Para guru merebut Queena dari gendongan Davira dan beberapa satpam segera menghentikan Davira, membawanya ke kantor polisi.Davira yang emosinya sangat tidak terkendali menggeliat dan menatap Queena, lalu menggeram padanya, "Bocah sialan, apa kamu ingin membunuhku? Sebenarnya siapa yang Mama mu! Jangan bohong! Katakan pada mereka, siapa Mama mu yang sebenarnya!"Queena sangat takut dengan teriakan Davira. Dia pun merintih dan menangis lebih keras lagi.Briella bergegas menghampiri sang guru dan Queena berhambur ke dalam pelukannya, memohon untuk dihibur dan dipeluk.Saat melihat Briella, guru itu langsung menyerahkan Queena kepadanya.Briella yang berkeringat banyak karena panik langsung menggendong dan membujuk Queena. Dia melihat Davira yang ditekan ke tanah dalam keadaan menyedihkan, lengkap dengan rambutnya yang berantakan.Kalau dipikir-pikir dia juga cukup kasihan. Putrinya sendiri tidak mau mengakuinya sebagai ibu. Jadi, bisa dibayangkan seberapa besar rasa benci Davira kepada B
Klinton melakukan perjalanan bisnis selama dua hari, tetapi sudah banyak hal yang terjadi setelah kepergiannya. Jadi, dia memesan tiket pesawat malam itu juga."Briella, kamu terlalu dekat dengan Valerio, berbahaya."Klinton berkata dengan gelisah di ujung telepon, "Apa kamu lupa, siapa kamu sekarang? Kamu Renata, pacarku."Briella duduk bersila di sofa, menatap keluar jendela kaca yang membentang dari lantai ke langit-langit, terlihat sedikit melamun.Makin berbahaya malah makin mudah menarik Briella. Dia sedikit tidak percaya saat memikirkan apa yang terjadi dalam beberapa hari terakhir."Briella, apa kamu mendengarkanku?"Briella tersentak kembali ke akal sehatnya dan menjawab, "Dengar, Klinton. Aku akan mengembalikan Queena kepada Valerio besok. Aku sudah punya rancangan dan pemahaman yang jelas tentang Queena. Jadi tujuanku juga sudah tercapai."Entah kenapa, Briella sangat tidak berdaya saat mengucapkan semua itu."Baguslah." Klinton menambahkan, "Aku akan membawamu ke pesta kokt
Briella menutup telepon dan pergi ke Perusahaan Regulus.Kali ini, Siska lah yang menyambutnya. Siska terlihat sangat senang saat bertemu dengan Briella, bahkan tidak berhenti berbicara dalam perjalanan dari lobi ke kantor presdir."Nona Renata, sepertinya kondisimu sangat baik. Apa rancangan desainnya berjalan dengan baik?"Briella tersenyum tipis dan menjawab, "Semuanya berjalan dengan baik, terima kasih."Kalau Siska tidak memberitahunya tentang taman kanak-kanak tempat Queena sekolah, Briella tidak akan mengalami apa yang terjadi dalam beberapa hari terakhir. Jadi kali ini, Siska sudah banyak membantunya."Hei, jangan berterima kasih kepadaku. Aku nggak kasih bantuan apa pun sama Nona Renata." Siska menggaruk-garuk kepalanya dan tersenyum malu. "Sebenarnya, aku merasa kalau kamu benar-benar beruntung."Briella menjawab bingung, "Kenapa kamu bilang begitu?"Siska berpikir sejenak, dalam hati memikirkan apakah dia akan mengatakannya atau tidak. Setelah ragu-ragu, dia memutuskan untuk
"Karena itulah aku sangat berterima kasih sama Kak Briella atas semua kebaikan yang dia lakukan untukku. Kalau seperti ini, sepertinya aku bisa dibilang memanfaatkannya."Briella berbicara dengan sopan, tidak membahas topik yang sedang mereka bicarakan, "Apa Pak Valerio masih belum akan kembali? Bagaimana kalau aku titipkan kepadamu saja apa yang ingin aku kembalikan. Nanti, kamu bisa memberikannya kepadanya.""Oh, ya boleh."Briella menyerahkan kartu bank ke tangan Siska. "Tolong pastikan kamu memberikannya kepada Pak Valerio. Terima kasih.""Ya, jangan khawatir."Briella berjalan keluar dari ruang tunggu, membawa tasnya sambil menunggu lift. Tiba-tiba, dia bertemu dengan Valerio yang baru saja kembali dari luar.Melihat pria itu berjalan keluar dari lift, tanpa sadar Briella mencoba berjalan menuju lift ke arah lain.Namun, Valerio menarik lengannya. "Kenapa menghindar?"Briella menyentak tangan Valerio dan merapikan lengan bajunya. "Aku sudah memberikan kartu itu kepada asistenmu."
Valerio mengerutkan kening. "Jangan berpikir aneh-aneh. Maksudku lukamu. Saat melakukannya dua kali sebelumnya, aku terlalu terburu-buru, jadi nggak memperhatikan."Saat mendengar pria itu menyebutkan kata dua kali sebelumnya, rona merah langsung muncul di pipi Briella."Lihat dengan jelas. Mau lihat yang seperti apa lagi, lebih baik pakai kaca pembesar sekalian biar makin jelas."Pria itu menjawab, "Ide bagus."Kenapa pria ini bisa menjawab dengan enteng terkait penderitaan yang pernah dialami oleh orang lain?Dengan perasaan jengkel, Briella beranjak dan mengambil tasnya. "Pak Valerio, kalau bukan soal pekerjaan yang ingin dibicarakan, lebih baik aku pergi."Valerio meletakkan cangkir kopinya dan berdiri juga.Dia mengangkat tangannya dan meraih pergelangan tangan Briella. "Ikut aku ke ruang istirahat."Briella menatap pintu ruang istirahat dan tubuhnya gemetar.Mereka pernah mengalami banyak hal di sana, tetapi sekarang ini lebih seperti mimpi buruk bagi Briella. Jangankan untuk mas
"Satu dari dua obat itu adalah krim perbaikan untuk bekas lukamu dan harus dioleskan setiap hari. Yang satu lagi adalah concealer untuk menutupi bekas lukamu. Kamu hanya perlu mengoleskannya ke bekas luka biar nggak terlihat. Obat itu bisa membuat kulitmu terlihat nggak ada bedanya dengan kulit normalmu. Ini bisa dipakai dalam keadaan darurat dan acara-acara khusus."Briella melihat ke arah dua obat di tangannya, kemudian menatap pria itu dengan agak terkejut.Pria itu bersikap sangat pengertian dengan menyiapkan ini untuknya."Kamu harus ingat, lukamu adalah ciri yang paling mudah dikenali apakah kamu Briella atau bukan. Jadi, kalau kamu ingin menyembunyikan identitasmu, kamu harus dengarkan aku. Untuk sekarang, kamu cuma bisa pakai obat ini. Kalau ada kesempatan, aku akan membawamu ke luar negeri dan menghubungi seorang ahli di sana untuk melakukan operasi penghilangan bekas lukamu."Briella menyimpan obat itu. Sebenarnya, dia juga mengkhawatirkan masalah luka ini. Apalagi dia juga b
#Setelah mengakhiri panggilan dengan Klinton, Briella segera melajukan mobilnya menuju tempat percobaan gaun berada.Tempat itu sudah ditutup untuk umum. Di sana hanya ada pelayan, Klinton dan Davira saja.Begitu Briella masuk, Davira langsung menarik lengan Klinton saat melihat kedatangannya"Apa yang dia lakukan di sini, Kak?""Aku yang menyuruhnya untuk datang.""Bukannya Kakak membawaku ke mari buat pilih gaun?""Nggak juga." Klinton malah bertanya kepada Davira, "Bukannya aku memintamu buat memilihkan beberapa gaun buat Renata pakai ke pesta? Lagipula aku ini laki-laki, nggak begitu mengerti selera perempuan. Kamu akan lebih paham dariku.""Apa!" Davira kesal dan menjawab gusar, "Jadi, kamu membawaku ke sini hanya untuk memanfaatkanku sebagai alat? Kak, apa kamu tahu apa yang Renata lakukan di belakangmu? Kenapa kamu masih mau sama dia setelah dibodohi olehnya?"Klinton menimpali tidak senang, "Davira, aku tahu kamu kesal karena Renata membuatmu dibawa polisi. Tapi ini memang sala
Klinton mengangkat pandangannya, memelototi Davira dan menegurnya, "Davira!"Davira menjulurkan lidahnya, merasa kalau hatinya belum terpuaskan. Jadi, dia kembali berkata kepada Briella."Ayo masuk ke dalam. Barusan aku lihat ada gaun yang bagus di dalam sana dan sesuai dengan ukuranmu."Davira berjalan ke depan dengan tangan bersedekap dan Briella mengikuti di belakang, berjalan ke arah bagian gaun berada.Briella melangkah pelan, tetapi kakinya tiba-tiba tersandung. Tubuhnya pun jadi gontai, membuatnya jatuh ke lantai. Tangannya membentur lantai, kulitnya terasa panas dan perih.Davira bersandar di ambang pintu dengan tangan bersedekap, menarik kakinya yang mengadang Briella sambil menyeringai penuh kemenangan.Kemarin Briella sudah mempermalukannya di taman kanak-kanak. Bagaimana mungkin dia membiarkan Briella lolos begitu saja hari ini?"Wah, kamu jatuh? Kenapa kamu ceroboh sekali? Untung saja bukan wajah cantikmu yang membentur lantai. Kalau nggak, nanti kamu nggak akan cantik lag