Namun bukan berarti mereka puasa membicarakan Riki, mereka juga akan puasa dalam membicarakan Reina.Masing-masing dari mereka pun menyombongkan diri, "Aduh sedih deh, belakangan ini suamiku selalu dinas keluar negeri. Dia jadi nggak punya waktu buat nemenin aku.""Suamiku juga sama. Tiap hari ada aja proyek yang dia kerjakan dan harus ketemu klien A, klien B. Makanya kali ini dia nggak ikut nemenin aku ke sini.""Sst, sudah cukup."Dari ucapan mereka memang kesannya mereka mengeluhkan suami masing-masing, tapi sebenarnya mereka itu ingin memamerkan kehebatan suami mereka.Bahkan, ada yang memuji Syena, "Ya ampun, sesibuk-sibuknya suami kalian, mana ada yang sesibuk Kak Morgan? Sekarang Kak Morgan sudah mengambil alih Grup Rajawali, kebayang 'kan sibuknya kayak apa? Tapi meski begitu, dia masih punya waktu buat nemenin Kak Reina."Syena menyunggingkan senyum dengan sombong, "Ya itu semua karena Morgan perhatian sama aku. Meski sibuk, dia selalu menyempatkan diri nemenin aku memeriksa k
"Christy."Syena dengan cepat bisa menyusul Christy yang pincang.Christy berhenti melangkah dan menatap Syena, "Kak Syena? Ada apa?"Karena sosok Morgan, Christy juga agak takut pada Syena."Oh, nggak apa-apa, aku cuma mau ngobrol sama kamu. Kamu mau pergi ke mana? Ayo pergi bareng," kata Syena.Christy tidak bisa menolak.Mereka berdua berjalan ke arah kediaman Tuan Besar Latief.Syena pun bertanya pada Christy, "Kamu itu nggak suka ya sama Reina?"Christy tertegun sejenak, lalu memasang tampang tenang dan langsung menjawab, "Nggak."Mana mungkin dia akan mengaku kalau dia membenci Reina?"Oh, kupikir kamu sama kayak aku yang merasa ada yang Reina sembunyikan." Syena menghela napas.Christy bertanya dengan ragu-ragu, "Kak Syena nggak suka sama Kak Reina?"Syena mengangguk, "Bukan cuma nggak suka, aku benci banget sama dia! Dia itu nggak polos kayak tampangnya. Menurutmu dia jadi istri Kak Max itu murni karena cinta?"Christy membelalak menatap Syena."Dia itu diam-diam main mata sama
Saat ini, di sebuah paviliun tinggi di kediaman Keluarga Sunandar.Maxime dan Morgan berdiri bersebelahan."Bukannya kamu sudah tahu apa yang dilakukan Deo?" tanya Maxime.Morgan bersandar malas di pagar dan menatap ke langit yang mendung. "Aku nggak terlibat dalam kejadian ini."Di mata Maxime, Morgan secara tidak langsung sudah mengaku.Maxime sudah dari dulu tahu adiknya ini tidak selembut dan sebaik yang terlihat di permukaan, tapi dia tidak percaya kalau Morgan bisa sampai hati punya niatan membunuhnya."Kamu masih belum puas? Sekarang kamu sudah punya Grup Rajawali."Sudah tahu masih tanya?Morgan tertawa, "Aku sangat nggak puas. Hal yang paling membuatku nggak puas adalah karena kamu menikah dengan orang yang aku cintai tapi kamu tetap berpura-pura nggak berhutang apa pun sama aku!"Maxime tidak lagi lembut hati setelah mendengar jawaban Morgan. Maxime mengangkat tangannya dan mencengkeram kerah baju Morgan.Keduanya punya tubuh yang persis sama. Bedanya, fisik Morgan dari kecil
Pas sekali, Ekki hendak melaporkan hal ini pada Maxime, "Bos, sekarang Fendy lagi berlutut di depan pintu Vila Magenta. Dia bilang dia tidak tahu apa-apa soal perbuatan Deo kali ini. Dia juga bilang kalau kali ini Bos bersedia melepaskannya, dia bersedia jadi budakmu."Maxime tahu masalah ini tidak sesederhana itu, tetapi dia tidak dapat menemukan petunjuk lain."Karena Deo nggak mau mengaku, nggak perlu tanya-tanya lagi.""Ya."Ekki mengerti maksud Maxime.Artinya, tidak ada gunanya membiarkan Deo tetap hidup."Lalu Fendy?"Maxime tidak mau begitu tangan dingin dan main bunuh orang begitu saja. Lagipula dia tahu Fendy ini cuma pria playboy yang suka main wanita."Biarin aja.""Baik."...Saat ini di Vila Magenta.Reina sedang berbaring di sofa untuk beristirahat saat mendengar Christy berkata tuan muda ketiga dari Keluarga Baclig berlutut dan memohon belas kasihan di luar pintu.Christy bertanya pada Reina, "Si Marshanda sudah ketangkap belum?"Dia ingat bagaimana Marshanda menginjak
"Nyonya, ini ada kiriman paket," kata satpam.Reina pun berjalan ke pintu dan dia melihat ada sebuah kotak kardus yang panjangnya lebih dari satu meter."Oke, terima kasih."Reina penasaran, benda apa yang Treya kirimkan padanya.Riki juga langsung keluar begitu mendengar ada kiriman paket. Dia mengambilnya bersama Reina.Begitu paket itu dibuka, baik Reina maupun Riki sama-sama tercengang.Paket itu berisi mainan dan perlengkapan untuk anak perempuan, namun semuanya sudah tua.Reina langsung mengenali semua barang-barang itu karena itu adalah barang-barang yang dia pakai waktu masih kecil.Dulu Treya dan Diego sudah menggadaikan rumah lama Keluarga Andara ke pengadilan, yang kemudian dibeli oleh Marshanda. Lalu, Maxime membeli kembali hak milik rumah tersebut dan memberikannya pada Reina.Namun waktu Reina pindah, dia tidak melihat barang-barang masa kecilnya di rumah itu."Kenapa dia bisa punya barang-barang ini?"Reina tidak mengira Treya akan menyimpan semua barang yang Reina pakai
Begitu mendengar jawaban Treya, Reina tidak tahu apa dia harus sedih atau marah."Kalau begitu terima kasih, Nyonya Treya. Semoga Anda bisa menemukan kebahagiaanmu sendiri secepatnya."Setelah selesai bicara, Reina langsung menutup telepon.Awalnya emosi Reina relatif stabil, tetapi setelah bernostalgia dan teringat bagaimana dia berusaha keras untuk menyenangkan Treya sebagai ibunya, melihat betapa keras perjuangannya untuk bertahan meski sudah disakiti berkali-kali, Reina pun tidak bisa bersikap baik lagi.Di dalam rumah sakit.Treya terus memegangi ponselnya, ucapan Reina bergema di benaknya."Nyonya Treya. Semoga Anda bisa menemukan kebahagiaanmu sendiri secepatnya."Kebahagiaan?Mana ada kebahagiaan untuknya? Begitu mati, dia pasti akan masuk neraka.Treya meletakkan ponselnya dan membuka album foto. Di situ ada foto buku harian yang ditulis oleh Reina ketika dia masih kecil.Sebenarnya waktu Treya menemukan harta karun itu, dia lebih dulu membaca buku harian Reina.Dia membaca bu
Meski sudah diusir, Christy tetap mendekat dan menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar pembicaraan di dalam.Namun, sistem kedap suara yang begitu bagus di rumah ini membuat Christy tidak bisa mendengar apa-apa. Ditambah lagi, Reina dan Deron mengobrol di teras kamar."Dasar nggak tahu malu. Bisa-bisanya masukin pria lain ke kamar," gumam Christy.Christy sampai tidak sadar kalau Riki menghampirinya. Begitu dia mengatakan hal buruk tentang Reina, Christy tiba-tiba merasa kakinya basah.Christy menunduk dan melihat Riki memegang suatu cairan dan menuangkannya ke kaki Christy, bau cairan itu sungguh tidak enak."Ah! Riki! Kamu ngapain!"Riki memasang tampang polos dan menjawab, "Tante Christy, aku dikasih ini sama bibi, katanya ini bisa nyuburin bunga supaya cepat berbunga yang cantik. Aku lihat kakimu kok nggak sembuh-sembuh, jadi aku kasih pupuk nih biar cepat sembuh."Begitu Christy mendengar jawaban Riki, dia langsung berteriak dan lari ke toilet di lantai bawah.Melihat Chri
Tak lama kemudian, belasan orang pun sepakat untuk menghadiri acara reuni itu, termasuk Jocelyn.Reina tahu, asal dia ikut, Jocelyn pasti ikut.Besok adalah hari libur terakhir. Ketua kelas sudah memesan restoran untuk reuni besok jam delapan malam.Jocelyn dengan begitu bersemangat pun menelepon Marshanda, "Marsha, sudah lihat pesan di grup?"Mana mungkin Marshanda tidak baca? Sedari tadi dia terus memegang ponselnya dan menunggu balasan Reina.Marshanda takut dia akan tersangkut paut dengan kejadian terakhir kali.Sayangnya setelah menunggu sekian lama, Reina tidak kunjung membalasnya. Marshanda hanya melihat Reina akan menghadiri reuni kelas."Ya, sudah, ada apa?" Marshanda berpura-pura tenang."Ayo ikut. Bukannya kamu mau tahu seperti apa Reina sekarang?" Jocelyn juga tahu Reina adalah seorang komposer terkenal.Sudah lama tidak bertemu, ternyata Reina jadi pribadi yang sehebat ini.Marshanda menjawab dengan ragu-ragu, "Hmm ... Nggak deh, aku 'kan lagi dikurung, nggak boleh ke mana
Morgan tidak bisa menghindar, tidak punya pilihan selain menerima pukulan keras itu.Darah keluar dari sudut mulutnya, tubuhnya limbung. Cengkeraman tangannya di lengan Jess terlepas saat dia terdorong mundur dan hampir jatuh ke tanah.Erik mengepalkan tinjunya dan berdiri di antara dia dan Jess, menatap Morgan dengan dingin."Aku sudah berbaik hati mengantarmu ke rumah sakit, tapi aku nggak menyangka kamu akan datang ke sini dan berbuat kasar sama Jess. Sepertinya kamu masih belum cukup sadar, jadi aku akan membuatmu sadar!"Jika dia tidak datang untuk menjemput Jess, dia tidak akan melihat adegan Morgan yang mengganggu Jess.Dia mengatupkan giginya karena marah, ada sedikit kejengkelan dalam tatapannya saat dia menatap Jess."Kamu baik-baik saja?" tanyanya.Jess sedikit panik saat mendengar pertanyaannya, tetapi dia mengangguk. "Ya, aku baik-baik saja."Erik menoleh ke arah Morgan dan melangkah mendekatinya.Morgan berdiri diam sebelum menatap orang di depannya. Dia mengangkat tangan
Morgan melihat ke arah panggilan yang ditutup, suasana hatinya langsung jatuh ke titik terendah.Namun, dia tidak beranjak pergi.Di dalam perusahaan.Jess mengira Morgan sudah pergi, jadi dia berkemas seperti biasa dan keluar dari perusahaan.Sebelum dia keluar, Erik bahkan mengiriminya pesan."Aku jemput, ya?"Jess membalas pesan itu, "Nggak perlu, aku pulang sendiri saja."Dia terbiasa melakukan segala sesuatunya sendiri, bahkan setelah menghabiskan banyak waktu dengan Erik, dia masih belum terbiasa untuk dijaga olehnya seperti itu."Penolakan ditolak, aku sudah di lantai bawah perusahaanmu, cepat keluar." Erik tersenyum dan mengirimkan pesan itu.Jess sedikit tidak berdaya saat melihat pesan itu, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa lagi.Erik memang seperti itu, selalu melakukan segala sesuatu terlebih dahulu, baru memberitahunya. Jess sudah terbiasa dengan hal itu.Berjalan keluar dari pintu perusahaan, Jess mencari-cari mobil Erik. Namun, sebelum dia bisa menemukannya, sesosok tu
Morgan hanya perlu menunggu persetujuan Jess, tidak mempermasalahkan apakah Jess sudah menikah atau belum.Jess tidak tahu harus bahagia atau sedih saat ini.Ternyata orang yang dia sukai kini juga menyukainya. Ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.Namun, yang menyedihkan adalah dia sudah menikah. Pernikahan ini diatur oleh orang tuanya, yang juga atas keinginannya sendiri. Erik memperlakukannya dengan baik, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu yang kiranya bisa mengkhianati Erik."Maafkan aku, Tuan Morgan. Tuan mungkin sudah salah paham dengan niatku untuk Tuan. Tuan itu atasanku, jadi aku harus bersikap baik kepada Tuan karena tuntutan pekerjaan, bukan karena aku menyukai Tuan seperti yang Tuan katakan." Jess terdiam sejenak, kemudian melanjutkan, "Selain itu, aku sudah menikah dan suamiku memperlakukanku dengan sangat baik. Kami berdua saling mencintai dan aku nggak akan menceraikannya."Kami berdua saling mencintai!Kata-kata itu sangat tajam dan menusuk ketika terdenga
Morgan membuka kontaknya dan melihat catatan panggilan pegawai tempat dia minum dengan Jess saat dia mabuk.Pikirannya kacau dan dia ingin sekali memastikannya.Entah sudah berlalu berapa lama, Morgan akhirnya berhasil menghubungi nomor Jess.Pada saat itu, Jess sedang sendirian di dalam perusahaan, sementara Erik pergi untuk menjalankan tugasnya sendiri setelah mengantarnya.Melihat panggilan dari Morgan, Jess ragu-ragu sejenak sebelum mengangkatnya."Tuan Morgan, ada apa?"Tuan Morgan?Morgan sedikit terdiam saat mendengar panggilan yang tidak biasanya digunakan Jess saat memanggilnya."Kamu yang membawaku ke rumah sakit hari ini?" tanya Morgan.Jess tidak mencoba menyembunyikan apa pun dan menjawab, "Aku dan Erik yang mengantarmu. Untung saja ada dia yang membantu. Kalau nggak, aku nggak akan bisa membawamu ke rumah sakit sendirian."Sepanjang jawabannya, dia menyebutkan nama Erik hingga beberapa kali.Morgan mengerti bahwa ini adalah untuk memberitahukan bahwa dia dan Erik sudah me
Simpul di tenggorokan Morgan bergulir. Dia menggunakan seluruh kekuatannya untuk membuka matanya dan melihat Jess. Ketika dia yakin itu adalah Jess, dia langsung mengangkat kedua tangannya.Jess tidak tahu apa yang ingin dilakukan Morgan, jadi dia mendekat dan bertanya kepadanya."Tuan Morgan, apa Tuan baik-baik saja? Apa ada yang nggak nyaman? Apa Tuan butuh air? Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit."Begitu kata-kata terakhir itu terucap, tangan Morgan tiba-tiba mendarat di sisi wajahnya.Pria itu bergumam dengan suara pelan, "Jess? Apa aku sedang ... bermimpi?"Wajah Jess terasa panas, tubuhnya menegang dan dia menatapnya tidak percaya.Wajah Erik yang duduk di samping langsung berubah muram. Dia mengangkat tangannya untuk menepis tangan Morgan."Ngapain kamu?"Tangan Morgan jatuh dan dia benar-benar kehabisan tenaga, menutup matanya lagi.Jess menatap Erik dengan tatapan penuh rasa bersalah. "Maafkan aku."Erik kesal, tetapi tidak menunjukkannya."Dia yang menyentuhmu, jadi kam
Ketika Jess dan Erik sampai, mereka langsung dimarahi."Kalian akhirnya datang juga. Bukan hanya mabuk, dia juga merusak banyak minuman di toko kami. Jadi, jangan lupa bayar dulu sebelum kalian membawanya pergi," kata pemilik tempat itu.Mendengar itu, Jess melihat ke arah yang pria ini tunjuk.Ini adalah pertama kalinya dia melihat Morgan seperti itu.Pakaiannya sedikit acak-acakan, wajahnya berjanggut dan sedikit tidak terawat. Dia mabuk berat, duduk tidak berdaya di kursi. Ada banyak pecahan botol di sekelilingnya, membuat udara pekat oleh bau alkohol.Mata Jess terlihat khawatir. Dia hendak meminta maaf kepada pemilik tempat ini, tetapi Erik yang berada di antara mereka berkata dengan dingin, "Apa kalian nggak tanggung jawab? Apa kamu tahu, kalau sesuatu terjadi dengannya di tempatmu ini, tidak ada satu pun dari kalian yang bisa lepas dari tanggung jawab."Dia tidak sebaik Jess."Itu masalah dia, apa hubungannya dengan kita?" Pelayan tidak terintimidasi oleh perkataan Erik.Ini ada
Jess sedikit tidak percaya. Kesehatan Morgan tidak baik. Selama bertahun-tahun dia merawatnya, dia tidak pernah melihat Morgan minum.Sekarang, mendengar nada bicara pria itu, Morgan sepertinya sedang mabuk berat.Namun ....Jess menoleh ke arah Erik, hatinya terkoyak.Dia sudah menikah dan bertekad untuk menjauhi Morgan. Dia tidak akan pernah bisa mengkhianati Erik."Itu, aku nggak bisa ke sana. Kalau kamu ada waktu, tolong antar dia ke rumah sakit. Setelah dia sadar dari mabuk, dia pasti akan sangat berterima kasih kepadamu," jawab Jess dengan sopan."Apa kamu bercanda? Kamu yang temannya saja nggak mau antar dia ke rumah sakit, apalagi aku yang cuma orang asing? Kamu ingin aku mengantarnya? Aku masih harus kerja." Pria itu menjawab dengan tidak sabar. "Kalau kamu nggak datang, aku juga nggak peduli lagi."Setelah mengatakan itu, pria di seberang sana menutup telepon.Wajah Jess terlihat cemas.Melihat ini, Erik tidak bisa menahan diri dan bertanya, "Ada apa?""Morgan mabuk." Jess me
"Nona Reina." Jess memanggilnya terlebih dahulu.Reina mengangguk dan menuntun kedua anaknya berjalan ke arah mereka.Kedua anak itu dengan sopan memanggil mereka, "Om Erik, Tante Jess.""Hmm." Jess tersenyum, menunjukkan senyuman lembut.Erik juga tersenyum. "Kita baru sebentar nggak bertemu, kalian sudah tambah tinggi rupanya."Dulu, ketika berada di luar negeri, Erik pernah bertemu kedua anak ini beberapa kali saat mengikuti Revin. Jadi, dia cukup akrab dengan keduanya.Kedua anak itu juga memiliki cukup akrab dengannya."Om Erik kapan punya anak? Hari ini kami ikut Mama ke rumah sakit dan melihat bayi yang dilahirkan Tante Alana, lucu sekali." Riki bertanya sambil mengedipkan mata.Mendengar kata anak, wajah Erik dan Jess langsung berubah.Namun, semua itu menghilang dengan cepat.Erik terbatuk-batuk dua kali. "Hal semacam ini nggak bisa dipaksakan, nggak boleh buru-buru juga.""Oh." Riki sepertinya mengerti, dia pun mengangguk. "Om Erik dan Tante Jess harus lebih semangat. Setelah
Alana sengaja menggoda Riki. "Riki, kenapa kamu bilang begitu? Aku dan mamamu sudah seperti kakak adik, jadi wajar saja kalau kami jadi mak comblang anak kami sendiri. Bukankah kamu sering melihat itu di drama TV?""Jangan khawatir, kali ini Tante memang belum melahirkan anak perempuan, tapi lain kali Tante baka berusaha lebih keras lagi agar bisa melahirkan anak perempuan yang cantik. Saat itu tiba, aku akan menikahkannya denganmu, ya? Kamu sangat pengertian, pasti kamu akan memperlakukannya dengan baik, bukan?"Riki jauh mudah ditipu ketimbang Riko. Berpikir bahwa Alana berencana akan melahirkan anak perempuan di kemudian hari, dia langsung merasa ngeri."Tante Alana, aku ... mungkin aku nggak akan nikah."Dia ketakutan sampai punya pikiran untuk tidak menikah.Reina menggodanya, "Tapi bukannya kamu pernah bilang kalau Talitha cantik? Katamu, siapa yang bisa nikah sama dia, orang itu pasti sangat bahagia.""Hah? Kamu suka punya seseorang yang kamu suka?" Alana memasang wajah terkejut