Valerio menyeka tangannya dan bisa membereskan pria itu dengan mudah, tidak lupa memberikan peringatan."Kalau melakukannya lagi, kamu akan mati."Setelah mengatakan itu, Valerio menyingkirkan ekspresi kejam di wajahnya, menunjukkan senyum layaknya ayah yang penyayang. Dia kembali menggendong Queena ke dalam pelukannya.Queena yang penasaran pun melihat ke kejauhan melewati arah bahu Valerio. Sebelum bisa melihat genangan darah di tanah, dia digendong Valerio dan masuk ke dalam lobi apartemen, menuju ke lift.Briella menyaksikan semuanya dengan hati yang sesak. Rasanya ingin berteriak keras-keras dalam hati.Dia membenci orang-orang yang dengan seenaknya mengekspos privasi orang lain dan melacak kehidupan pribadi mereka. Dia juga bukanlah publik figur, kenapa harus merecoki kehidupan pribadinya?Setelah dipikir-pikir, dia bertanya-tanya. Mungkinkah orang itu bukan reporter, melainkan orang yang diperintahkan Davira untuk mengikuti dan menguntitnya?Briella menatap Valerio dan pria itu
Briella membuat makan malam dan membawanya ke meja makan. Dia melangkah keluar dari ruang makan dan melihat Valerio sedang mengajari Queena tugas sekolah. Dia melangkahkan kakinya dan berjalan pelan ke ruang kerja. Melihat keduanya yang tengah sibuk, dia tidak ingin mengganggu."Satu kalimat salah dua puluh huruf. Kamu salah mengeja dua belas kata. Kesalahanmu terlalu banyak. Ulurkan tanganmu, Papa akan menghukummu.""Jangan pukul Queena. Queena tahu itu salah. Queena akan mengingatnya biar nggak salah lagi lain kali."Queena menarik tangannya karena takut dan menatap Valerio dengan tatapan memelas."Queena, sudah berapa kali kamu bilang nggak akan melakukannya lagi? Setiap kali kamu juga bilang begini dan melakukan kesalahan lagi lain kali.""Kalau begitu Papa pukul Queena saja, tapi pelan-pelan, ya ...."Queena dengan patuh mengulurkan kedua tangan kecilnya di depan Valerio.Pria itu menunduk dan melihatnya. Queena masih kecil dan lemah, mana ada orang yang tega memukulnya."Papa mem
Briella mengeluarkan kacamata dan mengusapnya hingga bersih, mulai menggambar di buku catatannya.Ponselnya berdering. Dia melirik dengan cepat ke arah penelepon yang muncul di layar, lalu menyematkan ponselnya di leher dan bahunya, serta memiringkan kepalanya."Klinton, ada apa?""Bukan apa-apa. Aku baru selesai rapat dan sekarang lagi jalan-jalan menikmati pemandangan malam. Di sini tempat yang indah untuk dikunjungi saat malam. Aku bawa hadiah untukmu. Kalau punya waktu, kamu bisa datang.""Hmm ... baiklah." Briella sibuk dengan pekerjaan, jadi mengiakan dengan asal, "Perjalanan bisnismu berjalan dengan baik, aku di sini juga baik-baik saja. Nggak perlu khawatir, bekerja saja dengan baik.""Kamu baik-baik saja maksudnya ....""Apa?""Aku sedikit merindukanmu.""..." Kepala Briella berdengung, dia pun senyum kering. "Hari ini kamu aneh sekali. Aku masih lembur menggambar karena desainnya mau diserahkan kepada kontraktor. Sudah dulu, ya. Kita lanjutkan lagi setelah kamu pulang nanti."
Renata memikirkan semua itu di dalam hati dan wajahnya menunjukkan gurat tidak terima tanpa dia sadari.Valerio yang melihat itu pun bertanya kepadanya, "Kenapa? Ada yang sakit?"Briella mengatur kembali emosinya dan menunjukkan senyum sopan. "Saran dari Pak Valerio sangat berharga dan sangat membantu. Aku harus berterima kasih."Sikap Briella langsung membawa desain kepada Valerio untuk diberi saran sama saja dengan mengambil jalan pintas. Briella sebenarnya merasa puas di dalam hatinya.Wajah Valerio masih terlihat datar, lalu dia melanjutkan, "Nggak perlu bersikap sopan. Kamu seorang desainer dalam proyek ini. Sebagai pihak kontraktor, sudah menjadi tugasku untuk menyampaikan pendapatku terhadap desainmu."Briella menganggukkan kepala dan menjawab dengan sopan, "Jangan khawatir, Pak Valerio, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk mengerjakan proyek ini dengan baik."Pria itu bersandar dengan malas di sofa, tidak lupa melipat kedua kakinya yang panjang. "Sabtu ini ada pesta koktail,
Mata Briella berkedut saat melirik Queena yang dengan senang hati memijit-mijit kakinya, "Aku akan bertemu denganmu. Tapi aku harus mengantar putriku ke sekolah dulu. Kita ketemu jam sepuluh pagi. Tempatnya di kafe dekat taman kanak-kanak anakku sekolah."Terdengar keheningan yang cukup lama di seberang sana, seakan terkejut dengan kata-kata Briella.Setelah beberapa saat, pria itu menjawab, "Ya. Kirimkan alamat sekolah putrimu."Briella memberikan alamat taman kanak-kanak Queena, kemudian menutup telepon.Dia mengatakan kepada Nathan kalau dia sudah punya seorang anak karena tidak ingin Nathan curiga kalau dia adalah Briella. Sekarang, karena mereka sudah bertemu, jadi ada beberapa hal yang tidak bisa dihindari. Jadi, Briella terpaksa harus menghadapinya.Briella memikirkan hal ini dan menggendong Queena turun dari tempat tidur. Mereka berdua berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri."Siapa barusan?" Queena bertanya dengan usil kepada Briella saat dia duduk di wastafel kamar ma
Briella mengenakan kacamata dan topi, serta mengenakan pakaian kasual. Dia mencoba untuk berpakaian berbeda dengan Briella yang dulu.Setelah semuanya selesai berkemas, Briella mengantar Queena ke sekolah. Dia mengantar Queena sampai ke gerbang sekolah sebelum pergi untuk melakukan kegiatannya sendiri.Briella baru mengasuh Queena selama tiga hari, tetapi sudah merasa sedikit kewalahan. Saat ini, dia benar-benar mengagumi para ibu yang memiliki anak dan mengurusnya sendiri.Sesuai kesepakatan, Briella pergi ke kafe terdekat. Nathan sudah ada di sana, duduk di kursi yang paling depan. Begitu Briella masuk, Nathan melambaikan tangan, memberi isyarat agar Briella duduk.Briella duduk di seberang pria itu dan membenarkan posisi kacamatanya. Sepasang mata indah di bawah lensa kacamata itu terhalang, tetapi masih tidak mampu menyembunyikan fitur wajahnya yang sangat menawan.Nathan melihatnya sekali dan langsung memanggil namanya, "Briella!"Briella mengerutkan kening, menunjukkan tatapan me
Masa lalu sudah berlalu sangat lama, bahkan Briella sengaja menghapus kenangan itu dari pikirannya."Kedengarannya indah sekali." Briella menyeringai. "Sepertinya wanita yang bernama Briella itu cukup membekas dalam hatimu. Kalian memiliki hubungan cinta dan benci yang saling beradu."Nathan sangat marah ketika melihat ekspresi wajah Briella yang semringah. "Aku sudah bicara banyak hal, tapi kamu malah menganggap semua ini menarik?"Briella menyilangkan kedua tangannya di bawah dagu dan kembali bertanya dengan tatapan penasaran, "Tapi saat kamu bilang dia sudah mati, mungkin saja dia sudah benar-benar nggak ada di dunia ini. Kamu nggak boleh asal menyebarkan berita. Mungkin saja wanita yang kamu cari itu benar-benar sudah mati.""Sial." Nathan menggertakkan gigi dan mengumpat pelan, menatap Briella dengan jengkel. "Jangan berpura-pura, Briella. Ibu asuhmu saja bilang kalau putrinya lah yang membayar semua biaya selama dia dirawat di panti rehabilitasi. Itu sudah cukup menjadi bukti kal
Setelah mengatakan itu, Briella langsung masuk ke dalam mobilnya.Nathan menghela napas dalam sambil melihat mobil yang hilang dari pandangannya. Dia mengeluarkan ponselnya, memberikan informasi tentang Renata kepada anak buahnya dan meminta mereka untuk menyelidikinya.Seperti yang diduga, memang ada seorang wanita bernama Renata yang memiliki paras sangat mirip dengan Briella. Hanya saja, latar belakang keluarganya jauh lebih unggul dari Briella. Terlebih lagi, Renata memiliki hubungan yang erat dengan putra pertama Keluarga Atmaja, Klinton Atmaja. Berita di luar negeri mengungkapkan kalau mereka sudah bertunangan.Nathan melihat semua informasi tentang Renata dan masih tidak bersedia untuk mempercayainya.Dia sangat yakin kalau Renata adalah Briella. Informasi ini tidak lebih dari sebuah penutup mata yang digunakan untuk mengalihkan perhatian orang. Dia juga bisa menciptakan sesuatu yang seperti ini.Nathan sedikit frustrasi. Apa yang perlu dia lakukan sekarang bukanlah membuat Brie