Di dalam kamar rawat.Maxime mengulurkan tangannya ke arah Reina.Reina langsung menyambut uluran tangan Maxime dan bertanya, "Kepalamu masih sakit?""Nggak sakit." Maxime menjawab, "Tapi aku butuh dipeluk."Reina duduk di samping Maxime dan memeluknya, "Kalau aku nggak sengaja menyentuh lukamu, kasih tahu ya.""Iya, aku nggak sebodoh itu." Maxime menyunggingkan senyum.Sudah lama sekali dia tidak merasa sebahagia ini.Keduanya berpelukan seperti itu entah sampai kapan. Sampai pintu kamar terbuka, mereka masih menikmati momen pelukan itu."Ih Papa nggak tahu malu! Sudah besar aja masih minta dipeluk Mama!"Begitu terdengar suara anak-anak, Reina langsung menoleh ke arah pintu dan melihat Deron menggandeng Riki berdiri di depan pintu.Riki terdiam, "Mama, kalian jahat! Masa kalian diam-diam pelukan dan nyuruh aku ke sekolah di hari libur?"Begitu Reina tersadar, dia langsung melepaskan Maxime."Ah ...."Reina bingung bagaimana harus menjelaskan situasi ini pada Riki, mata Riki yang begi
Ternyata si Christy datang membawa pesan.Reina pun menjawab, "Kamu ngomong aja sendiri ke Maxime."Christy pun berjalan ke kamar rawat Maxime selangkah demi selangkah dengan kesal.Reina juga masuk ke kamar rawat, Riki sedang duduk diam."Riki, ayo pulang, biar papa istirahat ya?""Oke."Awalnya Riki memang cuma mau melihat kondisi Maxime, bosan juga ternyata kalau hanya diam di kamar tidak ngapa-ngapain, mending dia pulang untuk siaran langsung.Begitu mendengar Reina dan Riki akan pulang, dia berkata, "Malam ini aku juga akan pulang."Luka di tubuh Maxime sudah dijahit dan selama tidak berolahraga berat, Maxime akan baik-baik saja."Kamu yakin? Lukamu gimana?" tanya Reina sedikit khawatir."Jangan khawatir, nggak apa-apa. Jovan bilang aku sudah nggak dalam kondisi kritis kok."Maxime menambahkan, "Nanti malam aku berencana pulang ke rumah utama sebentar."Dia ingin membicarakan sesuatu dengan Morgan.Menurut penyelidikan Ekki, belakangan ini Morgan sangat dekat dengan Deo. Kali ini
Setelah menutup telepon, Jovan merasa lega.Lalu, dia bertanya pada Alana, "Jadi? Kita mau pergi ke mana?"Alana adalah orang yang malas."Pergi ke mal dekat sini aja deh. Kita makan sambil santai-santai aja. Kalau kakek tanya, bilang aja kita pergi nonton?" jawab Alana.Meski Jovan enggan, ini adalah cara terbaik.Mereka berdua pun pergi ke mal.Saat ini mal penuh sesak dengan manusia.Alana pun akhirnya masuk ke dalam pelukan beberapa kali karena didesak kerumunan orang, Jovan tidak punya pilihan selain melindunginya, "Apa coba yang asyik dari tempat kayak gini?"Jovan tidak bisa mengerti.Alana sebenarnya juga tidak suka keramaian. Tapi karena sudah sampai, kalau pergi ke tempat lain pun dia juga tidak tahu harus pergi ke mana.Alana menoleh kanan kiri dan melihat sebuah restoran ikan bakar di kejauhan di mana tidak perlu mengantri, "Ayo ke sana."Mungkin karena Alana buru-buru, dia tidak memperhatikan ada orang di depannya dan hampir saja membuat orang itu terjungkal."Hati-hati do
"Mau pergi ke mana?" tanya Jovan.Melihat Jovan sudah selesai menelepon, Alana pun berkata, "Kamu nggak lihat satpam ngusir kita pergi?"Jovan yang tidak berdaya melihat kepolosan Alana pun menjawab, "Satpam itu ngusir mereka, bukan kita."Benar saja, Alana ternyata tidak paham karena dia diam dan menunggu Jovan menjelaskan."Barusan aku menelepon penanggung jawab tempat ini dan meminta semua orang yang keluar," ucap Jovan.Awalnya Jovan tidak keberatan dengan begitu banyak orang, namun setelah melihat kehadiran Yansen dan istrinya, dia memutuskan untuk mengusir orang-orang itu.Baru akhirnya Alana paham apa yang Jovan lakukan sedari tadi. Memang ya, kalau punya uang, semua jadi mudah.Dengan Jovan meminta mengosongkan mal, artinya dia akan menanggung semua biaya di sini hari ini dan pastinya adalah sebuah angka pengeluaran yang besar."Ya ampun, dasar anak orang kaya. Kalau tahu begini harusnya uangnya kamu kasih aja ke aku," bisik Alana.Jovan tidak mendengar ucapan Alana dengan jela
Mereka sekeluarga beres-beres sebelum pergi ke kediaman utama Keluarga Sunandar.Hari ini kediaman Keluarga Sunandar begitu ramai.Keluarga orang kaya memang tidak pernah kekurangan popularitas.Bahkan Christy yang masih belum sehat, memaksakan diri untuk datang dan menemani Tuan Besar Latief mengobrol.Joanna dan Syena sedang menyambut para tamu, Liane juga datang. Saat beberapa kenalan Liane dan mengetahui Syena hamil, mereka pun berujar pada Joanna."Nyonya, Syena 'kan lagi hamil. Kapan mereka akan menikah?""Ya, apa sudah ada tanggalnya?""Kalau sudah ada tanggalnya, kasih tahu kami ya. Jadi kami bisa menyiapkan hadiah pernikahan untuk mereka.""..."Mendengar semua orang mendesak pernikahan Morgan, Joanna pun merasa sedikit khawatir.Sebenarnya Joanna sudah bicara dengan Morgan, namun putranya bilang dia sedang mempersiapkan dan meminta Joanna untuk tidak khawatir. Jadi, Joanna pun tidak mendesaknya lagi."Semua tergantung Syena dan Morgan, mereka yang mutusin tanggalnya," jawab J
Reina dan Riki duduk santai, menunggu kembalinya Maxime.Reina tidak menyangka ternyata Syena membawa beberapa wanita, sepupunya Maxime, lalu duduk di samping Reina."Kak Reina kok duduk di pojokan gini? Aku kira kalian belum datang?" Syena lebih dulu buka mulut.Wanita lain pun ikut angkat bicara, "Kak Reina, jadi ini anakmu dan Kak Max? Imut banget, tapi katanya dia sakit parah ya? Sakit apa?"Para wanita ini sengaja memukul titik lemah Reina.Reina belum sempat menjawab.Wanita lain sudah lebih dulu menyahut, "Kalau nggak salah dengar dari Kakek, katanya sih leukimia.""Hah? Leukimia? Bukannya itu penyakit yang nggak ada obatnya?" sahut wanita lain dengan lantang."Iya kayaknya. Leukimia itu penyakit yang nggak bisa disembuhkan."Mereka sengaja menohok hati Reina dengan ucapan mereka.Reina hanya bisa mengepalkan tinjunya. Penyakit Riki memang luka batin seumur hidup Reina, dia juga tidak bisa membantah ucapan orang lain.Sekali lihat Riki langsung sadar kalau wanita-wanita ini data
Joanna kaget bukan main, ternyata ada orang yang berani menyumpahi cucunya.Para wanita itu bingung. Bukankah tadi mereka cuma bilang penyakit leukimia itu sulit disembuhkan? Kapan mereka menyumpahi Riki umurnya pendek?Tapi Riki sangat pandai berakting, kali ini dia langsung memeluk Joanna."Nenek, umurku pendek, aku belum mau mati huhuhu."Riki sudah menangis air mata buaya.Kalau Reina tidak tahu faktanya, dia pasti sudah termakan akting Riki.Di saat seperti ini, Reina samar-samar menyadari putra bungsunya juga cukup pintar."Cucuku sayang, kamu bakal panjang umur kok. Jangan percaya kata-kata mereka ya." Joanna berjongkok sambil mengusap air mata Riki, lalu dia menatap dengan dingin para gadis itu. "Ayo ngaku, siapa yang nyumpahin Riki pendek umurnya? Ngaku!"Saat ini Syena rasanya ingin sekali menggali lubang dan bersembunyi.Mereka semua takut pada Joanna, semua terlihat ragu-ragu.Seorang gadis yang lebih berani pun angkat bicara, "Bibi, kami nggak nyumpahin Riki umur pendek ko
Tuan Besar Latief sepertinya mau menyembunyikan fakta kalau Christy yang sudah membocorkan hal ini, Maxime pun menjawab, "Anakku."Tuan Besar Latief langsung melemparkan kruknya ke Maxime dan hampir saja mengenai wajah Maxime."Sudah seperti ini saja kamu masih nggak mau jujur? Hah?"Kalau situasinya seperti ini, Maxime tidak punya pilihan lain selain menceritakan kejadian kemarin pada kakeknya.Begitu cerita selesai, Tuan Besar Latief tercengang untuk waktu yang lama."Jadi ... yang Reina bilang kemarin itu bohong?""Ya. Mana mungkin aku nggak tahu dia hamil anakku atau bukan." Maxime bertanya balik.Tuan Besar Latief akhirnya terbebas dari kekhawatirannya, lalu berkata, "Ternyata gitu. Dasar si Christy, tanpa menyelidiki dengan jelas, langsung sembarangan ngomong ke aku."Benar, 'kan? Memang si Christy yang buka mulut dan cari masalah. Sinar dingin pun melintas di mata Maxime.Tuan Besar Latief baru sadar, dia sudah membocorkan identitas Christy.Jadi, dia mengoreksi ucapannya, "Max,
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba