Reina tersipu malu , "Ah jangan, mending aku aja yang tidur di sofa."Di mata Reina saat ini, Maxime hanya sebatas teman.Maxime terlihat santai. Dia berjalan melewati Reina, mengambil selimut dan berjalan ke sofa."Nggak apa-apa. Dulu waktu kita bertengkar, aku tidur di sofa kok."Entah mengapa, ucapan ini terdengar menyedihkan.Reina jadi merasa makin bersalah, "Aku lebih suka tidur di sofa."Reina tidak mau mengambil keuntungan.Meski berada di rumahnya, Reina merasa asing.Katanya, rumah ini diwariskan untuk adiknya, Diego. Tapi menurut Alana, rumah itu dijual oleh Diego dan akhirnya Maxime beli kembali untuk Reina.Kalau begitu, artinya Reina berutang pada Maxime.Jadi, mana berani dia membiarkan Maxime tidur di sofa?Alhasil, Reina dan Maxime memperebutkan tempat tidur di sofa.Saat hendak mengambil selimut, tubuh Reina limbung dan akhirnya dia langsung jatuh ke pelukan Maxime.Maxime menarik napas dalam-dalam, seluruh tubuhnya memanas.Reina sangat malu dan berusaha untuk berdir
Wajah Reina memerah, dia hanya bisa gigit jari dan menjawab, "Ke toilet.""Terus kenapa kamu nggak nyalain lampu?"Maxime berdiri dan menyalakan lampu. Di bawah cahaya remang-remang, dia bisa melihat wajah Reina memerah."Kenapa wajahmu merah sekali? Kamu sakit?"Reina tercekat mendapati Maxime hanya mengenakan celana longgar untuk tidur.Reina langsung membuang muka, "Nggak ... nggak ... aku pergi ke toilet."Reina langsung berlari ke kamar mandi dan hampir menabrak pintu.Di toilet, Reina juga bergerak dengan sangat hati-hati karena takut efek Maxime bisa mendengar pergerakannya di toilet."Besok aku harus cari kamar lain!" gerutu Reina dalam hati.Maxime duduk kembali di sofa dan menunggunya keluar.Sekarang Maxime tidak berani membiarkan Reina lepas dari pandangannya meski hanya sejenak, karena takut Reina akan menghilang lagi.Reina sama sekali tidak ingin keluar dari toilet untuk menghindari komunikasi dengan Maxime.Namun seiring berjalannya waktu, dia harus keluar.Maxime belum
Di Perusahaan XS.Saat Reina datang bersama Maxime, dia mengernyit bingung melihat gedung perusahaan yang amat megah itu.Dia naik lift khusus sampai ke kantor CEO di lantai paling atas.Sebelum masuk, Reina melihat seseorang yang sepertinya dia kenal.Pria itu sedang duduk di sofa, matanya tajam seperti rubah dan wajahnya tampan seperti bintang, tetapi temperamennya tidak terlalu lembut.Begitu mendengar suara langkah kaki, Revin mengangkat kepalanya untuk melihat Reina.Revin langsung bangkit berdiri."Nana."Reina ragu-ragu sejenak, lalu mengangguk.Revin tahu bahwa Reina sudah ditemukan dan dibawa pulang kemarin lusa. Mereka baru bertemu hari ini sehingga dia sangat bersemangat.Selama setahun ini Revin juga mengira Reina benar-benar sudah tiada.Brigitta langsung datang dan berkata pada Revin, "Pak Revin, sekarang Nana agak hilang ingatan, mungkin dia nggak mengenalimu."Revin mengangguk, berjalan menghampiri Reina yang menatapnya dengan bingung, "Nana, kamu ingat si gendut waktu
"Dia itu pria genit yang suka menggoda wanita. Sebaiknya kamu menjauh darinya," ucap Maxime.Reina mengangguk dengan kaku, "Ya."Ini pertama kalinya Reina tahu bahwa kata "genit" juga bisa digunakan untuk laki-laki.Reina kembali melihat ke arah panggung, entah mengapa, dia jadi teringat beberapa wanita ....Reina mengalihkan pandangannya karena malu dan berhenti menatap Ari supaya tidak terpikir hal aneh-aneh.Setelah selesai syuting, Ari langsung buru-buru mendatangi Reina.Dia bertindak seolah-olah Maxime tidak ada, "Master Rei, gimana menurutmu?"Reina teringat ucapan Maxime barusan, dia pun mengangguk kaku, "Bagus kok."Begitu mendengar jawaban Reina, Maxime bicara, "Apanya yang bagus? Syuting ulang iklan ini."Ekspresi Ari langsung berubah, "Menurut Nana bagus kok, tapi menurutmu nggak bagus. Mungkin ada yang salah dengan penilaianmu."Maxime tidak mau kalah, "Sekarang kesehatan istriku belum pulih dan dia belum mengambil alih perusahaan. Dengan kata lain, aku masih menjadi penan
Reina sungguh tidak mengerti bagaimana Morgan bisa melakukan hal ini padanya."Baik, mereka semua sangat baik padaku."Reina sekarang berdiri di balkon, dia sedang menatap Sisil dan yang lainnya dengan gembira menyiapkan makan malam bersama, saat ini Reina merasa sangat bahagia."Syukurlah, pokoknya kalau kamu merasa nggak nyaman, bilang aja ya sama aku." Morgan menambahkan.Reina meremas ponselnya erat-erat, "Morgan, sebenarnya kamu kasih aku obat apa sampai aku hilang ingatan? Perawatan apa yang kamu kasih ke aku?"Setelah Maxime membawanya ke dokter, Jovan bilang Reina sulit sembuh.Beberapa sarafnya sudah rusak oleh obat-obatan, apa ini cara Morgan mencintainya?Morgan terdiam. Tepat ketika Reina berpikir Morgan tidak akan mengatakan apa-apa, Morgan bicara, "Akan aku kirimkan semua data pengobatan yang sudah aku lakukan untukmu selama setahun ini.""Oke."Reina secara naluriah mau mengucapkan terima kasih, tetapi kalau dipikir-pikir, dia tidak perlu mengucapkan terima kasih sama se
Mata Liane nanar, dia tidak percaya mendengar ucapan Syena."Kamu ngomong apa? Talitha itu putri kandungmu!"Tiap orang berbeda. Liane mencari putri kandungnya selama lebih dari 20 tahun.Namun putri angkatnya justru mengatakan mau menelantarkan anak kandungnya!Liane sangat terkejut, dia menatap Syena dengan tajam, berharap dia bisa menyadarkannya.Namun, Syena tidak berpikir keputusannya salah, "Itu semua salah para pria berengsek itu!"Liane sangat marah pada Syena, dadanya terasa sangat sesak."Syena, kalau kamu begitu nggak menyukainya, seharusnya sejak awal nggak kamu lahirkan. Kalau kamu lahirkan, kamu harus bertanggung jawab, ngerti?"Syena tetap bergeming, "Sudahlah Bu, jangan bahas ini lagi. Kalau aku benar-benar membesarkannya dan membawanya pulang ke Keluarga Yinandar, nanti aku nggak bisa menikah lagi."Ternyata ini alasannya ....Liane akhirnya mengerti alasan Syena, putri angkatnya ini terlalu egois."Apapun yang terjadi, aku ingatkan jangan buang anakmu atau aku nggak a
Menemui Reina lagi?Syena sangat cemburu!Dia merasa khawatir jika hal ini terus berlanjut, Reina pasti akan menggantikannya di masa depan.Aset Keluarga Yinandar yang begitu besar akan jatuh ke tangan Reina?Syena tidak mau menyerah!Namun, terakhir kali dia bertemu Marshanda, Marshanda juga tidak memberikan ide yang bagus."Gimana nih?"Syena bertanya pada dirinya sendiri.Di kediaman utama Keluarga Andara.Setelah semua orang makan kenyang, mereka istirahat sejenak untuk ngobrol dan menonton TV.Reina yang agak lelah ingin berjalan-jalan keluar."Ma, pelan-pelan jalannya." Riki takut Reina akan jatuh, jadi dia menatap Reina dengan hati-hati.Reina jadi malu karena begitu diperhatikan oleh anak sekecil Riki, "Nggak apa-apa, jangan khawatir."Riki merasa sedikit sedih, meski Reina bicara padanya dengan lembut, Riki bisa merasa Reina menjaga jarak."Mama benar-benar nggak ingat aku? Mama nggak ingat aku sama sekali?" Dia menatap Reina dengan matanya yang besar.Reina membalas tatapan R
Melihat bosnya bertingkah seperti ini, sekretaris itu langsung melangkah maju dan bicara untuk membantu, "Nona Reina, Bu Liane sangat merindukanmu. Apa boleh temui dia?""Dulu Nyonya Liane memang melakukan kesalahan dan itu semua karena dia nggak tahu identitasmu. Sekarang setelah tahu, dia benar-benar menyesal."Riki langsung melindungi Reina dengan berdiri di depan Reina."Kalian semua orang jahat, jangan coba-coba membawa ibuku pergi.""Tuan Riki, kami bukan orang jahat. Nyonya Liane adalah nenek kandungmu. Dia nggak akan menyakitimu dan ibumu." Sekretaris itu menjelaskan dengan sungguh-sungguh.Riki mendengus dingin."Terus siapa yang menyebabkan kakakku hampir mati dan membuat wajah mama seperti ini?" Riki balas bertanya.Sekretaris itu tersedak, "Itu semua salah paham."Dia juga mau menjelaskan, tetapi dihentikan oleh Liane.Riki kembali mengejeknya, "Kalau gitu aku mau tanya, kalau mamaku bukan anaknya apa dia akan mengakui kesalahannya? Kalau mamaku cuma orang biasa, apa dia ak
Saat Marshanda mendengar ini, hatinya tiba-tiba menjadi dingin.Dia masih ingin mengucapkan sesuatu yang lain, tetapi suara perawat terdengar dari belakang, "Telepon siapa kamu!"Marshanda langsung menutup telepon dan berpura-pura menekan nomor telepon secara acak."Keluar! Kalau nggak aku panggil Kak Max. Kalau dia tahu aku di sini, dia pasti akan datang untuk menyelamatkanku. Kamu nanti akan dibunuh sama dia!"Perawat itu melangkah maju dengan marah, "Kamu gila ya? Aku potong lho tanganmu."Marshanda meringis."Nggak, nggak, aku nggak berani ulangin lagi.""Kamu nggak berani, kenapa nggak balik ke kamarmu!" ucap perawat itu.Beraninya Marshanda kembali?Masalahnya kalau kembali, Marshanda pasti akan dipukul oleh temannya yang sakit jiwa itu.Namun dia tahu jika tidak menurut, perawat akan memberinya obat penenang. Jadi Marshanda hanya bisa masuk ke kamar.Saat dia masuk, dia berdoa agar teman sekamarnya sedang tidur.Marshanda membuka pintu dan memasuki kamar, dia langsung merasa leg
Morgan memperhatikan kedua orang itu pergi dengan depresi.Dia sendirian di depan pintu vila, angin dingin menderu-deru dan dia pun batuk-batuk.Pelayan yang melihatnya berkata, "Tuan Morgan, di luar dingin, silakan masuk ke dalam?"Morgan menggeleng, "Nggak, aku mau pergi.""Kalau begitu aku ambilkan jaket dulu sebentar.""Nggak perlu."Morgan menolak dan masuk ke dalam mobil.Di mata para pelayan, Morgan mudah bergaul, dia rendah hati dan sopan, tidak terlihat seperti tuan muda.Morgan duduk di dalam mobil dan kemarahan di wajahnya hilang.Dia menyetir, tapi tidak tahu ke mana harus pergi.Hari ini, Morgan sadar dia itu kesepian.Tanpa disadar, Morgan melajukan mobil ke apartemen tempat tinggal Jess.Sejak Jess mengundurkan diri, Morgan jadi pemarah.Ini pernah terjadi sekali.Yaitu waktu di luar negeri dia menerima kabar Reina sudah menikah dengan Maxime.Morgan pikir dia tidak akan merasa seperti itu lagi, tapi sekarang dia merasakannya lagi.Dia merasa seperti ada batu di hatinya.
Reina terdiam.Kenapa malah dia yang ditanya?Bagaimana dia bisa memutuskan hal seperti itu?Ini buah simalakama. Kalau Reina jawab 'Ya', akan menyinggung Joanna. Kalau Reina menjawab 'Tidak', akan menyinggung Daniel.Reina tiba-tiba merasa kesulitan.Joanna juga melirik Reina, "Nana, meski kami bercerai, aku akan tetap menjaga para cucu. Jangan khawatir, kita masih satu keluarga."Reina tidak tahu harus menjawab apa. Untungnya, Maxime menariknya ke dalam pelukannya dan berkata dengan lantang, "Ayah, Ibu, kami sebagai anak-anak nggak ada hubungannya dengan perceraianmu dan kami akan menghormati pilihanmu."Tatapan Daniel langsung berubah, dia mengedipkan mata pada Maxime, tapi Maxime pura-pura tidak melihat apa pun.Daniel pun melirik Morgan."Morgan, bagaimana menurutmu?"Kondisi mental Morgan sangat buruk akhir-akhir ini, dia gagal mengalahkan Maxime dan kehilangan koneksi."Menurutku nggak mudah bisa sampai di titik ini. Kalau bisa nggak bercerai, sebaiknya nggak usah."Dia menatap
Reina mengerti, tetapi tidak mudah untuk meyakinkan orang.Melihat Reina mengernyit, Maxime ikut sedih."Luangkan waktumu dan jangan terburu-buru. Kamu harus ingat, aku mendukungmu." Maxime menambahkan, "Kita bisa bekerja sama."Reina menolak, "Nggak, aku nggak bisa mengandalkanmu dalam segala hal, aku juga harus mengandalkan diriku sendiri."Dia menarik napas dalam-dalam."Jangan khawatir, aku akan mengurusnya."Reina agak kewalahan, kalau ibunya meninggal, dia pasti akan menghadapi lebih banyak kekacauan.Tapi, dia tidak bisa terus-terusan dibantu Maxime."Mendingan kamu ajarin kau gimana caranya menghadapi mereka?" Reina menatap Maxime dengan mata berbinar.Telinga Maxime memerah saat melihat wajah manja Reina, "Boleh, tapi kamu harus menjadi muridku.""Oke.""Coba panggil aku Pak Max," ucap Maxime sambil menatapnya dalam-dalam.Reina membuka mulutnya, tapi ragu untuk bicara, "Pak Max."Senyum Maxime makin merekah."Kalau gitu untuk sementara, kamu ikut aku ke Grup IM. Paginya kamu
"Yah, aku tahu." Reina pun menatap para eksekutif senior yang hadir.Hanya ada sekitar tujuh orang eksekutif senior di perusahaan cabang tersebut dan setengahnya sudah ada di sini.Mereka sadar Reina sedang memperhatikan mereka, jadi semuanya buang muka karena sungkan."Ayo, kita lanjut rapat."Tak satu pun dari mereka mengucapkan sepatah kata pun.Raihan terbatuk sebelum memecah kesunyian.Rapat tetap dilanjutkan, namun kali ini benar-benar membahas perkembangan perusahaan ke depan.Pertemuan itu bubar tanpa diskusi panjang.Raihan berlagak seperti pimpinan perusahaan yang mengantar mereka keluar ruangan satu per satu.Reina memperhatikan dalam diam, merasa sangat khawatir.Reina kembali ke kantornya dan melihat Maxime duduk di kursinya dengan sebagian besar tumpukan dokumen di depannya sudah terbaca.Sisil menarik tangan Reina, "Bos.""Ada apa?""Pak Maxime benar-benar hebat. Pas Bos pergi, dia duduk di sini tanpa bergerak, membaca banyak dokumen dan menandai semua masalah," bisik Si
Reina menarik Maxime masuk ke mobil.Maxime tidak berdaya, Reina hanya memedulikannya karena pekerjaan. Hahh ....Sesampainya di Grup Yinandar.Reina merasa ada yang tidak beres dengan suasana di perusahaan hari ini dan para karyawan membuang muka saat melihatnya.Maxime juga menyadarinya.Reina menelepon Sisil, sayangnya Sisil juga tidak tahu karena dia sedang ada di luar.Jadi Reina menelepon sekretaris."Apa terjadi sesuatu di perusahaan?"Sekretaris ragu-ragu sejenak, lalu berkata, "Manajemen senior perusahaan mendengar kesehatan Bu Liane semakin memburuk akhir-akhir ini dan mereka ingin membentuk dewan direksi untuk memutuskan arah masa depan perusahaan."Perusahaan mengadakan rapat dewan dan tidak memberitahunya? Dia 'kan manajer umum?"Di mana mereka sekarang?"Dari dulu Liane sudah khawatir karena dia sakit dan tidak bisa mengurus perusahaan, manajemen senior akan mengambil tindakan terhadap Reina.nggak, sekarang mereka mulai mencari masalah secara pribadi.Sebenarnya, mereka
Nenek Diego tidak merasa malu, malahan merasa sombong."Terus kenapa? Memangnya salah Diego minta uang ke kakak iparnya?"Reina benar-benar tidak ingin terus berdebat konyol dengan nenek Diego yang tidak masuk akal itu, "Aku sudah panggil polisi, sebentar lagi mereka datang. Kamu bicara langsung sama mereka.""A ... apa?" Mata nenek Diego membelalak.Reina mengangkat ponselnya, "Mungkin kamu nggak sampai di penjara sih, tetapi bisnis putramu pasti akan terpengaruh. Yah, soalnya ibunya dia memeras orang lain."Saat bicara tentang putranya, kesombongan nenek Diego pun sirna."Bagus sekali kamu Reina!"Nenek Diego tidak akan membiarkan dirinya dibawa polisi.nenek Diego langsung bangkit dari tanah dan berjalan keluar.Reina akhirnya menghela napas lega.Sebenarnya keluarga Treya adalah keluarga biasa dari pedesaan.Setelah Treya menikah dengan Anthony, Anthony membantu adik Treya membuka perusahaan kecil.Namun meski begitu, keluarga Treya masih belum puas. Waktu Treya masih hidup, mereka
Reina tahu betul seperti apa sikap orang penghisap darah seperti nenek Diego. Begitu dikasih sekali, pasti akan minta lagi lain kali.Joanna juga tahu, tapi dia tidak bisa apa-apa."Iya tapi kalau nggak dia malah bikin ribut di sini.""Kalau begitu panggil polisi."Joanna membelalak tidak percaya.Nenek Diego bahkan lebih terkejut, "Kurang ajar! Apa katamu? Aku ini nenekmu.""Treya dan aku nggak punya hubungan darah. Kamu bukan nenekku dan kamu nggak pernah sayang sama aku."Nenek Diego sangat marah dan menuding Reina, dia sangat marah sampai tidak bisa bicara.Reina juga tidak memberinya muka."Ucapanmu barusan sudah kurekam. Jadi kalau kamu mau memeras kami 100 miliar, kamu tunggu saja akan mendekam di penjara!" ucap Reina sambil mengangkat ponselnya.Nenek Diego tidak menyangka Reina akan merekam ucapannya barusan, "Dasar kurang ajar! Percuma putriku membesarkanmu, kamu malah berdiri di pihak orang lain!""Justru kamu yang orang luar, dia ini ibu mertuaku. Aku sudah menghargai Treya
"Kamu tertohok ya sama kata-kataku?" Melihat Joanna kesal, nenek Diego malah makin menyerang."Semua orang juga tahu suamimu nggak pernah pulang, bisa jadi dia punya banyak anak haram di luar!"Joanna terdidik dengan baik sejak kecil. Dia mengepalkan tangannya erat-erat dan berusaha untuk tidak membalas ucapan nenek Diego.Reina langsung melangkah maju ke hadapan nenek Diego."Kamu bilang Diego menghabiskan banyak uang untuk putri Keluarga Sunandar? Siapa? Mana buktinya?"Nenek Diego terdiam.Sebelum dia sempat berpikir, Reina melanjutkan, "Kalau nggak bisa ngasih bukti, aku bisa menuntutmu karena sudah memfitnah."Nenek Diego tersadar."Dasar gadis sialan! Hanna nama gadis itu! Dia dari Keluarga Sunandar, 'kan?""Mengenai bukti, wanita zaman sekarang itu pintar. Bisa aja mereka habiskan uang tanpa bukti." Nenek Diego menarik pakaian Reina, " Cepat minta ibu mertuamu balikin uangnya ke aku, atau aku akan sebarkan berita ini ke awak media.""Ternyata harta Keluarga Sunandar dari hasil p