"Ya Bu? Ada apa?" Reina agak terkejut saat menerima telepon dari Joanna.Joanna langsung marah, "Siapa yang nyuruh kamu taruhan sama Melisha? Dia itu sudah berapa lama kerja? Kamu baru berapa lama? Kamu itu nggak tahu apa-apa soal perusahaan atau Grup IM.""Kamu tahu nggak Melisha itu minta aku dan kakekmu pergi ke kantor besok untuk mempermalukanmu di depan umum?"Meski Joanna tidak menyukai Reina, dia tahu siapa anggota keluarganya dan siapa orang luarnya.Bagaimanapun, Reina adalah menantu kandungnya. Tentu saja, dia tidak akan diam membiarkan Melisha menindas Reina."Aku nggak tahu soal itu." Reina baru tahu kabar ini dari mulut Joanna. Mungkin satu alasan adalah karena dia khawatir akan menipu, dan alasan lainnya adalah ingin mempermalukannya di hadapan anggota Keluarga Sunandar.Joanna makin kesal dengan Reina, "Kukasih tahu ya, menjalankan perusahaan itu beda jauh sama nulis musik! Lagian, kamu itu istri Maxime. Kalau kamu kalah dari Melisha, Maxime juga akan malu!"Joanna masih
"Kak, aku sudah menggugat Tanu," kata Diego di ujung telepon seolah tidak sabar dipuji Reina.Reina tidak pernah melupakan hal ini.Dulu dia ingin menuntut Keluarga Yunandar sendiri dan merebut kembali semua uang Keluarga Andara.Masalahnya dia bukan putri kandung Keluarga Andara. Kalau Keluarga Yunandar mengetahui hal ini, surat wasiat di tangannya juga akan dianggap tidak sah.Karena selama ini ayah Reina mengira Reina adalah putri kandungnya."Oke, baguslah. Nanti aku kasih bukti-bukti, sisanya kuserahkan padamu ya," jawab Reina.Apa yang bisa Reina lakukan sekarang adalah membalas budi semua perbuatan baik ayahnya dan membantu Diego apa yang menjadi miliknya."Oke Kak, makasih ya, kamu baik banget."Diego benar-benar tidak menyangka bahwa sekarang Reina menjadi begitu bijaksana. Bukan hanya bersedia membantu Diego menuntut Tanu, dia juga rela memberi semua harta Keluarga Andara pada Diego dan sekarang Reina juga membantu Diego mengumpulkan bukti."Ya, nggak masalah. Kamu kerja deng
Begitu Treya melihat orang yang masuk ke kamarnya, dia tercengang."Max ... Maxime?"Orang di depan pintu terlihat persis seperti Maxime, tapi sorot matanya lebih lembut.Di belakangnya ada Diego, dia menjulurkan kepalanya dan berkata, "Bu, ini Tuan Morgan, bukan Maxime."Morgan, adik Maxime.Kedua orang itu benar-benar terlihat sangat mirip, pantas saja Reina bisa salah mengenali keduanya.Treya langsung duduk tegak, "Maaf Pak Morgan, aku salah orang."Ketika perawat melihat pria yang terlihat begitu bermartabat di depan pintu, dia tahu pria ini bukan orang sembarangan. Dalam hati dia bertanya-tanya, apa hubungannya dengan Treya?Di mata orang luar, Morgan terlihat sebagai pria rendah hati yang eksklusif. Perawat itu saja tidak berani menatapnya langsung.Morgan melangkah masuk dengan diikuti Diego di belakangnya. Dia tidak setampan Morgan dan sekilas terlihat seperti pria playboy."Keluar."Diego memberi perintah pada perawat dengan nada dingin.Perawat itu pun keluar dengan enggan.
"Apa kamu pernah memberi tahu orang lain tentang hal ini selain aku?" tanya Morgan.Treya berpikir sejenak, "Aku cuma ngasih tahu suster yang merawatku dan Reina. Tapi suster itu baik kok, dia nggak akan bicara sembarangan."Morgan mengangguk."Pak Morgan, sekarang aku sudah tahu siapa yang memperlakukan aku dengan tulus dan aku sangat menyesal," bisik Treya.Morgan tidak bersimpati pada Treya dan berkata, "Aku ingat, dulu waktu masih kecil Reina selalu bilang ingin membuat ibunya bahagia, tapi dia tidak tahu bagaimana caranya."Begitu Treya mendengar ucapan ini, tenggorokannya terasa sangat perih seperti disayat pisau."Aku ... aku bukan ibu yang bertanggung jawab.""Kalau sejak Reina kecil kamu memperlakukannya dengan lebih baik sedikit saja, mungkin Reina nggak akan rendah diri dan nggak akan diintimidasi orang lain. Dia baru bisa menikmati hidupnya sekarang ini." Tatapan Morgan setenang riak air, dia melanjutkan, "Bagaimana seorang anak bisa bahagia kalau seorang ibu yang nggak men
"Ya sudah, nggak perlu menyelidikinya lagi dan nggak perlu memperpanjang masalah ini." Maxime langsung menutup telepon.Ekki ditinggal sendirian begitu saja.Tidak ada yang menyangka, orang yang akan menusuk mereka adalah kawanan mereka sendiri.Poin utamanya adalah Reina pelakunya.Maxime pasti tidak akan melakukan apa pun pada Reina.Di dalam kamar tidur.Reina yang sudah cukup lama berdiri di balkon pun kembali ke kamar untuk tidur. Besok dia akan memberi tahu semua orang tentang prestasinya dan akhirnya dia menampar wajah Melisha kuat-kuat.Maxime yang sudah selesai mandi pun berbaring di samping Reina, menarik selimut dan menarik Reina dalam pelukannya.Maxime belum sempat menanyakan apa-apa, tapi Reina sudah lebih dulu bercerita dengan penuh semangat, "Max, dua hari ini aku seneng banget deh."Maxime juga menyadari Reina yang terlihat begitu bahagia. Maxime pikir Reina merasa senang karena bisa hidup tenang bersamanya, Maxime tidak menyangka Reina senang karena bisa merebut salah
Pukul 10.10Para petinggi perusahaan sudah berkumpul di ruang rapat Grup Rajawali, Tuan Besar Latief dan Joanna juga datang.Joanna melihat sekeliling tetapi tidak menemukan Reina, jadi dia bertanya pada Christy, "Mana Reina?"Christy menggeleng, "Aku nggak tahu, kayaknya Kak Reina belum sampai di kantor deh.""Kok kamu bisa nggak tahu? Bukannya kamu tinggal bareng Reina? Aku 'kan nyuruh kamu buat jagain dia, bukan buat kerja di sini." Joanna langsung bicara tanpa basa-basi.Christy seketika memainkan dirinya yang terluka, "Kak Max dan Kak Reina nggak suka sama aku, mereka nggak ngizinin aku tinggal di Vila Magenta. Mereka nyuruh aku buat menyewa sendiri di dekat sana dan pagi harinya boleh ke kantor buat menjaga Kak Reina."Christy sudah menceritakan sebuah drama baru dengan sempurna tanpa menyebutkan kejadian dia sudah membius Maxime.Joanna akhirnya tidak mendesak Christy."Rapat sudah dimulai, kenapa Reina belum datang?"Ternyata waktu rapat yang Melisha beritahu pada orang lain ad
Semua orang memeriksa kontrak tersebut dan mendapati ucapan Joanna memang benar."Hah? Dia beneran berhasil?""Gila, padahal ini tugas yang sulit."Semua orang menyanjung Reina. Sebenarnya mereka semua paham Joanna pasti sudah ikut turun tangan dalam hal ini. Selain itu, klien yang direbut Reina ini sebenarnya klien biasa yang tidak banyak berdampak pada Grup IM.Melisha menatap Joanna dengan jijik.Dia menyesap seteguk air sebelum berbicara."Bibi baik banget sama menantumu. Kamu sampai menghamburkan uang 100 miliar buat menyuap klien itu kembali, tapi klien yang kamu suap itu nggak membawa manfaat apa pun bagi Grup Rajawali."Begitu Melisha selesai bicara, semua orang terdiam.Joanna menatap Melisha dengan tatapan tidak percaya. Dia bertanya-tanya bagaimana Melisha bisa tahu dia menghamburkan uang 100 miliar untuk menarik balik klien ini.Tuan Besar Latief pun marah, "Joanna, kenapa kamu begitu memihak Reina? Kamu berharap hanya dengan klien sekecil itu, Melisha akan menyerahkan posi
Manusia normal pada umumnya pasti tahu seberapa penting tanah yang dibeli Reina ini, baik dari sisi Grup IM maupun Grup Rajawali."Bukannya ini kontrak pembelian tanah di pusat kota? Grup IM membeli tanah itu nggak lama setelah muncul di Kota Simaliki, 'kan?"Tanah ini sebenarnya bukan dirampas Grup IM dari tangan Grup Rajawali.Dari awal, Reina tidak berpikir merebut kembali klien yang Grup IM rebut dari tangan Grup Rajawali.Kita semua tahu lah gelagat orang yang bisa dibeli seperti itu, klien seperti itu tidak akan setia.Kalau begitu, lebih baik langsung merebut milik orang lain bukan?"Wah, ini beneran kontrak pembelian tanah di pusat kota. Bu Reina beneran berhasil membelinya?""Mana mungkin? Grup IM ngasih?""Apa ada orang di Grup IM yang tahu?"Para petinggi yang meremehkan Reina mulai memeriksa kontrak itu dan sangat bersemangat.Sekarang semuanya memandang Reina dari sudut pandang yang berbeda.Joanna sangat terkejut, "Tanah apa sih?""Tanah ini baru dilepas pemerintah dua bu
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l
Setelah permintaan Tommy kepada pengawal tidak membuahkan hasil, dia kembali ke ruang kelas dengan marah.Dia memelototi Alfian. "Jangan berpikir kalau aku nggak bisa melakukan apa pun kepadamu. Setelah pulang nanti, aku akan bilang Kakek agar perusahaanmu nggak bisa bergerak di pasaran."Saat membahas masalah perusahaan, sikap tegas Alfian berubah, dia pun menjadi khawatir.Dia hanya anak kecil, Tommy mungkin hanya akan melakukan sesuatu kepadanya. Namun, terkait perusahaan ....Jika ibu dan ayah tahunya tentang hal itu, mereka pasti akan menyalahkannya.Kemarahan Alfian barusan perlahan memudar. Dia hendak mengaku kalah, tetapi Riko tiba-tiba bicara, "Tommy, selain mengancam orang lain, apa lagi yang bisa kamu lakukan?"Tommy menatapnya dengan keterkejutan."Aku ... aku ...."Dia menjawab terbata-bata.Mata sedingin es Riko tertuju pada wajahnya. "Aku kasih saran, kalau kamu ingin belajar dengan tenang di kelas ini, lebih baik nggak usah buat masalah."Tommy menatap Riko seperti seek
Riko bahkan tidak menatap Tommy dan menjawab ringan, "Nggak perlu, terima kasih."Tangan Tommy yang terangkat membeku."Riko, kamu yakin nggak mau? Aku pernah lihat kalau kamu punya banyak konsol game di kamarmu. Ini yang terbaru, apa kamu nggak mau main?""Main?" Riko menatapnya, lalu melanjutkan, "Apa kamu salah paham? Konsol-konsol di kamarku bukan buat dimainkan, tapi buat dibongkar pasang."Dibongkar pasang?Benak Tommy dipenuhi dengan kebingungan, tidak mengerti mengapa Riko harus membongkar konsol game yang bagus seperti ini.Riko tidak ingin menjelaskan, menundukkan kepalanya dan terus menulis sesuatu.Melihat hal ini, Tommy tidak punya pilihan selain menarik tangannya dan datang ke depan Riki.Bahkan sebelum dia bisa membuka mulutnya, Riki menguap dengan malas, kemudian berkata kepadanya dengan sorot mata dingin, "Singkirkan konsol game mu. Aku nggak mau."Sudut mulut Tommy bergerak pelan.Dia memaksa dirinya untuk menahan amarah di dalam hatinya dan berpura-pura tidak peduli.
Harus diakui bahwa di dunia ini, uang adalah satu-satunya hal yang paling berpengaruh.Melihat gadis yang duduk di samping Alfian berasal dari keluarga biasa-biasa saja, guru itu berjalan menghampiri dan berkata kepada gadis itu dengan suara hangat, "Nak, Tommy anak baru, jadi bolehkah kursimu diberikan kepadanya?"Mata gadis itu terlihat berair setelah mendengar ini.Dia tidak berani mengatakan tidak, hendak beranjak dan pindah meja.Namun, Alfian tidak bisa duduk diam."Pak, masih banyak kursi kosong di kelas, kenapa dia harus duduk di meja Lily?"Wajah guru yang bernama Amar terlihat kaku. Dia tidak dalam posisi yang tepat untuk memberi tahu Alfian tentang dunia orang dewasa dan pentingnya menghindari bahaya."Alfian, Lily saja nggak keberatan, kenapa kamu keberatan?"Alfian menatap Lily. "Lily, bukannya kamu sudah bilang bakal duduk denganku terus?"Ketika Lily mendengar Alfian mengatakan ini, matanya memerah dan dia menggosok matanya."Tapi ...."Suaranya tercekat.Alfian melindun
Es mencair dan sudah waktunya sekolah dimulai.Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar, mereka berdua berada di sekolah yang sama.Meskipun mereka sudah menjalani satu semester, Riki masih merasa baru dalam segala hal."Kakak, kenapa menekuk wajahmu begitu? Di sekolah bisa dapat teman banyak, apa kamu nggak senang?" Riki bertanya dengan penuh curiga.Riko duduk tegak dan menatapnya. "Apa yang membuatmu senang?"Baginya, pergi ke sekolah dasar terlalu membosankan dan tidak menantang.Namun, Mama bilang bahwa di usianya sekarang, lebih baik mencari teman.Sesampainya di pintu masuk sekolah, sopir menatap kepergian keduanya."Hati-hati, Tuan Muda Riki dan Riko."Riko dan Riki berjalan masuk ke dalam sekolah secara berdampingan, langsung menarik perhatian banyak gadis.Sosok kecil yang tidak asing melambaikan tangan ke arah mereka. "Riko, Riki."Orang yang berbicara itu adalah keponakan Alana, Alfian.Setelah tidak bertemu dengannya selama liburan, berat badannya bertambah.Dia b
Setelah tiba, Maxime langsung berjalan ke rumah dan langsung mempercepat langkahnya saat melihat Reina dan anak-anak."Nana."Reina langsung merasa nyaman saat melihat kedatangannya.Joanna yang duduk di sampingnya langsung bertanya, "Bukankah kamu bilang hari ini cukup sibuk dan akan pulang telat? Kenapa pulang lebih cepat dari biasanya?""Istirahat sebentar," jawab Maxime, kemudian duduk di sebelah Reina.Joanna memandangi keduanya, hatinya terasa sedikit masam.Putranya ini benar-benar sangat protektif terhadap istrinya.Maxime merendahkan suaranya dan bertanya pada Reina, "Apa yang terjadi?"Reina mengeluarkan ponselnya dan mengetik, lalu mengirimkannya kepadanya."Kita bicarakan setelah pulang nanti."Maxime juga menyadari bahwa Morgan masih ada di sini. Dia mengirim Emoji mengiakan, tidak lupa dengan Emoji peluk.Dia awalnya tidak memiliki Emoji ini di ponselnya. Itu semua karena Reina yang sering mengirimkannya, jadi dia mulai terbiasa.Reina melihat pelukan yang Maxime kirimkan
Morgan melangkah lebih dekat ke arah Reina."Nana, apa kamu sudah lupa kalau Syena mengirim seseorang untuk mencelakai anakmu, Riko? Aku melakukan ini karena ingin memberinya balasan yang setimpal, agar dia bisa merasakan rasa sakit ketika anak disakiti. Tapi ...."Ekspresi di wajah Morgan sedikit berubah. "Nggak disangka waktu itu bahkan nggak peduli sama anaknya sendiri. Mengerikan sekali."Mendengar Morgan bicara seperti ini, Reina malah berpikir bahwa Morgan jauh lebih mengerikan."Morgan, kamu benar-benar sangat menakutkan."Dia menarik napas dalam-dalam dan bergegas melewatinya, kembali masuk ke dalam rumah.Morgan berdiri diam, tubuh rampingnya begitu ringkih.Setelah berdiri diam untuk beberapa saat, dia kembali masuk ke dalam rumah.Di ruang tamu.Beberapa anak kecil sedang bermain-main.Reina duduk di samping, Joanna juga duduk di sofa, sesekali menggoda anak-anak.Melihat Morgan masuk, Joanna memintanya untuk duduk."Morgan, kamu baru sembuh, kenapa malah keluar? Di luar san
Setelah keluar dan melihat langit yang cerah, Reina tidak tahu apa yang terjadi di dalam hatinya.Apa yang dikatakan Syena padanya benar-benar menembus persepsinya.Awalnya, dia mengira Morgan sudah cukup gila, tetapi dia tidak menyangka bahwa semua yang terjadi di masa lalu hanyalah puncak dari gunung esnya.Dia menarik napas dalam-dalam, tidak tahu bagaimana cara memberitahu Sisca tentang hal ini.Panggilan Sisca datang tidak lama kemudian.Reina menimbang kata-katanya sebelum mengatakannya secara perlahan.Setelah Sisca mendengarnya, dia juga terdiam cukup lama sebelum berkata dengan tidak percaya, "Morgan terlihat seperti orang yang lembut, bagaimana bisa dia melakukan hal seperti itu?""Entahlah, pokoknya mulai sekarang, kamu nggak perlu menyelidiki ayah kandung Talitha lagi. Besarkanlah Talitha dengan baik. Dengan adanya kamu, dia akan hidup dengan sangat bahagia."Sisca pun memahami hal ini.Untuk bisa melakukan hal seperti itu, pastilah ayah kandung Talitha bukanlah orang baik.