Briella menatap Klinton, percaya kalau Klinton akan melakukan apa yang sudah dia katakan. Briella percaya pada karakter pria ini setelah berbincang dengannya beberapa kali. Klinton adalah orang yang akan menepati janjinya.Hanya saja, Klinton adalah kakak Davira, mana mungkin pria ini akan memikirkan rencana yang kiranya akan menguntungkan Briella? Ada banyak manuver yang tersembunyi di dalam perkataannya.Hanya saja, sepertinya tidak ada jalan yang lebih baik yang bisa dipilih Briella selain jalan ini.Klinton memberikan sebuah ponsel kepada Briella. "Kalau begitu kita sudah sepakat. Aku akan kembali dan menemuimu dalam beberapa hari lagi. Kalau butuh sesuatu, pakai ini buat menghubungiku."Briella berpikir sejenak, lalu menjawab, "Apa aku nggak boleh pergi kerja? Aku belum melimpahkan pekerjaanku di Taralay Property.""Nggak boleh. Lebih baik jangan keluar dari lingkungan ini. Lingkungan di sini sangat bagus, ada taman juga, jadi udaranya cukup segar. Setidaknya ada ruang bagimu yang
"Mama, kalau Mama pergi, apa Mama bisa menjaga diri dengan baik? Kalau Zayden nggak ada, siapa yang akan melindungi Mama?"Zayden tampak khawatir dan wajahnya terlihat muram.Hati Briella makin sedih saat mendengar putranya berkata demikian. Rasanya dia ingin menangis.Zayden masih kecil, tetapi sebentar lagi harus berpisah dengan Mama-nya. Hatinya dipenuhi kekhawatiran akan siapa yang akan melindungi Mama-nya. Zayden sangat berani.Briella percaya kalau Zayden juga akan menjadi makin kuat setelah perpisahan ini.Briella mulai berhenti menangis saat memikirkan hal ini. Dia menggendong Zayden dan berbisik di telinganya. Dia mengatakan kepada Zayden kalau dia sangat mencintainya dan tidak tega kalau harus berpisah dengannya. Jadi, kalau libur semester, Briella akan kembali untuk menemuinya.Setidaknya masih ada waktu sepuluh bulan sebelum Briella pergi. Saat itu, Briella dan Zayden harus terbiasa dengan perpisahan ini."Sayang, Mama yakin kamu akan baik-baik saja."Zayden memiliki harapa
Valerio menggenggam cangkir teh di tangannya dengan erat hingga hampir menghancurkannya. Setelah Rieta pergi, dia membanting cangkir itu ke lantai, menghancurkannya hingga berkeping-keping karena marah."Rio." Davira sampai gemetar saat melihat hal itu. Dia berjalan mendekat dan bertanya dengan penuh perhatian, "Rio, apa tanganmu terluka?"Valerio mengangkat pandangannya dan menatap Davira dengan tatapan rumit yang bercampur dengan banyak emosi. Awalnya dia memiliki prasangka yang baik kepada Davira, tetapi sekarang penuh dengan kekecewaan dan kebencian. Satu-satunya kebaikan yang ada di antara mereka pun perlahan mulai terkikis habis.Dia bahkan tidak tahu harus dengan cara apa dia menghadapi wanita ini.Semua emosi terjalin dan saling bertaut Valerio terdiam, tidak lagi mampu berkata-kata. Dia pun tidak ingin mengucapkan sepatah kata pun.Dia beranjak dan melangkah menuju kamarnya dengan langkah gontai. Davira mengikuti di belakangnya."Rio, kamu kenapa sebenarnya? Jangan diam saja,
"Jangan banyak omong!" Davira bersedekap dan menatap Elbert dengan tatapan remeh. "Aku sama Valerio nggak mungkin punya anak. Kalau dia tahu aku hamil, aku akan habis!"Elbert menyeringai. "Kenapa? Dia nggak mampu, jadi nggak bisa punya anak denganmu?"Setelah mendengar itu, ekspresi di wajah Davira terlihat penuh kebencian.Dulu, dia berpikir kalau Valerio memiliki masalah terkait gairah seksualnya. Namun, setelah Briella hamil anak kedua mereka, dia yakin kalau Valerio bukannya memiliki masalah terkait gairah seksual, tetapi dia tidak mau menyentuh wanita selain Briella.Benar-benar tidak masuk akal. Seorang pria yang kejam, tinggi dan kuat ternyata tidak memiliki ketertarikan kepada wanita selain Briella.Bulan lalu, Davira berpura-pura tidur dengannya untuk membuat semua orang berpikir kalau sesuatu telah terjadi pada malam itu. Namun, apa hasilnya? Hanya Davira yang tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu.Belum menikah saja hubungan mereka sudah seperti ini. Bukankah Davira ak
Mendengar Elbert mengatakan hal ini, Davira langsung bertanya, "Apa yang kamu inginkan?""Jangan gugurkan anak yang ada di dalam kandunganmu. Itu anak kita. Kalau kamu nggak menginginkannya, jadi biarkan aku yang membesarkannya?"Davira menatap Elbert dengan setengah hati, sedikit bingung. "Elbert, apa kamu gila? Hubungan kita nggak akan membuahkan hasil. Aku akan menjadi istri Valerio, kenapa kamu malah ingin aku mempertahankan anak ini?"Mata Elbert berkilat dengan cahaya suram. Dia mengaitkan bibirnya, lalu tersenyum dan berkata kepada Davira dengan penuh kasih sayang."Ini karena aku sangat mencintaimu. Anak ini adalah buah hati kita berdua. Kamu mau menikah dengan pria lain. Kalau kamu melahirkan anak ini untukku, ini sama saja dengan memberiku kenangan. Selain itu, dulu kamu pernah mengandung anakku dan kondisi tubuhmu jadi nggak baik karena menggugurkannya. Sekarang kamu akhirnya bisa hamil, jadi lahirkan saja. Pasti akan ada untungnya untukmu.""Ayolah Elbert, gampang sekali ka
Rieta sangat senang setelah mendengar kabar kehamilan Davira. "Bagus sekali! Tampaknya usaha Rio membawamu berobat ke luar negeri berhasil. Bayi ini datang di saat yang tepat. Anggap saja ini hadiah yang kamu bawa untuk Keluarga Regulus."Davira mendapat dukungan dari Rieta dan semangatnya pun bertambah. "Apa Bu Rieta bisa nggak memberi tahu Rio dulu? Aku akan memberitahunya secara langsung dan ingin memberinya kejutan.""Tentu saja.""Hmmm."Setelah menutup telepon, Davira kembali bercerita tentang kehamilannya kepada kakak dan keluarganya. Tentu saja Klinton sangat senang mendengar kabar tersebut."Kak, aku ingin kamu memberi tahu Briella tentang hal ini. Aku ingin dia tahu kalau aku bisa hamil, bukan hanya bisa dilakukan oleh dia saja. Jangan membuatku kesal mentang-mentang dia sudah mau punya dua anak!"Setelah itu, Davira menutup telepon tanpa aba-aba.Klinton yang berada di ujung telepon pun menatap layar ponselnya tidak berdaya.Davira sudah dimanjakan oleh keluarganya sejak kec
Dari waktu ke waktu, bisa dilihat kalau pria itu sangat sibuk dan kesepian. Dia berhasil menciptakan satu demi satu prestasi yang mengagumkan, tetapi tidak pernah tersenyum saat diwawancarai.Seluruh dunia tahu kalau dia sedang tidak bahagia.Briella ingat kalau pria itu tidak suka tampil di depan kamera untuk menghadapi wawancara yang membosankan dengan para jurnalis. Namun, sekarang Briella melihatnya hampir setiap kali dia menyalakan TV atau membuka ponselnya.Kadang-kadang Briella bertanya-tanya dalam hati apakah pria itu sengaja melakukannya. Namun, setelah itu Briella merasa kalau pemikirannya sudah berlebihan.Pria itu akan menikahi wanita lain, jadi apa yang Briella khayalkan?Sekarang, Davira sedang mengandung anak Valerio. Briella seharusnya tidak perlu berkhayal tentang keajaiban atau apa pun itu."Pak Klinton, makanannya sudah siap, ayo makan."Briella mematikan kompor dan mencoba mengalihkan pembicaraan.Klinton mengangguk dan tidak membahas mengenai Valerio lagi.Dia tahu
Sekitar pukul setengah sebelas malam, jet pribadi Valerio mendarat.Seorang wanita melangkah keluar dari mobil pribadi yang sudah sejak tadi terparkir di landasan pacu pribadi. Davira memegang buket bunga dan memandang pria yang melangkah keluar dari pesawat, lalu berjalan menghampirinya dengan langkah cepat dan penuh semangat.Besok, pria yang sangat dia cintai ini akan menjadi suaminya. Mimpinya akhirnya menjadi kenyataan. Saat ini, dia merasa menjadi wanita yang paling bahagia."Rio, aku terus mengikuti perkembangan proyekmu di luar negeri dalam bulan ini. Selamat atas perluasan wilayah bisnismu. Sebagai istrimu, aku merasa sangat bahagia."Davira memberikan bunga ke tangan Valerio saat mengatakan itu.Pria itu langsung melemparkan bunga itu kepada Marco yang berada di belakangnya. Dia hanya melangkah masuk ke dalam mobil dan Davira pun mengikuti di belakangnya.Mereka yang melihat sikap keduanya pun terlihat bingung.Mereka adalah dua orang yang akan menikah, kenapa hubungan mereka