Morgan jadi makin kesepian saat mengingat kenangan masa lalu."Iya aku memang pergi ke pesta itu, tapi aku nggak tahu Kakak pergi ke mana. Sudah semalam ini kamu masih nyariin dia?""Iya, ya sudah kalau kamu nggak tahu, aku pulang dulu."Mungkin karena kebaikan Morgan pada masa lalu, Reina tidak pernah menganggap Morgan jahat.Reina hendak masuk ke dalam mobil ketika Morgan melangkah maju di depannya."Aku temenin kamu cari dia.""Nggak usah, pulang dan tidurlah." Reina langsung menolak.Reina merasa sangat menyesal sudah membangunkannya larut malam."Aku khawatir kamu nggak bisa nemuin dia kalau sudah selarut ini," kata Morgan. Sebelum Reina sempat bicara, Morgan sudah duduk di kursi pengemudi, "Ayo pergi, aku yang nyetir."Reina tidak bisa menolak lagi dan mengangguk, "Oke."Morgan berkendara menuju pusat kota.Sudah lama sekali mereka berdua tidak berduaan seperti ini."Apa dia menghilang waktu pesta?""Nggak, setelah pesta."Morgan mengeluarkan ponselnya, "Aku akan suruh orang peri
"Aku sama sekali nggak tahu kalau ingatannya sudah pulih. Padahal beberapa hari yang lalu aku sudah tanya, tapi dia bilang belum," gumam Reina. Entah sedang bicara dengan Morgan atau dengan dirinya sendiri.Karena sedang hamil, Reina berusaha untuk menjaga emosinya."Nggak apa-apa Reina, cuma dibohongin lagi aja, 'kan?""Nggak apa-apa Reina, jangan marah, jangan sedih.""Nggak apa-apa Reina, ada bagusnya juga karena dengan begini kamu bisa melepaskan dia tanpa beban."Reina menghibur dirinya sendiri di dalam hati berulang kali.Morgan tahu suasana hati Reina memburuk, dia pun menggenggam tangan Reina dan berkata, "Nggak apa-apa, masih ada aku."Reina tertegun, melirik tangannya dalam genggaman Morgan, lalu menarik diri.Maxime melakukan kesalahan, dia tidak boleh melakukan hal yang sama."Morgan, kamu itu tunangan Syena." Reina mengingatkannya.Morgan tercengang sesaat, lalu berkata dengan lembut, "Kamu salah paham, maksudku aku akan berdiri di sisimu. Bagaimanapun, kita masih berteman
Reina teringat foto yang ditunjukkan Morgan padanya. Dalam foto tersebut, Maxime tidak bisa berdiri tegak sampai butuh dipapah Marshanda dan seorang pengawal berbaju hitam untuk berjalan.Maxime jarang membiarkan dirinya mabuk, apalagi hingga tak sadarkan diri.Reina ingat dulu dia pernah mencoba membuat Maxime mabuk, tapi gagal total."Riki, Mama tiba-tiba ingat masih ada urusan. Kamu langsung tidur aja. Nggak usah nunggu mama."Riki mengangguk, "Oke."Saat Reina bergegas keluar, Riki bergumam pada dirinya sendiri."Ayah bajingan, jangan pikir aku melakukan ini untuk membantumu ya. Aku cuma nggak mau kamu mati muda karena kamu masih harus mengumpulkan banyak harta warisan untukku dan kakak."Kecuali Riko, tidak ada yang tahu bahwa Riki punya bakat hebat.Riko punya intuisi yang sangat tajam. Dia bisa tahu kebenaran banyak hal hanya dari mendengar percakapan, membaca ekspresi dan gerak gerik seseorang.Dan 90% dari tebakannya pasti benar.Riki mirip ahli psikologi ditambah dengan intui
Kalau Maxime mendengar perkataan para pengawal ini, mungkin dia akan membunuh mereka semua. Seorang Maxime membutuhkan obat kuat? Haha, konyol.Setelah Reina yakin bahwa Maxime ada di lantai delapan, dia mengirim pesan ke Ekki.Ekki langsung menjawabnya, "Kami sudah di jalan."Meski Ekki tidak paham kenapa Reina mengubah keputusannya, dia tidak bertanya lebih lanjut karena urusan Maxime harus mereka selesaikan terlebih dulu.Tidak lama kemudian, Ekki memimpin orang-orang mengepung seluruh hotel. Setelah Ekki mengendalikan semua penjagaan di lantai atas, dia baru memperbolehkan Reina naik.Setelah mengetahui nomor kamar Maxime, para pengawal mendobrak pintu.Reina masuk duluan dan mendapati Maxime keluar dari kamar mandi dan terbungkus jubah mandi.Maxime mengernyit, "Siapa?"Reina pikir Maxime mandi setelah selesai bersenang-senang dengan Marshanda.Reina tidak mau bicara dengannya, dia hanya berdiri di depan pintu dan membuat Maxime cemas.Maxime berjalan lurus menuju pintu dan bertan
