"Besok aku mau ke kantornya buat lihat sebenarnya siapa wanita yang disukai Ari," ucap ayah Ari sambil menggebrak meja.Ibu Ari mendukungnya, "Oke, coba lihat. Jangan sampai anak kita salah jalan."Ibu Ari juga khawatir anaknya akan menyukai sesama jenis.Menurutnya, lebih baik Ari menyukai janda punya anak daripada menyukai sesama pria.Keesokan paginya.Sesampainya di kantor, Reina mendapati perusahaannya sangat ramai.Brigitta sampai di kantor sebelum Reina."Brigitta, ada apa sih?""Ayah Ari datang, dia bilang mau datang buat cari wanita yang disukai Ari.""Hah?" Reina bingung.Tapi Reina ingat ucapan Ari kemarin, Ari memang menyukai seseorang."Kamu tahu nggak dia suka siapa?" Reina bertanya.Brigitta menggeleng, "Mana kutahu? Di kantor banyak wanita cantik, bahkan beberapa di antaranya itu artis terkenal. Tapi Ari kayaknya nggak suka satu pun tuh, kayaknya standarnya cukup tinggi deh.""Kalau gitu, ada nggak yang dekat sama Ari?" Reina bertanya-tanya.Reina sadar, ayah Ari pasti
Ayah Ari berusaha bicara dengan bijaksana, berharap Revin dapat memahaminya.Tapi Revin tidak memahaminya, "Paman, sepertinya kamu salah paham, apa yang Ari dan aku sembunyikan darimu?"Bahkan di mata Revin, Ari bukan temannya. Jadi, mana mungkin dia mau bersekongkol dengan Ari untuk menipu ayahnya.Ayah Ari menghela napas berulang kali, dia tidak bisa lagi menahan amarahnya dan memelototi Revin sambil merendahkan suaranya."Masalahnya sudah begini, kamu beneran mau aku ngomong sejelas-jelasnya?"Saat ini banyak sekali karyawan yang menatap mereka dengan bingung.Revin berdiri tegak dan berkata, "Ya, sebaiknya Anda jelaskan saja. Aku nggak mau difitnah."Revin tidak menyangka dia akan segera menyesali ucapannya ini."Kamu dan Ari pacaran?"Ucapan ayah Ari membungkam semua orang di sekitarnya, mata Revin gemetar tidak percaya."Apa?""Sudahlah, aku dan ibu Ari sudah tua dan sudah tahu semuanya. Kalau kalian benar-benar saling mencintai, ngaku saja, jangan bikin kami berdua penasaran!"A
Revin?Ari langsung tertawa menghina, "Ayah, kamu bercanda? Aku pria tulen, mana mungkin suka sama dia?"Bahkan, bisa dibilang Ari benci dengan pria ini.Kalau dia benar-benar tinggal bersama Revin setiap hari, lebih baik dia mati saja.Revin diam-diam mengambil gelas air dan menyesap airnya, "Paman sudah dengar semuanya? Anda salah paham."Akhirnya ayah Ari merasa lega.Tapi kemudian dia berpikir lagi dan menghampiri Ari, "Jadi kamu itu suka siapa? Atau kamu sama sekali nggak suka siapa pun? Kalau kamu nggak suka siapa pun, coba ketemu gadis yang dikenalkan oleh sepupumu itu lah."Ayah Ari lagi-lagi mendesak soal pernikahan.Ari benar-benar tertekan dan tidak tahu harus berbuat apa.Sisil yang kebetulan datang mendekat untuk mendengarkan gosip pun jadi sasaran. Ari langsung menunjuk ke arahnya, "Ayah, aku suka sama dia."Sisil yang sedang bersandar di samping pintu, tertegun oleh pengakuan cinta Ari yang tiba-tiba."Hah?"Ari menyukainya? Dia bercanda?Sekarang Sisil adalah pacar Dero
Pada akhirnya, Sisil berhasil disuap.Sisil kembali ke mejanya dan memberi tahu Deron kalau malam ini dia ada urusan sehingga acara barbeku harus ditunda besok.Deron yang sedang duduk di dalam mobil mengernyit bingung saat melihat pesan dari Sisil.Urusan apa?Namun, Deron yang pada dasarnya tidak suka menginterogasi pun tidak bertanya lebih lanjut, dia hanya membalas pesan Sisil dengan singkat, "Oke."Sore harinya, Sisil ikut pulang ke rumah Ari.Tidak jauh dari situ, ternyata ada anak buah Deron yang menyadari sosok Sisil, dia bertanya, "Bos, bukannya hari ini Nona Sisil pulang sama kamu?""Dia ada urusan," jawab Deron."Astaga, dia masuk ke mobil mewah lho!" kata seorang bawahan yang lain.Deron menoleh dan melihat sebuah mobil cergas meluncur pergi.Dulu para bawahan Deron sangat segan pada Deron, tapi sekarang mereka tahu Deron adalah atasan bermuka dingin dan berhati hangat. Mereka pun berani bertanya, "Bos, kok tiba-tiba Nona Sisil naik ke mobil mewah itu?"Bagi Deron, mobil ce
Sisil duduk di dalam mobil sambil mengelus perutnya yang buncit, dia bersendawa, lalu menghela napas, "Ari kamu beruntung banget, masakan rumahmu enak banget.""Dasar rakus, sukanya makanan yang enak aja."Ari sudah terbiasa dengan makanan lezat, jadi kurang tertarik dengan makanan yang dimasak oleh orangtuanya."Ckck! Dasar nggak tahu diri," keluh Sisil.Setelah itu, Sisil mengembalikan amplop tebal yang diberikan orangtua Ari, "Ini, aku pulangin."Sisil tidak mau menerima amplop ini. Bagaimanapun dia cuma pura-pura jadi pacar Ari, apalagi Ari juga sudah janji akan mentraktirnya makan siang selama setahun.Ari tidak menganggapnya serius, "Ambil aja, anggap saja hadiah.""Kamu cukup traktir aku aja, aku nggak butuh amplop ini," kata Sisil."Kamu pikir aku kekurangan uang?" Ari bertanya balik padanya.Sisil hanya bisa menggerutu. Dasar orang kaya, mungkin uang sebanyak ini bukan apa-apa untuk mereka."Ya sudah, aku terima ya. Terima kasih."Meski belum membuka isi amplop itu. Sisil yaki
Reina terhenyak."Kenapa?"Sisil menggeleng, "Aku juga nggak tahu."Semalam waktu Sisil hendak tidur, Deron tiba-tiba mengetuk pintunya.Sisil pikir Deron mau mengajaknya tidur bareng, ternyata tiba-tiba Deron bilang ingin putus.Sampai sekarang Sisil juga bingung.Kemarin siang masih baik-baik saja, kenapa malamnya tiba-tiba minta putus?"Kamu sudah tanya apa alasannya?""Dia bilang kami berdua nggak cocok." Mata Sisil memerah, "Kalau nggak cocok, kenapa nggak bilang dari awal? Menurutmu apa karena Deron punya wanita lain?""Sepertinya nggak."Reina merasa Deron bukanlah tipe orang yang mendua."Terus kenapa dong? Masa dia sudah nggak tertarik sama aku?" Sisil melepaskan pelukannya dari Reina, "Apa aku jelek? Apa dia sudah bosan?"Sisil benar-benar jatuh cinta pada Deron, sekarang setelah tiba-tiba diputuskan sepihak, tentu saja Sisil jadi gelisah dan segala prasangka buruk melintas di kepalanya."Kayaknya ada salah paham deh. Jangan khawatir, nanti aku tanya Deron. ""Oke, oke." Sisi
Ari menatapnya dengan penuh simpati, "Ya ampun, kayak nggak ada pria lain aja di dunia, ngapain coba cinta bertepuk sebelah tangan sama Deron?"Ari kenal Deron, pengawal yang tidak terlihat seperti pengawal karena auranya tidak seperti orang biasa."Kamu nggak ngerti sama sekali. Buat wanita kayak aku, rasanya kayak mimpi tahu bisa jadi pacar dia." Sisil sadar diri, dia hanya orang biasa.Dia sangat menyukai Deron. Dalam hatinya, Deron seperti pemeran utama pria di TV.Ari mengembalikan cincin pemberian orangtuanya pada Sisil, "Ini ambil aja. Anggap aja hadiah buat hatimu yang lagi bersedih itu."Ari memang murah hati, lagipula cincin berlian ini tidak ada gunanya bagi dia yang belum punya pacar.Harusnya, Sisil merasa senang bukan?Tapi faktanya, Sisil sama sekali tidak merasa bahagia, "Aku nggak mau. Aku maunya cincin dari orang yang aku suka."Ini pertama kalinya Ari ditolak. Ari jadi mulai meragukan pesonanya sendiri. Apa dia benar-benar kalah dengan seorang pengawal?"Hmm ... ya s
Meski Deron meyakinkan diri, entah mengapa kesedihan hatinya kali ini terasa berbeda.Dulu dengan tunangannya terakhir kali, begitu tahu tunangannya selingkuh, Deron dengan tegas memilih untuk melepaskannya.Kali ini, meski dia sama tegasnya, hatinya terasa pedih. Wajah Sisil terus terlintas di benaknya.Mungkin ini bedanya antara punya perasaan dan tidak.Sore harinya, Reina baru tahu tentang Sisil yang jadi pacar palsu Ari."Kalian ini ngapain sih?" Reina bingung.Sisil menjelaskan, "Ini semua demi ayah dan ibu Ari.""Tapi kalau sampai ketahuan, kalian malah bikin mereka kecewa lho," ucap Reina."Ari bilang dia akan cari pacar secepatnya. Begitu dapat, aku bebas.""Baiklah."Reina tidak bisa berkata apa-apa lagi.Hari ini, Reina pulang diantar Deron.Tiba-tiba Deron mengerem mendadak, hampir saja menabrak mobil di depan mereka.Reina terkejut."Maaf." Deron minta maaf.Ini adalah pertama kalinya Deron terlihat tidak fokus menyetir. Reina tahu Deron pasti masih kepikiran soal Sisil, k
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu
Manajer agak tidak percaya saat mendengar hal ini, tetapi dia cepat mengerti."Tentu saja nggak ada masalah. Banyak orang pulang kampung saat Tahun Baru dan pergi liburan. Kebetulan sekali kalau kamu ingin menghasilkan lebih banyak uang, kamu bisa membantu rekan kerjamu untuk mendapatkan lebih banyak pekerjaan."Diego mengangguk. "Hmm."Dia sudah memikirkannya. Dia bisa bekerja di malam hari dan pulang bersama Sophia di siang hari untuk mengunjungi orang tua Sophia.Dengan begitu, dia bisa menghasilkan sedikit lebih banyak uang. Jadi, ketika menemui orang tua Sophia, dia bisa memberi mereka hadiah.Setelah keluar, dia bekerja lebih keras.Keduanya pulang kerja lebih awal hari ini.Sophia dan Diego berboncengan menuju rumah sakit.Diego sangat gugup karena dia membawa tas besar berisi buah-buahan dan suplemen.Sophia menatapnya dan tidak bisa menahan senyum. "Sebenarnya kamu nggak perlu bawa apa-apa. Orang tuaku nggak sehat, jadi ada beberapa buah yang nggak boleh mereka makan.""Begitu
"Kamu sudah bangun? Bagaimana perasaanmu?" Reina bertanya dengan penuh perhatian.Maxime menatapnya. "Baik, hanya ada sedikit kotoran di wajahku yang nggak bisa dibersihkan. Apa kamu tahu siapa yang melakukannya?"Reina menggelengkan kepalanya dengan gusar."Nggak tahu, itu. Saat aku pulang sudah ada. Apa sebelum pulang ke rumah, ada yang merias wajahmu saat kamu mabuk?"Melihatnya berbohong, Maxime tidak bisa menahan kemarahannya. "Kemarilah."Reina melangkah ke arahnya.Detik berikutnya, Maxime mengulurkan tangan dan menariknya sambil menekannya ke dadanya."Nana, aku nggak enak badan," gumamnya."Bukankah itu cuma riasan? Kalau kita nggak pergi minum, bukankah hal seperti itu nggak akan terjadi?" Reina mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya dengan lembut untuk menenangkan.Maxime menunduk mendekatinya. "Kamu nggak ingin aku minum?""Nggak apa-apa kalau minum sedikit, tapi kalau minum terlalu banyak nggak baik buat kesehatanmu. Jadi, lebih baik kurangi minum alkohol setelah ini,"
Maxime tidak tahu seperti apa penampilannya. Dia berjalan-jalan di dalam rumah untuk menjernihkan pikirannya sebelum menuju ke kamar mandi, berniat untuk mandi.Ketika sampai di kamar mandi dan melihat dirinya di cermin, tubuh Maxime langsung membeku.Wajahnya secara mengejutkan telah dirias, dengan alas bedak, lipstik dan bahkan alis.Tidak masalah kalau riasannya biasa saja, tetapi riasan di wajahnya cukup tebal, membuatnya terlihat sedikit aneh."Riki!"Seketika, Maxime mengira ini perbuatan Riki, bocah nakal itu.Bagaimanapun juga, Maxime sudah sering dikerjai oleh Riki dan memiliki semacam trauma dengan sikapnya.Rasa dingin menyelimuti bagian bawah mata Maxime. Dia menyalakan keran air dan membilas wajahnya.Kualitas riasan ini sangat bagus. Maxime sudah menggunakan banyak air dan sabun cuci muka, tetapi riasan ini tidak kunjung menghilang, malah membuat wajahnya makin aneh.Setelah mengeringkan wajahnya, dia berlari ke kamar Riki.Riki sedang melakukan siaran langsung dan sosok
Sorenya setelah Reina kembali dari luar, ketika dia baru masuk ke ruang tamu, dia sudah bisa mencium bau alkohol yang menyengat.Dia langsung mengerutkan kening, "Ada apa ini?"Reina berjalan masuk dan melihat sosok Maxime yang mabuk di sofa.Maxime menarik-narik dasinya dengan keras dan menggumamkan sesuatu.Reina menurunkan barang yang dia bawa, lalu berjalan mendekat. "Max?"Dia memanggilnya.Di sofa, Maxime tidak tidur, pikirannya buram, tidak mendengar Reina memanggilnya.Reina mengerutkan kening saat mencium bau alkohol di tubuhnya. Dia berniat meminta pelayan untuk membuatkan sup pereda mabuk.Namun, Maxime tiba-tiba meraih tangannya."Nana ... Nana ...."Dia memanggilnya berulang kali.Reina merasa seperti namanya meleleh karena dipanggil begitu olehnya.""Ya," jawabnya."Nana ...." Namun, Maxime masih memanggilnya, lalu berkata, "Apa kamu mencintaiku?""Hmm?" Reina bingung.Apa yang ditanyakan Maxime?Biasanya hanya orang-orang yang baru menjalin hubungan yang suka memikirkan
"Maxime, apa kamu ada waktu?" tanya Ethan.Maxime kebetulan sedang senggang. "Ya, ada.""Kalau begitu, mau ikut minum?" Ethan menambahkan.Maxime berpikir bahwa tidak ada yang bisa dia dilakukan karena dia sendirian di rumah. Jadi, dia menyetujuinya.Dia pun pergi ke Bar Eurios.Ethan sudah meminta seseorang untuk menyiapkan ruang pribadi.Biasanya pada jam-jam seperti ini, tidak ada seorang pun di dalam Bar Eurios.Ketika Maxime tiba, Ethan adalah satu-satunya orang yang ada di dalam ruangan mewah itu.Di atas meja di depannya, ada berbagai macam wine berkualitas."Maxime, kemarilah dan duduklah." Dia melambaikan tangan ke arah Maxime.Maxime berjalan lurus ke arahnya, duduk, menuangkan segelas wine dan meminumnya sekaligus.Saat itulah dia bertanya kepada Ethan, "Kenapa tiba-tiba mengajakku minum?"Ethan tersenyum tidak berdaya. "Lagi nggak senang saja."Setelah mengatakan itu, dia bertanya kepada Maxime, "Maxime, sebentar lagi Tahun baru, apa kamu nggak sibuk? Kenapa kamu ada waktu
Maxime mengangkat tangannya dan ujung jarinya mendarat di wajah Reina. "Kamu nggak adil.""Hmm?""Kamu nggak bisa berpisah sama anakmu, tapi kamu bisa berpisah denganku?" Maxime terdiam sejenak sebelum menambahkan, "Kamu harus tahu, kita akan menghabiskan sisa hidup ini bersama, kenapa aku merasa seperti berada di urutan terbawah dalam pikiranmu?"Reina menyadari bahwa pria ini cemburu pada anak-anak mereka.Sadar akan hal itu, Reina tidak bisa menahan tawa, kemudian berkata, "Tentu saja anak-anak lebih penting darimu. Mereka adalah orang yang aku lahirkan dengan hidupku sebagai taruhannya."Sorot mata Maxime sedikit berubah.Reina mengambil kesempatan untuk melepaskan diri dari pelukannya dan pergi dengan cepat.Maxime tidak menyangka Reina akan melarikan diri secara tiba-tiba. Dia bangun dan berjalan mengikutinya dengan kaki panjangnya.Untung saja dia memiliki kaki yang panjang. Sebelum Reina menutup pintu, Maxime sudah berhasil mengejarnya, menahan pintu dengannya. "Kenapa tutup pi
Setelah kematian Liane, kakek dan nenek tidak menunjukkan kesedihan mereka. Namun, Reina bisa melihat bahwa mereka berdua sangat sedih.Reina takut kedua orang tua itu akan kesepian, jadi setiap hari dia akan membagikan apa saja yang ada di keluarga mereka dengan keduanya. Dia juga akan menunjukkan foto dan video anak-anak kepada mereka.Keduanya juga sering melakukan panggilan video untuk mengecek keadaan anak-anak dan Reina.Hidup sepertinya kembali berjalan normal."Nana, apa kalian akan pulang Tahun Baru nanti?" Nenek bertanya dengan hati-hati.Dia mengerti bahwa Reina telah menikah dan menjadi bagian dari Keluarga Sunandar, jadi tentu saja segala sesuatunya harus dilakukan dengan memikirkan Keluarga Sunandar terlebih dahulu.Reina langsung mengetikkan jawaban, "Aku sama Max sudah memutuskan akan mengunjungi kalian setelah Tahun Baru.""Syukurlah. Datanglah lebih awal, aku dan kakekmu akan menyiapkan makanan enak." Kata-kata nenek penuh dengan kegembiraan.Reina juga turut bahagia.
Sembelit?Riko sangat terkejut, sejak kapan dia mengalami sembelit?Maxime terbatuk pelan, menatapnya penuh makna. Melihat itu, Riko langsung mengerti apa yang sedang terjadi.Dia terpaksa harus menerima alasan sembelit ini."Hmm, mungkin karena aku kurang minum air putih akhir-akhir ini."Mendengar ini, Reina merasa prihatin sekaligus khawatir, lalu memeluk Riko."Riko, Mama akan membawamu ke dokter. Kamu masih kecil, kenapa bisa sembelit?"Mendengar bahwa Riko benar-benar mengalami sembelit, hati Reina hancur.Hanya mereka yang pernah melahirkan seorang anak dan menjadi seorang ibu yang akan mengerti bahwa rasa sakit fisik sekecil apa pun pada seorang anak akan terlalu berat untuk ditanggung oleh seorang ibu.Wajah Riko terasa panas seperti api ketika Reina tiba-tiba memeluknya.Dia tidak menyangka akan dipeluk dan dibujuk oleh mamanya ketika dia mengaku sedang sembelit.Sudah lama dia tidak dipeluk Mama seperti itu."Mama, nggak perlu. Aku hanya perlu minum lebih banyak air dan aku