"Maksudmu gadis yang barusan itu? Dia 'kan baru bergabung, dia nggak mengerti keseluruhan tarian," protes penari utama.Penari utama itu tidak terima karena posisi ini susah payah dia dapatkan. Setelah menyelesaikan pertunjukan kali ini, performanya akan meningkat berkali-kali lipat. Masa sekarang tiba-tiba direbut orang begitu saja?"Memangnya kamu tadi nggak lihat? Gerakan yang kamu nggak bisa, terlihat begitu mudah untuknya."Guru tari itu menatap Lysia Carlina, si penari utama dengan tatapan menghina, "Lysia, bukannya tadi kamu yang nyuruh aku ganti orang? Sekarang setelah kuganti, kenapa kamu masih nggak senang hati?"Wajah Lysia pun memucat.Kalau masalahnya sudah jadi begini, dia tidak mungkin menarik balik ucapannya bukan? Mau ditaruh di mana mukanya?Lysia menggertakkan gigi dan berkata, "Ya sudah, kamu kira aku suka disuruh nari? Tapi hari ini aku pasti bakal melaporkan ke bos soal kamu yang sudah masukin gadis itu lewat jalur belakang."Guru tari tidak khawatir sama sekali m
Mata Syena langsung memerah saat melihat punggung Morgan yang bertekad untuk pergi.Syena langsung mengejarnya.Namun di luar, ternyata Jess sudah menunggu Morgan.Sebagai seorang wanita, Syena tentu tahu wanita mana yang mengincar suaminya. Dengan marah, Syena pun melabrak Jess dan langsung menamparnya di depan Morgan."Hari ini masih libur Tahun Baru hari kedua. Kalau ada urusan, kamu urus aja sendiri, kenapa mesti Tuan Morgan yang ngerjain sendiri?"Wajah Jess begitu panas sehingga dia tidak bereaksi sama sekali.Morgan langsung melangkah maju dan meraih tangan Syena."Apa-apaan ini!"Begitu ditanyai Morgan, Syena langsung berpura-pura tidak bersalah."Morgan, aku itu sedih banget, masa di hari libur kayak gini kamu nggak bisa nemenin Talitha?"Morgan mencengkeram pergelangan tangan Syena dan berkata, "Ini alasanmu menampar orang yang nggak bersalah?"Syena terkejut dengan tatapan mata Morgan yang begitu tajam, tubuh Syena pun menciut dan gemetar, tangannya mulai terasa sakit, "Morg
Jess bisa melihat Morgan yang begitu bahagia, dia pun penasaran dengan siapa bosnya ini mengobrol.Morgan tidak mewaspadai Jess.Namun sekilas, Jess bisa melihat bahwa Morgan sedang mengobrol dengan seorang wanita.Jess menarik balik pandangannya, dia tidak berani mengintip lebih jauh.Jess agak tidak percaya, di matanya, selama ini Morgan adalah pria yang baik dan sempurna, mana mungkin dia selingkuh?Jess tahu, orang yang sedang mengobrol dengan Morgan pasti bukan Syena.Siapa wanita itu?Selama ini Jess mengira Morgan adalah pria yang setia dan di hatinya hanya ada Reina. Kenapa sekarang malah diam-diam mengobrol dengan wanita lain dengan begitu romantis?Jess agak kecewa, tapi dia tidak mengatakan apa-apa dan kembali menunduk.Malam hari itu, saat sudah selesai kerja, Jess dihadang oleh sebuah mobil.Kaca mobil diturunkan, memperlihatkan wajah Syena yang sombong.Jess pun mundur selangkah.Syena mencibir saat melihat rupa Jess yang ketakutan, "Jess, nggak usah khawatir. Aku nggak b