"Kok nggak usah? Kamu 'kan ... Mmph ...."Sebelum Reina bisa menyelesaikan kata-katanya, Maxime sudah membungkam bibir Reina dan mulai melepaskan pakaian Reina dengan tidak sabar.Maxime yakin ini bukan karena pengaruh obat."Max, kamu jangan ...."Reina memanfaatkan kesempatan sekecil apa pun untuk menghindar dan menolak.Maxime kembali menciumnya dan saat ini Reina sadar ada rasa darah di mulutnya."Maxime ....""Aku gigit lidahku sendiri soalnya nggak bisa mengendalikan diri," jawab Maxime dengan suara serak.Ketika Reina tertegun, Maxime langsung memeluknya.Jubah mandi yang dipakai Maxime jatuh sehingga Reina bisa melihat tubuh Maxime yang memerah karena kedinginan setelah mandi air dingin.Reina tertegun sejenak.Maxime pun memanfaatkan momen ini untuk membaringkan Reina di kasur dan menindihnya....Setelah pergulatan romantis semalaman.Reina membuka matanya dan melihat pakaian mereka berserakan di lantai. Reina menoleh dan mendapati dirinya berada dalam pelukan Maxime.Semalam
Morgan membaca pesan itu dengan ekspresi dingin.Dia sudah tahu bahwa Marshanda gagal.Para pengawal yang dia bayar untuk berjaga di luar hotel semuanya disingkirkan pengawal Ekki. Para awak media pun tidak ada yang pergi ke hotel sesuai perintahnya.Morgan meletakkan ponselnya dan terbatuk-batuk."Tuan Morgan, apa perlu kami panggil dokter?" tanya seorang bawahannya.Morgan menggeleng, "Nggak perlu."Setelah itu Morgan membuka ponselnya dan membuka nomor Reina di daftar kontaknya. Dia hanya menatap nomor itu cukup lama, setelah itu dia kembali menutupnya.Di sisi lain.Reina mendengar dari Maxime bahwa semua kejadian semalam adalah ulah Morgan.Reina tidak percaya, karena semalam Morgan sengaja membantunya mencari Maxime.Kalau bukan karena Morgan menunjukkan foto itu, dia tidak akan mencari Maxime."Aku mau ketemu Marshanda.""Oke."...Marshanda sangat ketakutan dikurung di ruang bawah tanah yang gelap. Siapa yang bisa datang menyelamatkannya kali ini?Tiba-tiba, pintu ruang bawah t
Marshanda mengaku bahwa Morgan-lah yang memintanya datang memuaskan Maxime, tapi dia tidak memberi tahu Reina terlalu detail tentang prosesnya.Hati Reina terasa dingin, dia tidak menyangka Morgan akan menggunakan cara seperti ini.Reina pun melepaskan Marshanda seperti yang dia janjikan.Marshanda keluar dari ruang bawah tanah dengan rupa yang menyedihkan. Begitu keluar dari rumah itu, dia langsung memesan tiket untuk meninggalkan Kota Simaliki.Marshanda tahu betul, kalau dia tidak pergi sekarang, baik Jovan maupun Morgan tidak akan melepaskannya.Maxime tahu Reina telah melepaskan Marshanda, dia sendiri tidak memperpanjang masalah tersebut.Lagipula, orang-orang seperti Marshanda bukan ancaman untuknya. Kalau bukan karena Morgan dan Keluarga Baclig bergabung mencelakainya, mereka tidak mungkin bisa mendekatinya.Reina juga punya pemikiran yang sama. Marshanda memang paling mahir menyakiti hati orang lain dengan kata-kata.Orang seperti Marshanda pasti akan bertemu dengan lawan yang
Setiap kata Morgan rasanya menghujam jantung Maxime.Dia terdiam.Morgan jadi makin menyombongkan diri, "Kak, menurutmu Nana benar-benar cinta sama kamu? Dia itu cuma memindahkan cinta dia ke aku, ke kamu.""Kalau bukan karena aku, Reina nggak mungkin mau sama kamu.""Kamu tahu nggak dulu Nana sering menggandeng aku sambil bilang dia mau terus bersamaku.""..."Reina tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Morgan, dia hanya bisa melihat ekspresi Maxime sangat buruk. Mereka mengobrol cukup lama sampai akhirnya Maxime mengembalikan ponsel Reina."Kalian ngobrolin apa?" tanya Reina bingung.Maxime menarik Reina dalam pelukannya, lalu menjawab dengan nada serak, "Nggak ada."Reina mendorong Maxime menjauh."Lepasin."Reina tidak nyaman karena banyak pengawal mengawasi mereka, selain itu Reina tadi sudah bilang masih perlu memikirkan apa dia tetap ingin hidup bersama Maxime atau tidak.Maxime tidak peduli.Para pengawal pun balik badan satu per satu.Maxime merendahkan suaranya, "Reina, apa
Akhirnya, Sophia merasa lega setelah berhasil meyakinkan orang tuanya untuk kembali ke rumah sakit. Dalam perjalanan pulang, dia menggenggam erat tangan ayah dan ibunya, tidak mau melepaskannya."Dokter bilang kalau penyakit kalian disebabkan karena kelelahan jangka panjang. Selama kalian menerima perawatan satu atau dua tahun, kalian bisa pulang dengan sehat."Sophia tersedak, lalu melanjutkan, "Sekarang, pengobatan tinggal setengah tahun lagi, lalu kita bisa hidup dengan baik. kalian jangan pernah punya pikiran buat melarikan diri lagi.""Ya." Erna menghibur dan memeluknya dengan lembut, "Maafkan Ibu karena sudah membuatmu khawatir, Nak."Robi juga berkata, "Kali ini Ayah dan Ibu memang salah, kami minta maaf sama kalian."Sophia tersenyum. "Lain kali kalian nggak boleh seperti ini lagi.""Hmm, ya." Robi mengangguk berulang kali, nadanya lembut.Diego yang duduk di kursi depan menatap Sophia, Erna dan Robi yang terlihat bahagia, entah kenapa jadi teringat masa kecilnya.Dia teringat
Reina langsung menghubungi Diego setelah meminta pengawal itu mengirimkan alamat hotel di mana keduanya berada.Saat itu masih pagi sekali.Diego dan Sophia masih berada di luar.Ketika Diego menerima telepon itu, bagian bawah matanya berbinar. "Kak, terima kasih banyak, kamu benar-benar sangat membantuku."Reina tidak banyak bicara saat mendengar ucapan terima kasihnya."Cepat pergi dan jemput mereka kembali. Selain itu, perlakukan temanmu itu dengan baik.""Ya, ya, ya."Diego langsung mengiakan. Karena cuaca terlalu dingin, jadi suaranya sedikit bergetar.Setelah menutup telepon, Diego langsung memberi tahu Sophia."Ayo, aku tahu di mana Om sama Tante."Wajah Sophia pucat, pipinya memerah karena kedinginan. Dia mencoba mengucapkan terima kasih, tetapi ia terlalu dingin untuk berbicara.Diego segera menghentikan taksi.Keduanya duduk di dalam, penghangat di dalam mobil sangat memadai, membuat tubuh Sophia menghangat. Dia berkata, "Di mana orang tuaku sekarang? Apa mereka baik-baik saj
Reina sedikit tidak percaya saat mendengar itu.Teman Diego? Bukankah itu wanita yang bernama Sophia?Sekarang, Diego tidak punya uang atau kedudukan, teman-temannya dulu sudah mengabaikannya."Ya, berikan informasi orang tua temanmu, aku akan menyuruh seseorang mencarinya.""Ya, terima kasih, Kak. Kamu benar-benar sangat baik."Diego tidak pernah berterima kasih pada Reina setulus hari ini.Bahkan jika Reina pernah melunasi tagihannya, rasa terima kasihnya kepada Reina tidak sebanyak hari ini.Reina juga mendengar ketulusan di dalam suaranya, masih belum percaya bahwa pria itu benar-benar telah berubah."Kita masih belum menemukannya, jadi jangan bilang makasih dulu.""Hmm, baiklah."Setelah menyelesaikan panggilan, Diego menemui Sophia, meminta informasi orang tua Sophia dan sebagainya.Setelah Reina melihatnya, dia menyadari bahwa semuanya seperti yang dia duga. Teman yang dimaksud Diego adalah Sophia."Aku mau tanya sesuatu," kata Reina."Kak, tanya saja.""Kenapa demi seorang tema
Diego membungkuk dan berjongkok di sisi Sophia, menghiburnya dengan lembut, "Jangan terlalu sedih, Tante sama Om bakal baik-baik saja, ayo kita cari lagi. Kamu nggak boleh terlalu sedih, nanti kamu nggak bakal punya kekuatan buat cari Om sama Tante."Mendengar perkataannya, Sophia perlahan-lahan menjadi tenang."Ya, aku harus tenang, harus tetap tenang.""Hmm." Diego mengangguk. "Ayo cari lagi.""Ya."Namun, ketika Diego baru melangkah beberapa langkah ke depan, tiba-tiba pandangannya menghitam dan tubuhnya jatuh ke bawah.Sophia bergerak cepat untuk menopangnya, menahannya tepat sebelum Diego jatuh ke aspal."Diego," teriak Sophia.Diego menjawab dengan gugup, "Ada apa?""Barusan kamu hampir jatuh." Sorot mata Sophia penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran.Diego mengusap-usap kepalanya. "Hah? Aku nggak sadar, mungkin aku kurang istirahat. Ayo, kita lanjut cari."Sophia menatap Diego yang linglung, mana mungkin dia berani membiarkan pria itu terus mencari."Kita pulang dan istirahat d
Tatapan Sophia menghangat dan dia sangat tersentuh.Sekarang, dia benar-benar tidak punya banyak uang dan tidak ingin membuat orang tuanya khawatir. Jadi, dia mengambil uang Diego terlebih dahulu, lalu membayarnya kembali setelah dia dapat gaji.Sophia mengambil uang itu, kemudian pergi untuk membuat sarapan.Anehnya, biasanya pada jam-jam seperti ini kedua orang tuanya sudah bangun, tetapi hari ini tidak satu pun dari mereka yang terlihat. Pintu kamar mereka pun tertutup rapat.Sophia mengira kedua orang tuanya masih beristirahat, jadi dia tidak tega mengganggu mereka.Setelah sarapan siap, Sophia pergi ke depan pintu kamar mereka, mengetuk pintu dan berkata, "Ayah, Ibu, bangun, ayo sarapan."Namun, setelah memanggil mereka beberapa kali, mereka tidak mendengar satu jawaban pun.Jantungnya berdebar kencang dan dia pun mendorong pintu kamar.Ketika pintu kamar terbuka, dia melihat bagian dalam kamar sudah dibersihkan dengan rapi. Semua barang terlipat rapi dan kamar dalam keadaan koson
"Kamu dengar sendiri, aku sudah jelasin sama dia." Reina menyimpan ponselnya kembali dan menatap mata Maxime tanpa sedikit pun rasa bersalah.Memang benar bahwa dia tidak memberikan sinyal apa pun kepada Ari, jadi dia tidak melakukan kesalahan apa pun.Sekelebat kerumitan melintas di mata Maxime. Dia mengangkat tangannya, ujung jarinya membelai wajah Reina."Aku mengerti. Istriku sangat luar biasa, wajar kalau ada yang menyukainya."Reina menjadi agak malu ketika tiba-tiba dipuji olehnya.Keduanya berdiri diam di tengah kerumunan, indah seperti sebuah lukisan."Salju turun, salju turun ...."Banyak orang di sekitar mulai berseru.Reina kembali tersadar dan menatap kepingan salju yang berjatuhan, bagian bawah matanya berkilau."Cantik sekali."Maxime menggenggam tangannya dan tetap berada di sisinya tanpa berbicara.Dia berharap waktu tetap berada di momen ini sekarang....Saat ini musim dingin, ada tumpukan salju di mana-mana.Beberapa orang menganggapnya indah, tetapi bagi sebagian o
"Baguslah kalau kamu mengerti," kata Imran.Ari tidak ingin berbicara dengan mereka lagi dan melangkah menuju kamarnya.Retno mencoba mengejarnya untuk menjelaskan, tetapi Imran menghentikannya."Biarkan dia sendiri dan merenungkan semuanya. Sebagai orang tua, kita nggak bisa mendiktenya seumur hidup."Mata Retno berkaca-kaca dan mengangguk kaku. "Ari sangat hebat, kenapa dia nggak memilih gadis baik-baik, menikah dan memulai sebuah keluarga?""Kalau tahu begini, seharusnya aku nggak membiarkannya terjun ke dunia hiburan." Imran selalu memandang rendah industri aktor. "Jadi dokter sepertiku dan menikah dengan wanita dengan profesi yang sama, bukankah itu bagus?"Keduanya tidak bisa memahami pikiran anak muda saat ini, jadi mereka membiarkannya.Ari tinggal sendirian di kamar, mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Reina, tetapi Reina tidak bisa dihubungi.Entah sudah berapa lama dia tinggal di dalam kamar, tetapi melihat hari sudah mulai gelap, dia tidak bisa menahan diri lagi dan
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa