"Bu, sekarang banyak banget orang yang menghinaku. Aku nggak berani online." Syena tahu bahwa selama Keluarga Hinandar ada di belakangnya, dia tidak takut pada siapa pun.Liane menepuk pundaknya, "Nggak usah takut, cuma urusan komentar netizen aja, 'kan? Nanti kita minta tolong bibimu buat beresin semuanya."Adik perempuan Liane adalah wanita yang kejam, mereka menguasai perbisnisan ibu kota."Oke."Syena menyeka air matanya dan mengangguk.Dia bertanya lagi, "Terus Reina gimana? Dia sudah jahatin aku."Liane jadi khawatir melihat Syena yang begitu rapuh, "Syena, kamu harus belajar menyelesaikan masalahmu sendiri. Ibu makin tua dan akan mati, Ibu nggak bisa melindungimu selamanya."Saat Syena mendengar hal ini, hatinya terasa dingin.Apa artinya Liane tidak akan membantunya memberi pelajaran pada Reina?Mengingat hal terpenting saat ini adalah membereskan opini publik, Syena pun menyanjung Liane."Ibu nggak akan tua dan nggak akan mati.""Gadis bodoh."Liane memeluknya dengan lembut, "
Sisil langsung menutup telepon.Treya masih tidak tahu apa yang terjadi dan dia tidak mengerti maksud Sisil.Tiba-tiba, suster masuk sambil tersenyum, "Wah, Nyonya beruntung banget. Nih, aku kasih tahu. Ternyata beritanya sudah diklarifikasi, Nona Reina itu ternyata si komposer terkenal, Master Rei!"Sebenarnya si suster tidak tahu banyak tentang gejolak berita di Internet.Dia bertanya pada putrinya dan baru tahu kalau ternyata Reina bukanlah orang biasa."Apa?"Treya langsung mengeluarkan ponselnya untuk memeriksa berita itu.Sekarang arah berita berubah drastis!Treya juga melihat tulisan yang diposting akun resmi Master Rei.Master Rei, Reina ....Mereka adalah orang yang sama!Treya tiba-tiba teringat belum lama ini saat Syena menemaninya menonton tarian demi mendapat uang pribadinya, dia bertemu Reina dan temannya, Alana.Saat itu, Treya masih meremehkan dan mengejek Reina.Kemudian Alana sepertinya mengatakan bahwa Reina adalah seorang komposer terkenal!Treya menatap ponselnya
"Nona Reina, aku sudah menyelidiki hal ini dan memang Syena yang salah. Dia nggak seharusnya sembarangan posting di instagram." Liane minta maaf lebih dulu, lalu melanjutkan, "Dia sudah sadar kalau dirinya salah, kalian 'kan saudara ipar dan saudara kandung. Dia sudah janji sama aku nggak akan mengulangi kesalahan ini lagi. Jadi, tolong kamu murah hati sedikit."Liane belum tahu bahwa Treya bukanlah ibu kandung Reina.Alasan kenapa dia menghubungi Reina adalah karena adiknya memberitahunya bahwa ada seseorang di belakang Reina dalam masalah ini.Jadi lebih baik menyelesaikan masalah ini secara pribadi.Reina tidak menyangka Liane akan mengambil inisiatif dan mengambil peran yang lemah."Maksud Bu Liane?""Aku cuma berharap Nona Reina nggak memperpanjang masalah ini. Aku akan memberi kompensasi atas semua kerugian yang kamu terima," ujar Liane.Reina sadar opini publik ini memang tidak mungkin menjatuhkan Syena, apalagi ada Keluarga Yunandar di belakangnya.Selain itu, kalau situasinya
"Terus kenapa mereka membantu kita?" Sisil jadi bingung.Reina tiba-tiba teringat sesuatu, "Kayaknya Ari bilang sekarang dia kerja sama Grup IM?"Sisil langsung mengecek dan benar saja, Ari memang anggota Grup IM."Ternyata Ari yang membantu. Wah, Bos harus bilang makasih nih sama dia.""Ya, aku tahu."Reina menutup telepon.Setelah makan malam dan istirahat, dia menelepon Ari untuk mengucapkan terima kasih.Ari pikir Reina berterima kasih untuk postingannya di instagram, jadi Ari tenang-tenang saja menerima ucapan terima kasih itu."Saat aku kembali lagi nanti, jangan lupa traktir aku makan malam.""Siap!"Reina langsung setuju.Riki duduk di sofa di ruang tamu dan memandang Reina dari waktu ke waktu.Kini mamanya semakin sering ngobrol dengan Paman Ari. Dulu, laki-laki yang menelepon di malam hari hanyalah dia dan kakaknya.Riki jadi khawatir kalau kondisi papanya tidak membaik, lama-lama papanya akan terpisah dari mamanya.Kalau itu terjadi, banyak orang yang akan memanfaatkan situa
Maxime hanya bisa bergerak seperti robot, mengangkat tangannya dan memeluk Reina."Aku sudah merasa lebih baik, terima kasih."Setelah merasa baikan, Reina menarik diri dari pelukan Maxime.Lengan Maxime kosong dan entah kenapa, hatinya juga terasa kosong.Tak lama kemudian, hasil tes Riki keluar. Dokter memberi tahu mereka bahwa kondisi Riki baik-baik saja, jadi mereka tidak perlu khawatir.Riki pun diantar ke kamar rawat biasa.Reina langsung masuk, "Riki masih merasa sakit?"Riki menggelengkan kepalanya dengan perasaan bersalah, "Nggak sakit lagi kok Ma."Kemudian, Riki menatap Maxime yang berdiri tidak jauh darinya."Papa.""Ya." Maxime menjawab.Riki mulai memasang tampang sedih, "Papa, jangan pisah rumah sama mama ya?"Riki menangis, "Teman-temanku di sekolah bilang orangtua mereka hidup terpisah karena akan bercerai. Apa papa nggak mau aku dan kakak lagi?""Kakak punya Kakek Jacob, Om Jovan dan Tante Alana, tapi aku cuma punya papa dan mama."Setelah ucapan ini terlontar dari mu
"Oke," jawab Reina setuju.Tubuhnya mulai semakin terasa berat setiap harinya, benar-benar memberatkan kalau harus terus-terusan bangun dari kasur.Mereka berdua pun berbaring di atas tempat tidur dalam diam sembari menunggu Riki tertidur.Anak-anak biasanya sudah langsung tertidur pulas dalam waktu sekitar 10 menit, 'kan?Itulah yang terlintas dalam benak Reina, tetapi entah kenapa 10 menit terasa lama sekali berlalunya. Reina pun menoleh menatap Maxime yang matanya tampak terpejam seolah sedang tertidur pulas. Wajah pria itu memang tampan paripurna."Kenapa?"Maxime tiba-tiba bertanya seolah menyadari tatapan Reina.Reina langsung memalingkan pandangannya. "Nggak apa-apa. Kedinginan nggak? Mau pakai selimut?""Nggak dingin," jawab Maxime. Dia terdiam sesaat, lalu melanjutkan, "Kalau kamu ngerasa dingin, kamu saja yang pakai selimutnya."Reina pun bangun sedikit dan menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua.Saat mendengar suara gemerisik yang ditimbulkan oleh gerakan Reina,
"Aku, Reina," jawab Reina.Maxime mengernyit mendengar suara dan jawaban Reina, dia baru tersadar beberapa saat kemudian.Dia pun mengulurkan tangannya ke arah Reina lagi.Reina tidak tahu apa yang terjadi pada Maxime saat ini, jadi dia refleks menghindar."Kamu nggak apa-apa, 'kan?" bisik Reina."Memangnya aku bakal kenapa?" Maxime balik bertanya. "Kalau kamu? Seperti apa perasaanmu saat bersama Revin?"Reina menjadi semakin kebingungan. "Kamu pikir sekarang tahun berapa?"Maxime mengulurkan tangannya yang panjang ke arah suara Reina, lalu langsung merengkuh wanita itu dengan erat. Saking cepatnya gerakan Maxime, Reina sampai tidak sempat menghindar."Lepaskan," desak Reina.Maxime balas memeluk Reina dengan erat. "Pertanyaan macam apa itu? Kamu tahu nggak aku hampir mati gara-gara kamu dan Revin?""Kamu sudah ingat?" tanya Reina.Maxime tidak paham ingatan macam apa yang Reina maksud. Dia hanya ingat hampir mati setelah pergi ke Astania karena dijebak oleh bawahan Revin yang mengatas
Jovan juga berada di rumah sakit. Ketika dia melihat Maxime yang berjalan digandeng oleh Reina, dia ingin sekali memotret pemandangan itu dan mengunggahnya di WhatsApp untuk dipamerkan kepada teman-temannya.Sayangnya, dia tidak berani."Kak Max."Jovan bergegas menghampiri Maxime.Reina hendak mempercayakan Maxime kepada Jovan, tapi Maxime malah menggandeng tangan Reina dengan erat sambil berkata kepada Jovan, "Ayo masuk sekalian.""Oke." Jovan merasa dia jadi nyamuk di antara Reina dan Maxime.Setelah mereka masuk, Maxime langsung diminta ke ruang pemeriksaan khusus.Reina menunggu di luar.Setelah menjalani pengobatan sekian lama, sebenarnya Reina sudah tidak begitu berharap Maxime bisa sembuh. Bagaimanapun juga, kondisi seperti ini jarang terjadi.Tidak lama kemudian, Ekki tiba pula di rumah sakit. Dia sekarang jadi tahu bahwa ingatan Maxime sudah kembali, tapi sangat disayangkan pria itu tidak ingat apa yang terjadi dalam sebulan terakhir.Benar saja, sekalipun sudah memeriksa ini
Morgan tidak bisa menghindar, tidak punya pilihan selain menerima pukulan keras itu.Darah keluar dari sudut mulutnya, tubuhnya limbung. Cengkeraman tangannya di lengan Jess terlepas saat dia terdorong mundur dan hampir jatuh ke tanah.Erik mengepalkan tinjunya dan berdiri di antara dia dan Jess, menatap Morgan dengan dingin."Aku sudah berbaik hati mengantarmu ke rumah sakit, tapi aku nggak menyangka kamu akan datang ke sini dan berbuat kasar sama Jess. Sepertinya kamu masih belum cukup sadar, jadi aku akan membuatmu sadar!"Jika dia tidak datang untuk menjemput Jess, dia tidak akan melihat adegan Morgan yang mengganggu Jess.Dia mengatupkan giginya karena marah, ada sedikit kejengkelan dalam tatapannya saat dia menatap Jess."Kamu baik-baik saja?" tanyanya.Jess sedikit panik saat mendengar pertanyaannya, tetapi dia mengangguk. "Ya, aku baik-baik saja."Erik menoleh ke arah Morgan dan melangkah mendekatinya.Morgan berdiri diam sebelum menatap orang di depannya. Dia mengangkat tangan
Morgan melihat ke arah panggilan yang ditutup, suasana hatinya langsung jatuh ke titik terendah.Namun, dia tidak beranjak pergi.Di dalam perusahaan.Jess mengira Morgan sudah pergi, jadi dia berkemas seperti biasa dan keluar dari perusahaan.Sebelum dia keluar, Erik bahkan mengiriminya pesan."Aku jemput, ya?"Jess membalas pesan itu, "Nggak perlu, aku pulang sendiri saja."Dia terbiasa melakukan segala sesuatunya sendiri, bahkan setelah menghabiskan banyak waktu dengan Erik, dia masih belum terbiasa untuk dijaga olehnya seperti itu."Penolakan ditolak, aku sudah di lantai bawah perusahaanmu, cepat keluar." Erik tersenyum dan mengirimkan pesan itu.Jess sedikit tidak berdaya saat melihat pesan itu, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa lagi.Erik memang seperti itu, selalu melakukan segala sesuatu terlebih dahulu, baru memberitahunya. Jess sudah terbiasa dengan hal itu.Berjalan keluar dari pintu perusahaan, Jess mencari-cari mobil Erik. Namun, sebelum dia bisa menemukannya, sesosok tu
Morgan hanya perlu menunggu persetujuan Jess, tidak mempermasalahkan apakah Jess sudah menikah atau belum.Jess tidak tahu harus bahagia atau sedih saat ini.Ternyata orang yang dia sukai kini juga menyukainya. Ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.Namun, yang menyedihkan adalah dia sudah menikah. Pernikahan ini diatur oleh orang tuanya, yang juga atas keinginannya sendiri. Erik memperlakukannya dengan baik, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu yang kiranya bisa mengkhianati Erik."Maafkan aku, Tuan Morgan. Tuan mungkin sudah salah paham dengan niatku untuk Tuan. Tuan itu atasanku, jadi aku harus bersikap baik kepada Tuan karena tuntutan pekerjaan, bukan karena aku menyukai Tuan seperti yang Tuan katakan." Jess terdiam sejenak, kemudian melanjutkan, "Selain itu, aku sudah menikah dan suamiku memperlakukanku dengan sangat baik. Kami berdua saling mencintai dan aku nggak akan menceraikannya."Kami berdua saling mencintai!Kata-kata itu sangat tajam dan menusuk ketika terdenga
Morgan membuka kontaknya dan melihat catatan panggilan pegawai tempat dia minum dengan Jess saat dia mabuk.Pikirannya kacau dan dia ingin sekali memastikannya.Entah sudah berlalu berapa lama, Morgan akhirnya berhasil menghubungi nomor Jess.Pada saat itu, Jess sedang sendirian di dalam perusahaan, sementara Erik pergi untuk menjalankan tugasnya sendiri setelah mengantarnya.Melihat panggilan dari Morgan, Jess ragu-ragu sejenak sebelum mengangkatnya."Tuan Morgan, ada apa?"Tuan Morgan?Morgan sedikit terdiam saat mendengar panggilan yang tidak biasanya digunakan Jess saat memanggilnya."Kamu yang membawaku ke rumah sakit hari ini?" tanya Morgan.Jess tidak mencoba menyembunyikan apa pun dan menjawab, "Aku dan Erik yang mengantarmu. Untung saja ada dia yang membantu. Kalau nggak, aku nggak akan bisa membawamu ke rumah sakit sendirian."Sepanjang jawabannya, dia menyebutkan nama Erik hingga beberapa kali.Morgan mengerti bahwa ini adalah untuk memberitahukan bahwa dia dan Erik sudah me
Simpul di tenggorokan Morgan bergulir. Dia menggunakan seluruh kekuatannya untuk membuka matanya dan melihat Jess. Ketika dia yakin itu adalah Jess, dia langsung mengangkat kedua tangannya.Jess tidak tahu apa yang ingin dilakukan Morgan, jadi dia mendekat dan bertanya kepadanya."Tuan Morgan, apa Tuan baik-baik saja? Apa ada yang nggak nyaman? Apa Tuan butuh air? Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit."Begitu kata-kata terakhir itu terucap, tangan Morgan tiba-tiba mendarat di sisi wajahnya.Pria itu bergumam dengan suara pelan, "Jess? Apa aku sedang ... bermimpi?"Wajah Jess terasa panas, tubuhnya menegang dan dia menatapnya tidak percaya.Wajah Erik yang duduk di samping langsung berubah muram. Dia mengangkat tangannya untuk menepis tangan Morgan."Ngapain kamu?"Tangan Morgan jatuh dan dia benar-benar kehabisan tenaga, menutup matanya lagi.Jess menatap Erik dengan tatapan penuh rasa bersalah. "Maafkan aku."Erik kesal, tetapi tidak menunjukkannya."Dia yang menyentuhmu, jadi kam
Ketika Jess dan Erik sampai, mereka langsung dimarahi."Kalian akhirnya datang juga. Bukan hanya mabuk, dia juga merusak banyak minuman di toko kami. Jadi, jangan lupa bayar dulu sebelum kalian membawanya pergi," kata pemilik tempat itu.Mendengar itu, Jess melihat ke arah yang pria ini tunjuk.Ini adalah pertama kalinya dia melihat Morgan seperti itu.Pakaiannya sedikit acak-acakan, wajahnya berjanggut dan sedikit tidak terawat. Dia mabuk berat, duduk tidak berdaya di kursi. Ada banyak pecahan botol di sekelilingnya, membuat udara pekat oleh bau alkohol.Mata Jess terlihat khawatir. Dia hendak meminta maaf kepada pemilik tempat ini, tetapi Erik yang berada di antara mereka berkata dengan dingin, "Apa kalian nggak tanggung jawab? Apa kamu tahu, kalau sesuatu terjadi dengannya di tempatmu ini, tidak ada satu pun dari kalian yang bisa lepas dari tanggung jawab."Dia tidak sebaik Jess."Itu masalah dia, apa hubungannya dengan kita?" Pelayan tidak terintimidasi oleh perkataan Erik.Ini ada
