"Kemarilah." Liane melambaikan tangannya.Syena langsung mendatangi Liane seperti seekor anjing penjaga, "Bu Liane, ada apa?""Mendekatlah," ucap Liane dengan lemah.Syena mendekatkan wajahnya.Tiba-tiba Liane mengangkat tangannya dan secepat kilat menampar wajah Syena.Syena tertegun dan menatap Liane dengan tidak percaya, "Kamu ... kok kamu mukul aku?"Syena hampir saja jatuh.Barusan Liane sudah menggunakan seluruh kekuatannya untuk menampar Syena. Napas Liane jadi tersengal-sengal dan setelah beristirahat beberapa saat barulah dia berkata, "Jangan mimpi kamu bisa mengubah surat wasiatku. Aku sudah menyuruh Pak Gilbert buat buang surat wasiat yang dulu."Barulah Syena sadar dia telah ketahuan.Dia tidak merasa bersalah sama sekali, malah menyalahkan Gilbert."Jadi dia ngadu? Kurang ajar! Aku nggak akan tinggal diam!""Kalau dia nggak ngasih tahu aku, apa dia harus nurutin kemauanmu?" Liane bertanya.Syena tersedak, "Bu ... Ah maksudku Bu Liane, Anda benar-benar nggak akan ngasih apa
"Bu Liane." Reina langsung menyapa Liane saat masuk.Mata Liane langsung berbinar, "Nana."Liane mengabaikan rasa sakit dan melambai pada Reina, "Nana, sini duduk di sebelahku."Reina berjalan ke sisinya dan duduk."Gimana kondisimu ...."Reina ingin bertanya, tapi ucapannya terhenti di tengah.Liane tidak memedulikannya dan menjelaskan sambil tersenyum, "Nggak apa-apa. Mungkin karena perubahan cuaca akhir-akhir ini kondisiku jadi agak memburuk, tapi dokter sudah bilang nggak ada yang gawat kok."Reina mengangguk, "Baguslah."Liane melirik ke sekretarisnya. Sekretaris itu langsung menutup pintu kamar dan pergi.Liane berduaan saja dengan Reina di kamar. Mereka duduk bersama dan terdiam beberapa saat.Liane mau menceritakan kondisinya pada Reina, tetapi entah mengapa kalimat yang sudah di ujung lidah tidak bisa terlontarkan."Nana, sekarang kamu masih benci aku?" Liane memecah kesunyian dengan bertanya.Reina ragu-ragu untuk waktu yang lama dan perlahan menggeleng, "Meski aku nggak bisa
Mobil melaju dalam keheningan.Tidak berapa lama, Revin berkata, "Aku kebetulan lewat dan ngeliat kamu, kenapa kamu berdiri di depan pintu hujan-hujanan begitu?"Hujan-hujanan?Reina menjelaskan, "Nggak, aku cuma mikirin sesuatu aja, jadi melamun."Revin sebenarnya tahu semua yang terjadi di sekitar Reina."Nana, kamu pernah nggak kepikir sebenarnya ingatanmu sudah pulih, tapi kamu cuma nggak mau terima kenyataan?"Reina mengernyit tidak mengerti.Revin melanjutkan, "Aku ingat sekitar tujuh tahun yang lalu, aku lihat kamu baring di kuburan. Waktu itu aku ketemu Treya dan Diego yang maksa kamu nikah sama pria tua. Aku jadi mikir, sebenarnya seperti apa hidupmu selama ini.""Aku ngerti kalau kamu mau menutup dirimu dan takut disakiti lagi, tapi ..." Revin terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Tapi kamu nggak bisa terus-terusan menutup hati. Sekarang ada yang benar-benar peduli padamu dan kamu memang pantas untuk dicintai. Juga layak mendapatkan kasih sayang keluarga."Kepala Reina langsung
Reina tidak menganggap Maxime serius, "Nggak perlu. Aku bisa bawa mobil perusahaan, ada sopir juga kok, jadi kamu nggak perlu jemput."Maxime hanya bisa mengangguk , "Oke."Mereka sekeluarga pun masuk rumah.Reina berbaring di sofa dengan lelah. Dari ekspresi sih tidak terlihat ada yang berubah, namun hatinya sudah berubah karena ucapan Revin dan Liane.Reina tidak bisa mendiskusikan hal ini pada siapa-siapa, dia pun menghampiri Maxime di ruang kerja dan menceritakan isi hatinya.Maxime tidak terkejut, "Bu Liane benar. Kamu itu putrinya, apalagi dia sukarela ngasih kamu. Jadi kamu nggak perlu merasa terbebani menerima hartanya."Reina paham logika ini."Aku cuma ... merasa nggak nyaman."Sekarang Reina sebenarnya ingin mengakui hubungannya dengan Liane, tapi dia takut.Reina sudah terlalu sering terluka dan kecewa.Dulu Treya yang menyandang status sebagai 'ibu' berulang kali mencuci pola pikir Reina yang membuatnya selalu merasa bersalah.Reina masih ingat perasaan saat merasa kelahir
Syena hanya bisa menunggu, "Oke, nanti kalau ada waktu langsung kasih tahu aku ya.""Ya." Melisha mengangguk dan menutup telepon.Melisha kembali ke meja dan duduk di samping Rendy. Dia bisa melihat bagaimana Rendy terus menerus menatap Reina.Meski Melisha tidak lagi mencintai Rendy, dia tetap marah dan akhirnya menyenggol Rendy."Rendy, kamu ngapain?"Rendy langsung membuang muka dan terbatuk-batuk.Melisha berbisik, "Rendy, jangan lupa pesanku terakhir kali, udah kamu beresin belum?"Melisha menyuruh Rendy untuk menyingkirkan anak-anak Reina.Namun kini ketiga anak Reina masih bermain dan bersenang-senang di sini.Melisha pusing melihat mereka.Rendy terlihat tersinggung, "Iya tahu. Aku 'kan harus buat rencana yang matang, kamu mau aku kenapa-kenapa?""Buruan, jangan lama-lama. Sekarang Reina itu pewaris Grup Yinandar. Kalau kita menunda terus, bisa-bisa kita cuma gigit jari."Karena meja makan sangat besar dan semua orang duduk berjauhan, bisikan Melisha dengan Rendy tidak terdenga
Riki tidak bodoh, tentu saja dia juga tahu bagaimana memperjuangkan kepentingannya sendiri.Dia mendatangi Tuan Besar Latief, lalu memeluk lengannya dengan ekspresi ketakutan dan khawatir, "Kakek buyut harus cepat sembuh supaya bisa tinggal sama Riki selamanya."Kemampuan akting Riki sangat bagus dan dia lebih ahli daripada Tommy dalam menyanjungnya, dia tampak sangat peduli dengan kesehatan Tuan Besar Latief.Melihat cicitnya begitu menyayanginya, Tuan Besar Latief merasa sangat terharu."Riki, semua orang pasti akan mati dan pergi. Tapi jangan sedih, kakek buyut akan berusaha sekuat tenaga untuk hidup."Saat ini Tuan Besar Latief terlihat seperti seorang penatua sejati.Sikap Tuan Besar Latief terhadap Riki dan Tommy membuat kedua orangtua anak itu bingung.Melisha mengernyit, kenapa dia tidak terpikir menyuruh Tommy ambil peranan dalam masalah ini?Saat Melisha baru hendak meminta Tommy maju untuk lebih banyak ngobrol dengan Tuan Besar Latief ....Tuan Besar Latief seperti bisa memb
Di ruang kerja.Tuan Besar Latief berkata dengan tulus, "Maxime, Nana. Kalian pastinya ngerti posisiku, sebagai orang yang lebih tua, aku mau membantu para orang muda yang kurang berhasil."Ucapan Tuan Besar Latief ini sangat konyol.Saat Maxime pertama kali menerima aset Keluarga Sunandar, sudah berapa kali dia jadi sasaran dan hampir mati, namun Tuan Besar Latief tidak menolongnya.Sebenarnya alasan Tuan Besar Latief mengambil keputusan ini karena Maxime sendiri sudah menjadi lebih kuat."Kakek, semua itu harta pribadimu. Kamu bisa kasih ke siapa pun yang kamu mau, kami menghormati keputusanmu," ucap Maxime.Tuan Besar Latief tahu sebenarnya Maxime tidak terima keputusan ini, dia pun memohon, "Maxime, gimana juga Aarav itu pamanmu dan Rendy itu sepupumu. Kamu nggak boleh menyakiti mereka."Tuan Besar Latief sebenarnya tahu kejahatan yang dilakukan Aarav dan Rendy.Maxime tidak terpengaruh dan berjanji, "Aku nggak akan menyakiti siapa pun kecuali mereka yang mulai duluan.""Kamu ....!
Jess cukup terkejut, tapi dia langsung sadar dan mengangguk."Oke, aku cari restoran terdekat."Jess mengeluarkan ponselnya untuk mencari informasi.Morgan berkata, "Kita makan masakan yang pedas.""Bukannya Tuan Morgan nggak bisa makan makanan pedas? Dulu bilangnya lebih suka makanan yang nggak terlalu berbumbu?" ucap Jess.Morgan menambahkan, "Aku mau makan makanan pedas hari ini."Jess merasa Morgan agak aneh hari ini, tapi dia tetap mengikuti permintaan Morgan dan memilih restoran pedas.Morgan tidak bisa makan makanan pedas, tapi dia pernah melihat Jess memakannya.Dulu, dia selalu mengira Jess, seperti dirinya, tidak bisa makan makanan pedas.Setelah menyelidiki Jess, Morgan baru tahu sebenarnya dari kecil Jess suka masakan pedas. Setiap kali Jess makan sendirian, dia pasti pesan makanan pedas.Tapi sejak merawat dan bekerja dengan Morgan, Jess jadi ikut mengubah pola makannya.Mereka duduk di sebuah restoran dan setelah makanan disajikan, Jess yang khawatir Morgan akan kepedasan
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu