Reina terbangun dan tubuhnya basah kuyup oleh keringat dingin.Dalam cahaya kamar yang redup, Maxime yang awalnya di ruang jaga langsung bergegas menghampiri saat mendengar Reina berteriak. Hatinya yang tegang baru tenang saat mendapati Reina baik-baik saja."Ada apa?" tanyanya.Dengan mata yang memerah, Reina menjawab, "Aku mimpi, aku mati."Perasaan itu sangat nyata.Entah kenapa kata 'mati' seakan menyentuh titik terlemah hati Maxime. Dia langsung menghampiri, memeluk Reina dan menepuk punggungnya dengan lembut sambil menenangkan Reina."Kamu nggak mati, ada aku di sini." Maxime terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Jangan takut."Reina akhirnya terbangun dari mimpi buruknya dan kembali ke dunia nyata.Reina menatap Maxime, tapi tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena cahaya di kamar terlalu gelap."Terima kasih."Kemudian, Reina menyingkirkan tangan Maxime yang memeluknya dengan lembut, lalu kembali baring di kasur.Keengganan Reina dan sikapnya yang selalu menjaga jarak memb
Roy masih menaruh harapan pada Marshanda, sampai orang-orang Revin datang ke alamat yang tadi dia beritahukan pada Marshanda.Roy yang sedang duduk di dalam sebuah mobil hitam, membelalak tidak percaya saat melihat sekelompok polisi menyelinap dari balik rumput."Bos, lihat wanita itu sama sekali nggak berniat menyelamatkanmu, dia justru memperalat bos," kata pengawal yang menjaga Roy.Roy menggeleng, "Aku nggak percaya, teleponnya mungkin disadap."Pengawal itu tidak menyangka bahwa Roy sebodoh itu sampai tidak bisa menerima kenyataan.Tugas yang diberikan oleh Revin adalah membuat Roy melihat sisi jahat Marshanda. Karena sudah begini saja Roy masih tidak percaya, mereka harus usaha ekstra untuk membuat Roy percaya.Tidak berapa lama, segerombol orang yang tadi datang untuk menangkap Roy pun pergi setelah tidak mendapati apa-apa.Awalnya Marshanda pikir Roy sudah tertangkap, tidak disangka lagi-lagi Roy berhasil lolos.Marshanda jadi gelisah, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan..
Maxime juga tidak tahu kenapa dia tiba-tiba memberi perintah seperti itu. Mungkin karena Maxime mau menyenangkan Reina yang habis mengalami kecelakaan supaya dia cepat pulih.Mungkin juga untuk menebus kesalahannya di masa lalu, juga sebagai permintaan maafnya karena sudah meminta Reina untuk mencabut gugatan kemarin lusa.Luki pun kebingungan, "Kok mendadak? Mau tanam bunga apa? Apa akan ada tamu istimewa?"Maxime berdiri di depan jendela sambil memandangi sosok wanita mungil yang berjongkok di luar, "Bunga apa saja, makin banyak jenisnya makin bagus.""Baik."Jawaban Maxime tidak memberi kepastian, Luki tidak tahu seberapa besar harapan Maxime akan jenis bunga yang harus ditanam.Dulu juga Luki yang membantu Maxime membangun Vila Magenta. Setelah mengetahui seberapa luas tamannya, dia langsung menghubungi seseorang untuk membeli bunga.Malam-malam begini, Luki pun membeli semua jenis bunga yang bisa ditemukan di Kota Simaliki, mulai dari teratai yang ditanam di air atau bunga yang di
Setelah mengobrol dengan Alana, Reina meletakkan ponselnya dan berhenti mengamati bunga di taman. Lalu, dia pergi ke ruang musik untuk bermain piano.Entah setelah berapa lama, Reina yang merasa gelisah pun keluar dari ruang musik.Reina melihat ada seseorang di taman dan langsung mengenalinya. Dia adalah Luki, pria itu mengenakan tuksedo dan rambutnya sudah putih semua. Meski sudah bertahun-tahun tidak ketemu, pria itu masih terlihat sangat energik.Luki sedang mengawasi para tukang dan kaget waktu melihat Reina.Luki berpesan pada para pekerja, lalu berjalan menghampiri Reina."Nona Reina, apa kami mengganggumu?"Dari luar Luki memang terlihat sopan, tapi apa yang dia katakan selanjutnya lebih menyayat hati daripada kata-kata makian."Kupikir kamu tidak akan mendengar suara berisik ini karena punya masalah pendengaran. Nona Reina, kuberitahu ya, ini sudah jam sepuluh pagi. Mana ada seorang Nyonya kalangan atas yang bermalas-malasan.""Kalau nggak ada kerjaan, aku sarankan kamu pergi
Di jam ini, waktunya para murid pulang sekolah.Jovan akan menghadang anak kecil itu.Ketika mobilnya sampai di gerbang TK, tidak sedetik pun Jovan mengalihkan pandangannya dari gerbang.Akhirnya, dia melihat anak kecil itu.Karena banyak orang tua di pintu masuk, Jovan tidak bisa meminta para pengawal langsung menangkap si bocah, jadi Jovan sendiri yang harus menghampirinya."Kalian kepung dia, jangan sampai dia kabur."Jovan sadar bocah ini agak pintar.Riko masih menunggu mobil sopir yang menjemputnya saat tiba-tiba merasa ada yang tidak beres. Matanya memandang sekeliling dan melihat wajah Jovan yang dingin dan menakutkan.Riko terhenyak.Kok pria itu bisa tahu tempat ini?Riko tidak bisa pikir panjang, dia buru-buru menyelinap di antara anak-anak yang lain untuk kabur.Tommy terkejut, "Riko, kamu mau ngapain?"Riko punya ide dan berkata pada Tommy."Sepertinya orang yang datang menjemputmu beda dari biasanya, ya sudah pulang sana."Tommy sedikit bingung.Dia mengikuti arah pandang
Orang-orang di sekitar memperhatikan Jovan.Jovan yang malu tidak punya pilihan selain langsung masuk ke dalam mobil.Sementara Riko yang sembunyi di kelas dapat memperhatikan situasi yang dialami Jovan.Riko khawatir karena pria itu tidak kunjung pergi.Jovan ini cerdik sekali, bisa-bisanya dia menemukan TK tempat Riko bersekolah.Riko tidak tahu alasan Jovan terus mencarinya adalah karena dia kira Riko adalah anaknya. Selama ini Riko kira Jovan datang mencarinya untuk balas dendam.Riko tidak tahu harus berbuat apa. Mungkin kali ini dengan bersembunyi dia bisa lolos, tetapi taktiknya ini tidak bisa dipakai terus-terusan untuk kabur.Riko sedang berpikir saat tiba-tiba ponselnya yang berbentuk jam berdering, ternyata Tante Alana yang menelepon.Riko langsung mengangkatnya, "Tante Alana.""Hei, kamu di mana? Aku di gerbang sekolah nih, kok kamu nggak kelihatan?" Alana berdiri di gerbang TK sambil melihat sekeliling.Riko mendapati beberapa pengawal berwajah tidak ramah yang tadi mencar
Joanna memandangi punggung Alana dan Riko dengan kecewa.Tiba-tiba saat ini, sekretaris di sampingnya menerima kabar dari orang suruhan Joanna yang diminta memata-matai Maxime..Dia melapor, "Orang-orang di sekitar Ekki bilang Maxime membawa pulang seorang anak ke Kota Simaliki dan dia sudah merawatnya kurang lebih setengah bulan."....Sesampainya di rumah, Riko sedang mengingatkan diri sendiri untuk berhati-hati di mana pun dia berada.Riki sudah tertangkap Maxime, jadi dia tidak boleh ikut tertangkap.Di kamar, Riko segera menghubungi Riki menggunakan komputer.Kemarin dia berhasil menerobos sistem jaringan Vila Mata Air dan bisa menghubungi Riki.Maxime hanya merampas jam tangan elektronik Riki, dia tidak tahu kalau Riki punya perangkat komunikasi mini.Malamnya.Riki sedang berbaring di ranjang saat melihat perangkat komunikasi seukuran kancing memancarkan cahaya yang redup, dia buru-buru menempelkan alat itu ke telinganya."Kak.""Gimana kabarmu?" Riko bertanya."Baik, Om Maxime
Di Vila Magenta.Waktu Maxime pulang, semua bunga yang memiliki banyak serbuk sari di taman sudah lenyap.Reina kira hari ini Maxime akan mengajak Marshanda pulang untuk memperlihatkan taman seindah surga yang sudah Maxime buat dalam waktu semalam.Ternyata Maxime pulang sendirian."Sudah makan belum?" Maxime melihat Reina duduk sendirian di ruang tamu sambil menulis sesuatu.Reina mengangguk, "Ya, sudah."Maxime melirik meja makan yang sangat bersih."Kupikir kamu nggak pulang hari ini, jadi aku nggak pesan makanan buat kamu," jawab Reina.Dulu, tidak peduli Maxime pulang atau tidak, Reina akan selalu menyiapkan makanan kesukaannya.Sebenarnya selama ini Reina juga sudah jarang masak.Setelah pergi ke luar negeri dan hamil, Reina lebih fokus bekerja untuk menyusun masa depan dan kehidupan.Tugas memasak dia serahkan pada Bu Lyann.Sekarang, Reina tidak ingin kembali ke masa lalu dengan sibuk memasak.Maxime tidak menunjukkan ekspresi yang berbeda."Aku juga sudah makan." Maxime berboh
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu