Aarav tersenyum dan menjawab, "Nggak usah penasaran, sebentar lagi juga datang."Faktanya, Aarav juga tidak tahu siapa bos Grup IM. Dia pikir adalah orang dari luar negeri.Mungkin sudah tua!Begitu terpikir hal ini, pintu ruang rapat terbuka. Sekretaris Aarav datang dan berkata, "Para pimpinan, bos Grup IM sudah datang."Kecuali Morgan, semua orang berdiri dan bersiap menyambut CEO baru.Namun sedetik kemudian, mereka tercengang. Karena orang yang datang tidak lain adalah Maxime dan Reina!Aarav, Rendy dan Melisha membelalak kaget, mereka tercengang tidak percaya, "Maxime? Ngapain kamu di sini?"Sekretaris tersebut minta maaf dan berkata, "Pak Aarav, ini adalah CEO Grup IM dan CEO Grup Rajawali kami sebelumnya."Aarav terduduk kembali di kursinya, jantungnya berdebar kencang.Saat Rendy melihat Maxime datang, kakinya gemetar.Melisha juga membelalak tidak percaya, dia menatap Reina dengan tatapan kosong.Morgan dan Syena juga sama.Mereka tidak membayangkan Grup IM yang selama ini men
Awalnya Jovan bingung, tapi setelah tahu alasannya, dia melepaskan Marshanda untuk sementara.Syena langsung ketakutan saat mendengar ancaman dari Maxime."Berani banget kamu? Ibuku nggak akan tinggal diam!" Yah begitulah, setiap kali terdesak Syena hanya bisa menyeret nama ibunya.Maxime hanya tersenyum sinis dan mengabaikannya.Syena kembali duduk, merasa gugup.Dulu dia yakin Liane tidak akan tinggal diam dan akan menyelamatkannya, tapi sekarang situasinya berbeda, Reina adalah putri Liane, putri kandung Liane.Di ruang tamu perusahaan.Wajah Morgan terlihat sangat murung dan wajahnya terlihat agak pucat, mungkin karena dia kurang istirahat tadi malam."Kenapa kamu bohongin aku?" Reina bertanya langsung pada intinya.Hati Morgan terasa getir, dia menjawab, "Karena aku mau sama kamu, dari awal harusnya kamu menikah sama aku."Reina tidak mengerti."Cuma karena ini? Kamu memaksaku meninggalkan empat anakku dan membuatku hilang ingatan?"Reina sudah tahu bahwa obat yang diminumnya sama
Maxime tidak memberinya kesempatan untuk menolak. Maxime langsung menggendongnya dan berkata, "Kamu sudah dewasa. Jangan terlalu keras kepala. Apa bedanya kamu pergi sendiri sama aku anterin?"Reina langsung panik dan meminta Maxime untuk menurunkannya.Saat Syena menyaksikan adegan ini, dia merasa muak.Reina dibawa pergi secara paksa oleh Maxime.Tidak berapa lama, Morgan juga keluar ruangan dengan wajah murung.Syena buru-buru menghampirinya, "Morgan, sekarang kita harus bagaimana?"Morgan tidak menatap Syena dan berkata, "Kamu pulang dulu."Setelah berkata demikian, Morgan pergi ke kantornya.Berita pemecatan Morgan langsung menyebar ke seluruh perusahaan, otomatis Jess juga tahu. Dia berdiri di luar kantor dan memperhatikan Morgan duduk di kursi CEO dengan ekspresi rumit."Tuan Morgan."Jess masuk.Morgan tersadar dari lamunannya dan menatap Jess, "Kamu mau terus kerja di sini?"Jess menggeleng, "Aku akan ikut Tuan, ke mana pun.""Terima kasih." Morgan berkata dengan tulus.Jess m
Hawa dingin seketika merasuk ke tulang Syena.Akhirnya dia tidak masuk ke rumah, dia balik badan dan pergi lagi.Syena menelepon Marshanda.Kali ini meski Marshanda langsung mengangkat teleponnya, wanita itu terdengar tidak sabar, "Duh Syena, ada urusan apa lagi sih?"Syena tidak banyak bicara, "Ayo ketemu. Aku ada perlu yang sangat penting."Karena sekarang Marshanda berada di puncak karirnya, dia tidak mau terjadi apa-apa lagi."Lupakan saja, kita berjalan masing-masing. Sebagai istri kamu lakukan yang terbaik sebagai Nyonya Syena dan aku akan menjalani hidupku sebagai artis. Kita nggak perlu saling mencari lagi."Marshanda takut jika mereka berdua terlalu dekat, Maxime akan menyadari sesuatu dan membalas dendam padanya."Marshanda, menurutmu kamu bisa duduk bersantai sekarang? Maxime sudah menemukan Reina dan membawanya pulang untuk berobat. Kalau ingatan Reina pulih, kamu tahu apa konsekuensinya?"Marshanda langsung terdiam.Marshanda menghentikan penata rias dan berkata, "Tunggu s
"Apa ada obatnya?" Maxime bertanya.Jovan menghela napas, "Untuk saat ini, menurutku hanya dapat pulih secara perlahan. Kapan pulihnya kami belum yakin.""Aku sarankan agar dalam masa pemulihan ini, Kak Max sering-sering ajak Kak Reina ketemu orang-orang dan hal-hal yang familiar baginya. Ini akan membantu kesembuhannya."Maxime pun berjalan menemui Reina.Reina juga berusaha memahami tubuhnya sendiri. Dia sering bermimpi dan sakit kepala.Awalnya Reina pikir ini semua hanya mimpi, sekarang Reina sadar ini semua adalah bagian dari memorinya.Maxime menghampiri kamar rawat Reina dan melihat Reina menatap kosong ke luar jendela."Nana, ayo pulang."Reina tersadar dari lamunannya dan merasa perkataan Maxime sangat familiar.Reina tersipu malu ketika teringat bagaimana barusan Maxime membawanya dengan paksa ke rumah sakit, "A ... Aku bisa pulang sendiri."Maxime spontan tersenyum, "Aku tahu, aku nggak akan menggendongmu lagi, kamu boleh jalan sendiri."Maxime adalah orang yang tegas dan ti
Sesuai dengan saran Jovan, Reina perlu dibawa pada hal-hal dan orang-orang dari masa lalu, jadi Maxime menemani Reina di kediaman Keluarga Andara sepanjang hari.Hari ini, Maxime pun banyak belajar tentang masa kecil Reina.Diam-diam, Deron bertanya pada Maxime, "Apa kita perlu panggil semua orang yang dia kenal?""Belum perlu, kita pelan-pelan aja. Aku takut dia nggak bisa menerimanya semua sekaligus."Maxime sudah pernah melihat Reina yang menderita saat sakit kepala hebat, dia tidak ingin melihatnya lagi.Deron mengangguk.Malamnya, mereka makan malam bersama saat Sisil dan para wanita lainnya sudah pulang.Selesai makan, Maxime mengajak Reina pulang ke Vila Magenta, "Ayo pulang, kita main ke sini lagi besok-besok."Reina tidak mau pergi, jadi dia duduk di sofa dan berkata, "Aku boleh tinggal di sini nggak?"Sisil langsung memeluk Reina."Boleh dong Bos, dulu kamu tinggal bareng sama kami di sini."Reina terlihat senang, "Serius? Kalau gitu aku tinggal di sini aja supaya ingatanku c
Ramah?Detik berikutnya, terdengar suara tawa cekikikan.Maxime menoleh ke belakang dan melihat Riki masih terjaga. Anak kecil itu bersembunyi di pojok kamar dan mengawasi dirinya yang sedang mengobrol dengan Reina.Maxime langsung berujar dengan lembut pada Reina, "Tunggu sebentar.""Oke."Reina tidak tahu apa yang hendak Maxime lakukan, namun detik berikutnya dia mendengar jeritan Riki."Ah! Ah! Ah! Kamu bukan papa kandungku! Kenapa mukulin aku! Aduh sakit!"Reina mengernyit bingung, namun sedetik kemudian dia mendengar perubahan nada bicara Riki, "Huhuhuhu, Papaku sayang, barusan aku cuma bercanda aja, Papa yang terbaik deh! Kenapa Papa mukulin anak kecil? Papa, aku tahu papa melakukannya demi kebaikanku. Iya, iya, sekarang aku pergi tidur."Apa yang terjadi? Apa yang membuat seorang anak berubah begitu cepat?Maxime menjadi lebih pendiam setelah keluar dari kamar Riki.Namun tidak lama kemudian, dia mendengar Gaby dan Sisil tertawa dan mengobrol.Maxime menelepon staf di kantor dan
