"Duar!" Kembang api yang begitu terang menghiasi langit.Di samping Reina ada sepasang kekasih, di saat ini si gadis itu meraih tangan pacarnya dan berkata, "Kita harus bersama selamanya ya."Reina yang berada di belakang mereka tiba-tiba ingin pacaran.Sejak dia jatuh cinta pada Maxime, Reina menolak semua cinta pria di sekitarnya. Reina yang belum pernah pacaran langsung menikah dengan Maxime, jadi dia tidak tahu rasanya pacaran.Sambil menatap langit yang gelap, mata Reina tertutup kabut air mata dan dia berkata dalam hati, "Ayah, aku menyesal.""Aku menyesal menikahi Maxime, kenapa waktu itu aku bersikeras memilih seseorang yang nggak cinta sama aku."Pukul setengah sembilan, pertunjukan kembang api berakhir.Kerumunan pun bubar.Ketika Ekki pergi untuk menjemput Reina, Ekki melihat Reina berdiri sendirian di tepi sungai. Reina terlihat sangat kesepian.Ekki teringat dengan kata-kata tunangannya kemarin lusa, "Kalau kamu mencintai seseorang, harusnya kamu harus memberinya rasa aman
Di Vila Magenta.Setelah Reina menutup telepon dengan Alana, giliran Revin yang meneleponnya.Reina langsung mengangkatnya dan mendengar Revin berkata, "Hari ini aku menyuruh orang membawa Roy menemui Marshanda lagi."Jantung Reina berdetak kencang, jangan-jangan Marshanda memang benar-benar disakiti Roy?"Kamu tahu nggak ternyata Marshanda mau membunuh Roy. Kalau bukan karena anak buahku, Roy pasti sudah mati."Revin memberi tahu Reina bahwa dia membuat rencana supaya Roy mengetahui sifat asli Marshanda.Tapi pria bodoh itu tidak pernah mau memercayainya, bahkan hari ini Roy sengaja pergi ke rumah Marshanda.Awalnya Marshanda berpura-pura menyambut Roy dengan tulus, lalu wanita itu diam-diam memberinya obat tidur. Setelah Roy tertidur, Marshanda menyalakan gas supaya penyebab kematian Roy dianggap sebagai kecelakaan yang tidak disengaja.Sayangnya, Roy ditemukan dan ditolong oleh anak buah Revin.Marshanda sangat ketakutan sehingga dia mulai melukai dirinya sendiri. Marshanda bahkan m
"Jangan khawatir, biar aku yang urus," kata Revin.Erik tahu tindakannya ini percuma, jadi dia tidak terus membujuk Revin. "Hei, aku mau gosip. Tahu nggak si pacar Maxime itu lagi terluka. Kamu heran nggak sih, Maxime itu hebat banget dalam berbisnis, tapi kalau dalam urusan cinta mah, ah payah. Masa dia malah milih perempuan murahan begitu?""Aku nggak tertarik." Revin menjawab acuh tak acuh.Erik sadar dia sudah salah bicara, karena wanita pilihan Maxime bukan hanya Marshanda sebagai pacarnya, tetapi ada Reina juga, wanita yang dicintai Revin.Erik langsung mengubah topik, "Rencananya kamu mau pulang kapan?"Revin menatap ke luar jendela dengan tatapan yang dalam, "Nanti."Erik makin khawatir. Anggota Keluarga Lander lainnya yang tamak sedang mengawasi pergerakan Revin. Kalau Revin terlalu lama berada di Kota Simaliki, takutnya hak waris Keluarga Lander jatuh ke tangan orang lain....Di rumah sakit.Marshanda terbaring lemah dengan perban melilit lehernya dan wajahnya terlihat pucat
Dengan mata yang memerah, Maxime menggeledah seisi rumah seperti orang gila.Setelah membuka beberapa kamar dan tidak menemukan Reina, Maxime pun mengambil ponselnya dan hendak menyuruh orang untuk pergi menghalangi Reina yang mungkin ada di bandara. Untung saja Maxime pergi ke halaman belakang, dia mendapati Reina sedang duduk di kursi kosong. Hatinya yang tadi terasa sangat tegang pun langsung rileks.Reina menikmati angin sepoi-sepoi di luar karena tidak bisa tidur. Saat ini dia juga melihat sosok Maxime yang datang dengan sedikit panik.Reina pikir malam ini Maxime tidak akan pulang.Setelah saling bertatapan beberapa saat, Maxime berjalan menghampiri Reina dan memeluknya.Di bawah cahaya redup, Reina tidak sadar kalau mata Maxime saat ini memerah dan tidak tahu betapa cemasnya Maxime."Kenapa jam segini nggak ada di kamar?" tanya Maxime dengan suara serak.Reina merasa pertanyaan Maxime aneh."Kenapa jam segini aku harus ada di kamar?"Maxime tercekat.Maxime tidak tahu harus menj
Maxime membuang gengsinya jauh-jauh, lalu menangkup wajah Reina dan langsung menciumnya.Saat ini baru Reina sadar tangan Maxime terluka dan masih mengeluarkan darah.Reina tidak merasa bersalah, malah berusaha menghindarinya."Kamu lupa tadi aku bilang apa? Janji di antara kita nggak berlaku lagi."Bibir Maxime jatuh ke sisi wajah Reina, napasnya sudah terengah-engah.Maxime berusaha menjelaskan, "Aku berutang pada Marshanda dan aku harus membayarnya kembali."Berutang pada Marshanda ....Reina tercekat dan membalas, "Kalau gitu, memangnya kamu nggak merasa utang sama aku?"Marshanda menyelamatkan nyawa ibu Maxime.Sedangkan Reina juga telah menyelamatkan Maxime, kenapa Maxime berlaku tidak adil padanya?Maxime tidak tahu maksud Reina yang sebenarnya. Dia pikir utang yang Reina maksud adalah tentang sikap dinginnya selama pernikahan mereka."Aku janji mulai sekarang akan membangun hidup yang lebih baik sama kamu."Ini adalah pertama kalinya Maxime berkompromi dengan orang lain.Kalau
Akun Maxime diblokir? Ini pertama kalinya dalam sejarah.Ekki tidak menyangka Maxime akan langsung mengangkat telepon pagi-pagi buta begini."Sudah tahu siapa pelakunya?" Maxime hanya terkejut sesaat."Belum."Ekki terdiam sejenak, lalu berkata, "Ini terlalu tiba-tiba, kita tidak ada persiapan jadi waktu ketahuan, uangmu sudah hilang."Anehnya, orang yang memblokir akun Maxime hanya mengambil 7 triliun.Dengan keberanian dan keterampilan seperti itu, kenapa si pencuri tidak langsung meretas bank? Kenapa dia hanya memblokir akun Maxime? Kejadian ini seolah-olah menunjukkan pelakunya sengaja mengincar Maxime."Aku beri kamu satu hari untuk membereskan masalah ini."Maxime langsung menutup telepon.Sebenarnya tidak sulit untuk meretas akun seseorang, yang sulit adalah bagaimana cara mentransfer uangnya.Yang hilang dari rekening Maxime hanya berupa saldo, bukan berarti uang sebanyak itu berhasil ditransfer.Meski benar-benar hilang sekalipun, uang itu hanya seperti setetes air bagi Maxime
Alana dengan enggan menerima panggilan itu."Sampai mana?" Suara pria itu terdengar magnetis."Bentar lagi sampai."Setelah menjawab, Alana langsung menutup telepon dan meminta sopir untuk menepi.Kemudian, Alana berjalan ke restoran terdekat dengan sepatu hak tingginya.Jovan sudah memesan seluruh restoran. Waktu Alana masuk, di sana hanya ada Jovan dan para pelayan.Pria itu belum melepas jas putihnya, dia sedang duduk di dekat jendela dan menatap ke luar. Saat Jovan sedang tidak bicara, wajahnya tampak lembut dan tampan seperti yang diidamkan Alana.Alana buru-buru membuang muka, diam-diam mengutuk dirinya sendiri karena sudah seperti orang yang dimabuk cinta.Pria seperti ini tidak punya kelebihan lain yang bisa dibanggakan selain ketampanannya.Alana berjalan menghampirinya, "Pak Jovan."Jovan tersadar dari lamunannya dan menoleh. Dengan tinggi 1,65 meter dan wajah imutnya, Alana tampak seperti seorang mahasiswa yang baru saja lulus.Jovan mengamatinya dengan saksama sambil mengin
Di Vila Magenta.Matahari menyinari wajah Reina dan ketika Reina membuka matanya, Maxime sudah kembali ke sampingnya.Reina mendongak dan bertatapan dengan wajah tampan pria itu.Reina sedang menyadarkan diri saat Maxime sudah lebih dulu menariknya masuk dalam pelukannya lagi."Pagi."Bibir tipis Maxime mendarat di dahinya.Reina agak terkejut.Sepertinya Maxime sama sekali tidak ingat apa yang dia katakan.Reina refleks menghindar.Maxime menatap Reina dengan bingung. Lalu, dia meraih rahang Reina dan langsung menciumnya.Kali ini dia tidak mencium Reina dengan lembut seperti biasa, sebaliknya Maxime begitu mendominasi dan kasar.Reina mencoba mendorong Maxime, tapi gagal.Tepat ketika Maxime ingin mengambil tindakan lebih lanjut, terdengar suara telepon.Maxime mengerutkan kening.Siapa lagi yang mengganggu?Maxime mengulurkan tangan dan mendapati telepon yang bunyi adalah milik Reina. Maxime melirik layar ponsel dan mendapati Alana yang menelepon istrinya.Dengan kesal, Maxime menye
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu