Saat siang, urusan Moonita dan Briella pun selesai. Moonita membawa Briella menuju toko kue milik pasangan itu.Dalam perjalanan, Moonita terlihat tertarik pada Briella dan berbicara tentang kehidupan pribadi."Aku ingat saat bertemu denganmu saat itu, ada seorang pria yang menjagamu. Apa hubungan kalian?""Ini ...." Briella berpikir sejenak, lalu menjawab, "Pacar. Kami akan segera bertunangan.""Bertunangan?" Nada bicara Moonita terdengar sedikit menyayangkan, lalu dia melanjutkan, "Kamu gadis yang hebat dan baik, nggak heran kalau banyak yang mengejarmu. Tapi, pria itu kelihatannya bukan dari keluarga biasa."Briella mengangguk membenarnya. "Keluarganya juga seorang pengusaha, tapi aku nggak memilih dia karena dia punya banyak uang.""Aku mengerti. Gadis sepertimu bisa cari uang sendiri. Kamu juga sangat cantik. Beruntung sekali pria yang bisa menjadikanmu istri."Briella tidak menyangka kesannya terhadap Moonita akan sebaik ini. Entah ini hanya basa-basi atau apa, tetapi rasanya san
Moonita menyadari kalau Briella sepertinya menghindari membicarakan tentang topik pernikahan. Mungkinkah rencana ini tidak sesuai dengan keinginan hatinya? Apa pernikahannya itu bukan sesuatu yang dia inginkan?Mereka berdua turun dari mobil dan berjalan ke depan toko. Senyum merekah di wajah pasangan pemilik toko kue itu setelah melihat kedatangan Briella dan Moonita."Pantas saja pagi tadi ada kicauan burung murai yang terdengar. Ternyata kalian berdua yang akan datang."Briella juga merasa senang melihat kedua orang tua itu. "Lama sekali kita nggak saling bertemu. Nggak disangka kalian masih mengingatku.""Tentu saja aku masih mengingatmu. Aku punya ingatan yang dalam tentangmu. Ayo masuk. Aku akan menyiapkan makanan untuk kalian."Briella dan Moonita menghabiskan makan siang mereka di toko kue. Sebelum pergi, Briella membungkus kue dan berencana untuk membawanya kembali ke Kota Tamar dan membagikannya kepada semua orang.Setelah kembali ke hotel untuk berkemas, Briella pun kembali
"Kalau mau kebenarannya, beri aku dua puluh miliar."Pesan balasan dari orang itu membuat Briella ragu. Dua puluh miliar? Bukankah ini pemerasan?"Bagaimana aku bisa percaya dengan apa yang kamu katakan?""Anakmu dianggap meninggal saat dilahirkan. Itu karena ada seseorang yang sengaja melakukannya. Yang bisa aku katakan adalah, saat ini anakmu masih hidup dengan sehat. Aku tahu lebih banyak hal lainnya. Selama kamu percaya padaku, beri aku dua puluh miliar. Ingat, jangan hubungi polisi atau kamu nggak akan pernah bertemu dengan anakmu lagi. "Briella menatap email itu sambil mengerutkan kening.Siapa orang ini sebenarnya? Yang lebih penting lagi, dia mengetahui kebenaran saat itu. Dia mengatakan kalau ada orang yang mengatur semua itu. Jadi, kemungkinan besar orang itu juga terlibat dengan apa yang terjadi saat itu.Briella ragu, merasa kalau adalah pemerasan. Orang itu menginginkan uangnya, tetapi juga sangat berhati-hati karena hanya berani menggunakan email anonim ini untuk menghub
Briella menghela napas dalam, lalu menutup laptop di depannya. Dia menoleh ke arah Klinton dan bertanya dengan sungguh-sungguh."Apa aku benar-benar bisa mengatakan tentang apa pun kepadamu ? Apa kamu benar-benar orang yang bisa aku percaya sepenuhnya?"Mata Klinton sedikit tertunduk, diikuti dengan senyuman ringan."Tentu saja, bodoh. Kita sudah melalui banyak hal bersama. Aku juga orang yang ada di sisimu saat kamu berada di ambang hidup dan mati. Apakah kamu masih meragukanku?"Briella menatap mata Klinton dengan tenang. Tatapan Klinton terlihat sangat tulus, membuat Briella tidak bisa menemukan sesuatu yang mengganjal di dalamnya.Namun, justru itulah yang membuatnya takut.Briella tidak mungkin bisa memberitahu Klinton tentang email anonim yang dia terima. Begitu Briella mengatakannya, kecurigaan akan muncul di dalam hatinya. Dia tidak ingin merusak hubungan di antara mereka berdua, jadi memilih untuk menahan diri untuk saat ini.Namun, ini bukan berarti Briella tidak memiliki sik
"Kalau nggak ada sesuatu, apa aku nggak boleh menemuimu?""Kamu nggak sekurang kerjaan itu.""Dari sikapmu ini, sepertinya kamu benar-benar marah padaku. Meskipun aku nggak bisa jadi ibu tirimu, kita masih bisa berteman.""Itu nggak sopan.""Baiklah, kita langsung saja. Tante mencarimu karena ingin minta tolong kepadamu."Zayden terpengaruh dengan perkataan Briella. "Nggak perlu bilang kata tolong di antara kita.""Aku tahu kamu nggak akan mengabaikanku begitu saja." Briella menatap Zayden, alisnya terangkat menunjukkan senyum lembut. "Aku dengar dari Queena kalau kamu anak genius, yang sangat pintar mengotak-atik komputer. Aku mencarimu karena ingin kamu membantuku memeriksa sesuatu."Alis Zayden yang berkerut terangkat, lalu bertanya pada Briella, "Apa yang ingin kamu periksa?""Masuk ke mobil dulu. Kita bicarakan di rumahku."Keduanya kembali ke rumah Briella. Briella menceritakan kepada Zayden tentang email anonim yang dia terima."Jadi, kamu ingin aku membantumu melacak informasi
Setelah mengetahui alamat orang yang mengirim email anonim, keesokan harinya Briella pergi menemui orang itu.Dia berdiri di ambang pintu, memikirkan alasan kedatangannya ke mari. Saat sedang ragu, dia mendengar suara tangisan anak kecil di dalam rumah.Kemudian, terdengar seorang wanita membujuk anak itu, "Sayang, jangan nangis. Sudah, jangan nangis, ya. Tante akan ajak kamu jalan-jalan dan cari teman buat main bareng, ya."Pintu terbuka. Seorang wanita yang menggendong anak itu melangkah keluar dan langsung bertatapan dengan Briella yang berdiri di depan pintu.Wanita itu menggendong anak itu dengan hati-hati dan bertanya kepada Briella, "Cari siapa?"Briella melihat pakaian wanita itu yang seperti pengasuh anak. Setelah melirik anak itu, Briella melirik ke dalam rumah. "Mencari pemilik rumah ini.""Pemiliknya rumah ini nggak di rumah. Kamu punya hubungan apa sama pemilik rumah ini?"Briella menjawab dengan tenang, "Kami berteman."Pengasuh itu setengah yakin. "Teman? Kamu cari tuan
Di dalam ruangan pribadi itu bukan hanya ada Klinton seorang diri. Orang tua Klinton, Davira bahkan Erna pun ada di dalam.Resti dan Herman sedang mengobrol hangat dengan Erna, sambil sesekali menyunggingkan tawa bahagia. Percakapan mereka berjalan dengan baik, bahkan suasana yang tercipta pun terlihat menyenangkan.Melihat Briella yang hanya berdiri di ambang pintu, semua orang yang ada di dalam ruangan mengalihkan perhatian mereka kepadanya.Erna menoleh dan melihat Briella. Dia melambaikan tangan dan berkata sambil tersenyum, "Renata, masuk. Jangan cuma berdiri saja."Briella tersentak kaget, lalu mengamati sosok ibu asuhnya yang sudah duduk di sana.Kenapa tiba-tiba ibu asuhnya mengubah panggilannya dan memanggilnya Renata? Melihat pakaian yang dikenakan Erna hari ini, dia terlihat berwibawa dan kaya. Rambutnya disanggul dan dihiasi dengan jepit rambut mutiara, sangat mirip dengan gaya wanita bangsawan dari keluarga kaya dan terkemuka.Penampilannya ini sangat berbeda dari gayanya
Klinton mengatur seorang aktor dengan kualitas rendah. Itu karena dia terlalu terburu-buru."Papa, Mama, Tante baru menempuh perjalanan panjang, jadi nggak sempat beristirahat dengan baik setelah sampai di sini. Kita makan dulu saja, biar Tante bisa istirahat lebih awal malam ini."Resti dan Herman mengangguk setuju. "Ya. Habis menempuh penerbangan panjang lebih dari dua puluh jam memang butuh istirahat. Ayo kita makan dulu."Pada saat itu, Davira menjentikkan jarinya dan memanggil pelayan yang menyajikan makanan. "Kemari sebentar. Aku mau pesan makanan tambahan."Pelayan datang dan membungkuk dengan hormat ke arah Davira. Dia pun menyerahkan buku menu dengan sopan ke tangan Davira."Nyonya mau tambah hidangan yang mana?"Alih-alih melihat menu, Davira langsung mengatakan, "Mau Pan Fried Foie Gras, masing-masing orang satu, ya.""Baik, kami akan menyiapkannya."Briella menoleh ke arah Davira yang meletakkan tangannya di atas meja. Davira mengetuk-ngetukkan jari-jarinya dan menatap Brie