Kedua pria itu menunggu sambil mengobrol."Si Reina itu beruntung banget sih? Ternyata dia nona Keluarga Yinandar." Putra bungsu Nyonya Liz berkata, "Kalau tahu dari awal, harusnya kita baik-baikin dia."Putra sulung Nyonya Liz juga mengangguk berulang kali, "Ya, semoga kita belum terlambat."Dia terdiam dan secercah harapan muncul lagi di matanya."Coba putriku bisa bekerja di Grup Yinandar."Umumnya para pekerja di Grup Yinandar berasal dari universitas ternama dalam hal kualifikasi akademik.Putri dari anak sulung Nyonya Liz juga belajar di universitas ternama, bayar pula.Putra bungsu Nyonya Liz juga mengangguk berulang kali, "Ya, bagus banget sih kalau anak kita kerja di sini. Hahh, ini semua salah ibu. Kenapa pula dia menyinggung perasaan Reina? Dia nggak bisa baca situasi ya?"Makin mengobrol, mereka makin mengandai-andai masa depan.Vior yang baru kembali ke kantor setelah berhasil mendapat sebuah kesepakatan bisnis, awalnya ingin memberi tahu Reina kabar bahagia ini. Namun, ke
Di kantor CEO.Resepsionis sudah menelepon Sisil.Sisil tahu Vior telah membawa orang Keluarga Libera dan hendak menghentikannya.Reina pun menghentikannya, "Nggak apa-apa, nggak ada gunanya menghentikannya sekarang.""Oke."Benar saja, tidak lama kemudian, Vior membuka pintu dan masuk dengan senyuman lebar."Kak Nana, kesepakatan bisnisku berhasil lho."Reina berdiri, "Hebat, Vior memang hebat."Saat bicara, mata Reina spontan tertuju pada dua paman yang mengikuti Vior.Kedua putra Nyonya Liz tersenyum saat sadar Reina menatap mereka."Nana, ternyata kamu ada di kantor." Putra tertua Nyonya Liz berkata, "Tadi resepsionis bilang kamu nggak di tempat."Reina mengabaikan mereka berdua dan berkata pada Vior, "Vior, kamu istirahat dulu gih. Kan sudah kerja keras."Vior menggeleng, dia belum sadar ada yang salah di sini."Nggak masalah. Kak, tolong kasih aku lebih banyak proyek dong. Aku yakin kalau makin banyak proyek berhasil, kita akan makin besar."Sisil yang bisa membaca situasi langsu
Kedua pria itu langsung terdiam lagi.Saat Reina masih kecil, mereka bahkan tidak pernah membelikannya permen. Mereka seperti orang asing, jasa membesarkan dari mana?Putra sulung Nyonya Liz tampak sedikit murung, "Kamu jangan ngomong gitu dong, mungkin kami nggak membesarkanmu secara langsung, tapi adik kami 'kan sudah membesarkanmu. Kalau bukan karena dia, kamu akan mati membeku di jalanan. Kamu nggak lupa akan hal ini, 'kan?"Reina sudah tahu mereka akan mengatakan hal itu.Reina duduk dengan tatapan kosong."Aku nggak ada hubungan apa pun sama Keluarga Libera, aku sudah balikin nyawaku ke Treya. Alasan kenapa aku bisa hidup sampai sekarang nggak ada hubungannya sama kalian.""Kalau kamu mau menggunakan masalah ini untuk menindasku, maaf. Aku nggak sebodoh dulu."Reina berujar dengan tegas.Putra sulung Nyonya Liz mau mengatakan sesuatu yang lain, tetapi dihentikan oleh adiknya.Putra bungsu Nyonya Liz jauh lebih pintar. Dia paham sekarang bukan momen yang tepat untuk memaksa Reina.
"Gimana caranya?" Putra sulung Nyonya Liz mengernyit, "Mereka semua sudah kayak anjing gila. Mereka bukan cuma balikin barang yang sudah dibeli, mereka bahkan ngasih penilaian buruk ke barang yang sudah lama banget mereka beli."Putra bungsu Nyonya Liz menghela napas, "Ya sekarang mau gimana lagi? Kita cuma bisa buat pernyataan maaf di depan publik."Sore itu.Kedua orang tersebut mengadakan konferensi pers dan memposting video permintaan maaf di internet."Netizen yang terhormat, maaf sudah membuat kekacauan ini. Kami minta maaf pada semua netizen dan Bu Reina. Ini semua salah kami yang tidak mengontrol ibu kami dengan baik dan membuat kalian semua mempunyai opini buruk padanya ...."Kedua putra Nyonya Liz meminta maaf di depan umum.Begitu mereka meminta maaf, emosi netizen mulai mereda."Yang salah orangtua, yang minta maaf anaknya.""Untung saja anaknya tahu diri.""Kalian polos banget. Menurutku, justru mereka baru keluar minta maaf karena kejadiannya jadi seheboh ini.""Ya, kenap
Tia turun dari mobil dan mengikutinya.Sudah bertahun-tahun dia tidak bertemu Reina, dia hanya melihat wajah Reina dari internet.Wajah Reina tidak banyak berubah, auranya yang banyak berubah.Tia mengikuti Reina ke mal.Reina dan Sisil sedang memilih pakaian untuk diri sendiri dan semua keluarga.Sisil melihat rok yang sangat indah dan langsung memanggil Reina."Bos, menurutmu rok ini gimana? Menurutku bagus sih, cocok untukmu." Sisil melepas rok itu dari gantungan dan menyerahkannya pada Reina.Namun, sebuah tangan tiba-tiba merebut rok itu.Siapa lagi orangnya? Tentu saja Tia.Tia mengambil rok itu dan melihatnya sejenak. Memang bagus.Sisil merasa tidak senang, "Nyonya, aku duluan yang melihat rok ini."Tia pura-pura bingung saat mendengar kata-katanya."Oh, benarkah? Kok aku nggak tahu? Lagian memangnya kenapa? Toh kamu belum bayar.""Kurang ajar banget!" Sisil mengernyit, tapi dia tidak tahu bagaimana menyangkal Tia.Reina yang datang menghampiri langsung mengenali Tia."Tia?" pa
Tia tampak bangga dan berkata pada Reina, "Nana, menurutku gaun itu lebih cocok untukku."Reina masih terlihat tenang.Dia menjawab, "Ya sudah, aku cari yang lain."Reina berpura-pura memilih pakaian lagi dan mencari pakaian termahal di toko itu.Tia yang tidak sadar terus mengikuti Reina dengan bodoh.Begitu Reina diam sebentar di satu titik, Tia akan langsung minta pelayan membungkus semua baju di barisan itu.Di mata Tia, dia bisa membeli toko ini. Jadi pasti baju yang dijual di sini bukan barang mahal.Sisil tidak menyangka wanita ini begitu kompetitif, dia pura-pura kesal dan berkata, "Nona Tia, kenapa kamu ambil semua yang ditaksir bosku?"Tia mengangkat alisnya dan berkata, "Kayaknya kamu salah paham? Aku punya banyak baju, ngapain rebutan sama Nana? Aku beli soalnya menurutku baju ini cocok buatku."Setelah berkata demikian, dia menatap Reina lagi."Benar, 'kan Nana?"Tentu saja, Reina tidak menunjukkan kalau sebenarnya dia tidak peduli. "Yang penting kamu suka."Tia merasa pua
Barulah Tia sadar ada kejanggalan.Dia menatap Reina, lalu bertanya pada pelayan toko, "Tadi kamu panggil dia siapa?"Pelayan toko menjawab, "Ini Bu Reina, pemilik mal kami. Apa Nona Tia mengenalnya?"Sisil hampir saja tertawa lepas, untuk dia masih bisa menahan dan berkata."Bos, aku benar-benar nggak menyangka bakal ketemu pelanggan yang begitu murah hati, padahal cuma mau lihat kondisi mal. Wah, beruntung banget.""Ya, terima kasih pada Nona Tia sudah jadi pelanggan yang dermawan."Setelah itu, Reina berkata pada pelayan toko, "Kamu buatkan kartu VIP buat Nona Tia ya, dia pasti akan senang datang belanja lagi di sini."Tia mematung di tempat.Dia tidak menyangka bahwa pusat perbelanjaan ini milik Reina dan dia sudah tertipu oleh Reina!Dia menarik napas dalam-dalam dan mengepalkan tangannya, "Aku mau balikin semua ini.""Maaf, kami tidak menerima pengembalian kecuali ada masalah kualitas. Semua tertulis di kontrak yang tadi Anda tandatangani."Baru pada saat itulah Tia ingat bahwa b
Tia terpaksa pulang meminta bantuan ayahnya.Namun begitu ayahnya tahu alasannya, Tia langsung dimaki habis-habisan."Bodoh! Masa beli baju sampai 11 miliar?""Ini semua salah Reina. Dia menjebakku, dia pikir aku nggak mampu beli. Dari kecil 'kan aku selalu lebih unggul, aku nggak boleh kalah dari dia.""Masih berani bicara ya kamu? Sekarang, dia itu CEO Grup Yinandar!"Putra sulung Nyonya Liz menghardik putrinya.Tia yang paham situasi pun berbisik, "Terus sekarang kita harus gimana? Ayah, pinjami aku uang 11 miliar dong, kalau nggak keluarga suamiku nggak akan tinggal diam.""Aku nggak punya uang! Kamu 'kan tahu situasiku sekarang? Nggak usah nambahin masalahku!"Putra sulung Nyonya Liz langsung menutup telepon.Ini adalah pertama kalinya Tia menghadapi situasi ini. Dia menelepon ibunya, tapi ibunya juga bilang tidak punya uang.Sekarang dia sadar betapa dirinya tidak berdaya. Tidak seharusnya dia bertindak seperti ini.Suami Tia masuk ke kamar dan saat melihat Tia berdiri diam, dia
Angin dingin menderu-deru di luar dan rintik air hujan mulai turun.Sisil menatap ke langit, matanya tidak lagi berbinar seperti dulu, sekarang malah terlihat kesepian.Reina datang ke sisinya dan memanggil, "Sisil."Sisil tersadar dari lamunannya dan menatap Reina."Hm? Ada apa Bos? Pangsitnya sudah matang?"Reina menghela napas, "Baru juga mulai masak, mana mungkin sudah matan?""Oh.""Kamu kenapa? Kok sedih? Kamu kangen Deron ya?" tanya Reina.Belakangan Deron izin mau pulang, katanya ada urusan. Tapi Reina tidak tahu apa urusannya dan tidak bertanya.Sisil terdiam lama sebelum berkata, "Kayaknya ... aku dan Deron nggak mungkin sampai pelaminan.""Kok kamu bilang gitu?" Reina bingung.Sisil menarik napas dalam-dalam, "Aku juga nggak tahu kenapa. Kita sudah lama pacaran tapi aku masih belum mengenalnya dengan baik. Aku nggak tahu di mana rumahnya, siapa anggota keluarganya atau siapa dia. Aku juga nggak tahu sebenarnya apa yang ada di pikirannya."Reina juga bingung bagaimana harus m
Liane tersenyum penuh arti saat melihat ruangan itu penuh dengan orang datang menanti kedatangannya."Terima kasih."Kelopak mata Liane terasa berat, dia hanya punya sedikit tenaga untuk mengobrol dengan orang-orang ini.Semua orang paham situasi Liane. Reina menyuruh suster mengantar Liane ke kamar untuk beristirahat.Riki ikut masuk ke kamar untuk menghibur Liane.Liane sedang berbaring di kasur, dia bahagia menatap Riki yang energik.Dia memanggil Reina dan berkata dengan lemah, "Meski hanya sebentar, Ibu merasa hidupku sangat bahagia."Reina menggenggam tangan Liane dan menyelimutinya."Ibu harus cepat sembuh supaya bisa main bareng sama keempat cucu ibu.""Oke."Liane kehilangan energinya, dia menutup matanya dan tertidur.Reina menatap wajah Liane yang sedang tidur cukup lama. Setelah itu dia menoleh menatap Riki dan berkata, "Riki, ayo keluar biar nenek bisa tidur nyenyak.""Oke."Riki mengangguk berulang kali dan mengikuti Reina keluar sambil berjinjit.Di lantai bawah, semua o
Reina merasa jika dia berhasil mengubah Diego, dia baru bisa menerima kebaikan Anthony tanpa rasa bersalah.Kalau Diego benar-benar tidak bisa berubah, maka Reina hanya akan membantu Diego untuk terakhir kalinya.Setelah selesai mengurus semuanya, Reina memejamkan mata dan hendak istirahat. Namun tiba-tiba ponselnya berdering, Maxime melakukan panggilan video.Reina mengangkat telepon itu dan terlihatlah wajah tampan Maxime di layar ponselnya.Reina mengernyit bingung, "Ada apa?"Sebelum Maxime menjawab, sebuah wajah kecil tiba-tiba muncul di layar ponsel Reina."Mama, rumah Mama pindah di rumah sakit ya?""Hah? Ya nggak lah. Mama 'kan di rumah sakit nemenin Nenek Liane. Nanti kalau nenek sudah sembuh, Mama juga pulang."Riki bukan anak tiga tahun, tentu dia tahu Reina berbohong."Mama, gimana kalau Mama bawa pulang nenek?" ucap Riki.Reina merasa tertekan.Sebenarnya, belakangan ini Liane juga sudah merengek ingin pulang.Kondisi Liane terlalu parah, tidak bisa disembuhkan. Daripada m
"Kamu ... kamu ngapain?" Adrian tergagap.Sepertinya Hanna baru sadar bahwa perbuatannya salah, jadi dia langsung melepaskan tangannya."Hmm ... aku nggak bermaksud melecehkanmu, jangan ambil hati ya." Hanna menjelaskan.Karena menunduk, Hanna tidak sadar kalau mata Adrian yang menatapnya memanas."Nona Hanna, kamu benar-benar nggak mengingatku?" Adrian tiba-tiba bertanya."Hah?" Hanna mengernyit bingung, "Kita sudah saling kenal sebelum ini?"Melihat ekspresi bingung di wajah Hanna, Adrian tahu bahwa Hanna pasti sudah melupakannya atau tidak mengingatnya."Nggak, mungkin aku salah ingat. Kalau nggak ada urusan lain, aku balik dulu."Adrian meninggalkan Hanna dan buru-buru berjalan ke halte.Hanna menatap punggung Adrian dari kejauhan, tapi tidak dapat mengingat di mana dia pernah melihatnya sebelumnya.Hanna menghela napas, "Hahh sudahlah, mendingan nggak cari gara-gara sama lelaki."Hanna trauma dengan kaum pria setelah beberapa kejadian kemarin.Hanna hampir ditipu beberapa kali dan
Hanna kembali ke tempat duduknya, berpura-pura tidak peduli dan berkata, "Sudahlah, dia bukan pelayan yang baik. Kita aja yang minum."Beberapa pelayan tampan lainnya mendatangi Hanna dan bertanya."Nona Hanna, kalau Adrian nggak mau menemani kalian minum, kami saja yang temani. Gimana?"Hanna hanya melirik dan langsung mengibaskan tangannya, "Nggak usah deh, aku nggak mau minum sendirian aja. Sana pergi."Para pelayan itu pun pergi dengan sungkan.Mereka tidak mengerti, apa bedanya mereka dan Adrian? Kenapa Hanna cuma mau ditemani Adrian dan menolak mereka?Mereka kembali ke ruang para pelayan di belakang dan saat melihat Adrian sedang mencuci gelas bir, mereka menyindirnya."Cih, dasar sok suci. Dari luar sih kelihatan kayak pria baik-baik, tapi ternyata dari awal sudah mengincar wanita kaya itu, 'kan?""Aku nggak nyangka ada pria yang begitu licik. Kamu sengaja ya membuat Nona Hanna memperhatikanmu?""Sudah kubilang trik rendahanmu ini mungkin berhasil buat sementara, tapi kalau Non
Hanna menatap Adrian. Sepertinya mereka pernah bertemu? Tapi di mana? Hanna tidak bisa mengingat Adrian.Hanna menyahut kesal, "Kamu meremehkanku? Hah?"Adrian tertegun sejenak, lalu menggeleng."Nggak, aku cuma mengingatkanmu aja."Adrian menjawab dengan sopan.Hanna menatap wajah tampan Adrian dengan kesal dan berkata, "Hei adik kecil, kamu meremehkanku ya? Kukasih tahu, aku itu nggak akan mabuk meski minum seribu cangkir juga."Adrian hanya menatap Hanna sesaat, lalu balik badan dan pergi tanpa mengucapkan apa-apa.Perilaku Adrian membuat Hanna semakin merasa terhina.Hanna langsung berdiri dan sebelum Reina dan Sisil sempat bereaksi, dia menyusul Adrian dan menghadangnya."Siapa namamu?"Adrian jelas tidak menyangka Hanna akan menanyakan namanya, jadi dia langsung menjawab, "Adrian.""Adrian?"Sejujurnya, nama ini sangat pasaran, mungkin banyak orang punya nama yang sama.Hanna berpikir lama sebelum berkata, "Adrian, hari ini kamu nggak perlu bekerja. Aku pesan kamu seharian ini, a
"Mmm ... Hanna." Sisil memanggilnya pelan.Hanna mengangguk berulang kali.Reina menatap dua temannya itu dan spontan tersenyum, "Oke, ayo masuk.""Oke."Mereka bertiga masuk ke dalam bersama-sama.Manajer klub langsung menyambut mereka karena dia mengenal Reina dan Sisil, teman baik istri bosnya.Karena manajer begitu menjaga Reina, para staf pun menoleh ke arah mereka dan mengenali salah satu dari kawanan Reina, Hanna.Salah satu staf menyenggol lengan rekan di sebelahnya dan mengejek, "Adrian, sudah jangan lihat dia terus. Mau kamu pelototi juga dia bukan milikmu. Sadar diri lah, kamu siapa, dia siapa?"Saat Adrian mendengar ucapan temannya, dia hanya bisa menunduk dan tidak berkata apa-apa.Rekan lainnya datang."Adrian, kemarin kan kamu sudah jadi pria sejati yang menyelamatkan si cantik. Perempuan yang kemarin kamu selamatkan itu dari Keluarga Sunandar, 'kan? Dia belum membalas kebaikanmu, 'kan? Keluarga Sunandar punya bisnis keluarga yang besar. Minta uang jajan aja sama mereka,
Ibu Hanna membawa selembar cek dan menandatanganinya.Hanna panik, "Ibu nggak usah ngasih dia sebanyak itu, kalau mau juga kasih satu miliar aja, anggap saja kita sedekah. Mereka itu memeras kita.""Diam!" Ibu Hanna menatap putrinya dengan dingin, "Masih belum cukup kamu bikin malu?"Ibu Hanna tahu Nyonya Liz ini bukan orang baik dan orang yang sulit dihadapi.Jadi Ibu Hanna lebih baik mengeluarkan uang sebanyak itu supaya bisa mengusir Nyonya Liz, dia tidak mau mengambil risiko reputasi Hanna di luar sana hancur.Hanna tidak punya pacar. Kalau Nyonya Liz merusak reputasi Hanna, Hanna makin sulit menemukan pasangan hidup.Nyonya Liz tidak menyangka dia bisa mendapat balik 80 miliar semudah itu. Nyonya Liz mengulurkan tangan untuk mengambil selembar cek itu, tapi ibu Hanna langsung menarik balik lembar cek itu."Kamu tanda tangan kwitansi ya, buat bukti kalau uang ini sudah kamu kembalikan. Jangan datang ke sini lagi buat minta uang sama kami."Nyonya Liz berkata tanpa malu-malu, "Ya, o
"Kalau putrimu bukan wanita yang seperti itu, tolong kembalikan padaku semua biaya yang Diego bayar saat mereka berkencan. Harusnya bagi kalian, puluhan miliar itu uang kecil, 'kan?" ucap Nyonya Liz.Puluhan miliar!Ibu Hanna membelalak tidak percaya.Meski baginya puluhan miliar memang bukan apa-apa ....Tapi tetap saja dia tidak rela mengeluarkan puluhan miliar untuk hal yang tidak jelas."Bibi Sari, panggil Hanna."Ibu Hanna menyuruh pelayan di sampingnya."Oke."Bibi Sari langsung naik ke lantai atas, mengeluarkan Hanna dari kamar dan menceritakan bahwa terjadi sesuatu di bawah.Saat Nyonya Liz mendengar bahwa Hanna akan datang, dia malah takut berhadapan dengan Hanna, sehingga dia merasa tidak nyaman.Ketika Hanna turun, dia melihat ke arah Nyonya Liz dan berpikir ibunya sedang mencari mak comblang untuknya lagi, "Ibu nyariin aku mak comblang lagi?""Mak comblang apa? Dia datang buat minta uang!""Minta uang?" Hanna terlihat bingung, "Uang apa?""Nona Hanna lupa ya? Aku nenek Dieg