Yansen terlihat sangat panik, "Dia kenapa?""Cepat pulang, nanti kamu tahu.""Oke."Yansen tidak punya waktu untuk bertanya lebih lanjut, jadi dia menutup telepon dan menatap Alana, "Aku pergi dulu, ada urusan.""Oke."Alana menatap punggung Yansen yang menjauh.Interaksi keduanya terlihat oleh Jovan yang kebetulan datang.Sifat buruk Jovan pun muncul. Dia melangkah maju dan berkata, "Tadi katanya nggak mau ketemu? Kenapa ketemu diam-diam?"Sebelum Alana sempat menjelaskan, Reina berjalan keluar dari kamar."Jovan, kamu salah paham. Mereka nggak ketemu diam-diam, aku di sini."Alana sangat senang Reina ada di sini sekarang, kalau tidak, Alana akan sulit menjelaskan kondisinya.Tadi waktu Jovan datang, dia tidak melihat Reina. Setelah melihat ada Reina di sana, amarahnya langsung hilang."Maaf, barusan aku sudah salah paham."Begitulah Jovan, begitu tahu salah, dia langsung minta maaf.Alana tidak marah, "Nggak apa-apa, wajar kok. Tapi kamu tenang aja, karena kita sudah menikah, kita ha
Mereka pun meminta sopir putar arah dan pergi ke rumah sakit jiwa tempat Raisa berada.Kali ini setibanya di sana, Reina menemukan bahwa penjagaan di sini jelas lebih ketat daripada sebelumnya, tetapi Maxime menggunakan beberapa trik dan mereka berhasil masuk.Reina mendorong pintu kamar rawat Raisa dan melihat tubuh wanita itu penuh luka. Tatapannya kosong dan sayu.Ketika Raisa mendengar suara, dia langsung meringkuk di sudut dan memeluk kepalanya."Tolong jangan pukul aku, tolong, aku nggak berani bicara omong kosong lagi, jangan pukul aku."Raisa pasti sangat menderita.Reina menghampirinya selangkah demi selangkah, "Raisa, ini aku, Reina."Ketika Raisa mendengar suara Reina, secercah harapan muncul di matanya dan dia menatapnya."Nona Reina, apa kamu datang untuk menyelamatkanku? Kamu seharusnya sudah tahu sekarang bahwa aku nggak berbohong, 'kan? Tolong selamatkan aku ... Ah, bukan. Tolong selamatkan anakku Doni, dia nggak bersalah."Reina pun bersimpati padanya ketika melihatnya
Padahal Jovan juga mau mengatakan hal yang sama, tidak disangka Alana lebih dulu bicara.Jovan sebenarnya merasa tidak senang karena seolah dia tidak disukai oleh Alana."Di sini cuma ada satu kasur, gimana tidur terpisah? Aku nggak mau tidur di sofa atau lantai." Jovan sengaja berkata demikian, ingin lihat apa yang akan dilakukan Alana.Alana pun mengambil bantal tanpa mengucapkan sepatah kata pun, "Nggak apa-apa, aku bisa tidur di sofa. Menurutku enak juga kok tidur di sofa."Waktu kecil Alana suka tidur di sofa karena takut tidur di kamar sendirian.Jadi menurut Alana, ini bukan masalah besar.Jovan tersedak dan sebelum menunggu lama, dia melihat Alana berbaring dan menutup matanya.Dia menarik napas dalam-dalam, melepas mantelnya dan berbaring di tempat tidur.Alana sebenarnya tidak bisa tidur sama sekali, pertama karena kejadian tadi malam dan kedua karena dia satu kamar dengan Jovan.Meski keduanya berjauhan, dia masih merasa sedikit tidak nyaman.Jovan mematikan lampu, dia juga
"Tapi Kakek buyut harus jaga rahasia ya." Riko tampak serius.Dia tahu bahwa kalau Alana tahu dirinya yang mengajari lelaki tua itu untuk berpura-pura sakit dan menipu Jovan dan Alana, Alana pasti akan mencabik-cabiknya.Sebenarnya Riko juga tidak punya pilihan lain.Entah mengapa Tuan Besar Jacob begitu menyukai Alana dan terus memaksa menjadikan Alana cucu menantunya. Namun, dia tidak berdaya memaksa Alana.Riko tidak menyangka lelaki tua itu akan mempercayakan tugas berat ini padanya dan berdoa dengan berbagai cara atas bantuannya.Kakek Jacob sangat baik pada Riko, tapi tidak berdaya. Jadi, Riko pun turun tangan dan memakai jurus ini.Di dalam kamar pengantin.Jovan dan Alana baring di atas kasur yang sama, mereka tidak berani bicara sama sekali karena takut didengar."Tidurlah." Jovan terbatuk dengan canggung."Ya." Alana mengangguk dan menutup matanya.Sayangnya, tidak ada satu pun dari mereka yang bisa terlelap.Jovan sudah bertekad besok pagi, dia harus mengambil peralatan pema
Saat ini, di kediaman Keluarga Andara.Reina tidur larut malam dan bangun siang.Begitu keluar kamar, dia melihat Deron menunggu di bawah sambil membawa seorang anak, Doni."Doni, masih ingat aku nggak?" Reina lega melihat Deron berhasil menemukan Doni.Mata Doni berbinar, "Halo Tante, Tante mamanya Riki."Benar saja, daya ingat anak-anak memang hebat."Benar."Reina datang menghampiri Doni dan bertanya pada Deron, "Di mana kamu menemukannya?""Di rumah sakit. Dokter bilang biaya pengobatannya sudah nggak ada yang membayar. Jadi, aku membayar tunggakannya dan membawanya keluar." Deron menjelaskan.Reina benar-benar tidak menyangka Keluarga Hinandar begitu tega melakukan hal seperti itu. Sudah mengurung seorang ibu, lalu menelantarkan anaknya di rumah sakit begitu saja."Lalu ayahnya?""Dia dipecat dari perusahaan Yinandar. Sekarang masih mencari pekerjaan, mencari Raisa dan Doni," jawab Deron.Doni merasa bingung mendengar percakapan ini. Doni meraih tangan Reina dan menggandengnya, "T
Raisa mengangguk berulang kali, "Oke, terima kasih."Reina kemudian meminta pengasuh untuk memanggil Doni dan ayah Doni.Keduanya langsung keluar kamar, mereka pun bingung saat melihat Raisa penuh luka."Raisa, kok kamu terluka parah?""Mama, sakit nggak?"Raisa menggeleng, "Nggak apa-apa, ayo pergi dari sini dulu, kita jangan merepoti Nona Reina terus.""Oke."Ketiganya pun mengucapkan selamat tinggal pada Reina, lalu pergi.Sebelum Doni pergi, dia tidak lupa mengatakan, "Tante Reina, terima kasih ya. Nanti kalau Kak Riki sudah sembuh, minta Kak Riki datang bermain denganku ya."Reina tersenyum dan tidak menjawab. Bagaimanapun, ini adalah masalah yang tidak pasti dan dia tidak mau memberi harapan palsu pada Doni.Reina juga mengatur tempat tinggal untuk Raisa sekeluarga.Liane juga sudah menerima kabar tentang kepergian Raisa dan Doni."Siapa yang melakukan ini?"Beraninya seseorang berani melawan dirinya!Bawahannya berkata, "Sepertinya Reina dan Maxime."Liane mengepalkan tangannya,
Marshanda juga sudah mendengar tentang Raisa, tapi dia tidak menyangka Syena begitu kejam.Menurut pemahamannya, Raisa juga punya seorang anak.Setelah Syena menutup telepon, Marshanda bertanya apa yang terjadi.Syena menatap Marshanda dan akhirnya menjawab jujur, mengingat Marshanda dan dirinya sama-sama membenci Reina."Raisa tahu sebuah rahasia. Kalau rahasia ini diketahui oleh Liane, sesuatu akan terjadi padamu dan aku."Marshanda bingung, "Rahasia apa?""Kamu tahu nggak kenapa hasil tes DNA-mu bisa cocok dengan Liane? Karena Reina-lah putri kandung Liane." Syena berkata sambil memperhatikan perubahan di wajah Marshanda.Benar saja, wajah Marshanda menjadi pucat."Bagaimana mungkin?""Apanya yang nggak mungkin? Reina itu anak yatim piatu dan dia diadopsi Treya di Panti Asuhan Kota Simaliki. Kebetulan saat itu sedang turun salju lebat pada hari dia dilahirkan. Bukannya kamu dan Reina seumuran?" Syena melanjutkan.Marshanda tercengang untuk waktu yang lama.Kenapa? Awalnya dia pikir
Para wanita sahabat itu berkunjung di kamar rawat Reina dan Riki sampai larut malam.Maxime seorang pria dewasa tentu tidak bisa ikut mengobrol, dia pun bekerja di ruangan lain.Setelah para wanita pergi, Maxime baru keluar.Riki sudah mengantuk.Maxime datang ke sisi Reina, "Kamu capek? Mau berbaring sebentar?"Reina tersipu dan teringat setiap kali mereka berbaring bersama, tangan dan kaki Maxime suka menggerayangi tubuhnya."Aku nggak capek, aku mau duduk sebentar.""Sebentar lagi 'kan kamu melahirkan, ayo kita baring bentar aja." Maxime membujuk dengan lembut.Pada akhirnya, Reina pun hanya bisa menuruti Maxime.Setelah mematikan lampu, hanya cahaya redup dari luar yang masuk ke dalam kamar."Apa Raisa dan yang lainnya baik-baik saja?" Reina bertanya.Maxime memeluknya, "Jangan khawatir, aku sudah mengutus seseorang untuk mengawasi mereka diam-diam.""Ya."Reina tetap tidak tega terjadi sesuatu pada Raisa sekeluarga."Menurutmu kenapa Liane bisa begitu kejam? Reina teringat bagaima
"Nona Reina." Jess memanggilnya terlebih dahulu.Reina mengangguk dan menuntun kedua anaknya berjalan ke arah mereka.Kedua anak itu dengan sopan memanggil mereka, "Om Erik, Tante Jess.""Hmm." Jess tersenyum, menunjukkan senyuman lembut.Erik juga tersenyum. "Kita baru sebentar nggak bertemu, kalian sudah tambah tinggi rupanya."Dulu, ketika berada di luar negeri, Erik pernah bertemu kedua anak ini beberapa kali saat mengikuti Revin. Jadi, dia cukup akrab dengan keduanya.Kedua anak itu juga memiliki cukup akrab dengannya."Om Erik kapan punya anak? Hari ini kami ikut Mama ke rumah sakit dan melihat bayi yang dilahirkan Tante Alana, lucu sekali." Riki bertanya sambil mengedipkan mata.Mendengar kata anak, wajah Erik dan Jess langsung berubah.Namun, semua itu menghilang dengan cepat.Erik terbatuk-batuk dua kali. "Hal semacam ini nggak bisa dipaksakan, nggak boleh buru-buru juga.""Oh." Riki sepertinya mengerti, dia pun mengangguk. "Om Erik dan Tante Jess harus lebih semangat. Setelah
Alana sengaja menggoda Riki. "Riki, kenapa kamu bilang begitu? Aku dan mamamu sudah seperti kakak adik, jadi wajar saja kalau kami jadi mak comblang anak kami sendiri. Bukankah kamu sering melihat itu di drama TV?""Jangan khawatir, kali ini Tante memang belum melahirkan anak perempuan, tapi lain kali Tante baka berusaha lebih keras lagi agar bisa melahirkan anak perempuan yang cantik. Saat itu tiba, aku akan menikahkannya denganmu, ya? Kamu sangat pengertian, pasti kamu akan memperlakukannya dengan baik, bukan?"Riki jauh mudah ditipu ketimbang Riko. Berpikir bahwa Alana berencana akan melahirkan anak perempuan di kemudian hari, dia langsung merasa ngeri."Tante Alana, aku ... mungkin aku nggak akan nikah."Dia ketakutan sampai punya pikiran untuk tidak menikah.Reina menggodanya, "Tapi bukannya kamu pernah bilang kalau Talitha cantik? Katamu, siapa yang bisa nikah sama dia, orang itu pasti sangat bahagia.""Hah? Kamu suka punya seseorang yang kamu suka?" Alana memasang wajah terkejut
Tepatnya, Diego lah yang berutang kepada Reina.Hanya saja, Diego memiliki ayah yang baik. Dulu, Anthony memperlakukan Reina dengan sangat baik, jadi Reina tidak tega menyakiti putra satu-satunya yang dia tinggalkan di dunia ini."Ke depannya terserah dia." Reina berkata dengan lesu....Salju pun mencair dan waktu pun berlalu dengan cepat.Alana melahirkan seorang anak laki-laki yang sangat menggemaskan.Tuan Besar Jacob hampir jatuh pingsan karena terlalu bahagia setelah melihat cicitnya.Untungnya, dia berada di rumah sakit dan butuh banyak usaha dari staf medis agar bisa menyelamatkannya.Pada saat itulah Jovan menyadari bahwa kakeknya tidak berpura-pura sakit, kesehatannya memang sudah tidak seperti dulu lagi."Kakek, istirahat yang cukup dan jangan terlalu terpancing emosi," kata Jovan sambil duduk di depan ranjang rumah sakit kakeknya.Tuan Besar Jacob melambaikan tangannya. "Aku baik-baik saja, jangan mengkhawatirkanku. Kamu sudah jadi seorang ayah, jadi harus terus menemani Al
Diego bersulang untuk Reina dan Maxime, lalu bersulang untuk seluruh anggota Keluarga Libera.Saat ini, orang-orang Keluarga Libera tidak akan berani mengatakan apa pun, bahkan Nyonya Liz sendiri.Semua orang tahu bahwa uang dan kekuasaan adalah hal yang paling penting dalam masyarakat sekarang.Para tamu memiliki pemikiran mereka sendiri, hanya Sophia yang ingin bersulang untuk para kerabat dan teman-teman Diego.Dia sangat gugup sampai dia tidak sadar bahwa semua orang di pesta ini memiliki pemikiran yang berbeda.Setelah selesai, dia dan Diego mengantar Reina dan Maxime kembali.Reina tidak tahan lagi dan mengatakan, "Antar sampai sini saja. Kamu masih harus mengantar tamu-tamu pebisnismu selagi ada waktu."Sophia merasa aneh, para pebisnis?Bukankah Diego mengatakan kalau mereka semua temannya?Diego terlihat canggung dan mengedipkan mata ke arah Reina, bermaksud memberitahunya untuk tidak berbicara terlalu banyak, takut Sophia akan tahu.Namun, Reina justru melakukannya dengan sen
Nyonya Liz mencoba membuat Reina marah, kemudian membuat tamu yang hadir berpikir bahwa Reina tidak bisa bersikap dewasa karena membuat masalah dengan orang tua.Reina tersenyum lembut. "Bagaimanapun juga, ini masalah hidup dan mati, jadi tentu saja aku harus mengingatnya.""Selain itu, pada saat itu Nona Tia masih muda, tetapi Nyonya Liz dan kedua putranya sudah dewasa. Harusnya kalian tahu mana yang benar dan mana yang salah, bukan?""Tapi saat itu, alih-alih mendidik Nona Tia, kalian malah bilang aku pantas diperlakukan seperti itu. Kalian juga membuatku berdiri di tengah salju yang dan membeku sepanjang malam. Saat itu terjadi, aku baru berusia sepuluh tahun." Reina mengucapkan kata-kata ini dengan kesedihan di dasar matanya.Mendengar ini, mereka yang hadir langsung mengerti mengapa Reina tidak mau mengakui kedua putra dari Keluarga Libera."Mereka melakukan itu sama anak berusia sepuluh tahun! Nggak manusiawi sekali!""Wah, Keluarga Libera bisa sukses juga karena mengandalkan Kel
Ketika Reina hanyalah putri yang tidak menonjol di Keluarga Andara, kedua om-nya ini bukan hanya memperlakukannya dengan buruk, tetapi juga membiarkan putri mereka menggertaknya.Sekarang, dia telah menjadi pewaris Keluarga Yinandar, kaya dan berkuasa, mereka malah menyanjungnya. Lucu sekali.Reina tidak akan melakukan apa yang mereka inginkan dan tidak segan dengan mereka."Om? Apa kalian nggak salah? Ibuku nggak punya saudara kandung."Satu kalimat ini membuat wajah kedua anak laki-laki Keluarga Libera memerah dan terlihat sedikit kikuk.Mereka yang awalnya mengira bahwa keduanya adalah om Reina pun kelu."Ternyata rumit juga hubungan keluarga mereka. Pantas saja, aku nggak pernah dengar kalau Keluarga Yinandar punya dua anak laki-laki, karena mereka hanya punya satu anak laki-laki.""Keluarga Yinandar memang hanya punya satu anak laki-laki, tapi itu hanya anak angkat. Aku nggak tahu kesalahan apa yang dia lakukan sampai dipenjara di usia muda.""Kalau begitu, dua orang dari Keluarga
Diego membawa Sophia mendekati Reina dan Maxime, melewati Tia dan Nyonya Liz tanpa menyapa mereka berdua.Nyonya Liz mengerutkan kening tidak senang. Namun, Diego adalah cucu kesayangannya, jadi dia tidak bisa marah kepadanya.Reina mengangguk pada Diego."Hmm."Diego berkata, "Ayo, aku akan membawa kalian masuk.""Nggak perlu. Kamu dan Sophia bisa bawa nenekmu masuk. Aku dan Maxime bisa sendiri," kata Reina.Mana mungkin Reina tidak memahami apa yang ada di dalam pikiran Diego?Dia ingin membawanya dan Maxime masuk hanya ingin menunjukkan wajahnya kepada para pengusaha kaya itu.Diego sedikit canggung saat mendengar ini. Sekarang, dia baru menyadari keberadaan neneknya dan Tia."Kak, Nenek, kalian juga sudah datang? Ayo masuk," katanya.Nyonya Liz mengangguk. "Ya, ayo masuk."Mereka berjalan bersama ke dalam hotel.Diego dengan penuh perhatian berdiri di samping Reina dan Maxime, sementara Sophia menemani Nyonya Liz dan Tia."Kak, aku senang kalian bisa datang hari ini." Diego berkata
Lusa pun tiba.Reina dan Maxime menghadiri pernikahan Diego seperti yang telah dijanjikan.Reina mengira tidak banyak orang di dalam hotel, tetapi ketika sampai di pintu masuk, dia melihat beberapa pengusaha kaya juga datang.Reina bertanya-tanya, "Kenapa tamunya banyak sekali? Apa ada orang lain yang juga lagi melangsungkan pernikahan?"Begitu dia dan Maxime turun dari mobil, manajer hotel langsung menyambut mereka."Nyonya Reina, Tuan Maxime, kalian benar-benar datang?""Apa maksudnya?" tanya Reina sambil mengerutkan kening."Oh, Tuan Diego bilang akan menikah, Nyonya dan Tuan Maxime akan datang. Jadi, saya datang untuk menyambut kedatangan kalian." Manajer mengulurkan tangannya. "Kalian bisa lihat-lihat, kalau ada yang kurang, kalian bisa memberitahu saya."Mendengar manajer mengatakan ini, apa yang tidak bisa dimengerti oleh Reina?Rasanya seperti Diego memanfaatkannya dan Maxime sebagai alat untuk berteman dengan orang kaya dan terkenal."Sekarang aku tahu kenapa dia juga memintam
"Apa orang tua Hanna tahu tentang hal ini?" Maxime bertanya lagi."Pasti nggak tahu," jawab Reina.Mendengar itu, Maxime terdiam selama beberapa saat, lalu melanjutkan, "Jangan ikut campur sama masalah ini."Dia tahu bahwa orang tua Hanna mendesak Hanna untuk segera menikah. Namun mereka tidak akan menerima anak yatim piatu sebagai menantu mereka."Ya, aku mengerti."Reina dan Hanna hanyalah teman biasa, jadi Reina juga tidak akan ikut campur.Dia tidak bisa tidur lagi, jadi memutuskan untuk bangun.Maxime memeluknya dan tidak mau melepaskannya. "Tidurlah sebentar lagi.""Nggak bisa tidur." Reina menepis tangannya tanpa daya. "Aku mau bangun, aku mau kerja."Dia hanya ingin fokus untuk mengurus Grup Yinandar.Maxime terpaksa melepaskan tangannya karena takut Reina akan marah.Reina segera bangkit dari tempat tidur, tidak berani berada di dalam kamar tidur lebih lama lagi.Kenapa sebelum ini dia tidak sadar kalau Maxime memiliki kebiasaan bermalas-malasan di tempat tidur?...Sebelum Re