"Bos, aku benar-benar nggak menyangka orang yang membantu Syena dan memfitnahmu di internet itu ternyata tantemu sendiri." Sisil tidak bisa berkata-kata. Setelah bicara, dia menambahkan, "Tapi waktu itu dia belum tahu identitasmu, semua salah paham."Saat mereka mengobrol, Naria sudah datang ke ruang tamu."Nana."Naria tampak berseri-seri. Meski sudah kepala empat, dia masih terlihat seperti di usia kepala tiga.Dia mau memeluk Reina, tapi kali ini Reina sudah bersiap dan menghindarinya.Naria merasa kecewa, "Nana, kok jahat sih? Kok nggak ngasih tantemu ini meluk kamu?"Naria bertingkah seperti anak manja.Sisil tidak percaya saat melihat bos besar bertingkah seperti ini di depan Reina."Bibi Naria, jangan seperti ini.""Boleh nggak jangan manggil aku Bibi? Panggil Tante aja, soalnya panggilan Bibi itu terlalu formal, aku jadi kelihatan tua." Naria berpura-pura tidak senang.Reina hanya bisa menurut, "Tante, kok ada di sini?"Yah, memanggil 'tante' lebih mudah dibanding memanggil 'ib
"Brigitta ...." Naria menggumamkan nama itu dan tiba-tiba matanya berbinar, "Kakekmu ... Jefry bukan?"Saat nama ini disebutkan, ekspresi Brigitta berubah dan dia mengangguk berulang kali, "Ya, kamu kenal kakekku?""Lebih dari sekedar kenalan, lelaki tua itu sering memintaku datang untuk bermain. Kamu belum lahir." Setelah Naria selesai bicara, dia berkata dengan menyesal, "Sayang sekali Keluarga Fandie nggak lagi seperti dulu, kamu pasti banyak menderita."Hanya dengan beberapa kalimat, Naria berhasil mendekatkan diri dengan Brigitta.Brigitta seperti Sisil, awalnya waspada terhadap Naria, tapi sekarang dia berubah pikiran."Itu semua sudah berlalu," jawab Brigitta sambil menundukkan kepalanya.Naria tampak menyesal, "Waktu kejadian Keluarga Fandie, aku belum punya kemampuan. Maaf ya aku nggak bisa membantu kalian."Brigitta menggeleng, "Ini semua adalah takdir. Keluarga Fandie nggak menyalahkan siapa pun."Ini adalah pertama kalinya Reina mendengar Brigitta bicara tentang keluarganya
Saat sarapan, Liane pun diam-diam belajar dari Naria."Kok kamu berhasil membujuk Reina dan temannya keluar?""Itu bukan sesuatu yang mudah untuk diajarkan, Kak. Kakak harus pelan-pelan, jangan nggak sabaran," jawab Naria/Liane juga tahu dia tidak boleh terburu-buru, tapi dia takut fisiknya tidak kuat menunggu.Naria pun menghiburnya, "Nana itu anak yang baik, suatu saat nanti dia pasti akan tahu. Yang terpenting saat ini adalah bisa rukun dengannya, terlepas dari identitas apa pun yang harus digunakan."Liane mengangguk, "Oke, terima kasih.""Kita ini bersaudara, buat apa sungkan?"Naria pun memeluk Liane dengan sedih. Dia merasa sangat tertekan saat melihat pelipis Liane yang ditumbuhi semakin banyak uban."Kak, kamu harus jaga diri baik-baik.""Iya, aku tahu." Liane merasa aneh karena mendadak dipeluk Naria. "Kamu kenapa sih? Kok tiba-tiba memelukku?""Dengan begini kita bisa jadi lebih dekat," jawab Naria sambil tersenyum. "Ayo, kita duduk dan makan bersama orang-orang muda sepert
Syena menatap mereka berdua dengan dingin sambil memantapkan hati. Begitu Naria pergi, dia akan langsung melaksanakan rencananya.Setelah makan malam, Liane mengantar Naria ke bandara.Syena belum tidur saat Liane pulang, jadi Syena memberikan Liane segelas susu hangat, "Diminum dulu susunya, Bu.""Iya, makasih." Liane mengambil gelas itu dan menenggak isinya tanpa berpikir macam-macam.Setelah minum, dia menatap Syena dan berkata dengan tulus, "Ibu dan bibimu habis menemui Nana hari ini.""Apa Nana sudah memaafkan Ibu sekarang?" tanya Syena berpura-pura baik.Liane menggeleng, "Dia masih asing dengan Ibu, Ibu nggak tahu harus bagaimana agar dia mau memaafkan Ibu."Setelah itu, Liane menengadah menatap Syena lagi."Syena, Ibu sudah mengubah isi surat wasiat Ibu. Setengah dari warisan Ibu akan jatuh ke tangan Nana. Kamu nggak keberatan, 'kan?"Setengah harta warisan!Kenyataan ini benar-benar menohok perasaan Syena.Bisa-bisanya Liane mewariskan setengah dari hartanya kepada orang yang
Rizki menghampiri Reina, lalu langsung berlutut tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Reina sontak terlihat kaget."Kalian sedang apa?"Liane pun berjalan ke samping Rizki, "Nana, dialah yang menculik dan nyaris membunuh Riko. Itu semua atas perintahku.""Tolong maafkan aku, Nona Reina!" timpal Rizki. "Kepulanganku kali ini semata-mata untuk menebus dosa-dosaku. Aku bahkan rela mati kalau kamu menyuruhku mati sekarang juga!"Sekujur tubuh Liane sontak gemetar.Rizki sudah bertahun-tahun mengikutinya dan selalu mementingkan dirinya. Liane tidak akan berada di posisinya yang sekarang tanpa Rizki."Nana, kumohon tolong maafkan Rizki," ujar Liane memberanikan diri. "Aku tahu aku nggak pantas memohon seperti itu. Sebagai nenek Riko, justru aku yang harusnya mati dan bukannya Rizki."Reina akhirnya mengerti tujuan kedatangan mereka.Ingatannya memang belum benar-benar pulih, tapi samar-samar dia masih ingat bagaimana Riko pernah berada dalam bahaya.Yang mereka incar itu nyawa putranya!Mereka
Setelah Liane dan Rizki kembali, Syena juga mendengar kata-kata Reina."Bu, Om Rizki, kalian itu orang yang lebih tua. Sudah bagus mau minta maaf, masa sekarang harus sampai dipenjara?" Syena sangat takut dirinya terseret masalah.Rizki menghela napas berulang kali, "Ini semua salahku. Harusnya aku nggak melakukan hal yang aku tahu salah, aku nggak menyangka malah akan mencelakai kita sendiri. Ini karmaku."Liane pun angkat bicara."Aku nggak menyalahkanmu, ini salahku karena nggak memikirkan masalah ini dengan hati-hati."Dulu dia sudah menyalahgunakan kekuatan untuk menindas orang lain.Syena menyaksikan kedua orang itu mengambil tanggung jawab satu sama lain dengan tatapan jijik."Nggak ada yang patut disalahkan dalam hal ini. Siapa yang sangka dia itu adikku?"Liane menyangkalnya, "Meski bukan adikmu, kita nggak seharusnya berbuat seperti itu.""Ya." Rizki menimpali, "Selama ini aku ikut Bu Liane, aku nggak pernah menindas orang yang nggak salah. Tapi seiring dengan semakin kuatnya
Rizki menunggu di luar TK Riko keesokan paginya.Dia melihat Riko berjalan dari kejauhan dan sekilas mengenalinya.Anak ini tidak hanya tampan, tapi juga sangat pintar. Bahkan di antara sekelompok anak-anak, dialah yang paling mencolok.Riko juga merasakan seseorang sedang menatapnya. Dia menoleh ke belakang, tetapi tidak melihat apa pun.Tommy sudah menunggu Riko jadi gelandangan, sayangnya orangtuanya belum berhasil."Riko."Dia langsung datang ke sisi Riko.Riko berhenti dan kembali menatapnya, "Ada apa?""Ayo baikan.""Baikan? Kan kamu yang bilang nggak mau main lagi sama aku, terus aku harus jadi pengikutmu karena kamu akan menjadi pewaris Keluarga Sunandar?" Riko sengaja menggodanya.Wajah kecil Tommy memerah, "Aku 'kan cuma bercanda?""Oh, cuma bercanda?" Riko tidak berpikir begitu.Baru-baru ini, dia meminta Tuan Besar Jacob untuk memperkuat keamanan di sekitarnya, hanya karena dia takut orangtua Tommy akan main kotor."Ya. Riko, aku benar-benar tahu aku salah dan aku mau berte
Maxime memang lawan yang berat, tapi semua orang tahu kelemahannya, Reina.Melisha memposting pesan di grup Komite Orangtua Murid, "Ibu-ibu terkasih, para guru dan aku sudah mendiskusikannya. Karena cuacanya bagus belakangan ini, kita akan memanfaatkan waktu yang indah ini untuk mengajak anak-anak jalan-jalan. Semua orang diharap bisa berpartisipasi ya."Sebagian besar orangtua pun setuju.Reina juga melihat berita itu.Karena semua orangtua akan berpartisipasi, Reina yang tidak bisa menolak pun setuju untuk ikut.Melisha merasa lega saat melihat jawaban Reina dan dia dengan baik hati mengirimkan beberapa hal dari masa lalu yang harus Reina perhatikan."Nana, kudengar dari Bibi Joanna, kondisi kesehatanmu lagi nggak bagus ya? Kalau kamu mau ngajak Riko jalan-jalan, kamu harus ekstra hati-hati ya. Nanti 'kan kita mau pergi berkemah, ini aku kasih daftar peralatan, tinggal kamu beli aja sesuai daftar ini. Kamu harus bawa lengkap peralatannya ya, kayak obat nyamuk, minyak angin dan lainny
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba