Entah sudah berapa lama, akhirnya Reina berkata, "Max ... bentar lagi Tahun Baru.""Ya.""Bu Lyann sudah meninggal."Reina mengencangkan cengkeramannya pada baju Maxime.Maxime memeluknya erat-erat, dia yang tidak pandai menghibur orang lain hanya bisa mencium kening Reina.Reina kira air matanya sudah habis, tetapi saat ini pertahanannya hancur seketika dan air matanya kembali mengalir."Ini semua salahku. Kalau bukan karena aku, Ibu nggak akan pergi menemui Treya, apalagi ....""Lyann meninggalkan surat untukmu. Aku sudah minta Bu Mirna membawakannya," kata Maxime.Reina menatap Maxime, "Mana?"Maxime berdiri, membuka laci meja samping tempat tidur dan menyerahkan surat itu pada Reina.Reina langsung membuka surat itu.Panjang surat itu hanya beberapa baris."Nana, waktu kamu membaca surat ini, Ibu pasti sudah nggak ada di sisi kamu lagi. Kamu nggak boleh sedih ya, inilah nasibku.""Ingat apa yang Ibu katakan padamu? Waktu terus berjalan dan ketika seseorang sudah tua mereka pasti pa
Morgan menepuk-nepuk butiran air di baju Reina.Reina secara naluriah menghindar. "Adik ipar? Kok kamu ada di sini?"Panggilan ini membuat tangan Morgan membeku di udara, lama sekali baru akhirnya Morgan menarik kembali tangannya."Aku lihat berita dan baru tahu kalau terjadi sesuatu pada Lyann. Dulu kamu pernah bilang Lyann sudah seperti ibu kandungmu, aku tahu kamu pasti sedih kalau dia meninggal. Jadi aku datang untuk melihat kondisimu."Setelah itu, Morgan memberi hormat di depan batu nisan Lyann.Reina tidak menyangka Morgan masih mengingat masa lalu mereka dengan begitu jelas, jadi Reina mengulas sebuah senyum sambil berkata, "Terima kasih, aku baik-baik saja."Morgan menatap wajah Reina yang membiru dan mata yang memerah, tapi Reina terlihat seperti tidak ada yang salah dengan tubuhnya."Kamu nggak perlu pura-pura kuat di depanku. Kan aku sudah bilang aku akan selalu di sisimu kapan pun."Reina hanya mengangguk kecil, tidak tahu bagaimana membalas perkataan Morgan.Setelah henin
Setelah selesai memberi penghormatan pada Lyann, Alana dan Riko berjalan menghampiri Reina.Mobil Morgan sangat besar, masih banyak tempat duduk kosong meski mereka berempat ada dalam satu mobil.Alana juga sering mengendarai mobil mewah, belakangan ini lebih sering lagi karena ada Riko yang selalu difasilitasi kemewahan. Namun ini pertama kalinya Alana melihat mobil yang dilengkapi dengan berbagai peralatan medis dan dokter.Jika terjadi sesuatu, pasti bisa langsung melakukan tindakan medis di dalam mobil.Morgan mengantarkan mereka semua sampai ke depan pintu rumah Reina, berpamitan dan meminta sopir menyetir pulang.Alana berdiri di samping Reina dan bertanya, "Mana Maxime?""Aku yang suruh dia dan Riki pulang duluan.""Oh." Alana melihat beberapa bagian pakaian Reina basah, dia hanya bisa menghela napas, "Dia pulang gitu aja? Nggak romantis, masa nggak pegangin payung atau jagain kamu."Sebagai sahabat, Alana tentu berharap Reina bisa menemukan pria yang memperlakukannya dengan bai
Dulu waktu Maxime masih baik-baik saja, Reina pergi diam-diam.Sekarang saat Maxime buta, Reina dengan terus terang mengatakan bahwa dia akan pergi? Apa Reina pikir karena Maxime buta, dia jadi tidak punya kemampuan dan tidak berdaya melawannya?Reina tidak menyadari ada yang aneh pada Maxime karena Reina sedang menunduk, "Bukannya kita sudah sepakat? Kamu juga udah setuju akan bercerai, aku nggak mau tinggal sama kamu."Maxime mempererat genggaman tangannya.Reina tersentak kesakitan, "Sakit."Maxime meregangkan tangannya sedikit, "Aku nggak setuju.""Aku pasti kasih kamu kompensasi, aku akan bantu kamu bayar utang, anggap aja aku ganti rugi untuk kecelakaan kita sebelumnya."Saat terjadi kecelakaan, Maxime-lah yang berdiri di depannya dan melindungi Reina agar tidak terluka.Untuk pertama kalinya, Maxime mengerti bagaimana rasanya ditusuk tepat di jantungnya."Aku nggak butuh ganti rugi!" Suara Maxime menjadi lebih keras dan hampir kehilangan kendali atas amarahnya."Terus kamu mau a
Di Kota Simaliki.Insiden pembunuhan yang dilakukan Treya menimbulkan kekacauan di kota. Uang sebanyak apa pun tidak bisa meredam berita ini.Inilah pertama kalinya Treya merasa takut.Setelah Reina kembali, dia menemui Treya di penjara.Kewibawaan Treya sudah hilang dan wajahnya menjadi pucat."Reina, mana pembantu itu!" Treya langsung bertanya ketika dia melihat Reina.Meski Lyann sudah bilang Treya ini dijebak, Reina sangat membencinya."Mati, kamu yang membunuhnya."Reina sekarang tidak menatap Treya sebagai ibunya.Susah payah Lyann menjebloskan Treya ke penjara, tentu Reina tidak akan membiarkan Treya keluar."Dia menjebakku, aku nggak bunuh dia!"Reina terlihat tidak peduli. "Mana ada manusia yang akan mempertaruhkan nyawanya untuk menjebakmu?"Melihat Reina tidak memercayainya, Treya mengepalkan tangannya dengan marah."Mana aku tahu ternyata dia segila itu, bisa-bisanya nggak takut mati dan malah mencelakaiku!"Reina merasa getir mendengarnya.Seseorang tidak takut mati tentu
Riki sudah menyelesaikan perawatannya di rumah sakit dan ketika sedang beristirahat dia merasakan seseorang di luar diam-diam mengawasinya.Dia melihat ke luar jendela tapi tidak melihat siapa pun di sana."Aneh."Riki tidak pernah punya masalah dengan intuisinya. Dia berpura-pura tertidur dan menutup matanya.Setelah menunggu beberapa saat, dia membuka mata lagi dan melihat seorang pria sedang berjongkok di rerumputan dengan kamera di luar jendela.Riki menyipitkan matanya sedikit, terlihat sangat mirip dengan Maxime ketika sedang berpikir."Sial, diam-diam merekamku, aku bahkan nggak berpose yang bagus."Meski di mulut Riki berkata seperti ini, dalam hati dia membatin siapa orang itu.Di tengah kebingungannya, Reina mengetuk pintu."Sayang, sudah selesai? Ayo pulang."Riki mengangguk berulang kali, "Oke."Dia bangkit dari ranjang rumah sakit, ganti baju, lalu ikut Reina keluar dari rumah sakit."Ma, apa wanita jahat itu sudah ditangkap dan nggak bisa keluar lagi?"Wanita jahat yang d
Di lantai paling atas Hotel Fourse, seorang wanita intelektual dan anggun berdiri di lantai paling atas, memandang ke seluruh Kota Simaliki.Dia menyalakan sebatang rokok di tangannya dan asapnya mengepul.Sorot mata tajam wanita terlihat sedang memikirkan sesuatu."Tok, tok, tok!"Pintu diketuk.Wanita itu mematikan rokok di tangannya, "Masuk."Syena dengan hati-hati membuka pintu dan masuk."Bu."Liane balik badan, matanya yang tajam melembut, "Kemarilah."Syena melangkah menghampiri.Liane merapikan pakaiannya dan berkata, "Gimana kabarmu?"Selama ini dia terlalu sibuk dan menghabiskan sebagian besar waktunya mengerjakan proyek di luar negeri. Ketika mendengar Treya membunuh seseorang, dia datang untuk melihat keadaan Syena.Di depannya, Syena bertingkah seperti kelinci kecil yang polos."Bu, hidupku sangat buruk, sangat buruk."Tatapan Liane berubah, "Siapa yang berani melukai putriku? Morgan?"Dia mengepalkan tangannya.Keluarga Sunandar berengsek! Mereka pikir karena punya kuasa,
Mobil berhenti tepat satu sentimeter dari Reina.Mata Reina menyipit, tapi dia berusaha tetap tenang.Dengan sistem penjagaan di sini, Reina yakin Liane tidak akan berani melakukan sesuatu padanya secara terang-terangan.Liane memandang wanita cantik dan acuh tak acuh di depannya. Jika bukan karena putrinya, dia akan merasa sedikit kasihan padanya."Kamu benar-benar akan melawan putriku?"Reina berkata dengan jujur, "Aku nggak ada hubungannya dengan Morgan, sekarang atau nanti."Dia sudah memutuskan untuk bersama Maxime, mana mungkin dia bisa menerima Morgan?Meski pada akhirnya tidak jadi bersama Maxime pun, Reina tidak akan memilih Morgan. Bagaimanapun, dia sudah punya anak."Sebaiknya begitu."Liane memerintahkan bawahannya dan sopirnya pergi.Dalam perjalanan, Liane melihat ke arah Reina lewat kaca spion lalu menyalakan rokok.Tidak jelas apakah Reina benar-benar baik hati atau hanya pura-pura.Liane menelepon Joanna, entah apa yang mereka obrolkan.Malam itu, Joanna mengundang Sye
Akhirnya, Sophia merasa lega setelah berhasil meyakinkan orang tuanya untuk kembali ke rumah sakit. Dalam perjalanan pulang, dia menggenggam erat tangan ayah dan ibunya, tidak mau melepaskannya."Dokter bilang kalau penyakit kalian disebabkan karena kelelahan jangka panjang. Selama kalian menerima perawatan satu atau dua tahun, kalian bisa pulang dengan sehat."Sophia tersedak, lalu melanjutkan, "Sekarang, pengobatan tinggal setengah tahun lagi, lalu kita bisa hidup dengan baik. kalian jangan pernah punya pikiran buat melarikan diri lagi.""Ya." Erna menghibur dan memeluknya dengan lembut, "Maafkan Ibu karena sudah membuatmu khawatir, Nak."Robi juga berkata, "Kali ini Ayah dan Ibu memang salah, kami minta maaf sama kalian."Sophia tersenyum. "Lain kali kalian nggak boleh seperti ini lagi.""Hmm, ya." Robi mengangguk berulang kali, nadanya lembut.Diego yang duduk di kursi depan menatap Sophia, Erna dan Robi yang terlihat bahagia, entah kenapa jadi teringat masa kecilnya.Dia teringat
Reina langsung menghubungi Diego setelah meminta pengawal itu mengirimkan alamat hotel di mana keduanya berada.Saat itu masih pagi sekali.Diego dan Sophia masih berada di luar.Ketika Diego menerima telepon itu, bagian bawah matanya berbinar. "Kak, terima kasih banyak, kamu benar-benar sangat membantuku."Reina tidak banyak bicara saat mendengar ucapan terima kasihnya."Cepat pergi dan jemput mereka kembali. Selain itu, perlakukan temanmu itu dengan baik.""Ya, ya, ya."Diego langsung mengiakan. Karena cuaca terlalu dingin, jadi suaranya sedikit bergetar.Setelah menutup telepon, Diego langsung memberi tahu Sophia."Ayo, aku tahu di mana Om sama Tante."Wajah Sophia pucat, pipinya memerah karena kedinginan. Dia mencoba mengucapkan terima kasih, tetapi ia terlalu dingin untuk berbicara.Diego segera menghentikan taksi.Keduanya duduk di dalam, penghangat di dalam mobil sangat memadai, membuat tubuh Sophia menghangat. Dia berkata, "Di mana orang tuaku sekarang? Apa mereka baik-baik saj
Reina sedikit tidak percaya saat mendengar itu.Teman Diego? Bukankah itu wanita yang bernama Sophia?Sekarang, Diego tidak punya uang atau kedudukan, teman-temannya dulu sudah mengabaikannya."Ya, berikan informasi orang tua temanmu, aku akan menyuruh seseorang mencarinya.""Ya, terima kasih, Kak. Kamu benar-benar sangat baik."Diego tidak pernah berterima kasih pada Reina setulus hari ini.Bahkan jika Reina pernah melunasi tagihannya, rasa terima kasihnya kepada Reina tidak sebanyak hari ini.Reina juga mendengar ketulusan di dalam suaranya, masih belum percaya bahwa pria itu benar-benar telah berubah."Kita masih belum menemukannya, jadi jangan bilang makasih dulu.""Hmm, baiklah."Setelah menyelesaikan panggilan, Diego menemui Sophia, meminta informasi orang tua Sophia dan sebagainya.Setelah Reina melihatnya, dia menyadari bahwa semuanya seperti yang dia duga. Teman yang dimaksud Diego adalah Sophia."Aku mau tanya sesuatu," kata Reina."Kak, tanya saja.""Kenapa demi seorang tema
Diego membungkuk dan berjongkok di sisi Sophia, menghiburnya dengan lembut, "Jangan terlalu sedih, Tante sama Om bakal baik-baik saja, ayo kita cari lagi. Kamu nggak boleh terlalu sedih, nanti kamu nggak bakal punya kekuatan buat cari Om sama Tante."Mendengar perkataannya, Sophia perlahan-lahan menjadi tenang."Ya, aku harus tenang, harus tetap tenang.""Hmm." Diego mengangguk. "Ayo cari lagi.""Ya."Namun, ketika Diego baru melangkah beberapa langkah ke depan, tiba-tiba pandangannya menghitam dan tubuhnya jatuh ke bawah.Sophia bergerak cepat untuk menopangnya, menahannya tepat sebelum Diego jatuh ke aspal."Diego," teriak Sophia.Diego menjawab dengan gugup, "Ada apa?""Barusan kamu hampir jatuh." Sorot mata Sophia penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran.Diego mengusap-usap kepalanya. "Hah? Aku nggak sadar, mungkin aku kurang istirahat. Ayo, kita lanjut cari."Sophia menatap Diego yang linglung, mana mungkin dia berani membiarkan pria itu terus mencari."Kita pulang dan istirahat d
Tatapan Sophia menghangat dan dia sangat tersentuh.Sekarang, dia benar-benar tidak punya banyak uang dan tidak ingin membuat orang tuanya khawatir. Jadi, dia mengambil uang Diego terlebih dahulu, lalu membayarnya kembali setelah dia dapat gaji.Sophia mengambil uang itu, kemudian pergi untuk membuat sarapan.Anehnya, biasanya pada jam-jam seperti ini kedua orang tuanya sudah bangun, tetapi hari ini tidak satu pun dari mereka yang terlihat. Pintu kamar mereka pun tertutup rapat.Sophia mengira kedua orang tuanya masih beristirahat, jadi dia tidak tega mengganggu mereka.Setelah sarapan siap, Sophia pergi ke depan pintu kamar mereka, mengetuk pintu dan berkata, "Ayah, Ibu, bangun, ayo sarapan."Namun, setelah memanggil mereka beberapa kali, mereka tidak mendengar satu jawaban pun.Jantungnya berdebar kencang dan dia pun mendorong pintu kamar.Ketika pintu kamar terbuka, dia melihat bagian dalam kamar sudah dibersihkan dengan rapi. Semua barang terlipat rapi dan kamar dalam keadaan koson
"Kamu dengar sendiri, aku sudah jelasin sama dia." Reina menyimpan ponselnya kembali dan menatap mata Maxime tanpa sedikit pun rasa bersalah.Memang benar bahwa dia tidak memberikan sinyal apa pun kepada Ari, jadi dia tidak melakukan kesalahan apa pun.Sekelebat kerumitan melintas di mata Maxime. Dia mengangkat tangannya, ujung jarinya membelai wajah Reina."Aku mengerti. Istriku sangat luar biasa, wajar kalau ada yang menyukainya."Reina menjadi agak malu ketika tiba-tiba dipuji olehnya.Keduanya berdiri diam di tengah kerumunan, indah seperti sebuah lukisan."Salju turun, salju turun ...."Banyak orang di sekitar mulai berseru.Reina kembali tersadar dan menatap kepingan salju yang berjatuhan, bagian bawah matanya berkilau."Cantik sekali."Maxime menggenggam tangannya dan tetap berada di sisinya tanpa berbicara.Dia berharap waktu tetap berada di momen ini sekarang....Saat ini musim dingin, ada tumpukan salju di mana-mana.Beberapa orang menganggapnya indah, tetapi bagi sebagian o
"Baguslah kalau kamu mengerti," kata Imran.Ari tidak ingin berbicara dengan mereka lagi dan melangkah menuju kamarnya.Retno mencoba mengejarnya untuk menjelaskan, tetapi Imran menghentikannya."Biarkan dia sendiri dan merenungkan semuanya. Sebagai orang tua, kita nggak bisa mendiktenya seumur hidup."Mata Retno berkaca-kaca dan mengangguk kaku. "Ari sangat hebat, kenapa dia nggak memilih gadis baik-baik, menikah dan memulai sebuah keluarga?""Kalau tahu begini, seharusnya aku nggak membiarkannya terjun ke dunia hiburan." Imran selalu memandang rendah industri aktor. "Jadi dokter sepertiku dan menikah dengan wanita dengan profesi yang sama, bukankah itu bagus?"Keduanya tidak bisa memahami pikiran anak muda saat ini, jadi mereka membiarkannya.Ari tinggal sendirian di kamar, mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Reina, tetapi Reina tidak bisa dihubungi.Entah sudah berapa lama dia tinggal di dalam kamar, tetapi melihat hari sudah mulai gelap, dia tidak bisa menahan diri lagi dan
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa