Reina menatap cek di depannya dan merasa sangat ironis."Anakmu memintaku untuk mengembalikan uangnya, baru aku bisa pergi. Sekarang kamu memberiku uang dan memintaku pergi. Aku nggak tahu harus berbuat apa.""Apa maksudmu?""Kamu tanya saja Maxime."Joanna berpikir sejenak dan tidak lanjut bertanya. Dia berbelok arah dan memainkan trik emosional."Nana, kamu bahkan belum memberi anak untuk Max setelah menikah lebih dari tiga tahun. Kamu tahu nggak orang luar bicara seperti apa tentang dia? Aku harap, kamu mau mempertimbangkan perasaan orang lain dan jangan terlalu egois."Egois?Reina tertawa dalam hatinya. Siapa yang egois?Mereka dulu belum punya anak, kenapa wanita itu tidak bertanya kepada putranya saja."Aku sudah bilang, urusan ini kamu tanya ke Maxime saja. Aku bukannya nggak ingin pergi."Joanna tidak menyangka dia akan bersikap seperti ini dan berjalan menghampiri Reina. "Kamu sedang bicara dengan orang tua. Di mana sopan santunmu?"Dia lalu mengangkat tangan hendak menampar
Joanna tidak menaruh curiga pada seorang anak kecil, jadi dia mendekati Riko dan berlutut. "Kalau begitu, kamu ingat rumahmu ada di mana? Biar Nenek antar kamu pulang?"Riko sedikit terkejut menghadapi Joanna yang begitu ramah.Meski ibunya tidak pernah menyebut nenek ini kepadanya, dia sudah menyelidiki sendiri.Joanna yang dulunya seorang nona dari keluarga Debrista adalah wanita yang kuat.Setelah menikah, dia mengasuh anaknya seorang diri karena suaminya tidak peduli dengan keluarga. Dia tidak pernah tersenyum kepada orang lain.Saat Riko tertegun, Joanna menambahkan, "Kalau kamu ingat nomor telepon ayah atau ibumu, Nenek juga bisa bantu kamu menghubungi mereka."Riko akhirnya tersadar dan membungkuk padanya."Terima kasih banyak. Bisa tolong antar aku ke halte di jalan utama? Aku tahu cara naik bus ke rumah."Joanna semakin menyukai anak ini yang begitu sopan dan pintar.Dia pun menghela napas. Kalau saja Max mau menuruti kata-katanya, cucunya mungkin sudah sebesar ini."Oke, ayo
Maxime menatap Reina."Ada urusan apa dia mencarimu?"Reina mengeluarkan cek kosong yang diberikan Joanna ke hadapan Maxime."Dia memberi aku cek, memintaku meninggalkan kamu."Maxime memandang cek itu. "Terus, kamu terima?"Asalkan dia mengisi angka di cek itu, uang yang perlu Reina kembalikan padanya akan langsung terbayar.Reina menggelengkan kepala. "Nggak. Aku sudah menandatangani perjanjian denganmu, tentu saja aku nggak akan menerima uang ini."Kalau dia pergi sekarang, bagaimana caranya dia bisa hamil anak ketiga?Bagaimana caranya dia bisa menyelamatkan Riki?Reina menyerahkan cek itu ke tangan Maxime. "Aku kembalikan padamu."Maxime mengambilnya, melihatnya sekilas, lalu membuangnya ke tempat sampah. Matanya kembali tertuju pada wajah yang masih merah-merah karena alergi. Tatapannya dalam."Pilihanmu tepat. Bahkan meskipun kamu mengisi angka di cek ini, aku nggak akan mencairkannya untukmu."Untuk mematikan harapannya pergi dari sini langsung ke akar-akarnya!Mendengar perkat
Maxime melepaskan diri dari tangan Marshanda."Terima kasih, Kak Max," ucap Marshanda dengan wajah sangat berterima kasih, lalu berbalik menatap Reina dengan mata bangga.Dia menyesal memilih untuk menikahi Maxime. Dia tersadar, tidak menikah dengannya adalah pilihan yang lebih baik.Dengan tidak menikahinya, Maxime biasanya akan langsung memenuhi permintaannya, apa pun itu.Dia sangat beruntung telah pura-pura menyelamatkan Joanna ....Reina memandang wajah pamernya dengan ekspresi acuh tak acuh.Vila Magenta sangat besar dan punya banyak kamar. Marshanda memilih kamar yang paling dekat dengan kamar tidur utama. Arti dan maksudnya sudah sangat jelas.Saat Marshanda pergi menyiapkan kamarnya, Reina juga bersiap kembali ke kamar tidurnya sendiri.Maxime yang sedang duduk di ruang tamu memanggilnya."Sini."Reina tidak tahu apa yang dia inginkan, jadi dia berjalan mendekat dan bertanya, "Ada apa?"Maxime memperhatikan wajahnya.Dia ingat betul. Setelah mereka menikah, wanita itu berkata
Marshanda sungguh tidak percaya. "Nana, kamu dulu nggak begini."Dia dulu bermoral sangat tinggi. Mana mungkin dia menilai Maxime dengan sejumlah uang?Reina balik bertanya, "Mungkinkah posisi sebagai istri Maxime nggak sampai bernilai 20 triliun?"Marshanda tertawa."Kamu benar-benar berubah total. Aku masih ingat waktu kita masih kuliah bareng, kamu bilang kamu nggak akan pernah mencuri seorang pria dariku. Aku nggak nyangka, kamu nggak cuma mencuri seorang pria dariku, tapi juga memasang harga 20 triliun kalau aku ingin mendapatkan pria itu kembali."Marshanda mengirim serangan balik dengan sangat terampil.Tatapan mata Rena tampak mengejek sinis. "Semua orang tahu, aku bukannya mencuri Maxime. Tapi Maxime yang nggak sudi bersama denganmu, anak yatim piatu."Wajah cantik Marshanda berubah seakan menelan sesuatu yang masam."Cukup! Kamu yakin kamu cuma mau uang?"Reina mengangguk, lalu melanjutkan, "Jangan bilang-bilang Maxime soal aku minta uang. Kalau kamu beri tahu dia, perjanjian
Menerima balasan dari Reina, bibir Marshanda tersungging lebar. Dia segera mengirimkan pesan pada Maxime."Kak Max, aku nggak tahu hubunganmu dengan Reina sekarang seperti apa, tapi dia nggak sepolos kelihatannya.""Kalau kamu nggak percaya, pergilah ke kafe persimpangan jalan jam 10 malam ini."Dia ingin membuka wajah asli Reina di depan Maxime.Reina belum tahu tentang hal ini. Setelah keluar dari tempat tidur dan mandi, dia melihat Maxime duduk di sofa ruang tamu sambil menatap ponselnya.Maxime mendengar suara langkah kakinya. Dia menghapus pesan dari Marshanda, lalu menatap Reina."Sarapan di luar."Reina sedikit bingung. Dia lihat jelas-jelas di ruang makan sudah ada makanan.Tanpa memikirkannya lebih dalam, dia pergi makan di luar bersama Maxime.Sarapan di restoran ini sangat menggugah selera.Reina tidak menahan diri, mengambil beberapa makanan yang dia suka dan mulai melahapnya.Perhatian Maxime tidak pernah lepas darinya. "Kamu nggak ada yang mau dibicarakan sama aku?""Apa?
Reina hanya bisa memandangi bunga begonia berwarna merah muda di luar halaman dari kejauhan."Aku nggak nyangka ternyata masih ada di sana," gumamnya.Deron mengikuti arah pandangnya dan melihat indahnya bunga begonia yang sangat memanjakan mata.Vila ini terlihat sederhana dan kuno. Namun, setiap sudutnya penuh napas kehidupan. Tampak jelas bahwa pemilik asli yang membangun vila ini menaruh perhatian yang sangat ekstra.Deron dibuat penasaran. "Ini rumah siapa?""Rumahku waktu kecil di Kota Simaliki," jawab Reina.Sayangnya, dia bahkan tidak punya sedikit pun hak untuk masuk ke sana sekarang."Ayo pergi." Reina menarik pandangannya.Perlahan-lahan, mobil kembali melaju.Reina tidak melihat seorang pria yang bersembunyi di semak-semak di dekatnya. Penampilan pria itu tampak sedikit kurang terawat dan dia selalu menjaga tempat ini diam-diam.Setelah berkeliling kota, Reina meminta Deron untuk membawanya kembali ke Vila Magenta.Kemudian, dia bermain piano dan menulis lagu di ruang musik
Di dalam kafe.Reina berdiri dan mendatangi Marshanda, lalu dia merendahkan suaranya dan berkata perlahan di telinganya."Kamu sendiri bilang 'kan, kalau aku sudah berubah? Kenapa kamu masih mengira aku masih gampang ditipu seperti dulu?""Biar kuberi tahu ya, bukannya aku nggak pernah tahu tentang cara-cara busukmu. Aku cuma nggak peduli!""Besok-besok lagi, agak pintar sedikit!"Setelah mendengar ucapan Reina, wajah Marshanda yang tadinya mengundang decak kagum kini berubah muram dan menakutkan.Reina langsung melenggang keluar dari kafe. Sesampainya di luar, sesuai lokasi yang diberikan Deron, dia melihat mobil yang semula diparkir di sana sudah tidak ada.Mau tak mau, dia menghela napas lega.Dia tiba-tiba merasa bahwa Maxime sekarang sangat berbeda dari pemuda yang dia sukai dulu.Pemuda itu tidak akan berpikir dua kali tentangnya. Selalu memperlakukannya dengan baik dan tidak akan pernah meragukan dia ....Reina memasuki mobil dan pergi dengan pikiran melayang.Marshanda keluar s
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu