"Kamu dengar apa?"Joanna sangat prihatin dengan semua urusan putranya.Syena sengaja membuatnya penasaran, "Ah, nggak apa-apa. Pasti itu bohong, Morgan bukan orang seperti itu."Joanna jadi makin penasaran."Ada apa sih? Cepat kasih tahu Bibi."Syena kemudian perlahan berkata, "Kudengar dulu kakak ipar menyukai Morgan dan bahkan jatuh cinta padanya."Kata-kata ini bagaikan petir di telinga Joanna.Joanna yang awalnya tidak menyukai Reina, sekarang jadi sangat marah ketika mendengar Reina punya perasaan pada putra bungsunya."Dasar wanita gatal!" kata Joanna dingin.Syena memegang tangannya, "Bibi, jangan marah.""Sebenarnya aku nggak percaya kalau Morgan jatuh cinta padanya. Aku cuma khawatir ....""Khawatir tentang apa?""Aku khawatir ... kakak iparku nggak puas." Mata Syena penuh dengan kekhawatiran, "Awalnya aku nggak mau ngomong, tapi karena kita sudah bahas ini, sepertinya aku harus cerita.""Terakhir kali, aku melihat kakak ipar meminta Morgan menemuinya sendirian. Aku nggak tah
Reina terbangun di pelukan Maxime.Dia melihat sekeliling dan bingung saat mendapati Riki tidak ada di sampingnya.Gerakan kecil Reina membuat Maxime terbangun dan dia menarik Reina ke dalam pelukannya lagi."Sudah bangun?""Di mana Riki?""Kemarin kupikir tempatnya terlalu kecil, jadi aku tidurin dia di kamar tamu." Maxime berkata tanpa mengubah ekspresinya.Reina melihat ke tempat tidur besar yang lebarnya lebih dari dua meter.Reina bersiap-siap bangkit berdiri.Lengan kuat Maxime yang melingkar di pinggangnya menjadi semakin erat, Maxime menelan ludah dan berkata, "Ayo bobo lagi."Reina mengenakan piyama tipis, keduanya sangat dekat sehingga mereka bisa merasakan suhu tubuh satu sama lain."Nggak, aku udah nggak ngantuk."Dia berusaha menyingkirkan tangan Maxime.Maxime membungkus tangan kecil Reina dengan punggung tangannya."Nurut."Dia mendekat ke telinga Reina dan berbisik.Suara mendesah dan napas panas pria itu terdengar di telinganya, membuat Reina gemetar.Reina mengangkat
Riki menerima jawaban itu, pantas saja ibunya tidak segampang itu punya bayi.Walaupun sebenarnya tidak tahu banyak tentang hal ini.Selagi Riki memikirkannya, Reina sudah mengenakan pakaiannya dan keluar dengan wajah memerah."Ekki, kok kamu ke sini?"Ekki berbohong dan berkata, "Ada hal yang harus kutanyakan sama Pak Maxime."Reina mengangguk dan membawa Riki ke bawah dengan malu-malu.Maxime dan Ekki mengobrol sebentar, lalu keduanya pergi keluar rumah.Reina tidak menanyakan apa yang akan mereka lakukan.Di luar rumah, Ekki melaporkan kemajuan proyek yang mereka rebut dalam beberapa bulan terakhir.Setelah mendengarkan semuanya, Maxime berkata, "Kamu sudah bekerja keras untukku akhir-akhir ini. Besok malam Tahun Baru, hari ini istirahatlah."Ekki terkejut ketika mendengar ini.Karena baru pertama kali ini dia mendengar atasannya mengucapkan terima kasih atas kerja kerasnya.Apakah dunia benar-benar berubah?"Ah nggak, memang sudah kerjaanku." Ekki tersanjung dan kehilangan kewibawa
Alana hanya mengernyit saat mendengarkan orang-orang di dalam menertawakannya, "Jovan, Kakek memintamu pulang makan malam."Suasana seketika jadi hening.Semua orang menatap Alana dengan bingung lalu mencerna kata-katanya.Pulang makan?Mereka semua tersadar dan tertawa terbahak-bahak.Tuan muda Keluarga Tambolo dipanggil pulang untuk makan oleh seorang wanita?Ekspresi Jovan semakin berubah dan ingin berpura-pura tidak mengenalnya.Alana terlalu malas untuk mengulang kata-katanya, dia pun melirik pada Riko di sebelahnya.Riko terpaksa bicara, "Kata Kakek besok adalah malam Tahun Baru. Kalau terlambat pulang, selamanya nggak usah pulang."Setelah itu Riko menoleh pada Alana dan berkata, "Ma, kita sudah menyampaikan pesan Kakek, ayo pulang."Alana mengangguk.Tapi sebelum pergi, Alana memelototi teman-teman Jovan yang hadir dan berseru dengan mantap."Keluarga Crisie memang keluarga biasa, tapi kami nggak pernah ingin naik pangkat dengan mendekati Keluarga Tambolo. Keluarga Tambolo-lah
