Keesokan paginya, Marshanda mengikuti Liane untuk tes DNA.Dalam beberapa hari, hasilnya akan keluar.Liane merasa sedikit tertekan saat melihat Marshanda yang kurus kering. Namun, kali ini dia tidak ingin lembut hati seperti pada Raisa dulu. Dia ingin lebih waspada dan menunggu sampai hasilnya keluar.Di sisi lain, dia juga minta asistennya untuk menyelidiki Marshanda.Dia memang seorang yatim piatu yang berasal dari Panti Asuhan Kota Simaliki.Waktu lahirnya hilang karena pencatatannya tidak lengkap."Kamu belum pernah diadopsi, kenapa nama keluargamu Tanuyahya?" Liane bertanya.Marshanda langsung menjawab, "Karena bibi yang dulu merawatku di panti asuhan punya nama keluarga Tanuyahya, aku mengambil nama keluarganya.""Oh begitu.""Kudengar kamu punya banyak hubungan dengan Keluarga Andara?" Liane bertanya lagi.Marshanda tahu Liane bukan wanita yang mudah dibodohi, jadi Marshanda menjawab dengan setengah jujur, "Ya, Keluarga Andara pernah mensponsori studiku. Aku sangat berterima ka
"Maaf sudah membuat kalian kaget."Reina meletakkan tangannya di perutnya dan menghibur bayi-bayinya dengan lembut.Entah karena mendengar suara Reina, anak-anaknya pun berhenti bergerak."Wah, masih kecil sudah pengertian banget. Anak pintar."Reina menyunggingkan senyum.Maxime yang ada di luar kamar langsung datang untuk membantu Reina berdiri.Sekarang perut Reina semakin membesar dan terkadang sangat merepotkan untuk bangun."Hari perkiraan lahirannya bulan depan, urusan kantor kamu kasih bawahanmu aja. Aku temani kamu ke rumah sakit," ucap Maxime dengan serius.Reina tidak menolak, "Ya, ya. Tapi aku masih punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Tunggu sampai aku selesai ngatur buat anak-anak ya."Maxime tahu tidak ada yang bisa mengubah keputusan Reina."Baiklah. Tapi kamu harus memperhatikan kesehatanmu. Kalau kamu merasa nggak nyaman, langsung kasih tahu aku ya."Reina mengangguk berulang kali, "Ya, ya, ya."Dia sekarang merasa Maxime semakin cerewet.Waktu pergi ke kan
Maxime yang sudah melalui tahap ini pun memberi saran, "Ethan, aku ingatkan ya. Perbuatanmu itu hanya akan membuatnya lebih nekat."Emosi Ethan sekarang sedang meledak-ledak."Terus aku harus gimana? Dia membawa anakku dan kabur dari rumah, masa aku harus bersujud padanya dan minta maaf?"Ekki yang berdiri di samping, menahan senyum.Dulu dia pikir Ethan punya kecerdasan emosional yang cukup.Sekarang Ekki menyadari semua teman bosnya adalah pria sejenis, sama-sama tidak punya kecerdasan emosional.Jovan yang sedang duduk santai bermain game di samping pun menyela, "Ethan, menurutku kamu belum cukup kejam. Kalau aku di posisimu, aku akan merebut kembali putriku dan membiarkannya pergi kemanapun dia suka."Setelah itu, Jovan melanjutkan seolah mau membuktikan dirinya."Lihatlah Alana, bukannya sekarang dia sudah jinak padaku?"Morgan dan Ethan langsung menatap Jovan."Jangan cuma omong doang!"Keduanya tidak memercayainya.Jovan pun menelepon Alana di depan mereka.Alana masih sibuk ker
Pelayan toko menggeleng."Karena aku belum dibayar, aku mau membelinya sekarang," lanjut Syena.Sisil memegang baju-baju yang sudah mereka pilih dan terlihat tidak senang, "Kami belum bayar karena belum selesai memilih, bukan nggak mampu beli. Dasar pelayanan 'kan harusnya melayani pelanggan yang duluan datang?"Reina menahan Sisil."Lupakan saja, kasih saja semua baju itu ke dia. Kita bisa beli di toko lain."Reina tahu tidak ada gunanya memperdebatkan masalah sepele seperti itu dengan orang-orang seperti Syena dan Marshanda.Sebentar lagi Reina akan melahirkan, lebih baik tidak mengkhawatirkan hal-hal sepele.Yang terpenting baginya saat ini adalah melahirkan dengan selamat. Kalau urusan balas dendam, waktunya masih panjang.Sisil masih agak tidak terima.Namun, dia memberikan semua pakaian itu pada pelayan toko.Pelayan toko itu memasang wajah menyesal, "Terima kasih."Marshanda melangkah maju dan berpura-pura bersikap bijak, "Syena, kalau nggak kasih beberapa baju ini aja ke mereka
"Sejak kapan kamu membeli mal ini? Kok aku nggak tahu?" Reina mengernyit heran.Saat mereka masuk ke dalam mobil, dua wanita lain juga menatap Maxime dengan kagum.Mereka merasa mengikuti Reina sangat menyenangkan, bahkan bisa mendapat baju gratis yang tidak habis dipakai seumur hidup.Sayang sekali hari ini Brigitta tidak ikut karena harus lembur."Aku beli waktu masih di Grup Rajawali, aku sendiri saja lupa," jawab Maxime dengan jujur.Dia memang lupa kalau dia membeli banyak properti saat itu."Kalau beli baju terus lupa dipakai sih aku pernah dengar, aku belum pernah dengar orang beli mal, tapi lupa." Gaby tidak bisa berkata-kata, "Makasih banyak Pak Bos.""Kalau nanti mau belanja lagi, minta Ekki temenin aja." Maxime sudah bisa menyenangkan sahabat Reina.Mata Gaby langsung berbinar, "Benarkah? Syukurlah, terima kasih Pak Maxime!"Sisil juga tampak bersyukur, "Terima kasih banyak."Di mal, mereka bisa membeli kosmetik kelas atas, produk perawatan kulit, pakaian dan sepatu.Gaby da
Untungnya Revin terus melaju ke depan, kalau tidak dia akan tertabrak.Sopir Ethan saja terkejut.Saat sopir hendak minta maaf pada Ethan, ternyata bosnya sudah lebih dulu turun dari mobil dan berjalan menghampiri mobil Revin.Begitu melihat sosok Ethan, Brigitta baru sadar siapa orang yang sudah mengikutinya.Revin tidak takut pada Ethan dan ikut turun dari mobil.Ethan mengangkat tangannya untuk menampar Revin.Revin punya mata yang cepat dan tangan yang gesit, sehingga dia bisa langsung menghindar!Brigitta langsung turun dan menghentikan Ethan, "Ethan, kamu gila ya! Ini bosku.""Bos?" Ethan mendengus, "Mana ada bos yang nganterin bawahannya pulang malam-malam begini?""Itu karena kamu mengikutiku! Dia pikir kamu orang jahat!" Brigitta menjelaskan.Ethan tercengang.Brigitta memelototinya dengan tajam, lalu menatap Revin dengan mata menyesal, "Maaf, Pak Revin!"Pak Revin?Pantas saja tadi Ethan merasa wajah Revin tampak familiar.Mendengar Brigitta memanggil Revin, Ethan baru ingat
Ethan sangat bersemangat saat melihat putrinya seperti ini. Dia akan pamer pada bibi pengasuh di rumah kalau putrinya sudah bicara dengannya.Lalu, dia melihat Revin dan rombongannya masuk.Dia membuang ekspresi bahagia di wajahnya dan menatap Revin dengan tatapan tidak ramah.Karena ini rumah Reina, Ethan tidak bisa berkata apa-apa.Brigitta berjalan lurus ke arahnya, "Sudah puas belum lihat putriku? Kalau sudah, pergi sana, jangan ganggu putriku."Ethan memeluk Erina dengan erat."Putrimu apanya? Memangnya kamu bisa melahirkan anak sendirian?"Brigitta tersedak."Berhenti berbuat ulah, ayo pulang denganku," ucap Ethan.Dia sudah cukup lama memberi kebebasan pada Brigitta.Brigitta langsung menjawab tanpa pikir panjang, "Sudah kubilang aku nggak akan pulang denganmu. Kalau kamu nganggur, mendingan ceraikan aku sekarang juga."Lagi-lagi mengungkit perceraian!Melihat kedua orang itu akan bertengkar, Maxime berjalan mendekat, "Ethan."Ethan sadar mereka tidak boleh bertengkar di rumah o
"Kamu datang ke Keluarga Hinandar untuk berbohong? Kamu tahu nggak konsekuensinya?" Syena langsung marah.Marshanda tidak takut, dia tahu ini akan menjadi kesempatan terakhirnya untuk membalikkan situasi terpuruknya."Aku benar-benar putus asa. Jovan membuatku menderita. Maxime juga sudah meninggalkanku, aku cuma ingin tempat berlindung yang aman." Marshanda berlutut di depan Syena, "Selama kamu membantuku mengubah hasil tes DNA, mulai sekarang aku akan jadi babumu.""Jangankan mengambil nyawa Reina, melukai anaknya pun aku bersedia." Marshanda terlihat sangat tulus.Padahal tadi Syena masih kesal, tapi sekarang dia jadi merenungkan ucapan Marshanda.Harus diakui, Syena tergoda dengan tawaran ini.Ketika dia pertama kali mengetahui bahwa Raisa adalah putri palsu, dia mau memanfaatkan Raisa.Tapi Raisa sangat tidak patuh. Dia membutuhkan seseorang yang patuh.Sekarang orang yang dia butuhkan berada tepat di hadapannya dan orang ini juga membenci Reina, sama sepertinya."Dulu juga aku ba
"Nona Reina." Jess memanggilnya terlebih dahulu.Reina mengangguk dan menuntun kedua anaknya berjalan ke arah mereka.Kedua anak itu dengan sopan memanggil mereka, "Om Erik, Tante Jess.""Hmm." Jess tersenyum, menunjukkan senyuman lembut.Erik juga tersenyum. "Kita baru sebentar nggak bertemu, kalian sudah tambah tinggi rupanya."Dulu, ketika berada di luar negeri, Erik pernah bertemu kedua anak ini beberapa kali saat mengikuti Revin. Jadi, dia cukup akrab dengan keduanya.Kedua anak itu juga memiliki cukup akrab dengannya."Om Erik kapan punya anak? Hari ini kami ikut Mama ke rumah sakit dan melihat bayi yang dilahirkan Tante Alana, lucu sekali." Riki bertanya sambil mengedipkan mata.Mendengar kata anak, wajah Erik dan Jess langsung berubah.Namun, semua itu menghilang dengan cepat.Erik terbatuk-batuk dua kali. "Hal semacam ini nggak bisa dipaksakan, nggak boleh buru-buru juga.""Oh." Riki sepertinya mengerti, dia pun mengangguk. "Om Erik dan Tante Jess harus lebih semangat. Setelah
Alana sengaja menggoda Riki. "Riki, kenapa kamu bilang begitu? Aku dan mamamu sudah seperti kakak adik, jadi wajar saja kalau kami jadi mak comblang anak kami sendiri. Bukankah kamu sering melihat itu di drama TV?""Jangan khawatir, kali ini Tante memang belum melahirkan anak perempuan, tapi lain kali Tante baka berusaha lebih keras lagi agar bisa melahirkan anak perempuan yang cantik. Saat itu tiba, aku akan menikahkannya denganmu, ya? Kamu sangat pengertian, pasti kamu akan memperlakukannya dengan baik, bukan?"Riki jauh mudah ditipu ketimbang Riko. Berpikir bahwa Alana berencana akan melahirkan anak perempuan di kemudian hari, dia langsung merasa ngeri."Tante Alana, aku ... mungkin aku nggak akan nikah."Dia ketakutan sampai punya pikiran untuk tidak menikah.Reina menggodanya, "Tapi bukannya kamu pernah bilang kalau Talitha cantik? Katamu, siapa yang bisa nikah sama dia, orang itu pasti sangat bahagia.""Hah? Kamu suka punya seseorang yang kamu suka?" Alana memasang wajah terkejut
Tepatnya, Diego lah yang berutang kepada Reina.Hanya saja, Diego memiliki ayah yang baik. Dulu, Anthony memperlakukan Reina dengan sangat baik, jadi Reina tidak tega menyakiti putra satu-satunya yang dia tinggalkan di dunia ini."Ke depannya terserah dia." Reina berkata dengan lesu....Salju pun mencair dan waktu pun berlalu dengan cepat.Alana melahirkan seorang anak laki-laki yang sangat menggemaskan.Tuan Besar Jacob hampir jatuh pingsan karena terlalu bahagia setelah melihat cicitnya.Untungnya, dia berada di rumah sakit dan butuh banyak usaha dari staf medis agar bisa menyelamatkannya.Pada saat itulah Jovan menyadari bahwa kakeknya tidak berpura-pura sakit, kesehatannya memang sudah tidak seperti dulu lagi."Kakek, istirahat yang cukup dan jangan terlalu terpancing emosi," kata Jovan sambil duduk di depan ranjang rumah sakit kakeknya.Tuan Besar Jacob melambaikan tangannya. "Aku baik-baik saja, jangan mengkhawatirkanku. Kamu sudah jadi seorang ayah, jadi harus terus menemani Al
Diego bersulang untuk Reina dan Maxime, lalu bersulang untuk seluruh anggota Keluarga Libera.Saat ini, orang-orang Keluarga Libera tidak akan berani mengatakan apa pun, bahkan Nyonya Liz sendiri.Semua orang tahu bahwa uang dan kekuasaan adalah hal yang paling penting dalam masyarakat sekarang.Para tamu memiliki pemikiran mereka sendiri, hanya Sophia yang ingin bersulang untuk para kerabat dan teman-teman Diego.Dia sangat gugup sampai dia tidak sadar bahwa semua orang di pesta ini memiliki pemikiran yang berbeda.Setelah selesai, dia dan Diego mengantar Reina dan Maxime kembali.Reina tidak tahan lagi dan mengatakan, "Antar sampai sini saja. Kamu masih harus mengantar tamu-tamu pebisnismu selagi ada waktu."Sophia merasa aneh, para pebisnis?Bukankah Diego mengatakan kalau mereka semua temannya?Diego terlihat canggung dan mengedipkan mata ke arah Reina, bermaksud memberitahunya untuk tidak berbicara terlalu banyak, takut Sophia akan tahu.Namun, Reina justru melakukannya dengan sen
Nyonya Liz mencoba membuat Reina marah, kemudian membuat tamu yang hadir berpikir bahwa Reina tidak bisa bersikap dewasa karena membuat masalah dengan orang tua.Reina tersenyum lembut. "Bagaimanapun juga, ini masalah hidup dan mati, jadi tentu saja aku harus mengingatnya.""Selain itu, pada saat itu Nona Tia masih muda, tetapi Nyonya Liz dan kedua putranya sudah dewasa. Harusnya kalian tahu mana yang benar dan mana yang salah, bukan?""Tapi saat itu, alih-alih mendidik Nona Tia, kalian malah bilang aku pantas diperlakukan seperti itu. Kalian juga membuatku berdiri di tengah salju yang dan membeku sepanjang malam. Saat itu terjadi, aku baru berusia sepuluh tahun." Reina mengucapkan kata-kata ini dengan kesedihan di dasar matanya.Mendengar ini, mereka yang hadir langsung mengerti mengapa Reina tidak mau mengakui kedua putra dari Keluarga Libera."Mereka melakukan itu sama anak berusia sepuluh tahun! Nggak manusiawi sekali!""Wah, Keluarga Libera bisa sukses juga karena mengandalkan Kel
Ketika Reina hanyalah putri yang tidak menonjol di Keluarga Andara, kedua om-nya ini bukan hanya memperlakukannya dengan buruk, tetapi juga membiarkan putri mereka menggertaknya.Sekarang, dia telah menjadi pewaris Keluarga Yinandar, kaya dan berkuasa, mereka malah menyanjungnya. Lucu sekali.Reina tidak akan melakukan apa yang mereka inginkan dan tidak segan dengan mereka."Om? Apa kalian nggak salah? Ibuku nggak punya saudara kandung."Satu kalimat ini membuat wajah kedua anak laki-laki Keluarga Libera memerah dan terlihat sedikit kikuk.Mereka yang awalnya mengira bahwa keduanya adalah om Reina pun kelu."Ternyata rumit juga hubungan keluarga mereka. Pantas saja, aku nggak pernah dengar kalau Keluarga Yinandar punya dua anak laki-laki, karena mereka hanya punya satu anak laki-laki.""Keluarga Yinandar memang hanya punya satu anak laki-laki, tapi itu hanya anak angkat. Aku nggak tahu kesalahan apa yang dia lakukan sampai dipenjara di usia muda.""Kalau begitu, dua orang dari Keluarga
Diego membawa Sophia mendekati Reina dan Maxime, melewati Tia dan Nyonya Liz tanpa menyapa mereka berdua.Nyonya Liz mengerutkan kening tidak senang. Namun, Diego adalah cucu kesayangannya, jadi dia tidak bisa marah kepadanya.Reina mengangguk pada Diego."Hmm."Diego berkata, "Ayo, aku akan membawa kalian masuk.""Nggak perlu. Kamu dan Sophia bisa bawa nenekmu masuk. Aku dan Maxime bisa sendiri," kata Reina.Mana mungkin Reina tidak memahami apa yang ada di dalam pikiran Diego?Dia ingin membawanya dan Maxime masuk hanya ingin menunjukkan wajahnya kepada para pengusaha kaya itu.Diego sedikit canggung saat mendengar ini. Sekarang, dia baru menyadari keberadaan neneknya dan Tia."Kak, Nenek, kalian juga sudah datang? Ayo masuk," katanya.Nyonya Liz mengangguk. "Ya, ayo masuk."Mereka berjalan bersama ke dalam hotel.Diego dengan penuh perhatian berdiri di samping Reina dan Maxime, sementara Sophia menemani Nyonya Liz dan Tia."Kak, aku senang kalian bisa datang hari ini." Diego berkata
Lusa pun tiba.Reina dan Maxime menghadiri pernikahan Diego seperti yang telah dijanjikan.Reina mengira tidak banyak orang di dalam hotel, tetapi ketika sampai di pintu masuk, dia melihat beberapa pengusaha kaya juga datang.Reina bertanya-tanya, "Kenapa tamunya banyak sekali? Apa ada orang lain yang juga lagi melangsungkan pernikahan?"Begitu dia dan Maxime turun dari mobil, manajer hotel langsung menyambut mereka."Nyonya Reina, Tuan Maxime, kalian benar-benar datang?""Apa maksudnya?" tanya Reina sambil mengerutkan kening."Oh, Tuan Diego bilang akan menikah, Nyonya dan Tuan Maxime akan datang. Jadi, saya datang untuk menyambut kedatangan kalian." Manajer mengulurkan tangannya. "Kalian bisa lihat-lihat, kalau ada yang kurang, kalian bisa memberitahu saya."Mendengar manajer mengatakan ini, apa yang tidak bisa dimengerti oleh Reina?Rasanya seperti Diego memanfaatkannya dan Maxime sebagai alat untuk berteman dengan orang kaya dan terkenal."Sekarang aku tahu kenapa dia juga memintam
"Apa orang tua Hanna tahu tentang hal ini?" Maxime bertanya lagi."Pasti nggak tahu," jawab Reina.Mendengar itu, Maxime terdiam selama beberapa saat, lalu melanjutkan, "Jangan ikut campur sama masalah ini."Dia tahu bahwa orang tua Hanna mendesak Hanna untuk segera menikah. Namun mereka tidak akan menerima anak yatim piatu sebagai menantu mereka."Ya, aku mengerti."Reina dan Hanna hanyalah teman biasa, jadi Reina juga tidak akan ikut campur.Dia tidak bisa tidur lagi, jadi memutuskan untuk bangun.Maxime memeluknya dan tidak mau melepaskannya. "Tidurlah sebentar lagi.""Nggak bisa tidur." Reina menepis tangannya tanpa daya. "Aku mau bangun, aku mau kerja."Dia hanya ingin fokus untuk mengurus Grup Yinandar.Maxime terpaksa melepaskan tangannya karena takut Reina akan marah.Reina segera bangkit dari tempat tidur, tidak berani berada di dalam kamar tidur lebih lama lagi.Kenapa sebelum ini dia tidak sadar kalau Maxime memiliki kebiasaan bermalas-malasan di tempat tidur?...Sebelum Re