"Apa katamu? Nathan anak dari ibu tirinya Valerio? Astaga, pantas saja mereka berdua nggak pernah akur dan selalu bermusuhan."Mata Gita membelalak kaget, seolah-olah dia baru saja mengetahui berita yang sangat menggemparkan.Briella mengangguk dan menjawab, "Makanya aku memutuskan buat meninggalkan mereka. Mungkin aku harus menghadapi semuanya sendiri dan belajar menyelesaikan masalah sendiri. Ketika aku sudah benar-benar kuat dan mampu, aku nggak akan diganggu siapa pun lagi."Gita menganggukkan kepala, setuju dengan pemikiran Briella. "Tapi Lala, apa kamu sudah benar-benar memikirkannya? Kamu harus tahu, dengan meninggalkan tempat ini, kamu meninggalkan pendukung dan sandaran yang kuat. Apa pun yang terjadi, Valerio tetap bersedia membantumu saat kamu dalam kesulitan."Briella menggelengkan kepalanya. "Aku nggak bisa terus mengandalkan orang lain. Selama ini aku selalu mengandalkan Valerio untuk menjagaku dan memberiku uang. Anak dan ibuku bahkan harus mengandalkan bantuan orang lai
Zayden menoleh ke arah Klinton dan menarik pakaian luar Briella untuk bersembunyi."Mama, ini di mana? Kenapa kita datang ke mari?"Briella menggenggam tangan Zayden dan berkata dengan lembut, "Sayang, ini rumah Om Klinton. Ini juga tempat tinggal sementara kita. Kita tinggal di sini dulu, ya?"Zayden memeluk Briella dan berhambur ke dalam pelukannya, "Di mana pun Mama berada, Zayden akan selalu bersama Mama."Mendengar itu, hidung Briella terasa masam. Dia pun mengusap kepala Zayden dengan penuh kasih sayang.Sejak kecil, Zayden memang selalu tinggal secara berpindah-pindah bersama Briella. Briella sampai berada pada situasi semacam ini, jadi Zayden ingin terus menjadi orang yang selalu menemani Briella. Kalau Briella tidak berusaha untuk menjadi lebih kuat, dia hanya akan makin merasa bersalah kepada Zayden.Briella sangat berterima kasih kepada Zayden karena sudah memilih untuk menjadi anaknya.Hati Briella terasa hangat saat memikirkan semua ini di dalam benaknya. Ini adalah satu-s
Klinton meraih pergelangan tangan Briella dan membantu menenangkannya.Briella terdiam sejenak. Apa memang begitu? Valerio hanya memiliki rasa bersalah kepadanya. Kebaikannya kepada Briella karena ingin menebus rasa bersalah di dalam hatinya, agar Briella memiliki penilaian yang baik kepadanya?"Briella, ini saatnya kamu sadar. Masa depanmu cerah. Tetap tinggal di sisi pria yang sudah punya pasangan hanya akan menguras tenaga dan pikiranmu."Klinton bergumam pelan dengan sikap tenang. Sepertinya perkataannya cukup berguna, karena mengalirkan kekuatan yang mampu menenangkan Briella.Briella terus mengobati luka di wajah Klinton. Tatapannya setenang air, seperti danau di bawah cahaya bintang malam yang terang, terlihat begitu menawan.Klinton menatap matanya sejenak dan merasakan ada sesuatu yang menggetarkan.Briella memang berbeda, sampai bisa membuat Valerio berjuang untuk melindunginya. Briella memang memiliki semacam sihir yang mampu membuat setiap pria ingin mendekat padanya.Briel
Briella menatap Klinton, percaya kalau Klinton akan melakukan apa yang sudah dia katakan. Briella percaya pada karakter pria ini setelah berbincang dengannya beberapa kali. Klinton adalah orang yang akan menepati janjinya.Hanya saja, Klinton adalah kakak Davira, mana mungkin pria ini akan memikirkan rencana yang kiranya akan menguntungkan Briella? Ada banyak manuver yang tersembunyi di dalam perkataannya.Hanya saja, sepertinya tidak ada jalan yang lebih baik yang bisa dipilih Briella selain jalan ini.Klinton memberikan sebuah ponsel kepada Briella. "Kalau begitu kita sudah sepakat. Aku akan kembali dan menemuimu dalam beberapa hari lagi. Kalau butuh sesuatu, pakai ini buat menghubungiku."Briella berpikir sejenak, lalu menjawab, "Apa aku nggak boleh pergi kerja? Aku belum melimpahkan pekerjaanku di Taralay Property.""Nggak boleh. Lebih baik jangan keluar dari lingkungan ini. Lingkungan di sini sangat bagus, ada taman juga, jadi udaranya cukup segar. Setidaknya ada ruang bagimu yang
"Mama, kalau Mama pergi, apa Mama bisa menjaga diri dengan baik? Kalau Zayden nggak ada, siapa yang akan melindungi Mama?"Zayden tampak khawatir dan wajahnya terlihat muram.Hati Briella makin sedih saat mendengar putranya berkata demikian. Rasanya dia ingin menangis.Zayden masih kecil, tetapi sebentar lagi harus berpisah dengan Mama-nya. Hatinya dipenuhi kekhawatiran akan siapa yang akan melindungi Mama-nya. Zayden sangat berani.Briella percaya kalau Zayden juga akan menjadi makin kuat setelah perpisahan ini.Briella mulai berhenti menangis saat memikirkan hal ini. Dia menggendong Zayden dan berbisik di telinganya. Dia mengatakan kepada Zayden kalau dia sangat mencintainya dan tidak tega kalau harus berpisah dengannya. Jadi, kalau libur semester, Briella akan kembali untuk menemuinya.Setidaknya masih ada waktu sepuluh bulan sebelum Briella pergi. Saat itu, Briella dan Zayden harus terbiasa dengan perpisahan ini."Sayang, Mama yakin kamu akan baik-baik saja."Zayden memiliki harapa
Valerio menggenggam cangkir teh di tangannya dengan erat hingga hampir menghancurkannya. Setelah Rieta pergi, dia membanting cangkir itu ke lantai, menghancurkannya hingga berkeping-keping karena marah."Rio." Davira sampai gemetar saat melihat hal itu. Dia berjalan mendekat dan bertanya dengan penuh perhatian, "Rio, apa tanganmu terluka?"Valerio mengangkat pandangannya dan menatap Davira dengan tatapan rumit yang bercampur dengan banyak emosi. Awalnya dia memiliki prasangka yang baik kepada Davira, tetapi sekarang penuh dengan kekecewaan dan kebencian. Satu-satunya kebaikan yang ada di antara mereka pun perlahan mulai terkikis habis.Dia bahkan tidak tahu harus dengan cara apa dia menghadapi wanita ini.Semua emosi terjalin dan saling bertaut Valerio terdiam, tidak lagi mampu berkata-kata. Dia pun tidak ingin mengucapkan sepatah kata pun.Dia beranjak dan melangkah menuju kamarnya dengan langkah gontai. Davira mengikuti di belakangnya."Rio, kamu kenapa sebenarnya? Jangan diam saja,
"Jangan banyak omong!" Davira bersedekap dan menatap Elbert dengan tatapan remeh. "Aku sama Valerio nggak mungkin punya anak. Kalau dia tahu aku hamil, aku akan habis!"Elbert menyeringai. "Kenapa? Dia nggak mampu, jadi nggak bisa punya anak denganmu?"Setelah mendengar itu, ekspresi di wajah Davira terlihat penuh kebencian.Dulu, dia berpikir kalau Valerio memiliki masalah terkait gairah seksualnya. Namun, setelah Briella hamil anak kedua mereka, dia yakin kalau Valerio bukannya memiliki masalah terkait gairah seksual, tetapi dia tidak mau menyentuh wanita selain Briella.Benar-benar tidak masuk akal. Seorang pria yang kejam, tinggi dan kuat ternyata tidak memiliki ketertarikan kepada wanita selain Briella.Bulan lalu, Davira berpura-pura tidur dengannya untuk membuat semua orang berpikir kalau sesuatu telah terjadi pada malam itu. Namun, apa hasilnya? Hanya Davira yang tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu.Belum menikah saja hubungan mereka sudah seperti ini. Bukankah Davira ak
Mendengar Elbert mengatakan hal ini, Davira langsung bertanya, "Apa yang kamu inginkan?""Jangan gugurkan anak yang ada di dalam kandunganmu. Itu anak kita. Kalau kamu nggak menginginkannya, jadi biarkan aku yang membesarkannya?"Davira menatap Elbert dengan setengah hati, sedikit bingung. "Elbert, apa kamu gila? Hubungan kita nggak akan membuahkan hasil. Aku akan menjadi istri Valerio, kenapa kamu malah ingin aku mempertahankan anak ini?"Mata Elbert berkilat dengan cahaya suram. Dia mengaitkan bibirnya, lalu tersenyum dan berkata kepada Davira dengan penuh kasih sayang."Ini karena aku sangat mencintaimu. Anak ini adalah buah hati kita berdua. Kamu mau menikah dengan pria lain. Kalau kamu melahirkan anak ini untukku, ini sama saja dengan memberiku kenangan. Selain itu, dulu kamu pernah mengandung anakku dan kondisi tubuhmu jadi nggak baik karena menggugurkannya. Sekarang kamu akhirnya bisa hamil, jadi lahirkan saja. Pasti akan ada untungnya untukmu.""Ayolah Elbert, gampang sekali ka