Liane sadar makin banyak mereka berinteraksi, dirinya makin tidak terpisahkan dari Reina.Reina merasa sangat tidak nyaman, "Maaf, aku nggak mau pergi."Liane jelas sedikit kecewa.Dia tidak mau melewatkan kesempatan ini."Kalau gitu besok kamu ada kosong? Besok 'kan akhir pekan."Sebelum Reina menjawab, Liane melanjutkan, "Kamu bisa datang ke kantor? Ada sesuatu yang mau aku berikan padamu.""Ah ...." Reina terlihat ragu-ragu, "Mau kasih apa?""Nanti juga kamu tahu, kamu harus datang ya."Angin dingin mulai berhembus.Liane batuk, dia langsung mengeluarkan saputangannya dan menutup mulutnya.Reina langsung luluh dan menyetujui permintaannya, "Oke.""Oke, janji ya.""Ya."Liane memperhatikan Reina pergi sebelum masuk ke mobil.Begitu masuk ke mobil, Liane membentangkan saputangan yang dia pegang erat-erat. Ada noda darah di sana."Bu Liane batuk darah?" Sekretaris Liane panik.Liane tersenyum pahit, "Sudah seperti ini belakangan ini.""Bu Liane, ini nggak boleh dibiarkan. Ayo pergi ke
Setelah semuanya sepakat.Maxime mengantar Reina dan Riki ke kantor cabang Grup Yinandar.Liane sudah lama menunggu di sini bersama seorang wanita paruh baya yang cantik."Kak, kenapa kamu nggak bawa pulang anakmu dan mengenalkannya ke keluarga besar?" tanya adik Liane, Naria Yinandar.Dia adalah orang yang membantu Syena untuk perihal dunia maya.Liane menyesap tehnya dan menghela napas, "Kamu belum tahu ya? Orang yang selama ini Syena serang dengan minta bantuanmu, dialah putriku, keponakanmu.""Apa?" Naria langsung bangkit berdiri karena terlalu terkejut, "Terus gimana dong? Aku beneran nggak tahu!""Awalnya aku juga nggak tahu. Aku sudah menyakiti anak dan cucuku sendiri," ucap Liane.Naria datang ke sini hanya untuk menemui keponakannya, dia tidak menyangka akan mendengar hal yang begitu mengejutkan ini.Sekarang, Naria tidak bisa duduk tenang."Bagaimana aku harus minta maaf nanti?""Jangan khawatir, Nana mudah diajak bicara. Sekarang dia lagi nggak sehat, jadi nggak bisa menging
Naria bicara dengan lugas.Liane mendekat dan tampak sedikit khawatir, "Naria, jangan menakuti Nana."Saat itulah Naria sadar. Dia melepaskan Reina, menunduk dan menatap Riki.Riki buru-buru mundur selangkah."Nenek tua, tolong jangan peluk aku."Naria tertawa terbahak-bahak, "Aduuuh, aku bukan nenek tua, aku nenek buyutmu.""Aku nggak punya nenek." Riki membuang muka.Naria tidak merasa marah sama sekali. Sebaliknya, dia menjadi lebih bahagia. Dia berlutut dan berkata, "Gimana juga, aku nenek buyutmu. Sini, aku peluk.""Nggak mau."Riki mundur lagi.Liane takut Naria menakuti Reina sekeluarga, jadi dia menangkap Naria."Sudah cukup. Anak kecil takut sama orang asing."Riki membatin, "Aku bukan takut sama orang asing. Aku nggak akan datang ke sini kalau bukan untuk melindungi mama."Baru pada saat itulah Naria menyerah. Dia menatap Maxime dengan kagum."Pak Maxime, aku sudah lama mendengar tentang Anda."Maxime juga menyapa dengan sopan."Tolong jaga Nana baik-baik ya." Naria langsung
Liane mengernyit bingung, "Nana, kamu pantas mendapatkan ini."Naria pun langsung berkata, "Ya, kamu adalah putri kandung saudaraku. Kalau dia nggak ngasih kamu, kasih siapa lagi?"Pak Gilbert di sampingnya juga mengagumi Reina yang tidak dapat tergoda oleh properti dalam jumlah besar akan berpura-pura atau benar-benar tidak peduli dengan uang.Reina menunduk, "Sejujurnya, aku masih nggak percaya ibuku adalah orang lain. Rasanya semuanya hanya mimpi."Meski Treya tidak baik padanya, dari ingatannya, dia adalah ibunya.Sekarang orang lain dan sangat sulit baginya untuk menerimanya untuk sementara waktu.Liane memberinya begitu banyak properti, yang membuatnya semakin stres."Nana masih marah sama Ibu?" Mata Liane memerah, "Atau menurutmu Ibu nggak seharusnya ngasih sebagian ke Syena?"Reina tercengang.Liane menjelaskan, "Bagaimanapun, aku yang membesarkan Syena. Aku menyayanginya sebesar rasa sayangku ke kamu."Reina tidak tahu bagaimana menjelaskannya untuk beberapa saat.Maxime bisa
Mereka sudah mengalami terlalu banyak pengalaman dalam Keluarga Yinandar.Naria tidak membesarkan Syena, jadi dia menatap segala sesuatunya dengan lebih rasional."Kalau memang begitu, aku nggak akan tinggal diam!" Tenggorokan Liane sepertinya tersengat sesuatu dan dia pun terbatuk hebat, "Uhuk! Uhuk!""Kakak, kamu baik-baik saja?" Naria bertanya dengan cemas.Liane menggeleng, "Nggak apa, sudah biasa."Dia menekan rasa tidak nyaman di hatinya dan kembali bertanya, "Kapan kamu pulang?"Naria awalnya berencana untuk pulang setelah melihat Reina, lagipula, masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan di sana. Sekarang melihat Liane seperti ini, dia memutuskan untuk tinggal beberapa hari lagi."Aku nggak sibuk kok. Aku temenin beberapa hari ya di sini.""Oke, nanti kita ketemu lagi sama Nana dan jelasin semuanya ke dia.""Oke."...Reina melamun di dalam mobil sepanjang perjalanan pulang.Riki mengulurkan tangan kecilnya dan menggenggam tangan Reina."Mama."Reina kembali sadar, menatap
Ekspresi Joanna berubah saat mendengar ini."Mereka sudah lama aku asuh lho, masa kamu ambil begitu saja? Nggak mau! Aku nggak rela!" Begitu banyak suka duka yang terjadi selama ini, hubungan emosional di antara mereka begitu dalam.Namun, Joanna juga merasa tidak baik kalau anak dipisahkan dari orang tuanya."Kalau nggak, gimana kalau kalian saja yang tinggal balik di sini?" Joanna menyarankan.Maxime tahu Reina pasti tidak mau pindah ke sini, jadi dia menolak, "Nggak, Nana belum sembuh, jadi nggak nyaman tinggal di sini.""Kenapa? Kamu bersikeras mengambil kedua anak itu, sengaja membuat ibu sedih?" Joanna tampak sedih, "Apa menurutmu aku nggak merawat kedua anak itu dengan baik?"Maxime melihat ke si kembar.Reina sedang bermain dengan mereka."Kalau begitu kita tunggu sampai ingatan Nana pulih. Saat itu, kalau Reina mau tinggal sama anak-anak, maka akan kami jemput pulang," kata Maxime.Saat Joanna mendengar ini, dia tidak bisa menolak, "Oke.""Hah, gini deh pria. Kalau sudah punya
Melihat si kembar mengantuk, Reina langsung memanggil pengasuh dan mengajak kedua anaknya untuk tidur.Lalu dia menggenggam tangan Riki, "Riki, yuk lihat papa sudah balik apa belum.""Oke."Riki buru-buru setuju begitu bisa melepaskan diri dari Morgan.Morgan melihat Reina menggendong anak itu dan berjalan melewatinya.Ekspresinya rumit, entah apa yang dia pikirkan.Joanna juga turun dari lantai atas . Dia mengernyit bingung saat melihat putra keduanya datang hari ini."Morgan, kok kamu ada di sini? Kamu sudah dengar kondisi Tabitha? Dia dirawat di ICU lho, kamu kunjungin gih kalau ada waktu."Joanna sudah tahu Tabitha bukanlah cucu kandungnya.Tapi Joanna tidak mau buang muka begitu saja karena bagaimanapun mereka pernah saling berhubungan.Morgan tersadar dari lamunan dan wajahnya terlihat dingin, "Bu, mulai sekarang kita nggak usah ngurusin Syena dan anaknya. Aku nggak akan mengunjunginya."Joanna terkejut."Tapi ....""Sejak kapan Ibu jadi baik banget?" Morgan bertanya padanya, "Ib
"Kakak ipar, akhirnya kamu dan Kak Max pulang. Nginap sebentar saja di sini. Ibu kangen sama kalian," kata Morgan perlahan.Dia sekarang memanggil Reina kakak ipar. Dia tidak terlihat sebagai pelaku yang sudah menculik Reina selama setahun.Reina tidak tahu harus menjawab apa.Maxime menjawab, "Kami akan langsung pulang malam ini."Morgan ada di sini, Maxime jadi khawatir.Morgan menyuap dan berkata, "Kok buru-buru pulang? Kalian juga akan bawa pulang si kembar?"Morgan sepertinya hanya akan menanyakan hal umum."Si kembar akan tinggal sama Ibu dulu sampai Nana sembuh," timpal Joanna."Benar juga." Morgan menunduk untuk makan dan tidak kembali bertanya, tapi matanya tertuju pada Reina dari waktu ke waktu.Reina merasa tidak nyaman dan langsung berdiri tanpa makan banyak, "Aku kenyang, kalian makan saja.""Kok cuma makan sedikit?" Joanna bertanya dengan cemas, "Kamu nggak selera? Atau kamu sakit?""Nggak, aku benar-benar kenyang."Reina buru-buru pergi.Morgan langsung meletakkan sendok
Joanna berkata kepada Reina dengan perasaan tidak senang, sambil menguap, "Aku pikir bakal lihat Aarav teriak-teriak. Nggak disangka masalahnya selesai secepat ini."Dia tidak bersimpati pada kedua belah pihak.Lagi pula, Keluarga Madison bukanlah keluarga baik-baik.Reina mengangguk. "Ya, aku nggak menyangka masalah ini diselesaikan dengan mementingkan kepentingan masing-masing."Joanna menepuk bahunya."Ke depannya, kamu harus terbiasa sama situasi seperti ini. Dalam keluarga besar, yang namanya perasaan nggak begitu penting, semuanya tentang kepentingan."Reina memikirkannya dengan bijaksana.Joanna kembali ke kamarnya untuk beristirahat, sementara Reina kembali ke tempatnya dan Maxime.Maxime tidak pergi ke sana hari ini, dia tidak terlalu suka masalah.Saat itu, dia sedang duduk di sofa sambil bermain ponsel.Reina bingung saat melihat dia masih terjaga. "Kenapa masih belum tidur? Ini sudah malam lho?""Terus kamu? Kenapa jam segini baru balik?" Maxime tidak tenang membiarkan Rein
Aarav paham dengan maksud perkataannya dan mengangguk mengerti."Jangan khawatir, aku tahu."Joanna dan Reina saling memandang, sudut mulutnya terangkat. "Aku pikir ada acara besar, ternyata bukan. Ayo kita pergi."Reina mengangguk.Saat itu, beberapa wajah yang lebih familier masuk dari luar.Reina melihat para pengunjung, yang tidak lain keluarga Melisha."Ibu, orang Keluarga Madison datang," kata Reina.Joanna langsung menghentikan langkah kakinya."Kalau begitu kita tunggu sebentar lagi saja.""Ya." Tentu saja Reina mendengarkan apa yang dikatakan Joanna.Keduanya belum keluar dan sempat melihat orang-orang Keluarga Madison terengah-engah dari luar.Melihat mereka, wajah Aarav berubah serius."Kenapa kalian datang?"Rombongan Keluarga Madison yang berada di barisan paling depan adalah ayah Melisha. "Mau apa lagi, aku datang mau jemput putriku.""Ternyata Keluarga Sunandar berani bersikap sekeras ini kepada putriku." Dipta melihat luka-luka di tubuh Melisha dan mengepalkan tinjunya.
"Tuan, Keluarga Tuan Daniel datang," kata pelayan itu.Mendengar kata-kata itu, keheningan seketika menyelimuti ruangan itu.Kekesalan di bawah mata Aarav makin tidak bisa disembunyikan. "Sial! Mau apa mereka ke sini?"Rendy menyela, "Apa lagi, mereka pasti datang karena mau lihat masalah di keluarga kita."Aarav menatapnya dengan tatapan kosong.Kemudian, dia hendak meminta pembantu untuk keluar dan memberitahu mereka bahwa dia tidak ada di rumah.Tidak disangka Daniel dan yang lainnya datang tanpa dipersilakan masuk.Aarav tidak pernah sebenci ini kepada Daniel.Hal pertama yang Reina lihat setelah masuk adalah Melisha, yang diikat dan berlutut, serta pria simpanannya.Keduanya memiliki memar di tubuh mereka, terlihat jelas bahwa mereka habis dipukuli.Reina kemudian melihat Aarav duduk di ujung meja, di sebelahnya ada Rendy yang ditahan oleh beberapa pengawal."Daniel, kenapa kalian datang ke mari selarut ini? Aku bikin kalian melihat lelucon keluarga kami." Setelah itu, Aarav melir
Daniel mengerutkan kening. "Itu masalah keluarga mereka, ngapain kalian mau ke sana?"Joanna membalas dengan acuh."Bukannya kamu dan kakakmu itu keluarga? Sekarang, sesuatu terjadi di keluarganya, kenapa kamu malah bilang keluarga mereka?"Ketika Daniel mendengar ini, dia tersedak lagi dan benar-benar tidak bisa berkata-kata.Reina merasa sedikit tidak enak hati.Untungnya, Maxime menimpali, "Pergilah kalau kamu mau melihatnya. Kami juga prihatin sama keluarga Om Aarav."Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Jangan sampai Om Aarav bertindak impulsif karena marah."Melisha dan Klinton sudah ditangkap, entah apa yang akan dilakukan Aarav dan Rendy kepada mereka.Mendengar ini, Daniel mengangguk dan mengerti maksud perkataan Maxime."Kamu benar, kita harus pergi ke sana."Dia juga mengkhawatirkan kakaknya....Sisi lain.Rumah Aarav.Baik Melisha dan Klinton berada dalam kondisi yang menyedihkan, berlutut di lantai.Mereka habis dipukuli dan tubuh mereka penuh dengan luka.Aarav duduk
"Bagaimana ini bisa terjadi? Ini pasti palu, ini palsu!" Tommy bergumam sendiri.Dia tidak percaya ibunya akan pergi dengan pria lain.Melisha sangat mencintainya, bagaimana mungkin dia meninggalkannya begitu saja?Melihat ketidakpercayaannya, murid-murid yang lain berkata, "Kalau kamu nggak percaya, tanya saja sama kakek dan ayahmu."Tommy segera menelepon Aarav."Kakek, mereka bilang Mama kabur sama pria lain dan nggak menginginkanku lagi."Mendengar cucunya menanyakan hal ini, Aarav tidak menyembunyikannya darinya."Tommy,, mulai sekarang kamu cuma punya Kakek dan Papa. Nggak usah pedulikan Mama mu. Papa sama Kakek bakal jaga kamu dengan baik."Tommy masih kecil, tetapi dia tidak bodoh.Apa yang tidak bisa dia pahami sekarang? Ternyata ibunya benar-benar tidak menginginkannya lagi.Jelas-jelas kemarin lusa ibunya sudah siap untuk membawanya pergi, kenapa sekarang berubah pikiran?Tommy benar-benar tidak ingin pergi ke sekolah lagi dan bergegas keluar dari dalam kelas.Namun, dia mem