Reina tersipu malu , "Ah jangan, mending aku aja yang tidur di sofa."Di mata Reina saat ini, Maxime hanya sebatas teman.Maxime terlihat santai. Dia berjalan melewati Reina, mengambil selimut dan berjalan ke sofa."Nggak apa-apa. Dulu waktu kita bertengkar, aku tidur di sofa kok."Entah mengapa, ucapan ini terdengar menyedihkan.Reina jadi merasa makin bersalah, "Aku lebih suka tidur di sofa."Reina tidak mau mengambil keuntungan.Meski berada di rumahnya, Reina merasa asing.Katanya, rumah ini diwariskan untuk adiknya, Diego. Tapi menurut Alana, rumah itu dijual oleh Diego dan akhirnya Maxime beli kembali untuk Reina.Kalau begitu, artinya Reina berutang pada Maxime.Jadi, mana berani dia membiarkan Maxime tidur di sofa?Alhasil, Reina dan Maxime memperebutkan tempat tidur di sofa.Saat hendak mengambil selimut, tubuh Reina limbung dan akhirnya dia langsung jatuh ke pelukan Maxime.Maxime menarik napas dalam-dalam, seluruh tubuhnya memanas.Reina sangat malu dan berusaha untuk berdir
Reina tahu betul seperti apa sikap orang penghisap darah seperti nenek Diego. Begitu dikasih sekali, pasti akan minta lagi lain kali.Joanna juga tahu, tapi dia tidak bisa apa-apa."Iya tapi kalau nggak dia malah bikin ribut di sini.""Kalau begitu panggil polisi."Joanna membelalak tidak percaya.Nenek Diego bahkan lebih terkejut, "Kurang ajar! Apa katamu? Aku ini nenekmu.""Treya dan aku nggak punya hubungan darah. Kamu bukan nenekku dan kamu nggak pernah sayang sama aku."Nenek Diego sangat marah dan menuding Reina, dia sangat marah sampai tidak bisa bicara.Reina juga tidak memberinya muka."Ucapanmu barusan sudah kurekam. Jadi kalau kamu mau memeras kami 100 miliar, kamu tunggu saja akan mendekam di penjara!" ucap Reina sambil mengangkat ponselnya.Nenek Diego tidak menyangka Reina akan merekam ucapannya barusan, "Dasar kurang ajar! Percuma putriku membesarkanmu, kamu malah berdiri di pihak orang lain!""Justru kamu yang orang luar, dia ini ibu mertuaku. Aku sudah menghargai Treya
"Kamu tertohok ya sama kata-kataku?" Melihat Joanna kesal, nenek Diego malah makin menyerang."Semua orang juga tahu suamimu nggak pernah pulang, bisa jadi dia punya banyak anak haram di luar!"Joanna terdidik dengan baik sejak kecil. Dia mengepalkan tangannya erat-erat dan berusaha untuk tidak membalas ucapan nenek Diego.Reina langsung melangkah maju ke hadapan nenek Diego."Kamu bilang Diego menghabiskan banyak uang untuk putri Keluarga Sunandar? Siapa? Mana buktinya?"Nenek Diego terdiam.Sebelum dia sempat berpikir, Reina melanjutkan, "Kalau nggak bisa ngasih bukti, aku bisa menuntutmu karena sudah memfitnah."Nenek Diego tersadar."Dasar gadis sialan! Hanna nama gadis itu! Dia dari Keluarga Sunandar, 'kan?""Mengenai bukti, wanita zaman sekarang itu pintar. Bisa aja mereka habiskan uang tanpa bukti." Nenek Diego menarik pakaian Reina, " Cepat minta ibu mertuamu balikin uangnya ke aku, atau aku akan sebarkan berita ini ke awak media.""Ternyata harta Keluarga Sunandar dari hasil p
Diego benar-benar ketakutan, "Aku ngerti Kak. Kak, bantuin aku supaya Keluarga Sunandar nggak mempermasalahkan hal ini."Dia telah menyinggung dan berutang pada banyak orang. Jika masih menyinggung Keluarga Sunandar yang lain, bukannya sama saja dia mencari mati?Reina tidak menanggapi Diego dan menutup telepon.Setelah menutup telepon, dia bertanya pada Deron."Gimana kabar Diego sekarang?""Kayaknya dia tahu dia nggak bisa menikahi Hanna, jadi dia berencana untuk melarikan diri." Deron mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan pada Reina posisi Diego saat ini.Reina memperhatikan dalam diam, "Ikuti diam-diam dan pastikan dia lebih menderita."Sejak masih muda, Diego sangat dimanja sehingga memanfaatkan orang lain sembarangan tanpa rasa bersalah."Oke." Deron mengangguk.Reina mengenal Diego. Jika dia berani melarikan diri, berarti dia masih punya sisa uang.Reina memberi tahu buah pemikirannya pada Deron.Deron tahu apa yang harus dilakukan.Setelah Deron pergi, Reina bersandar di kursi
Setelah Hanna menolak, dia menambahkan, "Diego, sebaiknya kita nggak sering ketemu. Aku nggak berniat punya teman laki-laki, lagian nggak seharusnya pria dan wanita yang cuma teman begitu intim."Hanna tidak memberi Diego kesempatan menyahut."Jangan meneleponku lagi, aku akan memblokir nomor teleponmu."Hanna menutup telepon dan memblokir nomor Diego.Diego benar-benar panik.Dia menelepon Hanna lagi, tetapi tidak bisa tersambung ...."Kok jadi begini?"Dalam satu malam, Hanna berubah jadi orang yang sama sekali berbeda, padahal kemarin dia masih baik-baik saja.Diego sekarang berada di rumah neneknya. Neneknya mengernyit bingung, "Cucuku sayang, ada apa? Apa gadis itu marah sama kamu?""Dia menolakku." Diego menunduk."Gadis sialan! Kenapa dia menolakmu? Kamu sangat baik dan tampan, mana ada yang bisa menandingi kamu?"Diego sekarang sakit kepala dan kesal saat mendengar omelan neneknya."Nenek, berhentilah ngomel, aku sangat kesal sekarang.""Cucuku sayang, jangan khawatir. Kamu san
Keesokan harinya.Setelah Reina bangun, dia membuat janji dengan Hanna untuk memperjelas semuanya agar dia tidak tertipu lagi.Hanna sudah benar-benar sadar, tapi wajahnya masih pucat.Saat bangun, Hanna menerima pesan dari Diego yang mengkhawatirkannya. Dia ragu-ragu untuk waktu yang lama dan tidak membalasnya.Saat waktu yang disepakati dengan Reina tiba, Hanna keluar menemuinya.Di dalam kedai kopi yang tenang.Mereka berdua sama-sama memesan kopi.Sebelum Reina mulai bicara, Hanna sudah angkat bicara lebih dulu, "Kak, maaf. Orangtuaku meneleponmu larut malam dan mereka salah paham tentang adikmu."Reina tidak menyangka Hanna sepolos ini sampai masih menyalahkan dirinya sendiri atas kesalahan ini."Hanna, kamu kepikir nggak, mungkin ini semua bukan kesalahpahaman?" kata Reina.Hanna tertegun sejenak , lalu tersenyum, "Mana mungkin? Menurutku Diego itu orang baik, lagian dia itu adimu, mana mungkin dia menyakitiku.""Kita harus waspada sama orang lain, siapa pun orangnya. Bahkan kamu
Ines memberi tahu Hanna semua informasi tentang Diego.Awalnya setelah pesta semalam, Ines sangat tertarik dengan Diego. Pertama, karena kakak Diego adalah Reina, lalu mereka tahu bahwa Diego juga anak tunggal, jadi mereka langsung meminta seseorang untuk menyelidikinya.Mereka langsung terkejut begitu tahu semua tentang Diego.Hanna mendengarkan dalam diam dan membelalak tidak percaya.Dia juga berpikir Diego adalah orang yang baik, kenapa faktanya berbanding terbalik begitu drastis?"Diego sudah menghancurkan keluarga besar Andara. Kalau kamu sama dia, bisa-bisa kita yang tersiksa."Hanna spontan tersenyum, "Ibu salah paham. Aku nggak suka sama dia, aku hanya menganggapnya sebagai teman."Ines menghela napas lega."Syukurlah."Hanna mengangguk."Tapi Hans juga nggak sebaik itu." Ines merasa sangat kesal begitu tahu hasil penyelidikannya kemarin, "Dia sudah punya istri, dia juga kakak laki-laki Jason. Meski dia lebih baik dari Jason dari segi karakter moral dan kemampuan, tapi bagaima
Diego langsung berkata pada mereka semua, "Dengar, 'kan? Aku benar-benar nggak bersalah."Reina terdiam.Orangtua Hanna masih curiga.Putri mereka jarang pulang terlambat. Ini adalah pertama kalinya dia pulang telat sejak kembali ke Kota Simaliki, ini juga pertama kalinya Hanna minum sampai mabuk berat. Kalau bukan dari mulut Hanna sendiri, mereka pasti tidak percaya.Hanna melihat Reina dan terkejut, "Kak Reina? Kok kamu juga di sini?"Ines langsung melangkah maju dan berkata, "Ada kesalahpahaman, tapi sudah nggak apa-apa. Hanna, kamu terlalu mabuk, istirahatlah.""Yah, kepalaku sakit. Aku minum terlalu banyak," katanya.Ayah Hanna memanggil Reina dan Diego keluar.Sesampainya di luar, dia dengan tulus minta maaf dan berkata, "Pak Diego, maaf, aku salah paham."Dia minta maaf Reina dan berkata, "Nana, aku minta maaf karena meneleponmu malam-malam."Reina melambaikan tangannya, "Nggak apa-apa, yang penting Hanna nggak apa-apa.""Ya." Ayah Hanna mengangguk, lalu berkata, "Dari dulu dia
Kalau dia mengakui Diego akan mencelakai Hanna, maka orangtua Hanna pasti melihat Reina dengan buruk dan ujung-ujungnya, Reina ikut terdampak karena kejahatan Diego.Reina mengepalkan tangannya erat-erat dan menjawab."Bibi, Paman, bagaimana kalau kita menunggu sampai Hanna bangun dan langsung tanya sama Hanna." Reina terdiam, "Kalau Diego benar-benar punya niat jahat sama Hanna, terserah kalian mau apakan dia, kalian bisa jeblosin dia ke penjara."Wajah Diego menjadi pucat.Bagaimana bisa Reina berkata seperti itu?Mengirimnya ke penjara?Karena Reina sudah berkata demikian, orangtua Hanna tentu saja tidak bisa berkata apa-apa.Ines berkata, "Ayo, kita tunggu di dalam.""Oke."Namun Adrian berkata, "Saya kembali dulu ya, tadi saya izin sama atasan.""Jangan pergi!" Diego menghentikannya, "Kamu mau pergi setelah menjebakku? Nggak boleh!"Adrian terlihat kesal dan hendak setuju untuk tinggal.Reina berkata, "Jangan mempersulit orang lain. Dia itu kerja di Klub Beautide, kalau dia bersal
Diego tidak akan membiarkan Adrian merusak rencananya.Dia meninju wajah Adrian, lalu langsung masuk ke dalam mobil dan menyalakan mobil.Adrian ingin menghentikannya, tapi sudah terlambat."Krak!" Sesuatu jatuh dari mobil.Adrian berjalan ke depan dan melihat yang rusak adalah ponsel Hanna.Tepat pada saat ini, ibu Hanna menelepon dan Adrian menjawab panggilan tersebut....Di sisi lain, Reina sudah tidur, namun terbangun oleh dering telepon.Reina bangun dan melihat Diego meneleponnya.Kenapa Diego menelepon semalam ini?Reina menerimanya dengan ragu, "Halo.""Nana?"Suara di telepon bukan suara Diego, melainkan suara wanita paruh baya."Siapa kamu?" Reina tidak mengenali suara itu."Aku ibu Hanna," jawab wanita paruh baya itu.Ternyata Ines."Bibi kok meneleponku pakai nomor Diego?" Reina samar-samar merasa ada sesuatu yang buruk telah terjadi.Ines tidak menjawab, tapi berkata dengan agak serius, "Bisa ke Hotel Fourse, kamar 6008 sekarang?""Oke."Reina tahu, ada yang tidak beres.