Jess sedikit tidak percaya. Kesehatan Morgan tidak baik. Selama bertahun-tahun dia merawatnya, dia tidak pernah melihat Morgan minum.Sekarang, mendengar nada bicara pria itu, Morgan sepertinya sedang mabuk berat.Namun ....Jess menoleh ke arah Erik, hatinya terkoyak.Dia sudah menikah dan bertekad untuk menjauhi Morgan. Dia tidak akan pernah bisa mengkhianati Erik."Itu, aku nggak bisa ke sana. Kalau kamu ada waktu, tolong antar dia ke rumah sakit. Setelah dia sadar dari mabuk, dia pasti akan sangat berterima kasih kepadamu," jawab Jess dengan sopan."Apa kamu bercanda? Kamu yang temannya saja nggak mau antar dia ke rumah sakit, apalagi aku yang cuma orang asing? Kamu ingin aku mengantarnya? Aku masih harus kerja." Pria itu menjawab dengan tidak sabar. "Kalau kamu nggak datang, aku juga nggak peduli lagi."Setelah mengatakan itu, pria di seberang sana menutup telepon.Wajah Jess terlihat cemas.Melihat ini, Erik tidak bisa menahan diri dan bertanya, "Ada apa?""Morgan mabuk." Jess me
"Nona Reina." Jess memanggilnya terlebih dahulu.Reina mengangguk dan menuntun kedua anaknya berjalan ke arah mereka.Kedua anak itu dengan sopan memanggil mereka, "Om Erik, Tante Jess.""Hmm." Jess tersenyum, menunjukkan senyuman lembut.Erik juga tersenyum. "Kita baru sebentar nggak bertemu, kalian sudah tambah tinggi rupanya."Dulu, ketika berada di luar negeri, Erik pernah bertemu kedua anak ini beberapa kali saat mengikuti Revin. Jadi, dia cukup akrab dengan keduanya.Kedua anak itu juga memiliki cukup akrab dengannya."Om Erik kapan punya anak? Hari ini kami ikut Mama ke rumah sakit dan melihat bayi yang dilahirkan Tante Alana, lucu sekali." Riki bertanya sambil mengedipkan mata.Mendengar kata anak, wajah Erik dan Jess langsung berubah.Namun, semua itu menghilang dengan cepat.Erik terbatuk-batuk dua kali. "Hal semacam ini nggak bisa dipaksakan, nggak boleh buru-buru juga.""Oh." Riki sepertinya mengerti, dia pun mengangguk. "Om Erik dan Tante Jess harus lebih semangat. Setelah
Alana sengaja menggoda Riki. "Riki, kenapa kamu bilang begitu? Aku dan mamamu sudah seperti kakak adik, jadi wajar saja kalau kami jadi mak comblang anak kami sendiri. Bukankah kamu sering melihat itu di drama TV?""Jangan khawatir, kali ini Tante memang belum melahirkan anak perempuan, tapi lain kali Tante baka berusaha lebih keras lagi agar bisa melahirkan anak perempuan yang cantik. Saat itu tiba, aku akan menikahkannya denganmu, ya? Kamu sangat pengertian, pasti kamu akan memperlakukannya dengan baik, bukan?"Riki jauh mudah ditipu ketimbang Riko. Berpikir bahwa Alana berencana akan melahirkan anak perempuan di kemudian hari, dia langsung merasa ngeri."Tante Alana, aku ... mungkin aku nggak akan nikah."Dia ketakutan sampai punya pikiran untuk tidak menikah.Reina menggodanya, "Tapi bukannya kamu pernah bilang kalau Talitha cantik? Katamu, siapa yang bisa nikah sama dia, orang itu pasti sangat bahagia.""Hah? Kamu suka punya seseorang yang kamu suka?" Alana memasang wajah terkejut