Klinton memeluk Melisha dari belakang.Melisha menghela napas. "Kita melarikan diri ke sini berdua, tapi anakku sendirian di Kota Simaliki."Kata siapa dia sendirian? Kakek sama ayahnya ada di Kota Simaliki, jadi nggak usah khawatir. " Klinton berusaha menenangkannya.Melisha tidak bisa menahan diri dan meninjunya di dada."Itu bukan anakmu, jadi kamu nggak perlu merasa khawatir."Mendengar ini, Klinton kembali memeluknya."Begini saja, lahirkan anak juga untukku."Dia menggendong Melisha menuju tempat tidur.Melisha memukulnya dengan malu-malu. "Aku nggak akan kasih kamu anak."Kedua orang itu berbicara dan tertawa, tidak sadar bahwa mereka berdua sedang dipantau.Di sisi lain.Di dalam bar.Rendy terus menenggak minuman di tangannya.Teman-teman di sekelilingnya menasihatinya, "Rendy, nggak perlu marah sama wanita model begitu. Kita punya uang, wanita seperti apa yang nggak bisa kita dapatkan?"Mudah memang bicara begitu, tetapi Rendy masih tidak terima.Sejak dipukuli oleh Maxime, d
Melihat ini, Joanna cukup terhibur, lalu dia bertanya, "Kak, ada apa? Kita keluarga, jadi nggak ada yang perlu disembunyikan, 'kan?"Dia mengatakan apa yang Aarav katakan barusan.Sudut mulut Aarav berkedut pelan, memaksa dirinya untuk tenang."Bukan apa-apa, cuma katanya bawahanku belum menemukan Melisha."Dia sebenarnya telah berbohong.Sekretaris yang baru saja datang memberitahunya bahwa banyak hal penting di dalam perusahaan telah dibawa pergi oleh Melisha, kemudian ada beberapa rahasia perusahaan yang bocor.Tentu saja Joanna tidak akan mempercayai perkataannya, tetapi dia tetap berkata, "Kenapa bisa begitu? Apa mau minta Max buat bantu cari?""Nggak perlu. Max sudah sibuk, jadi lebih baik nggak merepotkannya."Aarav langsung minum air setelah mengatakan itu.Wajahnya sedikit menegang saat menatap Joanna, Reina dan Maxime yang terlihat masih belum ingin pergi."Kalian sudah makan belum? Kalau belum, ada restoran yang bagus di luar. Aku akan minta sekretarisku buat membawakan maka
Wajah Joanna membeku, semua kebahagiaan yang dia rasakan lenyap begitu saja."Huh!" Dia mendengus dingin. "Daniel, urus saja urusanmu sendiri, aku akan melakukan apa yang aku inginkan, kenapa kamu ribut?"Dibantah di depan Reina, wajah Daniel terlihat muram."Kenapa sekarang kamu jadi begini?" Dia pergi dengan tangan di belakang punggungnya.Melihat kepergiannya, Joanna berkata kepada Reina, "Nana, ayo pergi, kita temui om mu itu."Reina tentu saja tidak bisa menolak."Ya."Saat masuk ke dalam mobil dan pergi menemui Aarav, dia mengeluarkan ponselnya untuk mengirim pesan kepada Maxime.Bukan karena hal lain, tetapi karena pasti akan ada masalah saat mereka sudah sampai di sana nanti.Reina berpikir bahwa dia lebih baik sedikit menjauh.Maxime masih di luar mengurus pekerjaannya. Melihat pesan yang dikirimkan Reina, dia langsung membalasnya tanpa ragu."Ya, aku akan ke sana sekarang."Awalnya Maxime selalu bersama Reina, tetapi hari ini ada kerja sama yang sangat penting yang harus dia
Keesokan harinya.Kediaman Keluarga Sunandar.Teman-teman Joanna datang untuk bermain kartu dengan Joanna. Mereka tidak bisa menahan diri dan mulai bergosip tentang Melisha.Hari ini, Reina kebetulan sedang tidak ada urusan penting, jadi datang membawa anak-anaknya. Dia juga sempat mendengar pembicaraan mereka."Aku nggak percaya kalau Melisha wanita kayak gitu.""Ya, bikin malu Keluarga Madison saja karena punya anak sepertinya.""Joanna, katakan sesuatu. Keluarga kakakmu itu pasti lagi berantakan, ya?"Sudut mulut Joanna terangkat sedikit.Dia mengeluarkan kartunya, lalu menjawab, "Siapa yang tahu? Sekarang, kesibukanku cuma main kartu dan minum teh, nggak terlalu peduli sama apa yang terjadi di luar sana. Kalau kalian nggak bilang, aku malah nggak tahu.""Wah, kita semua harus belajar dari Joanna dan nggak bergosip terus." Ada satu istri kaya yang menyanjung Joanna.Istri yang lain juga mengangguk setuju.Joanna melambaikan tangannya. "Bicara apa kalian ini? Kalian lanjutkan saja pe