Alana tidak bisa berhenti bicara."Nana, sebenarnya kamu salah mengira dia adalah Morgan, jadi kamu selalu mengira dia nggak mencintaimu dan bajingan.""Lagian kalian berdua itu awalnya dua orang asing yang saling nggak punya perasaan, mana mungkin dia punya perasaan ke kamu?""Satu-satunya kesalahan yang dia lakukan cuma nggak seharusnya dia melimpahkan semua kesalahan ibu dan adikmu ke kamu.""Dengan kata lain, dia cuma pria kaya dengan harga diri yang terlalu tinggi. Dia bukan bajingan."Alana jadi lega saat terpikir hal ini.Reina juga mendengarkan dengan seksama, "Ya, aku sudah tahu."Tapi Alana mengubah topik pembicaraan, "Tapi selain kehilangan ingatannya, dia juga buta. Nana, kamu pasti susah kalau hidup sama dia."Bagaimana orang buta bisa menghasilkan uang.Alana menjadi khawatir lagi."Nana, pokoknya kamu nggak boleh gelap mata karena dia tampan ya. Menurutku Revin lebih baik dari dia."Reina tidak terlalu terkejut dengan Alana yang punya pemikiran yang berubah-berubah karen
"Alana, sudah jangan mikir macam-macam. Kakek menghargaimu sebagai pribadi. Bahkan kalau nanti kamu dan Jovan nggak punya anak, Kakek cuma akan mengakuimu sebagai cucu menantuku," lanjut Tuan Besar Jacob.Alana belum pernah dihargai oleh orang lain seperti hari ini, dia sangat terharu, "Kek, terima kasih."Dengan kondisi seperti ini, kalau dipikir-pikir sebenarnya tidak masalah menikah dengan Keluarga Tambolo.Orang tua Jovan meninggal dalam usia muda, Alana tidak akan punya konflik apa pun dengan mertua. Di rumah ini hanya ada Tuan Besar Jacob dan sebagai kakek dia memperlakukannya dengan sangat baik."Jangan sungkan, sama Kakek sendiri kok."Alana pun memberanikan diri mengucapkan hal yang dipendamnya, "Kek, boleh nggak besok aku ketemu teman?""Boleh, tapi Riko nggak ikut ya? Aku sudah janji sama teman-temanku mau mengenalkan Riko, cicitku yang pintar. Mereka sengaja datang dari jauh soalnya.""Oke."Alana juga ingin bicara dengan Maxime sendirian....Hari berikutnya.Di luar hujan
Alana keluar dari mobil sambil mengumpulkan keberanian berjalan menghampiri Maxime."Pak Max."Maxime berdiri diam dan langsung ke pokok permasalahan, "Ada apa?"Alana yang sudah menyusun kata-kata juga langsung berkata."Nana itu anaknya polos, baik dan sederhana. Alasan kenapa dia begitu baik padamu beberapa bulan terakhir ini adalah karena kamu kehilangan ingatan dan buta, bukan karena cinta. Tolong jangan salah paham."Maxime sedikit mengernyit."Terus?""Tolong tinggalkan Nana dan berhenti mengganggu Nana, ngerti?" Alana mengepalkan tangannya, mencoba membuat dirinya terlihat lebih percaya diri.Maxime tampak tenang, "Kalau nggak?"Dia akhirnya berhasil membuat Reina setuju untuk memulai kembali, mana mungkin dia mau menyerah begitu saja?Alana terkejut, dia tidak menyangka Maxime akan tetap keras kepala walau kehilangan ingatannya."Apa menurutmu Nana bisa bahagia tinggal bersamamu sekarang? Kamu buta dan nggak bisa ngurus diri sendiri. Bagaimana kamu bisa merawat dia dan anak-an
"Bukan apa-apa, dia cuma mau aku bersikap baik ke kamu." Maxime menjawab.Dia sama sekali tidak takut dengan ancaman Alana, tapi Maxime tidak yakin siapa yang lebih penting bagi Reina, Maxime atau Alana.Saat itulah Reina menyadari Alana pasti melakukan hal ini karena apa yang mereka bahas kemarin yang membuat Alana gelisah."Pangsitnya sudah matang, ayo makan."Reina menatap ke arah mobil Alana pergi sekilas sebelum ikut masuk ke rumah.Saat makan pangsit.Maxime memberi tahu Reina dia sudah membuka perusahaan baru.Kedatangan Alana hari ini, membuatnya mengerti dia harus berpura-pura terlihat miskin agar kebohongannya terlihat alami."Perusahaan apa?" tanya Reina."Perdagangan luar negeri."Dulu Grup Rajawali perlahan mulai berkembang setelah Maxime meningkatkan perdagangan luar negeri.Reina masih ingat betapa sulitnya Maxime pertama kali memulai negosiasi bisnis dengan orang-orang dari luar negeri.Para orang asing dan orang dalam negeri semuanya menindasnya karena usianya yang mas
Akhirnya, Sophia merasa lega setelah berhasil meyakinkan orang tuanya untuk kembali ke rumah sakit. Dalam perjalanan pulang, dia menggenggam erat tangan ayah dan ibunya, tidak mau melepaskannya."Dokter bilang kalau penyakit kalian disebabkan karena kelelahan jangka panjang. Selama kalian menerima perawatan satu atau dua tahun, kalian bisa pulang dengan sehat."Sophia tersedak, lalu melanjutkan, "Sekarang, pengobatan tinggal setengah tahun lagi, lalu kita bisa hidup dengan baik. kalian jangan pernah punya pikiran buat melarikan diri lagi.""Ya." Erna menghibur dan memeluknya dengan lembut, "Maafkan Ibu karena sudah membuatmu khawatir, Nak."Robi juga berkata, "Kali ini Ayah dan Ibu memang salah, kami minta maaf sama kalian."Sophia tersenyum. "Lain kali kalian nggak boleh seperti ini lagi.""Hmm, ya." Robi mengangguk berulang kali, nadanya lembut.Diego yang duduk di kursi depan menatap Sophia, Erna dan Robi yang terlihat bahagia, entah kenapa jadi teringat masa kecilnya.Dia teringat
Reina langsung menghubungi Diego setelah meminta pengawal itu mengirimkan alamat hotel di mana keduanya berada.Saat itu masih pagi sekali.Diego dan Sophia masih berada di luar.Ketika Diego menerima telepon itu, bagian bawah matanya berbinar. "Kak, terima kasih banyak, kamu benar-benar sangat membantuku."Reina tidak banyak bicara saat mendengar ucapan terima kasihnya."Cepat pergi dan jemput mereka kembali. Selain itu, perlakukan temanmu itu dengan baik.""Ya, ya, ya."Diego langsung mengiakan. Karena cuaca terlalu dingin, jadi suaranya sedikit bergetar.Setelah menutup telepon, Diego langsung memberi tahu Sophia."Ayo, aku tahu di mana Om sama Tante."Wajah Sophia pucat, pipinya memerah karena kedinginan. Dia mencoba mengucapkan terima kasih, tetapi ia terlalu dingin untuk berbicara.Diego segera menghentikan taksi.Keduanya duduk di dalam, penghangat di dalam mobil sangat memadai, membuat tubuh Sophia menghangat. Dia berkata, "Di mana orang tuaku sekarang? Apa mereka baik-baik saj
Reina sedikit tidak percaya saat mendengar itu.Teman Diego? Bukankah itu wanita yang bernama Sophia?Sekarang, Diego tidak punya uang atau kedudukan, teman-temannya dulu sudah mengabaikannya."Ya, berikan informasi orang tua temanmu, aku akan menyuruh seseorang mencarinya.""Ya, terima kasih, Kak. Kamu benar-benar sangat baik."Diego tidak pernah berterima kasih pada Reina setulus hari ini.Bahkan jika Reina pernah melunasi tagihannya, rasa terima kasihnya kepada Reina tidak sebanyak hari ini.Reina juga mendengar ketulusan di dalam suaranya, masih belum percaya bahwa pria itu benar-benar telah berubah."Kita masih belum menemukannya, jadi jangan bilang makasih dulu.""Hmm, baiklah."Setelah menyelesaikan panggilan, Diego menemui Sophia, meminta informasi orang tua Sophia dan sebagainya.Setelah Reina melihatnya, dia menyadari bahwa semuanya seperti yang dia duga. Teman yang dimaksud Diego adalah Sophia."Aku mau tanya sesuatu," kata Reina."Kak, tanya saja.""Kenapa demi seorang tema
Diego membungkuk dan berjongkok di sisi Sophia, menghiburnya dengan lembut, "Jangan terlalu sedih, Tante sama Om bakal baik-baik saja, ayo kita cari lagi. Kamu nggak boleh terlalu sedih, nanti kamu nggak bakal punya kekuatan buat cari Om sama Tante."Mendengar perkataannya, Sophia perlahan-lahan menjadi tenang."Ya, aku harus tenang, harus tetap tenang.""Hmm." Diego mengangguk. "Ayo cari lagi.""Ya."Namun, ketika Diego baru melangkah beberapa langkah ke depan, tiba-tiba pandangannya menghitam dan tubuhnya jatuh ke bawah.Sophia bergerak cepat untuk menopangnya, menahannya tepat sebelum Diego jatuh ke aspal."Diego," teriak Sophia.Diego menjawab dengan gugup, "Ada apa?""Barusan kamu hampir jatuh." Sorot mata Sophia penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran.Diego mengusap-usap kepalanya. "Hah? Aku nggak sadar, mungkin aku kurang istirahat. Ayo, kita lanjut cari."Sophia menatap Diego yang linglung, mana mungkin dia berani membiarkan pria itu terus mencari."Kita pulang dan istirahat d
Tatapan Sophia menghangat dan dia sangat tersentuh.Sekarang, dia benar-benar tidak punya banyak uang dan tidak ingin membuat orang tuanya khawatir. Jadi, dia mengambil uang Diego terlebih dahulu, lalu membayarnya kembali setelah dia dapat gaji.Sophia mengambil uang itu, kemudian pergi untuk membuat sarapan.Anehnya, biasanya pada jam-jam seperti ini kedua orang tuanya sudah bangun, tetapi hari ini tidak satu pun dari mereka yang terlihat. Pintu kamar mereka pun tertutup rapat.Sophia mengira kedua orang tuanya masih beristirahat, jadi dia tidak tega mengganggu mereka.Setelah sarapan siap, Sophia pergi ke depan pintu kamar mereka, mengetuk pintu dan berkata, "Ayah, Ibu, bangun, ayo sarapan."Namun, setelah memanggil mereka beberapa kali, mereka tidak mendengar satu jawaban pun.Jantungnya berdebar kencang dan dia pun mendorong pintu kamar.Ketika pintu kamar terbuka, dia melihat bagian dalam kamar sudah dibersihkan dengan rapi. Semua barang terlipat rapi dan kamar dalam keadaan koson
"Kamu dengar sendiri, aku sudah jelasin sama dia." Reina menyimpan ponselnya kembali dan menatap mata Maxime tanpa sedikit pun rasa bersalah.Memang benar bahwa dia tidak memberikan sinyal apa pun kepada Ari, jadi dia tidak melakukan kesalahan apa pun.Sekelebat kerumitan melintas di mata Maxime. Dia mengangkat tangannya, ujung jarinya membelai wajah Reina."Aku mengerti. Istriku sangat luar biasa, wajar kalau ada yang menyukainya."Reina menjadi agak malu ketika tiba-tiba dipuji olehnya.Keduanya berdiri diam di tengah kerumunan, indah seperti sebuah lukisan."Salju turun, salju turun ...."Banyak orang di sekitar mulai berseru.Reina kembali tersadar dan menatap kepingan salju yang berjatuhan, bagian bawah matanya berkilau."Cantik sekali."Maxime menggenggam tangannya dan tetap berada di sisinya tanpa berbicara.Dia berharap waktu tetap berada di momen ini sekarang....Saat ini musim dingin, ada tumpukan salju di mana-mana.Beberapa orang menganggapnya indah, tetapi bagi sebagian o
"Baguslah kalau kamu mengerti," kata Imran.Ari tidak ingin berbicara dengan mereka lagi dan melangkah menuju kamarnya.Retno mencoba mengejarnya untuk menjelaskan, tetapi Imran menghentikannya."Biarkan dia sendiri dan merenungkan semuanya. Sebagai orang tua, kita nggak bisa mendiktenya seumur hidup."Mata Retno berkaca-kaca dan mengangguk kaku. "Ari sangat hebat, kenapa dia nggak memilih gadis baik-baik, menikah dan memulai sebuah keluarga?""Kalau tahu begini, seharusnya aku nggak membiarkannya terjun ke dunia hiburan." Imran selalu memandang rendah industri aktor. "Jadi dokter sepertiku dan menikah dengan wanita dengan profesi yang sama, bukankah itu bagus?"Keduanya tidak bisa memahami pikiran anak muda saat ini, jadi mereka membiarkannya.Ari tinggal sendirian di kamar, mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Reina, tetapi Reina tidak bisa dihubungi.Entah sudah berapa lama dia tinggal di dalam kamar, tetapi melihat hari sudah mulai gelap, dia tidak bisa menahan diri lagi dan
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa