Reina mengernyit bingung. Belum pernah dia melihat cara licik rendahan seperti ini.Apa Syena kebanyakan nonton sinetron?Para tamu pun menuding Reina dan menatapnya dengan aneh.Reina juga tidak peduli, "Kamu sendiri melakukan, jangan nuduh orang lain."Kejadian ini menarik perhatian Liane.Dia melihat Syena jatuh dan punggung Reina yang melenggang pergi."Syena, kamu nggak apa-apa?"Liane langsung membantu Syena.Syena menggeleng, "Nggak apa-apa, cuma aku nggak berhasil meyakinkan adik.""Kamu mau apa?" Liane bertanya-tanya."Aku minta dia nggak dendam sama Ibu lagi, tapi dia nggak setuju dan mendorongku, dia bilang semua punyaku sekarang adalah miliknya."Syena memasang tampang memelas.Kalau dulu, Liane pasti percaya akan ucapan Syena.Namun sekarang dia sudah paham sifat putri angkatnya lebih baik dari siapapun."Syena, Nana bukan orang seperti itu. Lagian dia 'kan amnesia, mana mungkin dia dendam sama Ibu? Nggak usah pakai trik lagi. Apa nggak ada yang ngasih tahu kamu, dengan si
Diego merapikan pakaiannya lalu berjalan melewati Syena.Syena menggertakkan giginya dengan marah, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan."Diego! Tunggu saja aku! Kalian semua, tunggu pembalasanku!""Kalian semua yang sudah meremehkanku, aku pasti akan membuat kalian menyesal!"Syena menarik napas dalam-dalam beberapa kali, lalu pergi dengan menyedihkan.Di sisi lain.Saat Reina keluar dari kamar mandi, dia melihat Liane berdiri tidak jauh dari situ dengan wajah bersalah.Reina menghampirinya dan berkata, "Bu Liane mau membela Syena?"Dia tahu Liane selalu melindungi Syena.Liane buru-buru menggeleng, "Nana, kamu salah paham. Aku datang ke sini untuk minta maaf ke kamu.""Minta maaf?" Reina mengernyit bingung. Padahal jelas-jelas di mata orang luar, dialah yang sudah mendorong Syena, kenapa Liane malah minta maaf padanya?"Reina mengernyit tidak mengerti, tapi wajah Liane terlihat tulus."Aku tahu kamu gadis yang baik. Kamu nggak akan mendorong Syena. Syena seperti itu karena kumanjakan
Inilah ketulusan terbesar Ethan.Brigitta membelalak tidak percaya, "Apa katamu?"Separuh dari aset Keluarga Yusdwindra bernilai entah berapa kali lipat jika dibanding dengan Keluarga Fandie yang bangkrut.Ethan meremas tangan Brigitta dan berkata, "Kalau kamu masih nggak percaya, aku nggak punya cara lain."Lagipula, sebenarnya Ethan akan mewariskan semua hartanya ke Erina setelah dia mati nanti.Ethan tahu tidak mudah berhadapan dengan orangtuanya.Brigitta tidak bisa memercayainya dengan mudah, "Jangan bohong, aku bukan anak kecil."Brigitta menepis tangan Ethan."Nanti aku minta pengacara membuat surat sahnya." Ethan berkata dengan serius."Kalau begitu kamu buat drafnya."Brigitta takut Ethan akan terus mengganggunya, jadi dia langsung pergi.Di dalam ruang ganti pengantin wanita.Gaby sangat cantik dan sempurna. Reina serta Sisil juga cantik.Salah satu dari pengiring pengantin pria adalah Deron.Deron awalnya tidak mau, tetapi begitu mendengar Sisil adalah pengiring pengantin, d
