan. Jadi, dia hanya bisa mengambil satu langkah pada satu waktu. Yang terpenting saat ini adalah melindungi dirinya sendiri dan kedua anaknya agar tidak terluka. Lebih baik lagi kalau Briella tidak menempatkan dirinya dalam posisi pasif.Valerio membawa Zayden ke Galapagos. Ketika dia menggendong Zayden masuk ke dalam vila, Davira langsung mengenali Zayden. Seketika,
Briella dan Nathan muncul bersamaan di ambang pintu vila Galapagos dan mata Zayden langsung berbinar saat melihat kedatangan mereka. Dia masih dalam gendongan Valerio, jadi meronta sambil berteriak, "Mama, Papa, tolong aku!"Gendongan Valerio pada Zayden makin menguat, tidak berniat akan melepaskannya.Nathan melangkah mendekat dan naik ke tangga, mengadang di depan Valerio. Karena takut melukai Zayden, dia tidak mencoba merebutnya dari gendongan Valerio. Dia hanya mencegah Valerio membawa Zayden masuk ke kamar."Dia bukan anakmu, jadi lebih baik pergi dari sini dan jangan ikut campur!""Baiklah, tapi aku akan bawa Briella dan Zayden pergi dari sini."Valerio berdiri tegak, tatapannya melihat Briella yang berada di lantai bawah, lalu berkata pelan kepada Nathan, "Dia wanitaku, jangan mimpi bisa membawanya pergi.""Sepertinya kamulah yang mimpi sambil jalan." Nathan kembali melanjutkan, "Beraninya kamu menculik anak orang lain di siang bolong! Kamu melanggar hukum. Kalau aku lapor polis