Mama Alfian menatap Reina dengan penuh rasa terima kasih.Begitu Reina angkat bicara, mama Diera membantu, "Bu Melisha, mereka semua cuma anak-anak. Lagian nggak ada masalah besar kok, sudah nggak usah memperbesar masalah."Begitu ada yang membela Alfian, orangtua lainnya juga menasihati Melisha untuk tidak memperbesar masalah ini."Lihat si Alfian sudah nangis sampai segitunya, dia pasti sudah sadar kalau salah.""Ya, ya."Melisha mengepalkan tangannya erat-erat, dia kesal.Namun karena ditonton banyak orang, dia tidak enak terus menindas anak kecil."Ya sudah, jangan sampai terulang lagi ya."Papa Alfian menebalkan muka dan berkata, "Terima kasih atas kemurahan hati Bu Melisha."Begitu masalah sudah selesai, mama Alfian mendorong suaminya pergi."Aku sudah buta, salah aku nikah sama kamu! Kamu nggak ada apa-apanya sama adikmu!"Saat kedua orangtuanya bertengkar Alfian merasa semakin tidak nyaman.Dia semakin merasa bersalah karena sudah membuat situasi jadi seperti ini.Setelah Alfia
Sore hari, langit dengan cepat menggelap. Reina dan yang lainnya duduk di lereng bukit, menikmati angin semilir sambil makan ikan bakar.Riko sengaja menyisakan ikan hidup untuk Alfian."Ikan ini nggak bisa hidup lama," katanya.Alfian menatap Riko dengan penuh kekaguman, "Terima kasih Riko, kamu baik banget."Reina tersenyum melihat momen ini.Riko benar-benar bijak, ke depannya pasti tidak akan kekurangan teman."Nggak masalah, cuma ikan aja kok." Riko tidak terbiasa menerima ucapan terima kasih.Alfian sangat tersentuh, tapi dia merasa tidak nyaman saat teringat kejadian tadi."Tante Nana, apa menurutmu tadi aku salah?"Dunia anak-anak itu hitam dan putih.Alfian merasa dirinya tidak salah, tetapi saat teringat papanya menyuruhnya minta maaf, dia jadi ragu.Reina berpikir sejenak sebelum menjawab."Menurut Tante sih nggak salah. Kamu cuma membela diri, lagian Tommy yang salah duluan."Alfian menjadi semakin bingung, "Terus kenapa papa minta aku minta maaf?""Karena di dunia orang de
Makan malam hari ini disiapkan oleh pihak sekolah.Tidak banyak ikan yang tertangkap siang tadi, jadi tangkapan ikan para ayah hanya sebagai tambahan lauk.Karena sedari siang sudah kerja keras, para orangtua dan murid semuanya kelelahan, jadi mereka semua makan banyak dan tidak lagi pilih-pilih makanan.Tommy makan sambil sesekali melirik Riko.Dalam hati dia iri pada Riko yang disukai banyak teman-teman, Riko jadi pemimpin, bukan pengikut.Melisha tidak nafsu makan, dia merasa sangat gugup karena tahu akan terjadi sesuatu malam ini.Dia juga sesekali melirik Reina dan cemburu saat melihat Reina sekeluarga bersenang-senang dengan bahagia.Setelah makan malam, semua orang beristirahat.Melisha mendatangi Maxime, "Max, makanannya oke? Kalau kamu nggak suka, aku punya makanan di sana, pastinya lebih sehat."Maxime tidak repot-repot melirik Melisha dan menjawab dengan nada dingin, "Nggak usah, terima kasih."Melisha mengernyit bingung. Kenapa sekarang sikapnya dingin sekali? Beda sekali d
Reina menunduk dan mengernyit bingung saat melihat kotak makan di depannya."Apa ini?""Melisha yang kasih, katanya ada daging. Kamu belum kenyang, 'kan? Nih makan sedikit," ucap Maxime.Melisha bisa mendengar ucapan Maxime dengan jelas.Api kecil yang menyala dalam hatinya langsung padam dalam sekejap.Kurang ajar! Dia pikir Maxime tertarik padanya makanya mau menerima pemberiannya, dia tidak menyangka Maxime melakukannya demi Reina."Max, kamu sayang banget ya sama istrimu. Aku ngasih banyak makanan, tapi kamu malah ngasih ke Nana." Nada bicara Melisha agak aneh.Reina benar-benar belum kenyang.Makan malam yang disajikan pihak sekolah terlalu sederhana dan sedikit.Reina melihat makanan yang diantarkan oleh Maxime, lalu menatap Melisha.Sebelum Reina sempat menolak, Maxime kembali berujar, "Ayo cepat makan, jangan kemalaman makannya, nggak sehat."Reina pun tidak sungkan lagi.Dia mengangguk, lalu berkata pada Melisha, "Terima kasih ya, Kak Melisha."Melisha tersenyum lembut, "Sama-
Malam pun tiba beserta gerimis.Awalnya tidak terlalu deras, tapi lama-lama deras juga.Padahal Maxime sudah menyiapkan selimut, tapi sekarang lebih nyaman tidur di kantong tidur.Reina bersembunyi di bawah selimut dan agak ketakutan mendengar suara petir yang menggelegar di luar sana.Namun Reina tidak berani menunjukkannya, apalagi ada Riko yang tidur di sampingnya.Riko tahu Reina paling takut dengan petir, jadi dia mengulurkan tangan dan menepuk kantong tidur Reina, "Sini Ma, tidur sama aku.""Hah? Kenapa?" Reina mengernyit bingung."Temenin aku, aku takut petir," ucap Maxime tiba-tiba.Padahal Riko yang mau bicara seperti itu, tapi Maxime sudah merebut kalimatnya.Riko pun melirik sinis pada Maxime.Reina terkejut, "Kamu ... takut petir?""Ya." Suara Maxime bergetar, sepertinya dia tidak berbohong.Reina juga takut.Reina yang polos pun berpikir, setiap orang punya kelemahannya sendiri. Meski Maxime kaya, berkuasa dan cakap, pastinya pria ini punya beberapa kekurangan yang tidak d
Tidak jauh dari tenda Maxime terjadi tanah longsor, batu-batuan besar tergeletak di dekat mereka."Bahaya sekali. Bukannya kemarin sudah diperiksa katanya area ini aman?"Tentu hal ini tidak akan terjadi tanpa campur tangan manusia.Reina ketakutan melihat pemandangan di depannya, "Ya Tuhan, kalau hujannya lebih deras dari kemarin, bisa-bisa tenda kami banjir atau terlindas batu besar itu."Begitu terpikir hal ini, Reina bergidik.Maxime menghampiri dan menghiburnya, "̃Nggak apa-apa, kita orang baik, pasti dilindungi."Reina mengangguk, "Ya."Para guru di sekolah juga ketakutan.Untungnya sekarang hujan sudah reda dan tidak terjadi kecelakaan, kalau tidak bagaimana mereka harus bertanggungjawab?Melisha adalah orang yang bertanggungjawab mencari tempat ini, mana mungkin dia mencari tempat yang membahayakan dirinya?Kalau batu sebesar itu tersapu hujan lebat, setidaknya beberapa keluarga akan terluka.Dalam situasi ini, para guru tidak berani menunda dan meminta semua orang untuk istira
Di penginapan, semua orang sedang sarapan dengan ketakutan dalam hati masing-masing.Setelah Maxime makan, dia keluar untuk menjawab telepon."Sudah tahu siapa pelakunya?" tanyanya.Ekki yang ada di ujung telepon pun melirik sekelompok orang yang berlutut dan menjawab, "Mereka mengaku sebagai penambang, mereka nggak ngaku sudah hampir mencelakai orang."Penambang?Bercanda?Namun karena mereka tidak mau mengaku, Ekki pun tidak bisa berbuat apa-apa."Bos, aku curiga ini perbuatan Aarav," tambah Ekki.Maxime juga tahu.Dengan wajah tenang, dia berkata, "Oke, kirim mereka ke kantor polisi.""Ya."Maxime menutup telepon dan kebetulan melihat mobil Melisha datang. Tommy dan Melisha pun turun dari mobil.Begitu Melisha turun dari mobil, matanya langsung tertuju pada pria bertubuh tinggi tegap dan wajahnya terlihat tegas, "Max."Jantung Melisha berdebar kencang."Max kok sendirian di sini, Nana dan Riko mana?""Lagi makan di dalam." Maxime menjawab dengan nada dingin.Melisha meminta sopir un
Riko pun berhenti membujuknya."Baiklah.""Terima kasih, Riko." Alfian langsung berseri-seri.Tommy melihat Alfian tersenyum di kejauhan dan mengira dia sedang menertawakannya, jadi dia berjalan ke arahnya dengan marah."Alfian, kamu minta dihajar ya?"Alfian meremas sendok di tangannya.Sebelum Riko sempat mengambil tindakan, Alfian sudah menjawab sambil tersenyum, "Tuan Muda Tommy, ya aku nggak berani lah. Kemarin itu salahku, sudah ya kamu jangan marah lagi, oke?""Bukannya kamu bilang aku ini pengikutmu?"Kali ini giliran Tommy yang tercengang.Kenapa bocah ini tiba-tiba berubah?Bukannya selama ini dia tidak suka menjadi pengikutnya?Alfian sekarang mengerti dia harus bersikap sesuai situasi. Dia tidak bisa bertindak seenaknya karena kondisi keluarganya tidak mendukung."Kamu nggak bohongi aku nih?" Tommy bertanya.Alfian tersenyum cerah, "Ya nggak lah. Yuk aku temani main, kalau mereka nggak mau temenin kamu main, biar aku aja yang temenin."Riko juga syok melihat perubahan Alfia
Joanna berkata kepada Reina dengan perasaan tidak senang, sambil menguap, "Aku pikir bakal lihat Aarav teriak-teriak. Nggak disangka masalahnya selesai secepat ini."Dia tidak bersimpati pada kedua belah pihak.Lagi pula, Keluarga Madison bukanlah keluarga baik-baik.Reina mengangguk. "Ya, aku nggak menyangka masalah ini diselesaikan dengan mementingkan kepentingan masing-masing."Joanna menepuk bahunya."Ke depannya, kamu harus terbiasa sama situasi seperti ini. Dalam keluarga besar, yang namanya perasaan nggak begitu penting, semuanya tentang kepentingan."Reina memikirkannya dengan bijaksana.Joanna kembali ke kamarnya untuk beristirahat, sementara Reina kembali ke tempatnya dan Maxime.Maxime tidak pergi ke sana hari ini, dia tidak terlalu suka masalah.Saat itu, dia sedang duduk di sofa sambil bermain ponsel.Reina bingung saat melihat dia masih terjaga. "Kenapa masih belum tidur? Ini sudah malam lho?""Terus kamu? Kenapa jam segini baru balik?" Maxime tidak tenang membiarkan Rein
Aarav paham dengan maksud perkataannya dan mengangguk mengerti."Jangan khawatir, aku tahu."Joanna dan Reina saling memandang, sudut mulutnya terangkat. "Aku pikir ada acara besar, ternyata bukan. Ayo kita pergi."Reina mengangguk.Saat itu, beberapa wajah yang lebih familier masuk dari luar.Reina melihat para pengunjung, yang tidak lain keluarga Melisha."Ibu, orang Keluarga Madison datang," kata Reina.Joanna langsung menghentikan langkah kakinya."Kalau begitu kita tunggu sebentar lagi saja.""Ya." Tentu saja Reina mendengarkan apa yang dikatakan Joanna.Keduanya belum keluar dan sempat melihat orang-orang Keluarga Madison terengah-engah dari luar.Melihat mereka, wajah Aarav berubah serius."Kenapa kalian datang?"Rombongan Keluarga Madison yang berada di barisan paling depan adalah ayah Melisha. "Mau apa lagi, aku datang mau jemput putriku.""Ternyata Keluarga Sunandar berani bersikap sekeras ini kepada putriku." Dipta melihat luka-luka di tubuh Melisha dan mengepalkan tinjunya.
"Tuan, Keluarga Tuan Daniel datang," kata pelayan itu.Mendengar kata-kata itu, keheningan seketika menyelimuti ruangan itu.Kekesalan di bawah mata Aarav makin tidak bisa disembunyikan. "Sial! Mau apa mereka ke sini?"Rendy menyela, "Apa lagi, mereka pasti datang karena mau lihat masalah di keluarga kita."Aarav menatapnya dengan tatapan kosong.Kemudian, dia hendak meminta pembantu untuk keluar dan memberitahu mereka bahwa dia tidak ada di rumah.Tidak disangka Daniel dan yang lainnya datang tanpa dipersilakan masuk.Aarav tidak pernah sebenci ini kepada Daniel.Hal pertama yang Reina lihat setelah masuk adalah Melisha, yang diikat dan berlutut, serta pria simpanannya.Keduanya memiliki memar di tubuh mereka, terlihat jelas bahwa mereka habis dipukuli.Reina kemudian melihat Aarav duduk di ujung meja, di sebelahnya ada Rendy yang ditahan oleh beberapa pengawal."Daniel, kenapa kalian datang ke mari selarut ini? Aku bikin kalian melihat lelucon keluarga kami." Setelah itu, Aarav melir
Daniel mengerutkan kening. "Itu masalah keluarga mereka, ngapain kalian mau ke sana?"Joanna membalas dengan acuh."Bukannya kamu dan kakakmu itu keluarga? Sekarang, sesuatu terjadi di keluarganya, kenapa kamu malah bilang keluarga mereka?"Ketika Daniel mendengar ini, dia tersedak lagi dan benar-benar tidak bisa berkata-kata.Reina merasa sedikit tidak enak hati.Untungnya, Maxime menimpali, "Pergilah kalau kamu mau melihatnya. Kami juga prihatin sama keluarga Om Aarav."Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Jangan sampai Om Aarav bertindak impulsif karena marah."Melisha dan Klinton sudah ditangkap, entah apa yang akan dilakukan Aarav dan Rendy kepada mereka.Mendengar ini, Daniel mengangguk dan mengerti maksud perkataan Maxime."Kamu benar, kita harus pergi ke sana."Dia juga mengkhawatirkan kakaknya....Sisi lain.Rumah Aarav.Baik Melisha dan Klinton berada dalam kondisi yang menyedihkan, berlutut di lantai.Mereka habis dipukuli dan tubuh mereka penuh dengan luka.Aarav duduk
"Bagaimana ini bisa terjadi? Ini pasti palu, ini palsu!" Tommy bergumam sendiri.Dia tidak percaya ibunya akan pergi dengan pria lain.Melisha sangat mencintainya, bagaimana mungkin dia meninggalkannya begitu saja?Melihat ketidakpercayaannya, murid-murid yang lain berkata, "Kalau kamu nggak percaya, tanya saja sama kakek dan ayahmu."Tommy segera menelepon Aarav."Kakek, mereka bilang Mama kabur sama pria lain dan nggak menginginkanku lagi."Mendengar cucunya menanyakan hal ini, Aarav tidak menyembunyikannya darinya."Tommy,, mulai sekarang kamu cuma punya Kakek dan Papa. Nggak usah pedulikan Mama mu. Papa sama Kakek bakal jaga kamu dengan baik."Tommy masih kecil, tetapi dia tidak bodoh.Apa yang tidak bisa dia pahami sekarang? Ternyata ibunya benar-benar tidak menginginkannya lagi.Jelas-jelas kemarin lusa ibunya sudah siap untuk membawanya pergi, kenapa sekarang berubah pikiran?Tommy benar-benar tidak ingin pergi ke sekolah lagi dan bergegas keluar dari dalam kelas.Namun, dia mem
Klinton memeluk Melisha dari belakang.Melisha menghela napas. "Kita melarikan diri ke sini berdua, tapi anakku sendirian di Kota Simaliki."Kata siapa dia sendirian? Kakek sama ayahnya ada di Kota Simaliki, jadi nggak usah khawatir. " Klinton berusaha menenangkannya.Melisha tidak bisa menahan diri dan meninjunya di dada."Itu bukan anakmu, jadi kamu nggak perlu merasa khawatir."Mendengar ini, Klinton kembali memeluknya."Begini saja, lahirkan anak juga untukku."Dia menggendong Melisha menuju tempat tidur.Melisha memukulnya dengan malu-malu. "Aku nggak akan kasih kamu anak."Kedua orang itu berbicara dan tertawa, tidak sadar bahwa mereka berdua sedang dipantau.Di sisi lain.Di dalam bar.Rendy terus menenggak minuman di tangannya.Teman-teman di sekelilingnya menasihatinya, "Rendy, nggak perlu marah sama wanita model begitu. Kita punya uang, wanita seperti apa yang nggak bisa kita dapatkan?"Mudah memang bicara begitu, tetapi Rendy masih tidak terima.Sejak dipukuli oleh Maxime, d
Melihat ini, Joanna cukup terhibur, lalu dia bertanya, "Kak, ada apa? Kita keluarga, jadi nggak ada yang perlu disembunyikan, 'kan?"Dia mengatakan apa yang Aarav katakan barusan.Sudut mulut Aarav berkedut pelan, memaksa dirinya untuk tenang."Bukan apa-apa, cuma katanya bawahanku belum menemukan Melisha."Dia sebenarnya telah berbohong.Sekretaris yang baru saja datang memberitahunya bahwa banyak hal penting di dalam perusahaan telah dibawa pergi oleh Melisha, kemudian ada beberapa rahasia perusahaan yang bocor.Tentu saja Joanna tidak akan mempercayai perkataannya, tetapi dia tetap berkata, "Kenapa bisa begitu? Apa mau minta Max buat bantu cari?""Nggak perlu. Max sudah sibuk, jadi lebih baik nggak merepotkannya."Aarav langsung minum air setelah mengatakan itu.Wajahnya sedikit menegang saat menatap Joanna, Reina dan Maxime yang terlihat masih belum ingin pergi."Kalian sudah makan belum? Kalau belum, ada restoran yang bagus di luar. Aku akan minta sekretarisku buat membawakan maka
Wajah Joanna membeku, semua kebahagiaan yang dia rasakan lenyap begitu saja."Huh!" Dia mendengus dingin. "Daniel, urus saja urusanmu sendiri, aku akan melakukan apa yang aku inginkan, kenapa kamu ribut?"Dibantah di depan Reina, wajah Daniel terlihat muram."Kenapa sekarang kamu jadi begini?" Dia pergi dengan tangan di belakang punggungnya.Melihat kepergiannya, Joanna berkata kepada Reina, "Nana, ayo pergi, kita temui om mu itu."Reina tentu saja tidak bisa menolak."Ya."Saat masuk ke dalam mobil dan pergi menemui Aarav, dia mengeluarkan ponselnya untuk mengirim pesan kepada Maxime.Bukan karena hal lain, tetapi karena pasti akan ada masalah saat mereka sudah sampai di sana nanti.Reina berpikir bahwa dia lebih baik sedikit menjauh.Maxime masih di luar mengurus pekerjaannya. Melihat pesan yang dikirimkan Reina, dia langsung membalasnya tanpa ragu."Ya, aku akan ke sana sekarang."Awalnya Maxime selalu bersama Reina, tetapi hari ini ada kerja sama yang sangat penting yang harus dia
Keesokan harinya.Kediaman Keluarga Sunandar.Teman-teman Joanna datang untuk bermain kartu dengan Joanna. Mereka tidak bisa menahan diri dan mulai bergosip tentang Melisha.Hari ini, Reina kebetulan sedang tidak ada urusan penting, jadi datang membawa anak-anaknya. Dia juga sempat mendengar pembicaraan mereka."Aku nggak percaya kalau Melisha wanita kayak gitu.""Ya, bikin malu Keluarga Madison saja karena punya anak sepertinya.""Joanna, katakan sesuatu. Keluarga kakakmu itu pasti lagi berantakan, ya?"Sudut mulut Joanna terangkat sedikit.Dia mengeluarkan kartunya, lalu menjawab, "Siapa yang tahu? Sekarang, kesibukanku cuma main kartu dan minum teh, nggak terlalu peduli sama apa yang terjadi di luar sana. Kalau kalian nggak bilang, aku malah nggak tahu.""Wah, kita semua harus belajar dari Joanna dan nggak bergosip terus." Ada satu istri kaya yang menyanjung Joanna.Istri yang lain juga mengangguk setuju.Joanna melambaikan tangannya. "Bicara apa kalian ini? Kalian lanjutkan saja pe