Jawaban Jess masih sama, "Aku sungguh nggak tahu siapa yang Anda maksud.""Oke, bagus sekali." Syena langsung bangun dari kursinya dengan wajah angkuh, "Kukasih tahu ya, kalau ternyata kamu terbukti tahu dan menyembunyikannya dariku, kamu akan mati!"Setelah berkata demikian, Syena pun melenggang pergi.Jess masih duduk dan termenung cukup lama. Akhirnya, dia memberitahukan Morgan perihal Syena mencarinya hari ini.Morgan menghela napas lega saat membaca pesan ini.Dia hampir ketahuan oleh Syena."Terima kasih ya Jess, kalau terjadi lagi, tolong beri tauh aku secepatnya."Jess merasa sangat tidak nyaman saat membaca balasan Morgan.Dari jawaban ini, Jess pun tahu kalau Morgan memang punya wanita simpanan.Jess hanya bisa menghela napas, bangkit berdiri dari kursinya dan berjalan keluar.Di luar, entah sejak kapan mulai turun hujan.Jess berjalan di tengah hujan dan terlihat sangat kesepian.Beberapa hari yang lalu, ibunya meneleponnya dan memintanya pulang untuk kencan buta."Kamu ini
Reina mengangguk, "Oke, kamu atur aja kerjaanku."Begitu melihat sosok Lysia, Reina sudah tahu pekerjaannya kali ini tidak akan semulus itu.Namun di dunia ini tidak ada yang mudah, Reina bertekad akan bekerja keras untuk mempertahankan pekerjaannya.Dengan punya pekerjaan, dia tidak harus bergantung pada Morgan setiap hari, dia bisa lebih banyak berinteraksi dengan orang-orang dan tidak harus tinggal di rumah tanpa melakukan apa pun setiap hari.Melihat Reina berkata demikian, Lysia dengan percaya diri mengarahkan Reina untuk melakukan berbagai hal.Yang Lysia maksud sebagai pekerjaan sebenarnya hanya melakukan pekerjaan serabutan, seperti menuangkan air atau mencetak dokumen untuk karyawan lain.Lysia juga memberi tahu rekan-rekannya yang lain secara pribadi, "Mulai sekarang kalau kalian terlalu sibuk, kasih aja kerjaan kalian ke Reina."Para rekan kerja Lysia pun dengan sangat bahagia menerima perintah ini, artinya mereka bisa makan gaji buta.Mereka semua menyerahkan pekerjaannya p
Reina menjawab jujur, "Dulu aku pernah belajar waktu di sekolah.""Pantas saja kamu punya dasar yang bagus, aku benar-benar menemukan harta karun," kata guru tari dengan wajah bahagia.Sebelumnya, guru tari ini sudah mengatur para karyawan untuk latihan menari sehingga bisa menyambut para bos dengan tarian.Namun, seluruh anggota tubuh karyawan kaku dan latihan tarinya sangat berat.Setelah selesai latihan tari, Reina kembali ke lantai atas dan bersiap pulang kerja.Namun, sesampainya di kantor di lantai atas, semua mata rekan-rekannya tertuju padanya.Tatapan mereka itu terlihat ada yang menunggu Reina dipermalukan, ada yang terlihat berniat jahat, ada pula yang berempati pada Reina ....Reina mengernyit bingung. Dia berjalan menghampiri tempat kerjanya. Namun sebelum dia bisa duduk, Lysia keluar dari kantor bosnya."Reina, bukannya kamu bilang pekerjaanmu sudah selesai? Buka lacimu dan kasih aku dokumennya. Aku mau tunjukkin ke bos."Tanpa ragu, Reina pun mengeluarkan kunci dan membu
Para karyawan di perusahaan tidak menyangka Reina akan berani mengesampingkan pekerjaan yang mereka berikan dan mengadu pada bos.Setelah mendengar ucapan Reina, bos itu pun kembali membaca dokumen tersebut.Memang benar, hasil kerja Reina melampaui hasil kerja anak magang.Dia mengangkat matanya dan menatap Lysia, "Lysia, apa-apaan ini? Kenapa kalian ngasih kerjaan kalian ke orang lain?""Kalau memang begitu, ngapain aku gaji kalian? Mending aku gaji satu orang aja.""Atau, kalian akan ngasih gaji kalian ke nona ini?"Wajah Lysia seketika jadi pucat pasi."Bos, tolong dengarkan penjelasanku. Tadi aku ngasih tahu rekan-rekan kalau beban kerja mereka terlalu berat, mereka bisa bagi beban ke Reina."Bos menjadi semakin marah, "Semua tugas perusahaan kita sudah diatur. Nona ini saja bisa menerjemahkan dua dokumen dari pagi sampai siang. Kenapa mereka nggak bisa menyelesaikan beban kerjanya sendiri? Sepertinya aku perlu mengevaluasi ulang kemampuan kalian?"Lysia tidak terima bosnya menyal
Sesampainya di rumah, Reina melihat Morgan mengiriminya pesan dan menanyakan bagaimana kondisi pekerjaannya.Reina menjawab, "Cukup lancar kok."Entah mengapa, jawaban Reina membuat Morgan agak khawatir.Dia takut ingatan Reina akan pulih jika bekerja terlalu lama karena Reina akan banyak berhubungan dengan orang-orang."Oke, pokoknya kalau kamu nggak bahagia atau merasa kerjaannya nggak cocok, keluar aja ya."Reina mengetik, "Oke."Meski Reina menghadapi beberapa kesulitan, dia tidak mau meninggalkan pekerjaannya.Sebaliknya, Reina menganggap hal ini cukup menantang.Lagi pula, dia sudah terlalu lama berdiam diri di rumah. Sudah setahun penuh dia tidak melakukan apa-apa.Kini dengan dapat bersaing dengan orang lain di tempat kerja, Reina merasa otaknya lebih terpakai.Setelah mengobrol sebentar dengan Morgan, dia meletakkan ponselnya dan pergi memasak.Sebenarnya Morgan menyewa seorang pembantu untuk mengurus semua keperluan Reina, tapi Reina tidak nyaman dan karena tidak punya kesibu
Kediaman Keluarga Andara.Reina mengalami mimpi buruk lagi. Ketika terbangun dari mimpi buruknya, dia secara naluriah memeluk Maxime di sampingnya.Namun, tangannya yang terulur tidak meraih apa pun.Reina menyalakan lampu di samping tempat tidur dan menyadari bahwa Maxime tidak ada di sampingnya."Pergi ke toilet?" Reina sedikit bingung dan melihat ke arah toilet, lampu di sana juga tidak menyala.Dia jadi sulit tidur dan sedikit takut karena Maxime tidak ada. Dia langsung bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke luar.Ketika masuk ke aula, tidak ada lampu yang menyala. Rumah dalam keadaan gelap gulita.Maxime juga tidak ada di sini, kemana dia pergi selarut ini?Reina ingat bahwa mereka berdua tidur bersama, apakah ada sesuatu yang terjadi di kantor?Saat dia bertanya-tanya, pintu depan dibuka dari luar. Bersamaan dengan itu, lampu-lampu juga dinyalakan.Maxime mengenakan jas hitam, berdiri di ambang pintu. Saat mendongak, kebetulan dia melihat Reina berdiri di tangga."Kenapa kamu
Maxime tidak tahan saat melihat sikap Joanna yang seperti ini. Dia akhirnya berbicara, "Ya, aku bakal bantu cari. Ibu pulanglah.""Ya, ya." Baru setelah itu Joanna melepaskan tangannya, lalu melangkah masuk ke dalam mobil.Mobil melaju menjauh.Maxime hanya berdiri di sana.Reina berjalan ke sisinya. "Lepaskan Morgan."Dia tahu bahwa Morgan pasti sudah sangat menderita akhir-akhir ini, jadi dia tidak akan berani melakukan apa pun padanya.Dia awalnya mengira Maxime akan setuju, tetapi dia menoleh ke arah Reina. "Melepaskannya? Apa kamu bercanda?"Morgan telah melakukan sesuatu yang lebih buruk dari binatang. Dia sudah sangat berbelas kasihan karena tidak merenggut nyawanya.Reina sedikit bingung saat mendengar itu. "Tapi ibumu ....""Kamu nggak perlu khawatir soal Ibu. Kamu harus tahu, nggak peduli siapa pun yang nyakitin kamu, aku bakal selalu ada di pihakmu."Maxime berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Apa yang aku katakan pada Riki sama Riko barusan semuanya benar. Kamu itu orang ya
"Apa yang dikatakan Papa menyebalkan memang benar." Riki memuji sambil mengusap-usap kepalanya.Riko juga setuju dengan pemikiran Maxime. "Hmm."Dia mengangguk tanda setuju.Maxime duduk. "Sudah, makan yang banyak. Kalian cuma peduli sama rasa suka kalian, tapi kalian saja nggak tahu apakah mereka suka sama kalian atau nggak."Riki menjawab dengan sangat bangga, "Papa, lihatlah wajahku dan Kakak. Apa kami perlu khawatir ada yang nggak suka sama kami?"Reina tertawa lagi.Memang benar bahwa pria sangat egois, tidak peduli apakah mereka anak kecil atau orang dewasa."Sudah, ayo makan. Kalian memang yang paling tampan."Setelah itu, Riko dan Riki menyantap makanan mereka dengan tenang.Mereka duduk mengelilingi meja makan dengan suasana bahagia.Setelah selesai makan, Reina keluar untuk berjalan-jalan dan Maxime mengikutinya lagi.Reina bingung. "Kenapa kamu ngikutin aku terus?"Maxime seperti seorang pengikut akhir-akhir ini, tidak bisa disingkirkan.Riki sedang makan buah, tetapi dia tu
Reina tidak bisa menahan senyumnya saat melihat sikap kedua putranya. "Riki, kamu kangen sama Talitha dan Erina? Kamu bisa telepon Tante Sisca sama Tante Brigitta. Bukannya Mama sudah kasih nomor mereka ke kalian?"Riki memainkan jari tangannya."Ini ... bukannya nggak baik kalau menghubungi ibu mertua terlalu cepat? Lagipula, aku belum nyiapin apa-apa."Reina, "..."Riko. "Jangan bilang kalau kamu suka sama mereka berdua?"Riki menoleh ke arahnya. "Tentu saja, mereka sama-sama lucu."Itu hanya bisa dikatakan oleh seorang anak kecil. Kalau orang dewasa yang mengatakannya, mereka akan dimarahi."Riki, kita hanya boleh suka sama satu orang. Yang namanya hati nggak bisa dibagi jadi dua." Reina menjelaskan.Riki mengangguk dengan berat, lalu menjawab, "Mama, kalian salah paham denganku. Aku suka sama mereka berdua, tapi cuma satu yang mau aku nikahi.""Oh, siapa?" Reina bertanya dengan penasaran.Riki mengerutkan keningnya, lalu mengedipkan matanya yang indah. "Mama, itu rahasia."Reina me
Reina mengikuti Gaby keluar dan mereka berdua sampai di luar mal.Maxime sudah lama menantikan kesempatan ini dan menunggu mereka di luar.Dia melihat Ekki menggigil karena angin dingin dan langsung mencibirnya. "Kamu minggat dari kantor?"Melihat Maxime di sini, Ekki menggigil seperti melihat hantu."Bos, lain kali jangan bicara aneh-aneh. Aku nggak minggat, aku pergi karena terdesak."Pergi karena terdesak?Sudut mulut Maxime terangkat naik. Apa yang ada di dalam pikirannya sampai berpikir bahwa seorang bos suka mendengar alasan seperti ini?Saat ini, Reina dan Gaby sudah sampai di depan mereka berdua."Kenapa kalian bareng begini?" tanya Reina pada Maxime.Maxime berbohong, "Karena sudah pulang kerja, jadi aku jemput ke sini. Kebetulan ketemu sama dia."Ekki tentu saja tidak tahu bahwa Maxime telah mengikuti Reina dan Gaby, jadi dia mengangguk. "Hmm.""Ayo pulang." Maxime menambahkan."Ya."Reina menghampiri Maxime dan melambaikan tangan pada Gaby dan Ekki.Di belakangnya, Gaby menc
Gaby mengucapkan selamat tinggal pada Brigitta hari itu, mengemasi barang-barangnya dan pindah ke Grup Yinandar.Grup Yinandar.Begitu Gaby tiba, Reina meninggalkan Maxime dan pergi berbelanja dengannya.Maxime sedikit khawatir. "Aku ikut kalian."Reina langsung menggelengkan kepalanya."Kita para wanita mau belanja, nggak nyaman kalau ada pria ikut. Gaby juga nggak terbiasa. Kalau kamu ikut, nanti dia jadi obat nyamuk."Maxime menghela napas panjang. "Kalau begitu aku panggil Ekki juga.""Ekki masih harus kerja, ngapain panggil dia? Selain itu, bukannya kamu bilang mau bantu kerjaanku, ingin aku istirahat dan senang-senang?" kata Reina sambil tersenyum.Maxime makin tidak nyaman saat melihat senyum di wajah Reina.Dia pikir Reina hanya berpura-pura menjadi kuat. Namun, memang lebih baik jika dia membuat Reina bergaul dengan Gaby sebentar."Baiklah." Dia mengangguk. "Kalian bersenang-senanglah. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku.""Terima kasih." Reina membungkuk dan mencium sisi wajahny
Mendengar itu, Reina menaruh tangannya di dagunya. "Kamu nggak mau digaji, apa kamu nggak rugi?""Habiskan lebih banyak waktu denganku saja kalau malam," kata Maxime.Perkataan Maxime membuat Reina tersipu malu. "Dasar nggak waras.""Aku cuma minta kamu ngabisin lebih banyak waktu denganku saat malam, sisi mananya yang nggak sopan? Nana, kamu mikir ke mana sih?" tanya Maxime.Wajah Reina makin memerah, mengambil pulpen dan melemparkannya ke arahnya. Namun, Maxime menangkapnya dengan satu tangan. "Kita sudah nikah lama, jadi jangan mikir aneh-aneh.""Kamu itu yang aneh-aneh."Reina tidak berbicara dengannya lagi, menunduk untuk melanjutkan meninjau dokumen.Di dalam perusahaan, sebagian besar pekerjaan Reina adalah meninjau beberapa rencana bisnis bawahannya dan membuat keputusan.Selebihnya, dia memiliki janji dengan klien atau rapat.Dengan adanya Maxime yang membantunya dalam pekerjaannya, dia bisa meluangkan sebagian besar waktunya dan masih bisa berkeliling perusahaan tanpa harus m
Maxime menginstruksikan pengawalnya, "Jangan biarkan dia tidur malam ini. Tentu saja, kalian harus bersikap lembut padanya, jangan lupa panggil dokter buat periksa keadaannya. Aku nggak mau dia sampai mati."Maxime mengatakan bahwa dia akan membuat hidup Morgan lebih buruk daripada kematian, dia akan memastikan bahwa Morgan tetap hidup.Kematian akan terlalu murah untuk Morgan. Selain itu, dia kembaran Maxime sendiri, jadi dia tidak akan membiarkan Morgan mati begitu saja....Keesokan harinya, Reina terbangun oleh dering telepon.Dia tidak membuka matanya, mengusap-usap telepon dengan lelah.Maxime mengulurkan tangannya yang panjang dan mengambilnya terlebih dahulu sambil berkata, "Ini ponselku, Ibu telepon.""Oh."Maxime mengangkat telepon dan mendengar suara cemas Joanna di sisi lain telepon, "Max, adikmu hilang. Kenapa aku nggak bisa menemukannya?"Suara ini tidak pelan dan Reina bisa mendengar apa yang dikatakan Joanna. Dia langsung menatap Maxime.Dia tahu ini pasti ulah Maxime.
"Ayo pulang." Reina berdiri.Maxime meraih tangan Reina. "Aku mau lihat lukamu."Reina membeku.Berpikir bahwa Maxime sudah tahu, dia tidak mengelak dan memperlihatkan luka di lehernya.Karena dibungkus kain kasa, Maxime tidak melihat bagian dalamnya."Aku nggak apa-apa," kata Reina."Ayo ke rumah sakit." Maxime sedikit khawatir dan dia tidak berani membuka kain kasa Reina dengan asal.Reina tidak ingin pergi, tetapi sikap Maxime begitu memaksa, jadi dia tetap mengikutinya ke rumah sakit.Di dalam rumah sakit, dokter membuka kain kasa Reina, memperlihatkan luka sepanjang jari di sana.Lukanya sangat dalam, seharusnya itu bukan luka ringan.Mata Maxime sedikit menyipit. "Dalam sekali lukanya. Kenapa menyembunyikannya dariku?""Ini sudah nggak apa-apa kok," jawab Reina.Jemari Maxime sedikit gemetar saat menyentuh leher Reina. "Jangan menyembunyikan apa pun lagi dariku, ya?"Suaranya sedikit serak.Reina mengangguk lagi. "Ya, aku mengerti."Lagi-lagi dia menjawab dengan ekspresi tidak pe