Setiap kata Morgan rasanya menghujam jantung Maxime.Dia terdiam.Morgan jadi makin menyombongkan diri, "Kak, menurutmu Nana benar-benar cinta sama kamu? Dia itu cuma memindahkan cinta dia ke aku, ke kamu.""Kalau bukan karena aku, Reina nggak mungkin mau sama kamu.""Kamu tahu nggak dulu Nana sering menggandeng aku sambil bilang dia mau terus bersamaku.""..."Reina tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Morgan, dia hanya bisa melihat ekspresi Maxime sangat buruk. Mereka mengobrol cukup lama sampai akhirnya Maxime mengembalikan ponsel Reina."Kalian ngobrolin apa?" tanya Reina bingung.Maxime menarik Reina dalam pelukannya, lalu menjawab dengan nada serak, "Nggak ada."Reina mendorong Maxime menjauh."Lepasin."Reina tidak nyaman karena banyak pengawal mengawasi mereka, selain itu Reina tadi sudah bilang masih perlu memikirkan apa dia tetap ingin hidup bersama Maxime atau tidak.Maxime tidak peduli.Para pengawal pun balik badan satu per satu.Maxime merendahkan suaranya, "Reina, apa
Mata Reina menegang, dia langsung panik."Apa? Siapa kamu?"Pria itu tidak menjawab, langsung menutup telepon dan tertawa mengejek, "Anak hilang dari semalam aja nggak tahu? Dasar ibu nggak punya hati!"Hilang dari semalam?Spontan, Reina teringat akan Riki.Reina langsung menelepon ke vila.Di Vila Magenta, Riki baru saja makan sarapan yang dimasak oleh pengasuhnya saat dia menerima telepon dari Reina. Riki pun bertanya dengan penasaran, "Ma, gimana? Om Maxime sudah ketemu?"Suara riang Riki langsung membuat Reina rileks.Reina tidak menyangka kalau yang dimaksud si penculik bukan Riki, melainkan Riko yang berada di rumah Jovan."Riki, kamu baik-baik saja di rumah?""Iya? Nggak ada apa-apa kok? Kenapa Ma?" tanya Riki yang bingung."Ah, nggak apa-apa. Riki nggak boleh main ke luar sembarangan ya. Baik-baik di rumah." Reina memperingatkan.Karena Riki baik-baik saja, Reina tidak ambil pusing karena dia pikir telepon itu hanya telepon penipuan....Di dalam sebuah pabrik.Setelah Riko sa
Pria bercodet itu langsung menolak."Kamu mau pakai ponselku untuk telepon polisi, 'kan? Nak, pintar juga ya kamu.""Om, aku cuma mau main game bukan telepon."Riko menatapnya dengan tulus.Pria bercodet ini ternyata tidak mudah ditipu, "Diam, atau kujahit mulutmu."Riko tidak punya pilihan selain menyerah dan melihat sekeliling mencari apakah ada peluang untuk melarikan diri.Namun sayangnya tidak ada ....Riko yang hanya seorang anak kecil sulit melawan pria dewasa, apalagi pria ini tidak sendirian.Satu-satunya cara adalah mengirimkan titik lokasinya pada Jovan.Karena semalam tidak pulang, Jovan pasti masih mencarinya.Namun pria bercodet ini tidak berbaik hati padanya, dia tidak mau memberi Riko alat komunikasi sehingga Riko harus putar otak mencari jalan keluar lainnya....Hari ini Keluarga Tambolo heboh. Setelah Tuan Besar Jacob mengetahui bahwa Riko hilang, dia langsung memberi perintah untuk menemukan Riko, jika perlu Kota Simaliki dijungkirbalikkan."Siapa yang berani melawa
Setelah Maxime menutup telepon, dia langsung meminta seseorang memeriksa nomor yang baru saja menghubungi Reina.Jovan mengirimkan video kamera pengawas dan meminta Maxime membantu mencari pria berbaju hitam yang masuk ke toilet kemarin.Jovan memberitahunya, "Kak Max, kemarin itu Riki juga masuk ke toilet. Orang-orang itu masuk setelah Riki masuk.""Maksudmu mereka mungkin mau menculik Riki, tapi salah orang?""Aku nggak yakin. Tapi kalau penculiknya itu musuhku, harusnya mereka telepon aku, 'kan?"Maxime teringat akan telepon yang Reina dapatkan tadi pagi."Oke, aku ngerti."Entah mengapa, seharian ini Reina merasa tidak nyaman.Reina teringat akan telepon tadi pagi dan terus melirik Riki di sampingnya, butuh waktu lama sampai akhirnya dia teringat akan Riko.Reina menepuk kepalanya dan berkata, "Kenapa setelah hamil otakku jadi bodoh?"Reina langsung menelepon Alana."Alana, Riko lagi sama kamu 'kan ya?"Jovan sudah berpesan pada Alana untuk tidak memberitahu Reina karena Reina seda
Reina melihat tubuh kecil Riko terikat di jembatan, seolah sedetik kemudian akan jatuh.Seketika, Reina tidak bisa berkata-kata."Nona Reina, bos bilang baru akan melepaskan anak itu kalau kamu meninggalkan Kota Simaliki.""Kalau kamu terus tinggal di sini, maka anak itu akan mati."Reina langsung menjawab tanpa banyak pikir, "Oke aku pergi sekarang juga, lepaskan anak itu sekarang."Namun, pria bercodet itu tidak langsung melepaskan Riko. Sebaliknya, dia mengikuti perintah Syena dan berkata, "Aku nggak akan percaya begitu saja."Reina bergegas menuju jembatan gantung sambil terus menelepon dengan si penculik. "Jadi kamu mau apa?""Di dekatmu ada pisau?"Reina melihat sekeliling, "Nggak.""Kalau gitu cari benda lain untuk melukai wajahmu."Pria bercodet sudah mengikuti Liane selama separuh hidupnya dan ini adalah pertama kalinya dia mengancam seorang wanita dengan seorang anak untuk merusak wajahnya.Dia menghela napas dalam-dalam.Pria bercodet itu pikir Reina tidak akan langsung meny
Saat ini Maxime juga sedang bergegas ke jembatan. Dia menelepon Reina, tapi selalu dijawab dengan nada sibuk.Berita tentang Riko sudah jadi berita panas, Reina pasti sudah tahu berita ini.Maxime tidak akan membiarkan apa pun terjadi pada Reina!Sejumlah perahu telah dikerahkan ke sungai untuk berjaga-jaga kalau Riko terjatuh.Helikopter juga sudah mengudara di atas mereka.Waktunya sangat mendesak. Pria bercodet melihat ke helikopter di langit dan tidak bisa mengambil keputusan.Syena yang melihat berita pun berkomentar, "Dasar bodoh, perahu kek, helikopter kek, mana bisa mereka menyelamatkan anak ini.""Kenapa si Om nggak cepat-cepat potong talinya? Urusan beberapa detik aja kenapa lama banget sih?"Liane melirik putri angkatnya."Syena, apa anak itu juga menyinggungmu?"Syena tertegun sejenak, lalu baru ingat untuk mempertahankan wibawanya. "Bu, tahu nggak anak ini itu mungkin bukan keturunan Keluarga Sunandar.""Kamu mau dia mati karena dia bukan keturunan Keluarga Sunandar?"Lian
Reina hanya mau menyelamatkan Riko jadi dia tidak memperhatikan ucapan yang terucap dari mulutnya. Reina hanya memegang tangan Maxime erat-erat."Maxime, asal kamu bisa menyelamatkan Riko aku janji nggak akan minta cerai, aku akan tinggal dan nurut sama kamu ...."Air mata Reina mengalir bersama darah di wajahnya dan mendarat di punggung tangan Maxime.Maxime mengangkat tangannya untuk menyeka air mata Reina dan saat itulah dia menyentuh sesuatu yang lengket di wajah Reina. Maxime tercekat dan menyadari sesuatu, "Muka kamu kenapa?"Baru kemudian dia menyadari tubuh Reina dipenuhi bau darah."Mereka bilang selama aku merusak wajahku, mereka bakal lepasin Riko. Tapi ...."Hati Maxime tiba-tiba menegang.Dia tidak bisa melihat, tapi telapak tangannya lengket dengan darah."Ekki! Mana dokternya!"Mereka datang dengan tim medis yang siap bergerak dalam keadaan darurat.Ekki yang tersadar buru-buru bergerak, "Ah, ya.""Aku baik-baik aja, nggak perlu dokter ...." Reina menolak."Nana, nurut.
Setelah kejadian itu berakhir, Riko dan Reina sama-sama diantar ke rumah sakit untuk pemeriksaan.Riko baik-baik saja, wajah Reina yang tidak."Cedera wajah Nona Reina sangat serius, meski sembuh sepertinya akan tetap bekas." Dokter sudah selesai memeriksa dan berkata, "Mungkin ke depannya butuh operasi."Reina tidak peduli dengan luka di wajahnya selama Riko baik-baik saja.Sekarang yang paling ingin Reina ketahui adalah siapa pelaku yang menculik Riko.Reina sudah memeriksa nomor yang meneleponnya tadi, tapi sekarang nomor itu sudah mati sehingga petunjuknya terputus.Riko mengandalkan ingatannya dan menggambar potret kasar pria bercodet."Dia cuma menerima perintah orang lain, aku dengar kok dia terus bertanya apa yang harus dilakukan sama orang di telepon."Riko terdiam sesaat dan berkata, "Orang di telepon sepertinya memintanya membunuhku, tapi mungkin dia nggak tega."Reina jadi makin ketakutan setelah mendengar ini dan memutuskan untuk mencari tahu orang di balik layar.Riko mel
Akhirnya, Sophia merasa lega setelah berhasil meyakinkan orang tuanya untuk kembali ke rumah sakit. Dalam perjalanan pulang, dia menggenggam erat tangan ayah dan ibunya, tidak mau melepaskannya."Dokter bilang kalau penyakit kalian disebabkan karena kelelahan jangka panjang. Selama kalian menerima perawatan satu atau dua tahun, kalian bisa pulang dengan sehat."Sophia tersedak, lalu melanjutkan, "Sekarang, pengobatan tinggal setengah tahun lagi, lalu kita bisa hidup dengan baik. kalian jangan pernah punya pikiran buat melarikan diri lagi.""Ya." Erna menghibur dan memeluknya dengan lembut, "Maafkan Ibu karena sudah membuatmu khawatir, Nak."Robi juga berkata, "Kali ini Ayah dan Ibu memang salah, kami minta maaf sama kalian."Sophia tersenyum. "Lain kali kalian nggak boleh seperti ini lagi.""Hmm, ya." Robi mengangguk berulang kali, nadanya lembut.Diego yang duduk di kursi depan menatap Sophia, Erna dan Robi yang terlihat bahagia, entah kenapa jadi teringat masa kecilnya.Dia teringat
Reina langsung menghubungi Diego setelah meminta pengawal itu mengirimkan alamat hotel di mana keduanya berada.Saat itu masih pagi sekali.Diego dan Sophia masih berada di luar.Ketika Diego menerima telepon itu, bagian bawah matanya berbinar. "Kak, terima kasih banyak, kamu benar-benar sangat membantuku."Reina tidak banyak bicara saat mendengar ucapan terima kasihnya."Cepat pergi dan jemput mereka kembali. Selain itu, perlakukan temanmu itu dengan baik.""Ya, ya, ya."Diego langsung mengiakan. Karena cuaca terlalu dingin, jadi suaranya sedikit bergetar.Setelah menutup telepon, Diego langsung memberi tahu Sophia."Ayo, aku tahu di mana Om sama Tante."Wajah Sophia pucat, pipinya memerah karena kedinginan. Dia mencoba mengucapkan terima kasih, tetapi ia terlalu dingin untuk berbicara.Diego segera menghentikan taksi.Keduanya duduk di dalam, penghangat di dalam mobil sangat memadai, membuat tubuh Sophia menghangat. Dia berkata, "Di mana orang tuaku sekarang? Apa mereka baik-baik saj
Reina sedikit tidak percaya saat mendengar itu.Teman Diego? Bukankah itu wanita yang bernama Sophia?Sekarang, Diego tidak punya uang atau kedudukan, teman-temannya dulu sudah mengabaikannya."Ya, berikan informasi orang tua temanmu, aku akan menyuruh seseorang mencarinya.""Ya, terima kasih, Kak. Kamu benar-benar sangat baik."Diego tidak pernah berterima kasih pada Reina setulus hari ini.Bahkan jika Reina pernah melunasi tagihannya, rasa terima kasihnya kepada Reina tidak sebanyak hari ini.Reina juga mendengar ketulusan di dalam suaranya, masih belum percaya bahwa pria itu benar-benar telah berubah."Kita masih belum menemukannya, jadi jangan bilang makasih dulu.""Hmm, baiklah."Setelah menyelesaikan panggilan, Diego menemui Sophia, meminta informasi orang tua Sophia dan sebagainya.Setelah Reina melihatnya, dia menyadari bahwa semuanya seperti yang dia duga. Teman yang dimaksud Diego adalah Sophia."Aku mau tanya sesuatu," kata Reina."Kak, tanya saja.""Kenapa demi seorang tema
Diego membungkuk dan berjongkok di sisi Sophia, menghiburnya dengan lembut, "Jangan terlalu sedih, Tante sama Om bakal baik-baik saja, ayo kita cari lagi. Kamu nggak boleh terlalu sedih, nanti kamu nggak bakal punya kekuatan buat cari Om sama Tante."Mendengar perkataannya, Sophia perlahan-lahan menjadi tenang."Ya, aku harus tenang, harus tetap tenang.""Hmm." Diego mengangguk. "Ayo cari lagi.""Ya."Namun, ketika Diego baru melangkah beberapa langkah ke depan, tiba-tiba pandangannya menghitam dan tubuhnya jatuh ke bawah.Sophia bergerak cepat untuk menopangnya, menahannya tepat sebelum Diego jatuh ke aspal."Diego," teriak Sophia.Diego menjawab dengan gugup, "Ada apa?""Barusan kamu hampir jatuh." Sorot mata Sophia penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran.Diego mengusap-usap kepalanya. "Hah? Aku nggak sadar, mungkin aku kurang istirahat. Ayo, kita lanjut cari."Sophia menatap Diego yang linglung, mana mungkin dia berani membiarkan pria itu terus mencari."Kita pulang dan istirahat d
Tatapan Sophia menghangat dan dia sangat tersentuh.Sekarang, dia benar-benar tidak punya banyak uang dan tidak ingin membuat orang tuanya khawatir. Jadi, dia mengambil uang Diego terlebih dahulu, lalu membayarnya kembali setelah dia dapat gaji.Sophia mengambil uang itu, kemudian pergi untuk membuat sarapan.Anehnya, biasanya pada jam-jam seperti ini kedua orang tuanya sudah bangun, tetapi hari ini tidak satu pun dari mereka yang terlihat. Pintu kamar mereka pun tertutup rapat.Sophia mengira kedua orang tuanya masih beristirahat, jadi dia tidak tega mengganggu mereka.Setelah sarapan siap, Sophia pergi ke depan pintu kamar mereka, mengetuk pintu dan berkata, "Ayah, Ibu, bangun, ayo sarapan."Namun, setelah memanggil mereka beberapa kali, mereka tidak mendengar satu jawaban pun.Jantungnya berdebar kencang dan dia pun mendorong pintu kamar.Ketika pintu kamar terbuka, dia melihat bagian dalam kamar sudah dibersihkan dengan rapi. Semua barang terlipat rapi dan kamar dalam keadaan koson
"Kamu dengar sendiri, aku sudah jelasin sama dia." Reina menyimpan ponselnya kembali dan menatap mata Maxime tanpa sedikit pun rasa bersalah.Memang benar bahwa dia tidak memberikan sinyal apa pun kepada Ari, jadi dia tidak melakukan kesalahan apa pun.Sekelebat kerumitan melintas di mata Maxime. Dia mengangkat tangannya, ujung jarinya membelai wajah Reina."Aku mengerti. Istriku sangat luar biasa, wajar kalau ada yang menyukainya."Reina menjadi agak malu ketika tiba-tiba dipuji olehnya.Keduanya berdiri diam di tengah kerumunan, indah seperti sebuah lukisan."Salju turun, salju turun ...."Banyak orang di sekitar mulai berseru.Reina kembali tersadar dan menatap kepingan salju yang berjatuhan, bagian bawah matanya berkilau."Cantik sekali."Maxime menggenggam tangannya dan tetap berada di sisinya tanpa berbicara.Dia berharap waktu tetap berada di momen ini sekarang....Saat ini musim dingin, ada tumpukan salju di mana-mana.Beberapa orang menganggapnya indah, tetapi bagi sebagian o
"Baguslah kalau kamu mengerti," kata Imran.Ari tidak ingin berbicara dengan mereka lagi dan melangkah menuju kamarnya.Retno mencoba mengejarnya untuk menjelaskan, tetapi Imran menghentikannya."Biarkan dia sendiri dan merenungkan semuanya. Sebagai orang tua, kita nggak bisa mendiktenya seumur hidup."Mata Retno berkaca-kaca dan mengangguk kaku. "Ari sangat hebat, kenapa dia nggak memilih gadis baik-baik, menikah dan memulai sebuah keluarga?""Kalau tahu begini, seharusnya aku nggak membiarkannya terjun ke dunia hiburan." Imran selalu memandang rendah industri aktor. "Jadi dokter sepertiku dan menikah dengan wanita dengan profesi yang sama, bukankah itu bagus?"Keduanya tidak bisa memahami pikiran anak muda saat ini, jadi mereka membiarkannya.Ari tinggal sendirian di kamar, mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Reina, tetapi Reina tidak bisa dihubungi.Entah sudah berapa lama dia tinggal di dalam kamar, tetapi melihat hari sudah mulai gelap, dia tidak bisa menahan diri lagi dan
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa