Saat ini ada seseorang yang menatap Marshanda dengan tajam.Marshanda juga bisa merasakan tatapan tajam itu. Dia menoleh dan beradu pandang dengan mata gelap Jovan.Jovan tidak ada pekerjaan hari ini, jadi dia membawa beberapa kliennya untuk makan malam.Saat melihat ketidakberdayaan Marshanda, sorot mata Jovan terlihat angkuh.Marshanda sendiri malah melihat Jovan seperti seorang penyelamatnya. Dia buru-buru merangkak menghampiri Jovan dan menangis tersedu-sedu, "Jovan!"Marshanda bergegas menghampiri Jovan.Tapi pengawal di sekitar Jovan langsung menghentikan Marshanda.Wajah Marshanda basah karena air mata, dia masih berteriak, "Jovan! Jovan! Tolong dengarkan aku dulu."Jovan mengernyit.Klien di sampingnya bertanya, "Tuan Jovan, kamu kenal dia?"Jovan mengalihkan pandangannya."Mana mungkin aku kenal wanita kayak itu?""Ya, benar juga." Klien itu langsung tertawa dan minta maaf, "Aku salah ngomong. Sekali lihat kita juga tahu, wanita ini bukan orang baik. Dia pasti mau menjilatmu."
Saat ini Alana yang hamil muda hanya diam di rumah. Dua hari terakhir dia agak bingung karena Jovan pulang terlambat.Dia bertanya pada pelayan, tapi pelayan ragu-ragu dan tidak bisa menjawab apa pun.Kakek pun berkata, "Alana, Jovan 'kan suamimu. Kalau kamu mau tahu dia di mana, telepon saja atau cek langsung.""Kalau dia marah atau nggak mau ngaku, bilang sama Kakek, nanti biar Kakek yang hukum dia."Alana bukanlah orang yang suka ingin tahu, tapi sejak hamil dia selalu merasa khawatir.Mungkin karena sedang hamil bayi Jovan, Alana selalu mengkhawatirkan saat Jovan sendirian di luar.Dia takut kalau ternyata Jovan kecelakaan atau terancam bahaya lainnya."Oke."Melihat Tuan Besar Jacob bersedia mendukungnya, Alana pun tidak banyak berpikir dan menelepon Jovan.Saat ini, Jovan belum beranjak dari Klub Beautide."Alana? Kenapa?" Jovan melunakkan suaranya saat mengobrol dengan istrinya."Sekarang kamu di mana?" Alana bertanya.Jovan melihat sekeliling, takut Alana berpikir macam-macam,
Alana menghela napas sedikit, "Jangan khawatir Nana, aku cuma kesal aja, tapi masih tenang kok."Alana menghela napas, "Aku nggak suka aja. Aku lagi hamil anak dia, dianya malah kayak gitu."Reina tidak tahu bagaimana menghibur Alana.Alana berkata lagi, "Nana, aku boleh nyamperin kamu nggak?""Oke, aku jemput." Reina tahu suasana hati wanita hamil akan terlalu berfluktuasi, Reina khawatir sesuatu akan terjadi pada Alana."Nggak perlu, aku sudah di mobil, sudah jalan kok." Suara Alana terdengar agak terisak.Dia benar-benar tidak ingin tinggal di rumah dan menonton kebohongan Jovan.Reina tidak menyangka Alana akan bertindak begitu tegas dan langsung pergi begitu saja.Reina pun menjawab, "Kalau gitu aku tungguin di pintu masuk ya.""Oke."...Di sisi lain, Jovan melihat sebuah toko bunga di pinggir jalan dalam perjalanan pulang.Dia minta sopir berhenti dan berlari keluar untuk membeli sebuket besar bunga-bunga indah berbagai warna.Setelah kembali ke dalam mobil sambil membawa sebuke
Jovan tidak dapat menemukan Alana di mana pun. Dia langsung keringat dingin dan buru-buru bertanya pada Riko dan lelaki tua itu.Tuan Besar Jacob sengaja tidak memberi tahu Jovan karena dia ingin memberikan pelajaran bagi Jovan."Ya nggak tahu, dia ada di kamar kok. Ke toilet kali, kamu sudah cari di toilet belum?" tanya balik Tuan Besar Jacob.Jovan mengernyit, "Dia nggak ada di rumah.""Aneh." Tuan Besar Jacob pura-pura cemas, "Terus ngapain kamu masih diam di sini? Cepat sana cari Alana! Ingat ya, dia lagi hamil. Kalau sampai kenapa-kenapa, kamu harus tanggung jawab!"Riko ikut menimpali, "Kayaknya Tante Alana nggak begitu senang hari ini. Apa dia kabur dari rumah?"Jovan panik setengah mati.Dia langsung pergi mencari Alana.Di sisi lain, Alana sudah tiba di rumah sakit. Alana menjenguk Liane sebentar, lalu Reina izin pada Liane untuk tidur dengan Alana malam ini."Alana, sini. Kamu sudah ngomong sama keluarga kalau kamu ke sini?" bisik Reina.Alana menggeleng, "Nggak, aku keluar d
Kalimat terakhir Maxime membuat ganjalan di hati Jovan terangkat."Kak Max, maksudnya si Alana lagi sama Kak Reina?""Ya." Maxime melihat sepertinya Jovan tidak menanggapi kata-katanya dengan serius, jadi Maxime mengingatkannya lagi, "Jo, dulu waktu masih lajang kamu boleh sih main-main. Tapi sekarang 'kan kamu sudah menikah, bentar lagi punya anak pula. Lain kali hati-hati lah."Jovan sudah berada dalam mobil, "Kak Max ngomong apaan? Aku sudah nggak kayak dulu tahu, main-main apanya?""Bagus deh kalau nggak.""Jadi sekarang si Alana ada di rumah sakit?" Jovan kembali bertanya."Ya."Setelah Maxime menjawab, dia menutup telepon.Hari ini Maxime harus tidur sendirian lagi.Jovan langsung pergi ke rumah sakit untuk mencari Alana.Dalam perjalanan ke sana, dia merenungkan ucapan Maxime, lama sekali.Jangan-jangan Alana salah paham?Jovan menepuk keningnya sendiri, "Bodoh banget aku! Si Alana pasti dengar suara Marshanda tadi."Jovan langsung menelepon asistennya dan meminta asistennya men
Alana sudah tidak marah, tapi dia tetap bertanya, "Terus kok kamu nyariin dia?""Ya aku mau mastiin kondisi dia lah. Aku sudah nyuruh orang periksa kondisi kejiwaan dia. Kalau dia beneran gila, ya sudah. Tapi kalau dia cuma pura-pura, awas aja!" Jovan menjelaskan.Setelah itu Jovan menatap Alana dan berkata, "Alana, dulu tuh aku ditipu habis-habisan sama dia, kamu tahu, 'kan? Kalau dari awal aku tahu orang yang menyelamatkanku itu Kak Reina, ngapain aku bantuin si Marshanda?""Sekarang tuh aku cuma mau mastiin dia dapat pelajaran yang setimpal."Alana mendengarkan, setelah terdiam cukup lama, dia berkata pada Jovan, "Maaf aku sudah salah paham. Kupikir kamu lagi gatel sama wanita lain."Jovan pun menggoda istrinya, "Kamu ... cemburu yah?"Wajah Alana langsung memerah."Cih! Ya nggak lah! Aku tuh kesal. Kesal karena dikhianati kamu, kesal karena aku nggak punya mata makanya bisa ketipu sama kamu!""Iya, iya. Sudah nggak usah marah ya, nggak baik ibu hamil marah-marah." Jovan pun memeluk
Melisha mengulurkan tangannya, tetapi Reina tidak menjabatnya kembali, malah menatap Melisha dengan acuh tak acuh, "Ada urusan apa, Nona Melisha?"Melisha memasukkan tangannya ke dalam sakunya dengan malu, lalu berkata sambil tersenyum, "Nggak apa-apa. Aku cuma dengar si Syena sudah pasti dipenjara ya? Jadi aku datang buat ngasih kamu selamat."Reina tahu Melisha pasti tidak punya niat baik.Selama periode ini, Melisha dan ayah mertuanya tidak menonjolkan diri.Namun kejanggalan ini justru di mata Reina, makin menandakan situasi bahaya."Terima kasih. Kalau nggak ada urusan lain, aku kerja dulu." Reina mengangkat kakinya dan hendak pergi.Melisha yang sigap langsung meraih pergelangan tangan Reina, "Nana, kita 'kan keluarga, kamu nggak perlu bersikap dingin begini, 'kan?"Sekarang Melisha baru menganggapnya keluarga?"Sebenarnya kamu mau apa?" Reina tidak sabar."Kesehatan Tuan Besar Latief belakangan memburuk. Dia minta aku nyari kamu dan Max buat kumpul-kumpul. Malam ini bisa datang
Ayah Maxime tinggal di luar negeri dan belum kembali.Joanna mengernyit, "Kak, kamu 'kan tahu Daniel butuh waktu buat ke sini, paling nggak butuh dua jam."Aarav mendengus dingin."Ya kalau gitu kita bicara lagi pas dia balik. Kamu itu orang luar, mendingan nggak usah ikut campur."Joanna mengertakkan giginya dengan marah, "Gimana juga aku sudah melahirkan dua putra buat Keluarga Sunandar, kenapa aku masih dianggap orang luar? Nggak bisa, aku mau tanya ke ayah kenapa dia pilih kasih!""Meski anak-anakku lebih hebat dari Rendy, masa mereka diperlakukan nggak adil?"Kekayaan Tuan Besar Latief yang ditumpuk selama ini pastinya sudah menggunung.Meski Maxime sekarang unggul, begitu kekayaan Tuan Besar Latief diberikan pada Aarav, Maxime akan berada dalam bahaya.Apalagi, Morgan butuh modal juga.Joanna tidak rela jika kekayaan Tuan Besar Latief yang begitu besar semua diberikan pada keluarga Aarav.Aarav berdiri di depan Tuan Besar Latief, "Joanna, kalau mau nyalahin ya salahin aja suamimu
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba