"Bukannya kamu nggak pernah pacaran?" Erik terkejut. Pria mana yang lebih baik darinya?Jess tersenyum pahit mendengarnya, "Ya, belum. Bisa dibilang itu cinta bertepuk sebelah tangan, pria itu nggak tahu."Erik terdiam sesaat.Ini adalah pertama kalinya dia bertemu dengan wanita yang begitu tulus."Terus kenapa kamu nggak ngaku ke dia?" Erik jadi penasaran.Jess memandang ke luar dan menjawab perlahan, "Karena dia suka orang lain dan aku yakin dia nggak suka aku.""Jadi maksudmu, kalian pasti nggak mungkin bersama?" tanya Erik.Jess tertegun sejenak, lalu mengangguk dan mengakui, "Ya, kayaknya sih nggak ada kesempatan.""Kalau gitu, kita nggak perlu putus, 'kan? Aku nggak keberatan kok."Ini 'kan hanya cinta sepihak.Erik merasa percaya diri, dengan pesonanya, wanita seperti Jess yang belum pernah jatuh cinta pasti akan mencintainya suatu hari nanti."Tapi ...." Jess masih ingin mengucapkan sesuatu, tapi Erik menyela."Nggak apa-apa, sudah begitu aja. Jangan bilang putus lagi ya. Dalam
Liane tidak percaya melihat sikap Syena, namun tepat saat Liane ingin mengatakan dia yang akan menandatangani persetujuan itu ....Morgan datang dari kejauhan."Talitha kenapa?"Saat Syena mendengar suara Morgan, ekspresinya tiba-tiba berubah. Dia langsung menangis tersedu-sedu dan berkata, "Morgan, kata dokter, Talitha menderita penyakit darah langka dan perlu transfusi darah, tapi meski begitu, dia belum tentu bisa bertahan lama ..."Kilatan simpati tiba-tiba muncul di matanya."Kalau begitu cepat transfusi lah."Syena langsung menandatanganinya.Liane bingung melihat perubahan mendadak Syena.Liane tahu, Syena berubah karena Morgan, dalam hati Syena masih menyukai Morgan.Sepanjang malam mereka semua berjaga di rumah sakit.Paginya, Jess datang bersama tim dokter profesional.Dia tidak menyangka anak sekecil Talitha bisa begitu menderita."Tuan Morgan, Talitha baik-baik saja?"Jess terlihat sangat cemas.Morgan jadi teringat momen saat Erik dan Jess bersama semalam."Belum tahu, dia
Begitu mendengar suara cemas Alana, Reina pikir ada hal gawat terjadi. Dia langsung meletakkan pekerjaannya dan berkata, "Oke."Satu jam kemudian.Di luar klinik kecil.Reina melihat ke klinik yang agak kumuh, lalu melihat ke arah Alana yang terlihat mencurigakan, lalu bertanya, "Alana kamu ngapain sih?""Sst!" Alana meletakkan jarinya di bibirnya."Pelankan suaramu."Alana pakai masker dan memberi masker lain untuk dipakai Reina.Reina memakai masker itu."Nana, kayaknya aku hamil deh, aku mau periksa dulu.""Hah?"Padahal Reina pikir ada hal gawat apa, memangnya Alana tidak bisa cek pakai alat tes kehamilan dulu?Alana yang sadar kebingungan Reina pun menambahkan, "alat tes kehamilan kadang nggak akurat, mending langsung periksa USG di rumah sakit.""Terus kenapa kamu malah ke sini?" Reina menyatakan keprihatinannya tentang kondisi sanitasi klinik yang sepertinya tidak bisa dipercaya ini.Alana tidak punya pilihan. Rumah sakit di seluruh Kota Simaliki, baik besar atau kecil ada di ba
"Nana, Nona Alana," sapa Liane dan Syena.Liane langsung berjalan menghampiri mereka berdua, "Nana, kok kamu ke rumah sakit? Kamu sakit?"Liane terlihat sangat mengkhawatirkannya.Saat Reina hendak menjawab, Alana berpura-pura terbatuk dengan keras, "Uhuk, uhuk! Aku masuk angin. Nana cuma nganter aku ke dokter."Sialnya, dokter yang barusan memeriksa Alana malah muncul di saat seperti ini."Nona Alana, ini hasil tes kehamilanmu ketinggalan."Alana langsung mematung.Dia tidak menyangka kebohongannya akan terungkap dalam waktu sedetik.Melihat Alana mematung, Reina pun berdiri menerima surat dari dokter itu.Alana berkata sambil tersenyum, "Ah, sekalian tes aja ...."Liane langsung memberi selamat padanya."Selamat.""Terima kasih."Saat ini Alana tidak bisa merasa bahagia sama sekali.Syena terlihat sangat cemburu. Alana hamil keturunan Keluarga Tambolo?Mulai sekarang, posisi Alana di Keluarga Tambolo tentu jadi lebih stabil.Syena sama sekali tidak pernah menyangka dia bisa kalah dar
Morgan sangat lembut hari ini. Dia tidak mendorong Syena menjauh, tapi menghiburnya. Entah dia melakukannya untuk menunjukkan pada Reina atau Jess.Jess, Reina dan yang lainnya berdiri bersama, menyaksikan keintiman Morgan dan Syena dalam diam, tidak berkata apa-apa.Tidak lama kemudian, dokter keluar dan berkata pada mereka semua. "Operasinya lancar, tapi untuk tahu dia bisa terus hidup atau nggak, kita masih harus observasi beberapa hari untuk melihat tubuhnya menolak darah baru atau nggak.""Terima kasih dokter."Setelah dokter pergi, semua orang masih merasa tidak nyaman.Reina dan Alana tinggal di sini sebentar, setelah itu mereka juga pergi.Dalam perjalanan pulang, Alana merasa gelisah.Awalnya dia ingin menggugurkan bayinya, tapi setelah melihat Talitha di ICU, dia jadi ragu.Setiap anak punya kesempatan hidup, dia tidak bisa egois.Tapi bagaimana kalau Jovan tidak mau anak ini?"Nana, tolong rahasiakan ini dulu, ya? Jangan kasih tahu Jovan."Meski Reina tidak mengerti kenapa A
"Besok aku mau ke kantornya buat lihat sebenarnya siapa wanita yang disukai Ari," ucap ayah Ari sambil menggebrak meja.Ibu Ari mendukungnya, "Oke, coba lihat. Jangan sampai anak kita salah jalan."Ibu Ari juga khawatir anaknya akan menyukai sesama jenis.Menurutnya, lebih baik Ari menyukai janda punya anak daripada menyukai sesama pria.Keesokan paginya.Sesampainya di kantor, Reina mendapati perusahaannya sangat ramai.Brigitta sampai di kantor sebelum Reina."Brigitta, ada apa sih?""Ayah Ari datang, dia bilang mau datang buat cari wanita yang disukai Ari.""Hah?" Reina bingung.Tapi Reina ingat ucapan Ari kemarin, Ari memang menyukai seseorang."Kamu tahu nggak dia suka siapa?" Reina bertanya.Brigitta menggeleng, "Mana kutahu? Di kantor banyak wanita cantik, bahkan beberapa di antaranya itu artis terkenal. Tapi Ari kayaknya nggak suka satu pun tuh, kayaknya standarnya cukup tinggi deh.""Kalau gitu, ada nggak yang dekat sama Ari?" Reina bertanya-tanya.Reina sadar, ayah Ari pasti
Ayah Ari berusaha bicara dengan bijaksana, berharap Revin dapat memahaminya.Tapi Revin tidak memahaminya, "Paman, sepertinya kamu salah paham, apa yang Ari dan aku sembunyikan darimu?"Bahkan di mata Revin, Ari bukan temannya. Jadi, mana mungkin dia mau bersekongkol dengan Ari untuk menipu ayahnya.Ayah Ari menghela napas berulang kali, dia tidak bisa lagi menahan amarahnya dan memelototi Revin sambil merendahkan suaranya."Masalahnya sudah begini, kamu beneran mau aku ngomong sejelas-jelasnya?"Saat ini banyak sekali karyawan yang menatap mereka dengan bingung.Revin berdiri tegak dan berkata, "Ya, sebaiknya Anda jelaskan saja. Aku nggak mau difitnah."Revin tidak menyangka dia akan segera menyesali ucapannya ini."Kamu dan Ari pacaran?"Ucapan ayah Ari membungkam semua orang di sekitarnya, mata Revin gemetar tidak percaya."Apa?""Sudahlah, aku dan ibu Ari sudah tua dan sudah tahu semuanya. Kalau kalian benar-benar saling mencintai, ngaku saja, jangan bikin kami berdua penasaran!"A
Revin?Ari langsung tertawa menghina, "Ayah, kamu bercanda? Aku pria tulen, mana mungkin suka sama dia?"Bahkan, bisa dibilang Ari benci dengan pria ini.Kalau dia benar-benar tinggal bersama Revin setiap hari, lebih baik dia mati saja.Revin diam-diam mengambil gelas air dan menyesap airnya, "Paman sudah dengar semuanya? Anda salah paham."Akhirnya ayah Ari merasa lega.Tapi kemudian dia berpikir lagi dan menghampiri Ari, "Jadi kamu itu suka siapa? Atau kamu sama sekali nggak suka siapa pun? Kalau kamu nggak suka siapa pun, coba ketemu gadis yang dikenalkan oleh sepupumu itu lah."Ayah Ari lagi-lagi mendesak soal pernikahan.Ari benar-benar tertekan dan tidak tahu harus berbuat apa.Sisil yang kebetulan datang mendekat untuk mendengarkan gosip pun jadi sasaran. Ari langsung menunjuk ke arahnya, "Ayah, aku suka sama dia."Sisil yang sedang bersandar di samping pintu, tertegun oleh pengakuan cinta Ari yang tiba-tiba."Hah?"Ari menyukainya? Dia bercanda?Sekarang Sisil adalah pacar Dero
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu
Manajer agak tidak percaya saat mendengar hal ini, tetapi dia cepat mengerti."Tentu saja nggak ada masalah. Banyak orang pulang kampung saat Tahun Baru dan pergi liburan. Kebetulan sekali kalau kamu ingin menghasilkan lebih banyak uang, kamu bisa membantu rekan kerjamu untuk mendapatkan lebih banyak pekerjaan."Diego mengangguk. "Hmm."Dia sudah memikirkannya. Dia bisa bekerja di malam hari dan pulang bersama Sophia di siang hari untuk mengunjungi orang tua Sophia.Dengan begitu, dia bisa menghasilkan sedikit lebih banyak uang. Jadi, ketika menemui orang tua Sophia, dia bisa memberi mereka hadiah.Setelah keluar, dia bekerja lebih keras.Keduanya pulang kerja lebih awal hari ini.Sophia dan Diego berboncengan menuju rumah sakit.Diego sangat gugup karena dia membawa tas besar berisi buah-buahan dan suplemen.Sophia menatapnya dan tidak bisa menahan senyum. "Sebenarnya kamu nggak perlu bawa apa-apa. Orang tuaku nggak sehat, jadi ada beberapa buah yang nggak boleh mereka makan.""Begitu
"Kamu sudah bangun? Bagaimana perasaanmu?" Reina bertanya dengan penuh perhatian.Maxime menatapnya. "Baik, hanya ada sedikit kotoran di wajahku yang nggak bisa dibersihkan. Apa kamu tahu siapa yang melakukannya?"Reina menggelengkan kepalanya dengan gusar."Nggak tahu, itu. Saat aku pulang sudah ada. Apa sebelum pulang ke rumah, ada yang merias wajahmu saat kamu mabuk?"Melihatnya berbohong, Maxime tidak bisa menahan kemarahannya. "Kemarilah."Reina melangkah ke arahnya.Detik berikutnya, Maxime mengulurkan tangan dan menariknya sambil menekannya ke dadanya."Nana, aku nggak enak badan," gumamnya."Bukankah itu cuma riasan? Kalau kita nggak pergi minum, bukankah hal seperti itu nggak akan terjadi?" Reina mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya dengan lembut untuk menenangkan.Maxime menunduk mendekatinya. "Kamu nggak ingin aku minum?""Nggak apa-apa kalau minum sedikit, tapi kalau minum terlalu banyak nggak baik buat kesehatanmu. Jadi, lebih baik kurangi minum alkohol setelah ini,"
Maxime tidak tahu seperti apa penampilannya. Dia berjalan-jalan di dalam rumah untuk menjernihkan pikirannya sebelum menuju ke kamar mandi, berniat untuk mandi.Ketika sampai di kamar mandi dan melihat dirinya di cermin, tubuh Maxime langsung membeku.Wajahnya secara mengejutkan telah dirias, dengan alas bedak, lipstik dan bahkan alis.Tidak masalah kalau riasannya biasa saja, tetapi riasan di wajahnya cukup tebal, membuatnya terlihat sedikit aneh."Riki!"Seketika, Maxime mengira ini perbuatan Riki, bocah nakal itu.Bagaimanapun juga, Maxime sudah sering dikerjai oleh Riki dan memiliki semacam trauma dengan sikapnya.Rasa dingin menyelimuti bagian bawah mata Maxime. Dia menyalakan keran air dan membilas wajahnya.Kualitas riasan ini sangat bagus. Maxime sudah menggunakan banyak air dan sabun cuci muka, tetapi riasan ini tidak kunjung menghilang, malah membuat wajahnya makin aneh.Setelah mengeringkan wajahnya, dia berlari ke kamar Riki.Riki sedang melakukan siaran langsung dan sosok
Sorenya setelah Reina kembali dari luar, ketika dia baru masuk ke ruang tamu, dia sudah bisa mencium bau alkohol yang menyengat.Dia langsung mengerutkan kening, "Ada apa ini?"Reina berjalan masuk dan melihat sosok Maxime yang mabuk di sofa.Maxime menarik-narik dasinya dengan keras dan menggumamkan sesuatu.Reina menurunkan barang yang dia bawa, lalu berjalan mendekat. "Max?"Dia memanggilnya.Di sofa, Maxime tidak tidur, pikirannya buram, tidak mendengar Reina memanggilnya.Reina mengerutkan kening saat mencium bau alkohol di tubuhnya. Dia berniat meminta pelayan untuk membuatkan sup pereda mabuk.Namun, Maxime tiba-tiba meraih tangannya."Nana ... Nana ...."Dia memanggilnya berulang kali.Reina merasa seperti namanya meleleh karena dipanggil begitu olehnya.""Ya," jawabnya."Nana ...." Namun, Maxime masih memanggilnya, lalu berkata, "Apa kamu mencintaiku?""Hmm?" Reina bingung.Apa yang ditanyakan Maxime?Biasanya hanya orang-orang yang baru menjalin hubungan yang suka memikirkan
"Maxime, apa kamu ada waktu?" tanya Ethan.Maxime kebetulan sedang senggang. "Ya, ada.""Kalau begitu, mau ikut minum?" Ethan menambahkan.Maxime berpikir bahwa tidak ada yang bisa dia dilakukan karena dia sendirian di rumah. Jadi, dia menyetujuinya.Dia pun pergi ke Bar Eurios.Ethan sudah meminta seseorang untuk menyiapkan ruang pribadi.Biasanya pada jam-jam seperti ini, tidak ada seorang pun di dalam Bar Eurios.Ketika Maxime tiba, Ethan adalah satu-satunya orang yang ada di dalam ruangan mewah itu.Di atas meja di depannya, ada berbagai macam wine berkualitas."Maxime, kemarilah dan duduklah." Dia melambaikan tangan ke arah Maxime.Maxime berjalan lurus ke arahnya, duduk, menuangkan segelas wine dan meminumnya sekaligus.Saat itulah dia bertanya kepada Ethan, "Kenapa tiba-tiba mengajakku minum?"Ethan tersenyum tidak berdaya. "Lagi nggak senang saja."Setelah mengatakan itu, dia bertanya kepada Maxime, "Maxime, sebentar lagi Tahun baru, apa kamu nggak sibuk? Kenapa kamu ada waktu
Maxime mengangkat tangannya dan ujung jarinya mendarat di wajah Reina. "Kamu nggak adil.""Hmm?""Kamu nggak bisa berpisah sama anakmu, tapi kamu bisa berpisah denganku?" Maxime terdiam sejenak sebelum menambahkan, "Kamu harus tahu, kita akan menghabiskan sisa hidup ini bersama, kenapa aku merasa seperti berada di urutan terbawah dalam pikiranmu?"Reina menyadari bahwa pria ini cemburu pada anak-anak mereka.Sadar akan hal itu, Reina tidak bisa menahan tawa, kemudian berkata, "Tentu saja anak-anak lebih penting darimu. Mereka adalah orang yang aku lahirkan dengan hidupku sebagai taruhannya."Sorot mata Maxime sedikit berubah.Reina mengambil kesempatan untuk melepaskan diri dari pelukannya dan pergi dengan cepat.Maxime tidak menyangka Reina akan melarikan diri secara tiba-tiba. Dia bangun dan berjalan mengikutinya dengan kaki panjangnya.Untung saja dia memiliki kaki yang panjang. Sebelum Reina menutup pintu, Maxime sudah berhasil mengejarnya, menahan pintu dengannya. "Kenapa tutup pi
Setelah kematian Liane, kakek dan nenek tidak menunjukkan kesedihan mereka. Namun, Reina bisa melihat bahwa mereka berdua sangat sedih.Reina takut kedua orang tua itu akan kesepian, jadi setiap hari dia akan membagikan apa saja yang ada di keluarga mereka dengan keduanya. Dia juga akan menunjukkan foto dan video anak-anak kepada mereka.Keduanya juga sering melakukan panggilan video untuk mengecek keadaan anak-anak dan Reina.Hidup sepertinya kembali berjalan normal."Nana, apa kalian akan pulang Tahun Baru nanti?" Nenek bertanya dengan hati-hati.Dia mengerti bahwa Reina telah menikah dan menjadi bagian dari Keluarga Sunandar, jadi tentu saja segala sesuatunya harus dilakukan dengan memikirkan Keluarga Sunandar terlebih dahulu.Reina langsung mengetikkan jawaban, "Aku sama Max sudah memutuskan akan mengunjungi kalian setelah Tahun Baru.""Syukurlah. Datanglah lebih awal, aku dan kakekmu akan menyiapkan makanan enak." Kata-kata nenek penuh dengan kegembiraan.Reina juga turut bahagia.
Sembelit?Riko sangat terkejut, sejak kapan dia mengalami sembelit?Maxime terbatuk pelan, menatapnya penuh makna. Melihat itu, Riko langsung mengerti apa yang sedang terjadi.Dia terpaksa harus menerima alasan sembelit ini."Hmm, mungkin karena aku kurang minum air putih akhir-akhir ini."Mendengar ini, Reina merasa prihatin sekaligus khawatir, lalu memeluk Riko."Riko, Mama akan membawamu ke dokter. Kamu masih kecil, kenapa bisa sembelit?"Mendengar bahwa Riko benar-benar mengalami sembelit, hati Reina hancur.Hanya mereka yang pernah melahirkan seorang anak dan menjadi seorang ibu yang akan mengerti bahwa rasa sakit fisik sekecil apa pun pada seorang anak akan terlalu berat untuk ditanggung oleh seorang ibu.Wajah Riko terasa panas seperti api ketika Reina tiba-tiba memeluknya.Dia tidak menyangka akan dipeluk dan dibujuk oleh mamanya ketika dia mengaku sedang sembelit.Sudah lama dia tidak dipeluk Mama seperti itu."Mama, nggak perlu. Aku hanya perlu minum lebih banyak air dan aku