"Kalau gitu kalian masih mau terus berada di situasi itu? Masih mau nggak dapat bonus?" Reina menunjuk semua staf yang tadi terlihat malas-malasan bekerja.Mereka yang barusan membantah Reina akhirnya kehilangan kepercayaan diri."Kalian itu cari uang buat diri sendiri. Sekarang aku janji, dalam waktu 10 hari aku akan menjadi manajer departemen penjualan kelima. Kalau kalian mau dapat bonus bulan ini, sebaiknya kalian bekerja dengan baik. Aku nggak perlu dibantu apa pun, kalian lakukan saja tugasmu sendiri dan jangan menyusahkanku."Setelah berkata demikian, Reina langsung pergi dari ruangan itu dan meninggalkan para staf yang tercengang menatapnya.Reina tidak peduli dengan mereka?Tidak butuh bantuan mereka?Reina bilang dalam waktu 10 hari akan menjadi bos mereka? Dia membual?Apa dia akan mendapatkan posisi ini dengan memanfaatkan koneksinya dengan direksi?Semua karyawan di departemen penjualan kelima punya pemikiran masing-masing.Reina tidak peduli dengan mereka. Hari ini Reina
Riko masih tercengang, sedangkan Reina yang sudah puas pun berdiri."Alana, aku minta tolong jagain Riki dulu ya hari ini," kata Reina.Alana penasaran, "Tadi di telepon kamu bilang ada urusan penting? Apa sih? Kok kayaknya misterius banget.""Urusan kerjaan kok, tapi cuma bisa dilakukan di akhir pekan," jawab Reina.Meski Alana masih penasaran, dia tidak bertanya lagi, "Kamu 'kan lagi hamil, jadi harus hati-hati ya."Reina mengangguk berulang kali, "Iya, oke."Kemudian, Reina berkata pada Riki, "Riki, hari ini main sama kakak dan Tante Alana ya. Ingat, harus nurut ya?"Riki masih tidak mengerti kenapa mamanya memilih membawanya keluar dan bukan memintanya tinggal di rumah.Kalau dia ada di rumah, 'kan jadi tidak perlu merepotkan Tante Alana?Namun, Reina punya alasan sendiri. Kalau dia tidak benar-benar pergi membawa Riki, bisa-bisa Christy curiga dan malah ingin mengikutinya."Jangan khawatir Ma. Kalau aku nakal, 'kan ada kakak. Dia bakal marahin aku." Riki menjawab dengan lembut.Ri
"Apa ini?" Pengasuh itu bertanya-tanya.Maxime adalah orang yang cinta kebersihan dan begitu banyak pelayan membersihkan rumahnya. Setitik debu di lantai saja tidak ada, kenapa bisa ada bubuk putih di meja gelas?Pengasuh Riki mengambil tisu, mengelapnya dengan hati-hati, lalu membuangnya ke tempat sampah.Di sisi lain, Christy menyerahkan segelas air hangat itu ke tangan Maxime."Kak Max, ini air hangat."Maxime langsung menerima tanpa berpikir macam-macam.Detak jantung Christy makin cepat seiring tiap tegukan air yang diminum Maxime.Ketika Maxime sudah selesai minum, Christy langsung mengambil balik gelas itu dan berkata, "Aku langsung cuci ya gelasnya. Kalau Kak Max mau minum lagi, kasih tahu aku aja."Christy sadar bubuk putih itu belum larut sempurna. Dia langsung membilas gelas itu untuk memastikan tidak ada residu di dalamnya.Pengasuh Riki yang diam-diam mengawasi gerak-gerik Christy merasa aneh dengan sikap Christy hari ini.Dulu setiap kali Christy disuruh mencuci, dia past
Christy terhempas ke lantai dengan pakaiannya yang tipis. Dia terlihat sangat menyedihkan sambil masih memeluk kaki Maxime."Kak Max, masa kamu nggak suka aku sedikit pun?"Pengasuh Riki dan pelayan lain mendengar ucapan Christy.Baru pada saat itulah pengasuh Riki sadar kalau Christy adalah wanita gatal yang perlu dia awasi.Maxime tidak pernah menendang wanita seumur hidupnya, namun kali ini dia harus melanggar prinsip hidup itu. Maxime langsung menendang Christy kuat-kuat dan membentaknya, "Keluar!"Setelah itu Maxime menoleh pada semua penonton di depan pintu dan berkata, "Cepat panggil dokter!"Seiring berjalannya waktu, Maxime sadar seseorang sudah melakukan sesuatu padanya....Situasi di Vila Magenta pun kacau.Reina masih ada di luar, menandatangani kontrak dengan pemilik tanah, "Apa Grup IM benar-benar akan memutuskan kontrak?""Grup IM sudah mengakuisisi begitu banyak perusahaan dan merebut begitu banyak proyek. Bagaimana mungkin mereka masih punya uang cadangan untuk berinv
"Nyonya." Dokter keluarga menyapa Reina.Kenapa ada dokter?Reina agak takut. Apa Maxime hilang ingatan lagi?Reina mengangguk kecil, lalu langsung masuk ke dalam rumah.Begitu masuk, pelayan dan pengasuh Riki langsung berdiri menyambutnya. Maxime sedang duduk di sofa, sedangkan Christy yang mengenakan pakaian tipis sedang berlutut di lantai.Di depannya ada bubuk putih yang dikumpulkan pengasuh Riki saat membersihkan meja gelas.Ketika Christy melihat Reina datang, dia menangis dan berseru, "Kak Reina, tolong setujui hubunganku dengan Kak Max."Reina tercengang.Apa-apaan ini?Meski mereka tidak punya hubungan darah, Reina adalah istri Max yang sah. Christy pikir dia siapa?Pengasuh Riki dan pelayan lain juga tercengang.Christy pun merangkak menghampiri Reina, "Kak Reina, aku sudah suka Kak Max sejak kecil. Aku cinta banget sama dia. Kak Reina pasti nggak paham cinta tulus seperti ini.""Aku tahu Kak Reina mau sama Kak Max karena dijodohkan. Selain itu kalian sudah punya anak.""Asal
Dahi Christy berdarah dan tubuhnya langsung jatuh lunglai di lantai."Aku ... nggak mau pergi dari sini ...."Dia tidak mau pergi.Kalau pergi sekarang, dia tidak akan mendapat apa-apa.Reina tidak menyangka wanita ini begitu keras kepala dan kejam pada diri sendiri.Namun, orang yang bisa bersikap kejam pada diri sendiri artinya bisa bersikap lebih kejam lagi pada orang lain!Pengawal itu mengernyit bingung dan tidak tahu harus berbuat apa, "Pak Max, Nona Christy terluka.""Bawa aja ke rumah sakit." Maxime berujar dengan dingin.Maxime tidak ingin nyawa seseorang melayang di tangannya. Itu sebabnya dia tidak mengusir Christy."Baik."Beberapa pengawal itu langsung membawa Christy keluar.Sepanjang jalan, Christy masih terus berteriak dengan enggan, "Kak Max, aku suka banget sama Kak Max! Aku nggak mau pergi dari Vila Magenta!"Saat suara Christy hilang, suasana pun jadi sunyi.Reina duduk dan bertanya pada Maxime, "Kamu nggak apa-apa? Mau ke rumah sakit nggak?"Bagaimanapun, Christy s
Reina melirik Christy dengan acuh tak acuh."Christy, ini otakku yang salah atau otakmu yang salah? Kamu sudah ketahuan mau tidur sama suamiku dan kamu masih minta aku membantumu?"Christy tercekat, "Tapi aku cinta mati sama Kak Max."Reina mencibir, "Maksud ucapanmu ini, kamu pikir aku nggak cinta sama Maxime? Lagian kamu suka dia juga nggak ada gunanya, dia nggak suka sama kamu. Memaksakan perasaan itu nggak baik."Christy meremas telapak tangannya."Aku ...."Reina tidak punya waktu mengurus Christy, dia pun berkata, "Aku harus pergi kerja. Kalau nggak ada urusan lain, tolong pergi dan jangan ganggu aku kerja."Christy kehilangan kesabaran saat melihat Reina tidak bisa membantunya."Kamu ini nggak punya perasaan banget sih! Aku doain kamu cepat-cepat diusir dari perusahaan ini, kalau itu terjadi jangan harap aku bakal nolongin kamu!"Setelah itu, Christy langsung membanting pintu ruangan Reina dan pergi.Reina merasa Christy ini bukan hanya orang yang menyebalkan, tapi juga sangat g
"Ya Bu? Ada apa?" Reina agak terkejut saat menerima telepon dari Joanna.Joanna langsung marah, "Siapa yang nyuruh kamu taruhan sama Melisha? Dia itu sudah berapa lama kerja? Kamu baru berapa lama? Kamu itu nggak tahu apa-apa soal perusahaan atau Grup IM.""Kamu tahu nggak Melisha itu minta aku dan kakekmu pergi ke kantor besok untuk mempermalukanmu di depan umum?"Meski Joanna tidak menyukai Reina, dia tahu siapa anggota keluarganya dan siapa orang luarnya.Bagaimanapun, Reina adalah menantu kandungnya. Tentu saja, dia tidak akan diam membiarkan Melisha menindas Reina."Aku nggak tahu soal itu." Reina baru tahu kabar ini dari mulut Joanna. Mungkin satu alasan adalah karena dia khawatir akan menipu, dan alasan lainnya adalah ingin mempermalukannya di hadapan anggota Keluarga Sunandar.Joanna makin kesal dengan Reina, "Kukasih tahu ya, menjalankan perusahaan itu beda jauh sama nulis musik! Lagian, kamu itu istri Maxime. Kalau kamu kalah dari Melisha, Maxime juga akan malu!"Joanna masih
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l
Setelah permintaan Tommy kepada pengawal tidak membuahkan hasil, dia kembali ke ruang kelas dengan marah.Dia memelototi Alfian. "Jangan berpikir kalau aku nggak bisa melakukan apa pun kepadamu. Setelah pulang nanti, aku akan bilang Kakek agar perusahaanmu nggak bisa bergerak di pasaran."Saat membahas masalah perusahaan, sikap tegas Alfian berubah, dia pun menjadi khawatir.Dia hanya anak kecil, Tommy mungkin hanya akan melakukan sesuatu kepadanya. Namun, terkait perusahaan ....Jika ibu dan ayah tahunya tentang hal itu, mereka pasti akan menyalahkannya.Kemarahan Alfian barusan perlahan memudar. Dia hendak mengaku kalah, tetapi Riko tiba-tiba bicara, "Tommy, selain mengancam orang lain, apa lagi yang bisa kamu lakukan?"Tommy menatapnya dengan keterkejutan."Aku ... aku ...."Dia menjawab terbata-bata.Mata sedingin es Riko tertuju pada wajahnya. "Aku kasih saran, kalau kamu ingin belajar dengan tenang di kelas ini, lebih baik nggak usah buat masalah."Tommy menatap Riko seperti seek
Riko bahkan tidak menatap Tommy dan menjawab ringan, "Nggak perlu, terima kasih."Tangan Tommy yang terangkat membeku."Riko, kamu yakin nggak mau? Aku pernah lihat kalau kamu punya banyak konsol game di kamarmu. Ini yang terbaru, apa kamu nggak mau main?""Main?" Riko menatapnya, lalu melanjutkan, "Apa kamu salah paham? Konsol-konsol di kamarku bukan buat dimainkan, tapi buat dibongkar pasang."Dibongkar pasang?Benak Tommy dipenuhi dengan kebingungan, tidak mengerti mengapa Riko harus membongkar konsol game yang bagus seperti ini.Riko tidak ingin menjelaskan, menundukkan kepalanya dan terus menulis sesuatu.Melihat hal ini, Tommy tidak punya pilihan selain menarik tangannya dan datang ke depan Riki.Bahkan sebelum dia bisa membuka mulutnya, Riki menguap dengan malas, kemudian berkata kepadanya dengan sorot mata dingin, "Singkirkan konsol game mu. Aku nggak mau."Sudut mulut Tommy bergerak pelan.Dia memaksa dirinya untuk menahan amarah di dalam hatinya dan berpura-pura tidak peduli.
Harus diakui bahwa di dunia ini, uang adalah satu-satunya hal yang paling berpengaruh.Melihat gadis yang duduk di samping Alfian berasal dari keluarga biasa-biasa saja, guru itu berjalan menghampiri dan berkata kepada gadis itu dengan suara hangat, "Nak, Tommy anak baru, jadi bolehkah kursimu diberikan kepadanya?"Mata gadis itu terlihat berair setelah mendengar ini.Dia tidak berani mengatakan tidak, hendak beranjak dan pindah meja.Namun, Alfian tidak bisa duduk diam."Pak, masih banyak kursi kosong di kelas, kenapa dia harus duduk di meja Lily?"Wajah guru yang bernama Amar terlihat kaku. Dia tidak dalam posisi yang tepat untuk memberi tahu Alfian tentang dunia orang dewasa dan pentingnya menghindari bahaya."Alfian, Lily saja nggak keberatan, kenapa kamu keberatan?"Alfian menatap Lily. "Lily, bukannya kamu sudah bilang bakal duduk denganku terus?"Ketika Lily mendengar Alfian mengatakan ini, matanya memerah dan dia menggosok matanya."Tapi ...."Suaranya tercekat.Alfian melindun
Es mencair dan sudah waktunya sekolah dimulai.Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar, mereka berdua berada di sekolah yang sama.Meskipun mereka sudah menjalani satu semester, Riki masih merasa baru dalam segala hal."Kakak, kenapa menekuk wajahmu begitu? Di sekolah bisa dapat teman banyak, apa kamu nggak senang?" Riki bertanya dengan penuh curiga.Riko duduk tegak dan menatapnya. "Apa yang membuatmu senang?"Baginya, pergi ke sekolah dasar terlalu membosankan dan tidak menantang.Namun, Mama bilang bahwa di usianya sekarang, lebih baik mencari teman.Sesampainya di pintu masuk sekolah, sopir menatap kepergian keduanya."Hati-hati, Tuan Muda Riki dan Riko."Riko dan Riki berjalan masuk ke dalam sekolah secara berdampingan, langsung menarik perhatian banyak gadis.Sosok kecil yang tidak asing melambaikan tangan ke arah mereka. "Riko, Riki."Orang yang berbicara itu adalah keponakan Alana, Alfian.Setelah tidak bertemu dengannya selama liburan, berat badannya bertambah.Dia b
Setelah tiba, Maxime langsung berjalan ke rumah dan langsung mempercepat langkahnya saat melihat Reina dan anak-anak."Nana."Reina langsung merasa nyaman saat melihat kedatangannya.Joanna yang duduk di sampingnya langsung bertanya, "Bukankah kamu bilang hari ini cukup sibuk dan akan pulang telat? Kenapa pulang lebih cepat dari biasanya?""Istirahat sebentar," jawab Maxime, kemudian duduk di sebelah Reina.Joanna memandangi keduanya, hatinya terasa sedikit masam.Putranya ini benar-benar sangat protektif terhadap istrinya.Maxime merendahkan suaranya dan bertanya pada Reina, "Apa yang terjadi?"Reina mengeluarkan ponselnya dan mengetik, lalu mengirimkannya kepadanya."Kita bicarakan setelah pulang nanti."Maxime juga menyadari bahwa Morgan masih ada di sini. Dia mengirim Emoji mengiakan, tidak lupa dengan Emoji peluk.Dia awalnya tidak memiliki Emoji ini di ponselnya. Itu semua karena Reina yang sering mengirimkannya, jadi dia mulai terbiasa.Reina melihat pelukan yang Maxime kirimkan
Morgan melangkah lebih dekat ke arah Reina."Nana, apa kamu sudah lupa kalau Syena mengirim seseorang untuk mencelakai anakmu, Riko? Aku melakukan ini karena ingin memberinya balasan yang setimpal, agar dia bisa merasakan rasa sakit ketika anak disakiti. Tapi ...."Ekspresi di wajah Morgan sedikit berubah. "Nggak disangka waktu itu bahkan nggak peduli sama anaknya sendiri. Mengerikan sekali."Mendengar Morgan bicara seperti ini, Reina malah berpikir bahwa Morgan jauh lebih mengerikan."Morgan, kamu benar-benar sangat menakutkan."Dia menarik napas dalam-dalam dan bergegas melewatinya, kembali masuk ke dalam rumah.Morgan berdiri diam, tubuh rampingnya begitu ringkih.Setelah berdiri diam untuk beberapa saat, dia kembali masuk ke dalam rumah.Di ruang tamu.Beberapa anak kecil sedang bermain-main.Reina duduk di samping, Joanna juga duduk di sofa, sesekali menggoda anak-anak.Melihat Morgan masuk, Joanna memintanya untuk duduk."Morgan, kamu baru sembuh, kenapa malah keluar? Di luar san
Setelah keluar dan melihat langit yang cerah, Reina tidak tahu apa yang terjadi di dalam hatinya.Apa yang dikatakan Syena padanya benar-benar menembus persepsinya.Awalnya, dia mengira Morgan sudah cukup gila, tetapi dia tidak menyangka bahwa semua yang terjadi di masa lalu hanyalah puncak dari gunung esnya.Dia menarik napas dalam-dalam, tidak tahu bagaimana cara memberitahu Sisca tentang hal ini.Panggilan Sisca datang tidak lama kemudian.Reina menimbang kata-katanya sebelum mengatakannya secara perlahan.Setelah Sisca mendengarnya, dia juga terdiam cukup lama sebelum berkata dengan tidak percaya, "Morgan terlihat seperti orang yang lembut, bagaimana bisa dia melakukan hal seperti itu?""Entahlah, pokoknya mulai sekarang, kamu nggak perlu menyelidiki ayah kandung Talitha lagi. Besarkanlah Talitha dengan baik. Dengan adanya kamu, dia akan hidup dengan sangat bahagia."Sisca pun memahami hal ini.Untuk bisa melakukan hal seperti itu, pastilah ayah kandung Talitha bukanlah orang baik.