Ketika Raisa mendengar tentang pengobatan putranya, dia langsung gelap mata dan membeberkan segalanya pada Syena."Reina bukan mencariku karena tahu identitasku. Dia cuma mau ngasih tahu kalau dia sudah menemukan ibuku."Setelah mendengar ini, Syena terkejut, "Apa?"Dia langsung kembali tenang, lalu pura-pura kebingungan."Bukannya ibumu ada di rumah? Apa maksudnya dia nemuin ibumu? Sekarang dia ada di mana?""Belakangan ini ibuku hilang jejak. Aku sendiri sudah mencoba mencarinya tapi nggak ada petunjuk sama sekali. Kemarin, Reina meneleponku untuk menemuinya. Baru kemarin aku tahu kalau ada orang yang mau membunuh ibuku." Mata Raisa sudah memerah dan berkaca-kaca.Ketika Syena mendengar ini, dia berpura-pura bersimpati, "Hah? Ibumu mati? Turut berbela sungkawa ya. Nanti tunggu Ibu bangun, kita minta Ibu mengatur pemakaman ibumu. "Syena pikir, ibu Raisa memang sudah meninggal.Namun apa yang dikatakan Raisa selanjutnya membuatnya bergidik."Ibuku dirawat di rumah sakit sekarang, dia
Belakangan ini, begitu Reina ada waktu, dia pasti akan mengunjungi Elly.Sayangnya setelah beberapa hari, Elly masih belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar.Dokter juga bingung, "Aneh. Pasien ini punya tekad bertahan hidup yang kuat, harusnya dia sudah sadar.""Dokter, tolong jaga dia baik-baik. Kalau terjadi sesuatu, tolong beri tahu aku secepatnya," kata Reina."Oke."Setelah dokter menyanggupi, Reina pun pergi.Reina langsung pergi ke kantor cabang XS yang dulunya adalah Grup Yinandar.Karena terakhir kali mereka sudah mengusir Tanu, Syena dan para antek-anteknya, pagi ini Reina dapat kabar kalau mereka datang dengan membawa awak media dan melakukan protes di luar gedung perusahaan.Mereka para pendemo membentangkan sebuah spanduk lebar.Tanu dan Syena duduk di dalam mobil, tidak jauh dari sana.Tanu menatap dengan tajam, "Anak muda zaman sekarang terlalu kekanak-kanakan. Dia pikir bisa melakukan apa pun yang diinginkan karena dia memegang sebagian besar saham perusahaan? Hmph, ak
Reina tetap tenang dan menelepon kepala satpam yang baru dipekerjakannya, "Kami sudah sampai di pintu masuk kantor, apa bisa kawal kami?"Kepala satpam adalah pengawal terlatih pilihan Deron."Ya, jangan khawatir, kami akan menjemputmu."Reina menutup telepon dan meminta sopir untuk terus mengemudi ke pintu kantor.Sopir melajukan mobilnya sampai akhirnya mobil Reina dikepung orang banyak.Karena tahu Reina sedang hamil, mereka sengaja berpenampilan garang dan menggedor-gedor jendela mobil."Keluarlah, bos bajingan! Keluar dan tanggung jawab!"Mereka yang berteriak adalah orang bertubuh besar dan punya peringai kasar. Sekilas langsung ketahuan mereka bukanlah orang baik.Sopir ciut, wajahnya pucat pasi.Reina tetap tenang karena mobil mereka tahan peluru. Tidak peduli berapa kali orang-orang ini memukul jendela, mereka sendirilah yang merasa tangannya kesakitan.Reina duduk tenang dan meyakinkan si sopir, "Jangan takut, nggak apa-apa."Sopir itu sangat mengagumi keberanian Reina. Seora
Ekki juga mengaguminya, "Dulu kupikir Nyonya adalah orang yang lembut dan lemah, aku nggak nyangka ternyata dia lembut di luar dan kuat di dalam. Hebat sekali dia bisa begitu tenang di hadapan begitu banyak orang. "Maxime menyunggingkan senyum dan terlihat sangat bangga."Tentu saja, istriku!"Dia begitu bahagia saat mendengar orang lain memuji istrinya.Maxime belum keluar dari mobil, dia ingin Reina menangani perkara ini sendiri.Para pendemo awalnya terdiam, namun setelah menerima instruksi Tanu, mereka kembali beraksi."Hahh ... Teman-teman wartawan, lihat nggak kelakuan wanita ini? Ini yang namanya manusia?""Keluarga kami lagi kesulitan begini, dia malah menghina kami. Mana mungkin biaya kompensasinya cukup untuk kami hidup?""Iya! Ibuku masih dirawat di rumah sakit, kalau begini sama saja dia sudah membunuhnya!"Orang-orang ini sungguh tidak tahu malu.Reina tidak tinggal diam.Reina tersenyum dan menghampiri pria yang memegang foto ibunya di rumah sakit, "Kak, ibumu terlihat s
Tanu mulai menelepon pemimpin pendemo, "Sekarang, nggak usah bersikap masuk akal. Tangkap dan hajar Reina! Lebih bagus kalau bisa mengenai perutnya, tapi jangan terlalu terang-terangan ya!""Selama kalian bisa membunuh anak Reina, aku akan kasih kalian masing-masing dua miliar!"Dua miliar bagi orang awam tentu angka yang besar.Pemimpin pendemo langsung setuju.Dia memberi perintah pada semua orang melalui headset.Mereka tentu gelap mata karena bisa mendapat uang sebanyak itu hanya dengan membunuh janin Reina. Mereka tidak perlu masuk penjara karena bisa berdalih ini semua perbuatan tidak sengaja.Mata semua orang tertuju seketika pada Reina!Semuanya berjalan mendekat."Dasar bos nggak punya hati! Kuhajar kamu!"Orang pertama maju, disusul orang kedua.Mata Sisil menegang, dia melindungi Reina dengan menghentikan para pendemo mendekat.Gaby dan Brigitta juga langsung melindungi Reina.Para satpam juga bergerak melindungi Reina.Namun para pendemo benar-benar menolak menyerah dan maj
Ekspresi Maxime tetap tidak berubah, "Aku kebetulan lewat."Kebetulan lewat? Terlalu kebetulan sekali? Masa dia lewat saat terjadi sesuatu pada Reina, bahkan sempat-sempatnya membawa segerombolan pengawal.Reina merasa Maxime tidak pandai berbohong.Namun, Reina tidak membongkar kedoknya karena Maxime sudah menyelamatkannya hari ini.Kalau Maxime tidak datang, mungkin akan terjadi bencana."Bos."Sisil buru-buru menghampiri Reina, takut bosnya terluka oleh ulah para pendemo."Sudah, aku nggak apa-apa. Ayo balik, kita lanjut kerja," ucap Reina sambil tersenyum."Oke."Semua orang merasa lega dan masuk ke kantor bersama.Reina pun dengan sopan mengajak Maxime masuk, "Mau mampir sebentar?""Oke."Maxime sama sekali tidak sungkan.Reina mengajaknya duduk di kantornya.Maxime langsung menutup pintu kantor Reina dengan punggung tangannya.Reina tercengang, "Ngapain kamu nutup pintu?"Reina merasa canggung jika pintu kantornya dikunci di siang bolong begini, apalagi mereka hanya berduaan di d
Grogi?Maxime tertegun tidak percaya.Kenapa Reina grogi saat bersamanya?Maxime bertanya pada Jovan dengan ragu-ragu, "Orang grogi karena suka sawa lawan jenis nggak sih?"Jovan tertegun sejenak, "Pertanyaan macam apa ini?""Sudah jawab saja!" Maxime kehilangan kesabarannya."Kayaknya sih banyak faktor ya, salah satunya bisa dibilang begitu." Jovan menganalisis, "Kadang bisa juga karena faktor lingkungan. Apa kalian sudah lama nggak dalam situasi seperti itu?"Jovan menatap Maxime seolah mencari gosip.Tentu saja, Maxime tidak akan memuaskan keinginan Jovan."Ngapain kamu banyak nanya?"Setelah itu, Maxime masuk ke kamar rawat Reina.Jovan yang ditelantarkan pun menggerutu, "Kak Max itu terlalu lugu."Jovan ikut memeriksa Reina dan setelah memastikan semua baik-baik saja, barulah dia kembali.Maxime duduk di samping Reina dan dilirik sinis oleh Reina."Kamu nggak sadar situasi tadi membuatku nggak nyaman?" Reina juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, tiba-tiba otaknya terasa k
Pria yang tadinya masih sombong tiba-tiba kehilangan kesombongannya.Melihat hal tersebut, istrinya semakin tidak senang, "Dengar nggak? Bos sehebat dia saja sangat bertanggung jawab saat menemani istrinya periksa kehamilan, lah kamu?"Pria itu menundukkan kepalanya dan berhenti memainkan ponselnya.Saat ini di luar rumah sakit, Reina sedikit geli. Maxime dianggap pria pengangguran?Setelah masuk ke mobil, Reina memperhatikan wajah Maxime lebih dekat.Wajah Maxime tampak sedikit muram, "Aku kelihatan kayak pengangguran?"Reina spontan tersenyum, "Nggak kok.""Terus kenapa kamu ketawa?"Seumur hidup, hanya segelintir orang yang berani mengatai Maxime seperti itu.Reina pun menahan diri supaya tidak tertawa."Sudahlah."Maxime mengangkat alisnya, "Hmph! Sudahlah, yang penting kamu ketawa, cantik."Sudah lama sekali dia tidak melihat wajah tersenyum Reina."Aku nggak mau ketawa."Reina memejamkan mata dan bersandar di bahu Maxime.Maxime menariknya mendekat.Reina tidak menghentikannya, d
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba