Briella menghela napas dalam, lalu menutup laptop di depannya. Dia menoleh ke arah Klinton dan bertanya dengan sungguh-sungguh."Apa aku benar-benar bisa mengatakan tentang apa pun kepadamu ? Apa kamu benar-benar orang yang bisa aku percaya sepenuhnya?"Mata Klinton sedikit tertunduk, diikuti dengan senyuman ringan."Tentu saja, bodoh. Kita sudah melalui banyak hal bersama. Aku juga orang yang ada di sisimu saat kamu berada di ambang hidup dan mati. Apakah kamu masih meragukanku?"Briella menatap mata Klinton dengan tenang. Tatapan Klinton terlihat sangat tulus, membuat Briella tidak bisa menemukan sesuatu yang mengganjal di dalamnya.Namun, justru itulah yang membuatnya takut.Briella tidak mungkin bisa memberitahu Klinton tentang email anonim yang dia terima. Begitu Briella mengatakannya, kecurigaan akan muncul di dalam hatinya. Dia tidak ingin merusak hubungan di antara mereka berdua, jadi memilih untuk menahan diri untuk saat ini.Namun, ini bukan berarti Briella tidak memiliki sik
"Kalau nggak ada sesuatu, apa aku nggak boleh menemuimu?""Kamu nggak sekurang kerjaan itu.""Dari sikapmu ini, sepertinya kamu benar-benar marah padaku. Meskipun aku nggak bisa jadi ibu tirimu, kita masih bisa berteman.""Itu nggak sopan.""Baiklah, kita langsung saja. Tante mencarimu karena ingin minta tolong kepadamu."Zayden terpengaruh dengan perkataan Briella. "Nggak perlu bilang kata tolong di antara kita.""Aku tahu kamu nggak akan mengabaikanku begitu saja." Briella menatap Zayden, alisnya terangkat menunjukkan senyum lembut. "Aku dengar dari Queena kalau kamu anak genius, yang sangat pintar mengotak-atik komputer. Aku mencarimu karena ingin kamu membantuku memeriksa sesuatu."Alis Zayden yang berkerut terangkat, lalu bertanya pada Briella, "Apa yang ingin kamu periksa?""Masuk ke mobil dulu. Kita bicarakan di rumahku."Keduanya kembali ke rumah Briella. Briella menceritakan kepada Zayden tentang email anonim yang dia terima."Jadi, kamu ingin aku membantumu melacak informasi
Setelah mengetahui alamat orang yang mengirim email anonim, keesokan harinya Briella pergi menemui orang itu.Dia berdiri di ambang pintu, memikirkan alasan kedatangannya ke mari. Saat sedang ragu, dia mendengar suara tangisan anak kecil di dalam rumah.Kemudian, terdengar seorang wanita membujuk anak itu, "Sayang, jangan nangis. Sudah, jangan nangis, ya. Tante akan ajak kamu jalan-jalan dan cari teman buat main bareng, ya."Pintu terbuka. Seorang wanita yang menggendong anak itu melangkah keluar dan langsung bertatapan dengan Briella yang berdiri di depan pintu.Wanita itu menggendong anak itu dengan hati-hati dan bertanya kepada Briella, "Cari siapa?"Briella melihat pakaian wanita itu yang seperti pengasuh anak. Setelah melirik anak itu, Briella melirik ke dalam rumah. "Mencari pemilik rumah ini.""Pemiliknya rumah ini nggak di rumah. Kamu punya hubungan apa sama pemilik rumah ini?"Briella menjawab dengan tenang, "Kami berteman."Pengasuh itu setengah yakin. "Teman? Kamu cari tuan
Di dalam ruangan pribadi itu bukan hanya ada Klinton seorang diri. Orang tua Klinton, Davira bahkan Erna pun ada di dalam.Resti dan Herman sedang mengobrol hangat dengan Erna, sambil sesekali menyunggingkan tawa bahagia. Percakapan mereka berjalan dengan baik, bahkan suasana yang tercipta pun terlihat menyenangkan.Melihat Briella yang hanya berdiri di ambang pintu, semua orang yang ada di dalam ruangan mengalihkan perhatian mereka kepadanya.Erna menoleh dan melihat Briella. Dia melambaikan tangan dan berkata sambil tersenyum, "Renata, masuk. Jangan cuma berdiri saja."Briella tersentak kaget, lalu mengamati sosok ibu asuhnya yang sudah duduk di sana.Kenapa tiba-tiba ibu asuhnya mengubah panggilannya dan memanggilnya Renata? Melihat pakaian yang dikenakan Erna hari ini, dia terlihat berwibawa dan kaya. Rambutnya disanggul dan dihiasi dengan jepit rambut mutiara, sangat mirip dengan gaya wanita bangsawan dari keluarga kaya dan terkemuka.Penampilannya ini sangat berbeda dari gayanya
Klinton mengatur seorang aktor dengan kualitas rendah. Itu karena dia terlalu terburu-buru."Papa, Mama, Tante baru menempuh perjalanan panjang, jadi nggak sempat beristirahat dengan baik setelah sampai di sini. Kita makan dulu saja, biar Tante bisa istirahat lebih awal malam ini."Resti dan Herman mengangguk setuju. "Ya. Habis menempuh penerbangan panjang lebih dari dua puluh jam memang butuh istirahat. Ayo kita makan dulu."Pada saat itu, Davira menjentikkan jarinya dan memanggil pelayan yang menyajikan makanan. "Kemari sebentar. Aku mau pesan makanan tambahan."Pelayan datang dan membungkuk dengan hormat ke arah Davira. Dia pun menyerahkan buku menu dengan sopan ke tangan Davira."Nyonya mau tambah hidangan yang mana?"Alih-alih melihat menu, Davira langsung mengatakan, "Mau Pan Fried Foie Gras, masing-masing orang satu, ya.""Baik, kami akan menyiapkannya."Briella menoleh ke arah Davira yang meletakkan tangannya di atas meja. Davira mengetuk-ngetukkan jari-jarinya dan menatap Brie
Davira menggerutu kesal, tetapi tidak berani membantah. Dia terpaksa menjawab dengan berat hati, "Aku mengerti. Nanti aku akan makan dua porsi! Nggak seru, aku mau ke toilet sebentar. Kalian makan dulu saja."Katanya sambil berdiri dan melangkah ke toilet.Briella berbasa-basi dengan Resti dan Herman untuk mengalihkan perhatian semua orang dari Erna, lalu berdiri sambil membawa tasnya. "Permisi, aku mau ke toilet juga sebentar."Briella melangkah keluar dan berjalan menuju toilet. Dia berdiri di ambang pintu dan mendengar Davira berbicara."Aku berani bertaruh kalau Renata itu palsu! Katanya dia tumbuh besar di Negara Jerius, orang tuanya punya bisnis di Negara Jerius dan punya aset di sana? Semua itu bohong! Barusan, keluarga kami makan malam sama ibunya Renata. Ibunya bahkan nggak tahu apa itu hati angsa. Dia malah bilang suka makan hati ayam! Ya ampun, sungguh lucu! Aku sampai tertawa terbahak-bahak!"Tatapan Briella menunduk, sedikit khawatir kalau Davira akan curiga kepadanya. Lal
"Bagaimana kamu ... bisa tahu?" Davira bergumam sedikit tidak jelas, bahkan otaknya terlambat memahami situasi. "Bukan! Mana mungkin aku punya anak lain? Aku cuma punya Queena, anak kandungku dan Rio. Apa maksudmu dengan daerah Permata? Aku saja nggak pernah dengar nama itu."Briella menyipitkan matanya, tatapannya yang tajam mengamati Davira. Dia melangkah lebih dekat, memaksa Davira makin bersentuhan dengan marmer yang dingin."Aku tanya lagi. Apa kamu dan Elbert melakukan sesuatu yang memalukan?""Gila!" Tangan Davira mendorong bahu Briella, tetapi Briella langsung mencengkeram pergelangan tangannya."Ah!" Davira mengatupkan giginya, lalu menepis tangan Briella dengan kesal. "Kalau kamu bersikap seperti ini kepadaku, aku akan bilang sama Papa Mama. Aku peringatkan, sebaiknya kamu nggak macam-macam denganku. Kalau nggak, setelah kamu menikah dengan kakakku, aku nggak akan segan-segan mengganggumu tanpa ampun!"Tatapan Renata tiba-tiba membeku. Dia mengangkat tangannya dan menekan dag
Di dalam toilet, kedua wanita itu masih bertengkar. Tiba-tiba, terdengar ketukan tajam di depan pintu.Suara Klinton terdengar, "Renata, Davira, apa yang kalian lakukan di dalam?"Briella dan Davira berhenti bertengkar dan melihat ke arah pintu.Briella melepaskan cengkeramannya di leher Davira dan mendorongnya ke belakang dengan gerakan santai.Davira tersandung ke belakang, hingga bagian belakang kepalanya membentur dinding yang dingin dan keras. Saat menyentuhnya dengan tangan, ternyata kepalanya berdarah.Briella mencuci tangannya dan merapikan lipstiknya. Dia melirik Davira dengan tatapan dingin. Saat ini, di dalam hatinya ada semacam perasaan lega saat melihat penampilan menyedihkan Davira.Dia merapikan lipatan-lipatan di gaunnya, lalu membuka pintu yang tidak terkunci. Setelah pintu terbuka, Briella melihat wajah Klinton di depan pintu."Kenapa kalian lama sekali? Apa yang terjadi?""Aku baik-baik saja. Kamu seharusnya mengkhawatirkan adikmu."Briella berkata dengan tenang, ber