Liane sadar makin banyak mereka berinteraksi, dirinya makin tidak terpisahkan dari Reina.Reina merasa sangat tidak nyaman, "Maaf, aku nggak mau pergi."Liane jelas sedikit kecewa.Dia tidak mau melewatkan kesempatan ini."Kalau gitu besok kamu ada kosong? Besok 'kan akhir pekan."Sebelum Reina menjawab, Liane melanjutkan, "Kamu bisa datang ke kantor? Ada sesuatu yang mau aku berikan padamu.""Ah ...." Reina terlihat ragu-ragu, "Mau kasih apa?""Nanti juga kamu tahu, kamu harus datang ya."Angin dingin mulai berhembus.Liane batuk, dia langsung mengeluarkan saputangannya dan menutup mulutnya.Reina langsung luluh dan menyetujui permintaannya, "Oke.""Oke, janji ya.""Ya."Liane memperhatikan Reina pergi sebelum masuk ke mobil.Begitu masuk ke mobil, Liane membentangkan saputangan yang dia pegang erat-erat. Ada noda darah di sana."Bu Liane batuk darah?" Sekretaris Liane panik.Liane tersenyum pahit, "Sudah seperti ini belakangan ini.""Bu Liane, ini nggak boleh dibiarkan. Ayo pergi ke
Setelah semuanya sepakat.Maxime mengantar Reina dan Riki ke kantor cabang Grup Yinandar.Liane sudah lama menunggu di sini bersama seorang wanita paruh baya yang cantik."Kak, kenapa kamu nggak bawa pulang anakmu dan mengenalkannya ke keluarga besar?" tanya adik Liane, Naria Yinandar.Dia adalah orang yang membantu Syena untuk perihal dunia maya.Liane menyesap tehnya dan menghela napas, "Kamu belum tahu ya? Orang yang selama ini Syena serang dengan minta bantuanmu, dialah putriku, keponakanmu.""Apa?" Naria langsung bangkit berdiri karena terlalu terkejut, "Terus gimana dong? Aku beneran nggak tahu!""Awalnya aku juga nggak tahu. Aku sudah menyakiti anak dan cucuku sendiri," ucap Liane.Naria datang ke sini hanya untuk menemui keponakannya, dia tidak menyangka akan mendengar hal yang begitu mengejutkan ini.Sekarang, Naria tidak bisa duduk tenang."Bagaimana aku harus minta maaf nanti?""Jangan khawatir, Nana mudah diajak bicara. Sekarang dia lagi nggak sehat, jadi nggak bisa menging
Naria bicara dengan lugas.Liane mendekat dan tampak sedikit khawatir, "Naria, jangan menakuti Nana."Saat itulah Naria sadar. Dia melepaskan Reina, menunduk dan menatap Riki.Riki buru-buru mundur selangkah."Nenek tua, tolong jangan peluk aku."Naria tertawa terbahak-bahak, "Aduuuh, aku bukan nenek tua, aku nenek buyutmu.""Aku nggak punya nenek." Riki membuang muka.Naria tidak merasa marah sama sekali. Sebaliknya, dia menjadi lebih bahagia. Dia berlutut dan berkata, "Gimana juga, aku nenek buyutmu. Sini, aku peluk.""Nggak mau."Riki mundur lagi.Liane takut Naria menakuti Reina sekeluarga, jadi dia menangkap Naria."Sudah cukup. Anak kecil takut sama orang asing."Riki membatin, "Aku bukan takut sama orang asing. Aku nggak akan datang ke sini kalau bukan untuk melindungi mama."Baru pada saat itulah Naria menyerah. Dia menatap Maxime dengan kagum."Pak Maxime, aku sudah lama mendengar tentang Anda."Maxime juga menyapa dengan sopan."Tolong jaga Nana baik-baik ya." Naria langsung
Liane mengernyit bingung, "Nana, kamu pantas mendapatkan ini."Naria pun langsung berkata, "Ya, kamu adalah putri kandung saudaraku. Kalau dia nggak ngasih kamu, kasih siapa lagi?"Pak Gilbert di sampingnya juga mengagumi Reina yang tidak dapat tergoda oleh properti dalam jumlah besar akan berpura-pura atau benar-benar tidak peduli dengan uang.Reina menunduk, "Sejujurnya, aku masih nggak percaya ibuku adalah orang lain. Rasanya semuanya hanya mimpi."Meski Treya tidak baik padanya, dari ingatannya, dia adalah ibunya.Sekarang orang lain dan sangat sulit baginya untuk menerimanya untuk sementara waktu.Liane memberinya begitu banyak properti, yang membuatnya semakin stres."Nana masih marah sama Ibu?" Mata Liane memerah, "Atau menurutmu Ibu nggak seharusnya ngasih sebagian ke Syena?"Reina tercengang.Liane menjelaskan, "Bagaimanapun, aku yang membesarkan Syena. Aku menyayanginya sebesar rasa sayangku ke kamu."Reina tidak tahu bagaimana menjelaskannya untuk beberapa saat.Maxime bisa
Mereka sudah mengalami terlalu banyak pengalaman dalam Keluarga Yinandar.Naria tidak membesarkan Syena, jadi dia menatap segala sesuatunya dengan lebih rasional."Kalau memang begitu, aku nggak akan tinggal diam!" Tenggorokan Liane sepertinya tersengat sesuatu dan dia pun terbatuk hebat, "Uhuk! Uhuk!""Kakak, kamu baik-baik saja?" Naria bertanya dengan cemas.Liane menggeleng, "Nggak apa, sudah biasa."Dia menekan rasa tidak nyaman di hatinya dan kembali bertanya, "Kapan kamu pulang?"Naria awalnya berencana untuk pulang setelah melihat Reina, lagipula, masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan di sana. Sekarang melihat Liane seperti ini, dia memutuskan untuk tinggal beberapa hari lagi."Aku nggak sibuk kok. Aku temenin beberapa hari ya di sini.""Oke, nanti kita ketemu lagi sama Nana dan jelasin semuanya ke dia.""Oke."...Reina melamun di dalam mobil sepanjang perjalanan pulang.Riki mengulurkan tangan kecilnya dan menggenggam tangan Reina."Mama."Reina kembali sadar, menatap
Gaby tidak menyadari bahwa dia yang memberikan pekerjaannya kepada Maxime, tetapi suaminya yang menerima akibatnya."Gaby, maaf, hari ini aku harus lembut, jadi nggak bisa jemput kamu. Kamu pulang sendiri dan tunggu aku di rumah ya?"Ekki berkata dengan rendah hati di dalam telepon.Gaby mengerutkan kening. "Kenapa kamu lembur lagi? Akhir-akhir ini kamu lembur setiap hari, apa perusahaan sesibuk itu?""Ya, perusahaan memang lagi sibuk sekarang. Bos ke perusahaanmu setiap hari, jangan banyak yang harus aku kerjakan."Ekki juga tidak berdaya.Hati Gaby langsung terasa dingin."Bagaimana lagi, mereka ingin menghabiskan waktu berdua terus.""Bersabarlah, semua ini akan segera berlalu."Gaby menutup telepon dengan berat hati.Reina menatapnya. "Ada apa, Ekki nggak bisa jemput lagi?"Gaby menganggukkan kepalanya. "Aku nggak tahu apa yang terjadi dengannya akhir-akhir ini. Dia selalu lembur setiap hari dan pulang pun selalu terlambat.""Baiklah." Reina bertanya padanya, "Kenapa nggak balik ba
"Aku bukan anak kecil lagi, jangan memperlakukanku seperti anak kecil dan menyentuh kepalaku." Reina agak marah.Maxime tidak menganggap serius perkataannya. Dia mengangkat tangannya lagi, mengusap pipinya."Ya, aku mengerti, jangan marah."Reina menatap wajah tampannya. Seketika, dia tidak bisa marah lagi.Tiba di Grup Yinandar.Reina melangkah keluar dari mobil.Maxime juga mengikutinya seperti biasa.Reina tidak merasa aneh. "Hari ini kamu juga mau ikut aku kerja di Grup Yinandar?""Ya." Maxime mengangguk dan menambahkan, "Bukannya setiap hari juga begini?"Reina langsung terdiam.Sejak kembali dari pernikahan Sisil, entah apa yang terjadi dengan Maxime. Dia selalu menempel kepadanya setiap hari, tidak mau pergi."Apa nggak apa-apa kalau kamu nggak pergi ke perusahaanmu?" tanya Reina."Aku bisa kerja secara Online," jawab Maxime.Reina tersedak lagi karena jawabannya.Keduanya berjalan masuk ke dalam perusahaan, bahkan para staf di dalam perusahaan sudah terbiasa dengan hal itu.Mel
Mulut Aarav berkedut ketika mendengar kata-kata Reina."Apa katamu?"Reina berpura-pura bingung. "Bukannya Om beli tanah ini buat memperluas makam keluarga? Karena tanah itu nggak jadi diakuisisi, kenapa nggak dijadikan makam keluarga saja?"Aarav marah bukan main ketika mendengar Reina mengatakan ini.Namun, dia menahan amarahnya dan tidak menunjukkannya."Itu ide yang bagus, tapi aku sudah menghabiskan begitu banyak uang, jadi aku nggak punya dana buat melakukan renovasi.""Begini saja, Om serahkan saja masalah ini padaku," kata Maxime.Mendengar itu, Aarav menatapnya dengan wajah penuh keterkejutan. Bukankah suami istri ini sedikit tidak tahu malu?Dia sudah dikerjai habis-habisan, sekarang mereka ingin menambahkan luka di dalam hatinya?Reina dan Maxime berlagak seakan mereka tidak sadar dengan ekspresi Aarav.Reina melanjutkan, "Om, kita ini keluarga, jadi masalah biaya renovasi biar Max yang tanggung. Toh ini buat leluhur kita. Jadi, lebih baik berikan saja tanahnya sama Max, bia
Aarav mencengkeram lengan asistennya, matanya menatap tajam ke arahnya.Asisten itu berkeringat dan gemetar saat menjelaskan, "Memang nggak ada nama tanah ini di dalam dokumen itu."Aarav masih tidak bisa mempercayainya. Dia langsung lemas dan hampir jatuh ke tanah."Kenapa bisa begini? Jelas-jelas aku sudah cari tahu dulu.""Bos, sepetinya mereka mengubahnya secara tiba-tiba," kata asistennya itu.Aarav mengepalkan tinjunya. "Mana mungkin! Mana mungkin ...."Tatapannya tiba-tiba tertuju pada Daniel dan yang lainnya, lalu terhenti di wajah Maxime."Kamu! Pasti kamu! Pasti kamu yang menjebakku!"Dia tidak perlu berpikir dengan susah payah. Dia sudah merencanakan semuanya, tetapi tiba-tiba ada perubahan. Pasti ada seseorang yang melakukan sesuatu.Aarav teringat apa yang Maxime janjikan kepadanya, kemudian menjual tanah itu kepadanya. Dari semua proses itu, apa lagi yang tidak dia mengerti?Alis Maxime sedikit terangkat."Om ini bicara apa? Kenapa aku nggak ngerti?"Melihat wajah polosny
"Kamu baru tahu beberapa hari yang lalu, tapi bangunan sudah setinggi ini?" Daniel bukan orang bodoh.Satu-satunya alasan dia mempercayai Aarav lagi dan lagi adalah karena dia adalah kakaknya sendiri.Aarav masih bersikeras. "Daniel, aku ini kakakmu, mana mungkin aku bohong sama kamu?"Daniel tidak tahu harus berkata apa lagi saat dituduh seperti ini.Reina yang berada di sampingnya bahkan tidak bisa tahan lagi menyaksikan situasi ini.Aarav juga sudah keterlaluan.Dia baru akan berbicara, tetapi Maxime menghentikannya. Matanya memberi isyarat agar dia menunggu.Melihat ketiganya berhenti berbicara, Aarav tahu bahwa tindakannya ini tidak baik.Dia tidak ingin menyinggung perasaan adiknya yang sudah membantunya mendapatkan uang."Daniel, apa kamu nggak senang kalau aku dapat banyak uang? Kita ini keluarga."Daniel bahkan tidak tahu harus berkata apa, menoleh kepada Aarav. "Kak, kamu begini benar-benar menyakitiku."Maxime angkat bicara pada saat itu."Om, karena kita keluarga, ketika Om
Setengah bulan kemudian.Maxime melirik jam dan tahu sudah waktunya, jadi dia menelepon untuk bertanya pada Daniel."Ayah, kebetulan hari ini kita ada waktu luang, apa Ayah mau pergi melihat perluasan makam keluarga?"Mendengar hal ini, Daniel langsung setuju. "Ya."Maxime menutup telepon dan menatap Reina."Mau pergi lihat hal menarik?"Reina menatapnya. Akhir-akhir ini, Maxime sering datang ke perusahaannya. "Hal menarik apa?""Tentang Aarav," kata Maxime."Ya." Wajah Reina menjadi cerah. Memang benar bahwa setiap hari hanya kerja dan kerja sangat membosankan.Dia mengikuti Maxime masuk mobil, lalu pergi ke lokasi makam leluhur.Saat tiba di sana, dia melihat tanah kosong di sebelah makam leluhur itu sekarang menjadi gedung bertingkat dan masih sedang dibangun.Reina sudah mengetahuinya sejak lama, jadi dia tidak merasa terkejut. Namun, Daniel yang baru sampai dan berdiri di depan gedung bertingkat terlihat sangat terkejut."Apa yang terjadi di sini?" Daniel mengambil ponselnya dan m
Daniel dapat melihat bahwa mereka saling memandang dengan cara yang berbeda, jadi dia mengatakan, "Kalian nggak paham orang seperti apa Kakak itu. Dia itu orang baik."Joanna sangat ingin mengatakan bahwa dialah yang tidak mengenal kakaknya dengan baik.Semua orang yang duduk di depan meja makan, termasuk Riki dan Riko saja bisa tahu bahwa Aarav bukanlah orang yang baik.Riki dengan ramah berkata kepada Daniel, "Kakek, jangan terlalu percaya sama orang lain.""Riki, nggak usah bujuk kakekmu. Kalau dia sudah bertekad melakukan sesuatu, dia nggak akan mengubahnya."Riki mengiakan, lalu menggelengkan kepalanya sambil berkata dengan tenang, "Sayang sekali, aku pikir semua orang dewasa lebih pintar."Daniel, "Riki, kamu nggak sopan kalau bilang begitu sama Kakek."Riki menatap kakeknya lagi."Aku mengerti. Kakek sangat pintar."Semua orang hampir tertawa terbahak-bahak untuk sekali lagi.Wajah Daniel memerah dan dia berhenti berbicara.Melihat reaksi Daniel, mereka mulai fokus makan dan tid
Mendengar perkataan mereka, Aarav marah bukan main.Dia dengan susah payah mendapatkan informasi bahwa pemerintah akan mengambil alih tanah itu. Setelah itu terjadi, harganya tidak akan terhitung.Jika dia menyerahkannya begitu saja, bukankah ini akan menguntungkan Maxime?Dia tidak boleh melakukannya."Joanna, Max, begini saja, aku benar-benar ingin berbakti kepada nenek moyangku. Aku bisa menambahkan sejumlah uang dari harga aslinya, bagaimana?"Maxime menatapnya. "Mana boleh. Om itu keluargaku, mana mungkin aku ngambil uang dari Om?""Ngapain bilang begitu. Lebih baik perjelas saja semuanya. Begini saja, bagaimana kalau aku tambah dua puluh miliar?" kata Aarav.Maxime menatapnya dan tidak mengatakan apa-apa.Sudut mulut Aarav sedikit tertarik, dia segera mengubah kata-katanya, "Aku cuma bercanda, seratus miliar?"Seratus miliar?"Maxime mendapatkan ini hanya dengan menelepon dan bicara singkat.Dia mengetuk-ngetukkan jari-jarinya dengan pelan ke meja.Aarav sedikit terganggu, ingin
"Nggak usah terburu-buru mau memperluas makam keluarga. Kita harus minta orang buat periksa tempat itu, biar lebih aman," kata Aarav.Maxime melanjutkan perkataannya, "Dari apa yang Om katakan, Om kenal sama orang ahli?"Aarav mengangguk. "Ya, aku kenal satu orang. Dia yang mengurus pemakaman Ayah dulu."Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Max, kalau kamu percaya padaku, bagaimana kalau kamu serahkan semua ini padaku?"Maxime menunjukkan ekspresi kesulitan.Dia sangat mengenal om-nya satu ini.Joanna juga merasakan sesuatu yang tidak biasa ketika melihat putranya tiba-tiba berbicara baik-baik dengan Aarav.Dia menyela, "Kak, anakku beli tanah itu dengan harga mahal, tapi kamu bilang ingin mengurusnya. Rasanya kurang etis."Aarav meringis."Joanna benar. Begini saja, aku akan kasih setengah dari harga itu, Max kasih surat-surat tanahnya kepadaku. Aku akan atur pekerja buat ngurus konstruksinya. Masalah biaya pembangunan serahkan padaku."Maxime mendengus dingin dalam hati.Dia ingi