Maxime memang lawan yang berat, tapi semua orang tahu kelemahannya, Reina.Melisha memposting pesan di grup Komite Orangtua Murid, "Ibu-ibu terkasih, para guru dan aku sudah mendiskusikannya. Karena cuacanya bagus belakangan ini, kita akan memanfaatkan waktu yang indah ini untuk mengajak anak-anak jalan-jalan. Semua orang diharap bisa berpartisipasi ya."Sebagian besar orangtua pun setuju.Reina juga melihat berita itu.Karena semua orangtua akan berpartisipasi, Reina yang tidak bisa menolak pun setuju untuk ikut.Melisha merasa lega saat melihat jawaban Reina dan dia dengan baik hati mengirimkan beberapa hal dari masa lalu yang harus Reina perhatikan."Nana, kudengar dari Bibi Joanna, kondisi kesehatanmu lagi nggak bagus ya? Kalau kamu mau ngajak Riko jalan-jalan, kamu harus ekstra hati-hati ya. Nanti 'kan kita mau pergi berkemah, ini aku kasih daftar peralatan, tinggal kamu beli aja sesuai daftar ini. Kamu harus bawa lengkap peralatannya ya, kayak obat nyamuk, minyak angin dan lainny
Melisha tidak ingin Maxime ikut, karena kalau ada Maxime, dia jadi tidak leluasa melakukan sesuatu pada Reina."Aku lebih tenang kalau ikut, aku nggak perlu orang lain siapin apa-apa untukku," jawab Maxime.Melisha kalah debat.Para ibu-ibu menoleh ke arah Reina, saat mereka melihat Maxime berdiri di samping Reina, mereka hanya bisa menghela napas sambil sesekali melirik Maxime."Mama Riko beruntung banget ya, lihat tuh suaminya ganteng, kaya pula.""Iya, pantas aja anak mereka cerdas. Katanya si Riko itu meraih juara pertama olimpiade matematika yang baru diadakan kemarin itu lho.""Hahh ... enak banget kalau anakku bisa menikah sama Riko.""Mimpi ya."Mereka semua melanjutkan gosip.Selain Maxime, ada juga beberapa murid yang ditemani lengkap oleh kedua orangtuanya.Semua orang masuk ke mobil masing-masing dan berangkat bersama.Riko duduk di dalam mobil dan sesekali melirik Reina yang terlihat masih suka melamun."Gimana Ma rasanya belakangan? Ada yang kerasa nggak nyaman?"Reina te
Reina mengangkat kepalanya dan menatap mama Diera, "Mama Diera, ada apa?"Mama Diera tersipu malu dan berkata, "Nana, aku lupa membawa taplak. Boleh nggak kita makan bareng?"Reina tidak bisa menolak, jadi dia mengangguk setuju."Oke, oke."Apalagi taplak yang mereka bawa cukup besar.Mama Diera langsung berseri-seri kegirangan, dia menyuruh Diera duduk dulu, lalu dia pergi mengambil makanan.Maxime yang kembali dari mengambil makanan pun mengernyit bingung.Reina memberitahukan alasannya."Aku suruh orang antar taplak lain aja," kata Maxime."Butuh waktu lah kalau kamu suruh mereka antar sekarang, nggak apa-apa, kita makan bareng aja sekarang," kata Reina."Oke."Mama Diera datang membawa setumpuk makanan, "Ini silakan dimakan, aku bikin sendiri.""Terima kasih."Kali ini mama Diera menatap Maxime, "Pak Maxime, Anda terkenal banget, suamiku sering ngomongin Anda, katanya dia pernah ngobrol denganmu di sebuah pesta.""Jadi kali ini waktu dia dengar aku bisa ketemu denganmu, dia minta a
Melisha terus menuang minyak dalam api, "Sebenarnya nggak bagus juga sih kalau pria itu terlalu tampan dan cakap. Jadi banyak wanita penggoda mendekat. Nana, kamu harus berhati-hati."Reina tidak menghiraukan ucapan Melisha."Kadang memang ada kalanya seseorang nggak bisa mengendalikan diri, kalau sudah begitu nggak ada gunanya kita larang. Mendingan kita fokus sama diri sendiri."Melisha tidak menyangka Reina begitu lapang dada dan membuatnya begitu mati kutu."Sebentar lagi kita akan mendirikan tenda. Kalau ada yang nggak bisa, panggil aku aja. Nanti aku suruh orang bantuin," kata Melisha sebelum pergi."Oke, terima kasih."Tidak lama setelah Melisha pergi, Maxime kembali ke sisi Reina.Yang aneh adalah ekspresi para ibu-ibu yang tadi mengerumuni Maxime terlihat kesal. Mereka tidak lagi berani mendekati Maxime untuk mengobrol dengannya."Kenapa ibu-ibu itu nyari kamu?" tanya Reina.Sudah lama sekali Maxime tidak melihat Reina peduli padanya. Maxime pun sengaja menggodanya, "Tebak."R
Jantung Melisha berdebar cepat saat menatap lengan kekar dan wajah tampan Maxime.Hahh ... alangkah indahnya kalau dia menikah dengan Maxime.Melisha tiba-tiba mengeluarkan tisu sambil berkata, "Ya ampun lihat keringatmu, sini aku lap-in."Melisha mengeluarkan tisu dan hendak menyeka keringat Maxime.Maxime hendak menolak ketika dia melihat Reina dan Riko berjalan mendekat padanya untuk memetik seikat bunga liar, jadi Maxime sengaja tidak bergerak.Melisha menyeka keringat Maxime dengan gugup. Hatinya terasa seperti banyak semut begitu melihat Maxime tidak menolaknya.Kata orang, bukannya wanita yang disukai Maxime itu cuma Marshanda dan Reina?Memang benar, semua pria sama saja!Melisha menyesal kenapa dulu dia tidak mendekati Maxime, kalau dulu berhasil mendapatkan pria ini, maka posisi istri CEO Grup IM akan menjadi miliknya.Begitu terpikir hal ini, api berkobar di dalam hatinya dan tangannya perlahan bergerak ke bawah.Reina yang menggandeng Riko kebetulan melihat momen yang begit
Maxime spontan tersenyum, "̛Iya, oke."Tak lama, malam pun tiba. Langit malam yang terbentang luas bertabur bintang.Reina dan Riko duduk bersama. Maxime duduk satu meter dari mereka berdua dan meminta bawahannya datang menyiapkan barbeku.Aroma barbeku pun menarik perhatian para anak-anak dan ibu-ibu.Satu per satu mulai melirik ke arah mereka.Reina yang merasa sungkan pun berkata, "Riko, sana ajak teman-teman, orangtua mereka sama para guru buat ikut makan barbeku di sini."Reina juga tidak menyangka Maxime akan menyiapkan barbeku.Padahal dua hari yang lalu Reina cuma asal bicara, dia bilang enaknya berkemah sambil barbeku."Oke."Riko menepuk pantatnya, lalu berdiri dan memanggil semua orang.Jadi untuk sementara, Reina dan Maxime berduaan saja.Mencium aroma barbeku, Reina pun melirik Maxime.Maxime menyerahkan daging panggang yang sudah matang padanya, "Ini.""Kamu makan aja dulu, nanti aku makan yang kupanggang." Reina sungkan menerimanya karena barusan dia sudah membuat Maxime
Maxime berbohong dengan tampang dingin, "Semalam kamu nggak nyenyak tidurnya terus melindur bilang kedinginan, jadi aku peluk kamu.""Hah?" Reina tidak percaya.Karena sekarang cuaca sudah menghangat, semalam Reina tidak merasa kedinginan sama sekali.Riko yang baring tidak jauh dari mereka pun keluar dari kantong tidurnya."Ma, aku bisa buktiin kok kalau semalam Mama melindur dan minta dipeluk." Riko memasang tampang serius dan sepertinya tidak berbohong sama sekali.Saat Reina mendengar ucapan Riko, wajahnya memerah karena malu.Kenapa dia bisa melindur seperti itu? Apa karena makin tua, tubuhnya makin rewel?Riko mendatangi Reina dan berkata, "Mama nggak usah malu, dulu Mama juga pernah tidur sama dia kayak gini kok."Reina makin ingin mengubur dirinya."Iya, iya." Reina menarik napas dalam-dalam lalu menatap Maxime, "Terima kasih untuk semalam, maaf ya ganggu tidurmu."Maxime menggeleng, "Nggak kok. Aku sudah minta orang siapin selimut, malam ini kita tidur pakai selimut ya.""Ngga
Matahari tepat menyinari wajah Maxime, membuat tubuhnya yang tinggi tegap pun terlihat perkasa.Reina tercengang.Bukannya rata-rata anak orang kaya tidak tahu hal kampungan seperti ini? Ternyata Maxime bisa?Maxime sadar Reina menoleh, dia pun mengangkat tangannya dan memberi tanda pada Reina untuk mengambil ikan tangkapannya.Riko sangat bersemangat, "Lempar ke sini."Maxime melemparkan seekor ikan sepanjang telapak tangan, tepat di titik yang diminta Riko.Riko langsung memungutnya.Bagaimanapun, Riko masih anak-anak yang tentu bahagia melihat ikan hidup.Riko adalah anak pertama yang mendapat ikan. Dia menggali lubang, mengisi air ke dalamnya, lalu memasukkan ikan tangkapan Maxime ke dalamnya.Teman-temannya yang lain pun datang menonton."Wah Riko, ini ikan tangkapan papamu?"Riko ragu-ragu sejenak, lalu mengangguk.Seorang gadis kecil berlutut dan berkata dengan iri, "Papamu hebat banget, papaku saja belum dapat."Anak-anak lain juga memuji Riko dan iri padanya.Tidak lama kemudi
Jess membuka pintu rumah barunya bersama Erik dan mendapati di dalamnya kosong.Dia pikir Erik benar-benar pergi bekerja, jadi dia tidak menelepon Erik untuk bertanya.Dia duduk di sofa, mengeluarkan kartu yang diberikan oleh Morgan dan dengan hati-hati meletakkannya di lapisan paling dalam tasnya.Kemudian Jess mengirim pesan pada Erik, "Aku sudah ketemu Morgan. Dia baik-baik saja. Aku sudah pulang."Setelah memberi tahu Morgan kegiatannya hari ini, Jess merasa tidak ada kerjaan. Jadi dia menyapu dan membersihkan seluruh rumah, lalu istirahat sebentar dan mulai masak.Jess memasak makan malam dan menunggu Erik kembali untuk makan, tapi waktu berlalu dan ternyata Erik tidak kunjung pulang.Melihat makanan di atas meja sudah dingin, Jess pun khawatir dan menelepon Erik.Di sisi lain, Erik baru saja sampai dan melihat telepon dari Jess.Dia sudah melihat pesan teks yang dikirim oleh Jess sebelumnya dan merasa sangat bersalah, jadi dia tidak membalas Jess.Sekarang saat melihat Jess menel
"Ambil." Morgan berkata lagi, dengan nada yang tidak bisa ditolak.Namun, Jess tetap menolak menerimanya.Morgan tidak berdaya, "Bisa nggak kamu dengerin aku sekali saja?"Jess menunduk, "Tuan Morgan, aku nggak melakukan apa-apa buatmu, aku nggak bisa ambil uang ini. Lagian waktu aku mengundurkan diri, departemen keuangan sudah kasih bonus buatku. Aku nggak bisa terima uang ini."Setelah Jess selesai bicara, keduanya terdiam lama.Morgan menyesap tehnya, lalu entah mengapa dia bertanya dengan nada aneh, "Kalau misal terjadi sesuatu sama aku, gimana?""Hah?" Jess sangat terkejut, "Tuan Morgan, apa maksudmu?""Jangan panik gitu. Aku kan bilang 'misal'. Misalnya terjadi sesuatu sama aku, aku 'kan nggak punya teman, cuma kamu seorang. Nggak masalah 'kan kalau aku ngasih sebagian harta aku buatmu?" ucap Morgan.Jess merasa takut, "Tuan Morgan, jangan ngomong sembarangan, kamu akan baik-baik saja. Lagian, kamu masih punya orangtua dan kakak. Suatu hari nanti juga akan dapat teman.""Nggak. K
"Baik. Erik sangat baik sama aku. Tadinya dia nemenin aku buat nyari kamu, tapi karena sudah ke beberapa tempat kami nggak menemukanmu, dia pergi kerja dulu."Jess berkata seperti ini karena dia mau Morgan dan Erik mengesampingkan perseteruan mereka.Morgan merasa tidak nyaman dan berkata, "Selama dia memperlakukanmu dengan baik, itu bagus.""Ya."Jess tidak berkomentar lebih lanjut dan undur diri, "Kalau begitu aku pergi dulu."Dia juga mau memberi tahu Erik kalau dia sudah menemukan Morgan.Tapi Morgan tidak mau Jess pergi begitu saja, "Kita sudah lama lho nggak ngobrol. Makan bareng baru balik?"Jess menggeleng dan menolak."Nggak usah, Erik masih nunggu aku pulang.""Bukannya kamu bilang dia pergi bekerja?" Morgan langsung mengungkap kebohongan Jess, "Jangan khawatir, ini cuma makan dan ngobrol, nggak ada yang lain."Jess tidak bisa menolaknya lagi dan mengangguk setuju.Keduanya pergi ke restoran terdekat untuk makan bersama.Jess sengaja mencari tempat yang lebih mencolok di deka
"Aku juga nggak tahu ... Temanku nggak tahu seberapa besar rasa cintanya sama istrinya. Tapi yang jelas kalau dia melepaskannya sekarang, dia pasti akan menyesal dan sangat tersiksa," jawab Erik.Erik tahu betul, dia sudah jatuh cinta pada wanita tidak biasa.Dia tidak bisa mengatakan Jess adalah cinta sejatinya, tapi yang jelas dia tidak bisa terima kalau putus sekarang.Itu sebabnya dia menyela jawaban Jess tadi.Mungkin saat kita memang menyukai seseorang, kita menjadi rendah hati."Ya sudah, teruskan saja." Revin berkata, "Bersama jauh lebih baik daripada nggak bersama."Seperti Revin, dia bahkan tidak punya kesempatan untuk bersama Reina.Erik justru menunggu kata-kata ini."Oke, kalau gitu terus bareng sampai bosan sendiri."Erik merasa kalau dia terus menyukai Jess, ada waktunya di mana dia akan merasa muak sendiri.Dia pernah jatuh cinta, apalagi pada cinta pertamanya yang sangat tidak terlupakan. Tapi baginya sekarang, semua itu hanya sekadar cerita masa lalu.Erik menutup tel
Jess langsung menggeleng, "Nggak, aku harus menemukannya, kalau nggak, aku nggak akan tenang."Melihat Jess begitu keras kepala dan gelisah dalam beberapa hari terakhir, Erik pun bertanya."Jess, kamu masih suka dia ya?"Jess tercengang.Dia hanya menatap ke bawah dan tidak berani menatap mata Erik.Erik langsung paham.Padahal Jess jelas-jelas sudah menjelaskan ketika dia setuju untuk bersama Erik, tapi Erik masih merasa tidak nyaman sekarang.Jess mengepalkan tangannya dan hendak membuka mulut untuk bicara.Erik langsung berkata, "Jangan marah, aku cuma tanya, nggak perlu dijawab."Suasana hati Erik menjadi semakin tertekan, namun dia tidak berani menunjukkannya.Meski Jess bukan tipe wanita yang peka dan sensitif, dia menyadari perubahan emosi Erik.Jess perlahan mengangkat kepalanya dan menatap Erik dengan tatapan yang rumit, "Erik, maaf."Erik tersenyum pahit, "Kok kamu minta maaf? Kamu 'kan nggak salah."Tenggorokan Jess rasanya tersumbatMelihat Jess kesulitan, Erik pun menggant
Reina yang tahu pun terkejut. Dia mendatangi Maxime untuk bertanya."Kok kamu bisa membuat Morgan setuju?"Padahal kemarin Morgan tidak setuju meski Reina sudah berusaha membujuknya.Tentu saja, Maxime tidak memberi tahu Reina bahwa dia sudah memohon agar Morgan menyetujuinya."Mungkin karena dia masih punya hati nurani, kemarin aku ngasih tahu dia, kalau Sisca itu baik banget sama Talitha."Reina menghela napas lega, "Semoga dia bisa berubah jadi orang yang lebih baik.""Ya."Maxime mengangguk.Meski begitu, Maxime sangat mengkhawatirkan Morgan.Dia merasa Morgan tidak bisa berubah segampang itu apalagi dalam lingkungan seperti ini tanpa ditemani siapa-siapa. Morgan jadi menutup diri....Di dalam vila pribadi Morgan, ponsel Morgan terus bergetar.Morgan tidak pernah mengangkat telepon, juga tidak melihat siapa yang meneleponnya.Sebenarnya orang yang meneleponnya adalah Jess.Jess sudah menelepon beberapa kali, tetapi tidak ada yang menjawab.Dia jadi khawatir, "Kok masih nggak angka
Tidak ada cahaya sama sekali di vila pribadi yang gelap itu.Pria yang ada dalam kamar itu sedang duduk di antara tumpukan botol anggur, bersandar di dinding dan terlihat lesu.Tiba-tiba pintu yang tertutup itu pun terbuka dari luar dan cahaya masuk secara perlahan.Morgan langsung mengulurkan tangannya untuk menghalangi cahaya di depannya. Setelah beradaptasi, barulah dia menurunkan tangannya.Morgan membuka matanya dan melihat seorang pria berjalan ke arahnya selangkah demi selangkah dengan sepatu kulit mengkilap karena melawan cahaya.Maxime masuk ke kamar itu, menyalakan lampu dan melihat Morgan terbaring di antara tumpukan botol anggur.Maxime mengernyit dan berjalan di antara tumpukan botol anggur."Kamu berencana hidup seperti ini selama sisa hidupmu?" Maxime bertanya.Morgan mengangkat matanya dan menatapnya, "Kamu datang buat menertawakanku?"Maxime mencari kursi dan duduk, menoleh ke arah Morgan dengan tatapan menghina."Dengan rupamu yang seperti ini, kamu pantas aku hina?"
Maxime mengangguk.Dia berkata, "Tapi kalau ke depannya dia hubungin kamu, kamu harus kasih tahu aku ya apa pun yang terjadi. Jangan sembunyiin dariku.""Oke."Reina langsung setuju, lalu menggandeng tangan Maxime yang ada di wajahnya sambil berkata, "Ayo pulang."Dengan bergandengan tangan, Maxime merasa sangat nyaman.Sekarang berbeda dari masa lalu. Dia sangat takut Reina akan meninggalkannya atau Reina direbut orang lain."Nana, kamu cinta nggak sih sama aku?"Sambil berjalan, Maxime tiba-tiba bertanya.Sekarang Reina benar-benar merasa Maxime ini aneh, dia berhenti melangkah dan menjawab, "Ya ampun kita sudah menikah berapa tahun, punya empat anak pula. Kamu kekanak-kanakan banget, ngapain nanya kayak gini?"Maxime menggenggam tangan Reina erat-erat."Jadi, kamu cinta nggak sama aku?" Dia menatap Reina dengan serius.Tangan Reina terasa sakit karena genggaman yang begitu erat. Reina hendak menjawab saat tiba-tiba Riki berlari ke arah mereka berdua."Mama, kalian dari mana?""Habis
Setelah Reina menutup telepon, dia bersiap memberi tahu Sisil.Namun tiba-tiba Maxime masuk.Maxime bisa melihat Reina yang gelisah, dia bertanya, "Kenapa? Barusan kamu telepon siapa? Kok kayak panik gitu?""Nggak ada, aku mau ketemu Sisil."Reina berjalan melewati Maxime dan buru-buru ke tempat Sisil.Reina yakin Sisil sangat khawatir karena sekarang Deron sendirian.Maxime melihat Reina meninggalkan ponselnya di atas meja. Jadi, Maxime hendak mengantarkannya pada Reina."Ting!"Ponsel Reina berdering, sebuah pesan muncul di layar ponsel Reina.Pesan yang masuk adalah dari Revin, "Nana, kamu harus jaga diri ya. Kalau ada apa-apa, harus kasih tahu aku. Kalau Maxime jahatin kamu, kamu juga harus ngasih tahu aku, pokoknya aku akan selalu siap di belakangmu."Maxime memicingkan mata.Maxime ingin membuka ponsel Reina, tapi kata sandinya sudah diubah.Pikiran Maxime langsung kacau. Setelah ragu-ragu untuk waktu yang lama, dia mematikan ponsel Reina dan hendak mengantarkannya.Reina sudah s