"Sudah sampai di rumah?""Baru sampai.""Selarut ini?""Siang tadi ada sesuatu yang terjadi.""Ada apa?""Bukan apa-apa. Nathan, kebetulan ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu. Besok aku nggak bisa melakukan tes kesehatan masuk Taralay Property. Ada masalah yang masih belum aku selesaikan di Perusahaan Regulus. Aku juga punya masalah pribadi. Kalau sekarang aku masuk ke lingkungan kerja baru, mungkin aku nggak akan bisa fokus.""Tapi aku dengar kalau hasil tes tertulis sama wawancaramu berada di nomor satu. Apa nggak sayang kalau kamu menyerah begitu saja?" Nathan kembali berkata dengan sungguh-sungguh, "Briella, jangan memutuskan sesuatu karena terbawa perasaan."Briella menimpali tidak berdaya, "Tapi memang ada masalah rumit yang terjadi."Terkait masalah kehamilan, mana mungkin ada perusahaan yang mau mempekerjakan seorang karyawan yang sedang hamil?"Begini saja, aku akan sampaikan sama pihak Taralay Property agar mereka memberimu waktu buat menyelesaikan masalahmu. Kamu b
"Pasti ada yang main-main sama perusahaan dan sengaja menjebak Briella. Aku akan menyelidiki masalah ini.""Bagaimana kamu akan menyelidikinya?"Davira tidak bisa menyembunyikan kepanikan yang dia rasakan. Namun, dalam sekejap dia bisa kembali tenang. "Aku ingin membantumu. Bagaimanapun, rahasia perusahaan bocor dan melibatkan beberapa proyek utama. Kerugiannya saja sampai beberapa triliun.""Nggak perlu. Aku bisa urus sendiri." Tatapan Valerio tetap tertuju pada dokumen-dokumen di mejanya, sama sekali tidak mendongak untuk melirik Davira.Setelah kembali dari Kota Veros, Valerio langsung menyibukkan diri dengan pekerjaan. Tanpa bertanya Davira bisa menebak jika Valerio dan Briella putus."Rio, aku bawakan sup untukmu. Jangan bekerja terlalu lelah. Aku pulang dulu.""Aku minta sopir buat antar kamu."Davira menjawab dengan penuh perhatian, "Nggak perlu. Nggak enak kalau sopir perusahaan antar aku pulang terus. Aku juga punya hubungan sama kamu. Kalau selalu diperlakukan istimewa begitu
Briella duduk termenung cukup lama di dalam restoran, sampai pelayan restoran menghampirinya dan memintanya pergi dengan sopan. Saat melihat restoran yang kosong, Briella kembali tersadar.Dia berjalan keluar dari restoran dan menyusuri jalan, tanpa sadar langkah kakinya membawanya sampai di Perusahaan Regulus.Dia berdiri di seberang jalan, lalu mendongak dan melihat ada sekelompok orang keluar dari pintu masuk. Valerio berada di antara kerumunan itu, dengan Davira yang ada di sebelahnya. Briella tidak asing dengan pria yang keluar bersama mereka. Dia adalah Pak Sony.Briella masih belum bisa mendapatkan kontrak dengan Pak Sony walau sudah mengalami begitu banyak tragedi. Namun, melihat sikap mereka yang saling tertawa dan berbincang dengan santai, sepertinya kontrak itu sudah berhasil didapatkan.Wajah Davira menunjukkan senyuman yang menyenangkan. Pak Sony terlihat sangat puas dengannya. Pak Sony sedikit mencondongkan tubuhnya ingin mendekati Davira, tetapi tangan Valerio menghalang
Briella mengiakan pelan, "Gita, aku sudah mau pulang. Kita bicara lagi nanti."Tanpa menunggu jawaban Gita, Briella sudah mengakhiri panggilan. Dia berjalan sambil menunduk dan perasaan sedih pun meledak di dalam hatinya. Perasaan itu berubah menjadi air mata yang terjatuh tanpa bisa dibendung.Briella membenci dirinya sendiri karena sudah menempatkan dirinya dalam situasi ini.Semua konsekuensi harus dia tanggung sendiri."Kamu mau menggugurkan kandunganmu tanpa penjelasan apa pun?"Briella sampai di rumah dan Gita mengentak lantai karena kesal.Briella menjawab tanpa menunjukkan perubahan ekspresi di wajahnya, "Aku sudah bilang sama Valerio. Dia yang nggak datang sudah menjelaskan semuanya. Ini adalah pemahaman dasar dari sikap orang dewasa. Kalau aku tanya lagi, rasanya aku seperti nggak punya harga diri.""Kalau menurutku, buat ini jadi masalah besar. Minta dua triliun buat menyembuhkan lukamu."Briella menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Pertunangan Valerio dan Davira sudah jad
Briella tiba di Galapagos dan pintu vila dalam keadaan terbuka. Briella menduga kalau Pak Akmal ada di dalam. Namun, saat masuk ke dalam, Briella melihat Valerio tengah duduk di sofa.Ekspresi Briella tampak goyah dan dia hanya berdiri diam di ambang pintu.Valerio mendongak dan tatapannya tidak berubah saat menatap Briella. Wajah pria itu terlihat sedingin es.Briella menatap pria itu dengan tatapan acuh. Setelah saling bertatapan selama beberapa saat, Valerio tiba-tiba melontarkan pertanyaan."Tadi malam mau bilang apa saat di telepon?"Pria itu bertanya dan memecah keheningan di antara keduanya.Briella merasa lucu karena tidak mengerti maksud Valerio dengan mengajukan pertanyaan seperti itu.Sudah jelas kalau sikap pria itu menunjukkan penolakan, tetapi dia malah sengaja melontarkan pertanyaan itu. Bukankah sudah jelas kalau dia hanya ingin mempermalukan Briella?"Pak Akmal bilang kalau kamu berencana mengalihkan kepemilikan rumah ini kepadaku. Jadi, aku datang untuk mengurus itu."
Valerio terlihat sedikit termenung setelah mendengar perkataan Briella. Tidak lama kemudian, dia menjawab lirih, "Kalau begitu, lahirkan saja."Briella tertawa pelan. "Aku cuma bercanda. Mana mungkin aku hamil."Briella bisa melihat keraguan Valerio dan tahu apa yang tengah dipikirkan oleh pria itu."Kenapa nggak mungkin?""Kondisi tubuhku nggak memungkinkanku buat hamil. Selain itu ...." Briella ragu sejenak, lalu melanjutkan, "Pak Valerio juga sudah punya tunangan."Valerio mengangkat alis dan bertanya dengan penuh minat, "Jadi, kamu cemburu?"Briella menatap Valerio dan matanya tidak menunjukkan emosi apa pun, "Pak Valerio, kita lanjutkan saja pembicaraan perjanjian perpisahannya.""Nggak perlu." Valerio beranjak dan menggandeng tangan Briella keluar. "Kita ke rumah sakit."Begitu mendengar itu, Briella langsung menepis tangan Valerio. Dia mengatur napasnya dan berkata dengan nada tenang, "Nggak perlu periksa ke rumah sakit. Aku positif hamil."Ada getaran dalam mata Valerio setelah
Briella berdiri diam di ambang pintu, tidak yakin siapa yang ada di luar kamar.Ini adalah kediaman pribadi Valerio dan tidak ada yang bisa masuk ke tempat ini tanpa izin dari pria itu. Jadi, Briella tidak bisa menebak siapa orang yang datang.Terdengar suara berisik di luar, yang diikuti suara kunci terbuka.Briella mundur selangkah. Melihat kalau orang yang datang adalah Davira, jadi tanpa sadar Briella mundur selangkah.Davira bersedekap dan tatapannya menyapu seluruh tubuh Briella. Ekspresi mencemooh terlihat di wajahnya."Kata Rio kamu hamil?"Briella berdiri diam dan wajahnya memucat. Dia mendongak dan menatap Davira, lalu mulai mencibir, "Sepertinya kamu bukan dengar dari Valerio. Kamu yang baca pesan itu, 'kan?"Davira terlihat menegang, lalu menimpali dengan cibiran, "Kamu cerdik juga rupanya. Ternyata kamu bisa menebak kalau akulah yang melihat pesan Rio."Briella menyeringai, "Sekarang kamu sudah tahu, lalu apa tujuanmu datang ke mari?""Buat lihat anakku dan Rio." Tatapan D
"Marco bantu buka pakai kunci cadangan. Dia mengizinkanku masuk juga karena kamu. Masalah ini sangat mendesak, jadi dia membuat pengecualian dan mengizinkanku masuk.""Kamu bisa menungguku besok pagi saat di kantor.""Tapi aku harus kasih dokumennya ke klien pagi itu juga. Nggak akan sempat kalau ....""Sudah cukup, diamlah."Valerio menyela dengan dingin. Nadanya pun terkesan tidak sabar.Mata Davira mulai berkaca-kaca karena sedih. Adrian Buana yang berada di sana pun menyipitkan matanya dan merasakan kecanggungan dalam situasi ini. Jadi, dia membawa tasnya menuju lantai atas."Rio, di mana wanita hamil yang kamu bilang?""Di lantai atas, kamar tidur kedua di sebelah kiri."Valerio berjalan melewati Davira dan mengikuti Adrian ke lantai atas.Davira menatap kedua pria jangkung dan tampan itu, lalu menyeletuk lirih."Briella sudah pergi. Dia akan menggugurkan kandungannya."Tubuh Valerio bergetar saat mendengar itu. Dia menatap Davira dengan wajah penuh amarah."Pintu kamar dikunci, b