Reina yang sedang mengantarkan buah potong untuk kedua anak itu pun kebetulan mendengar kata-kata Doni.Reina selalu merasa Raisa dan Doni cukup familier, tapi dia tidak bisa mengingat di mana mereka pernah bertemu. Sekarang setelah mendengar ucapan Doni ...Reina tiba-tiba teringat peristiwa saat menolong Elly terakhir kali, yaitu untuk menyelamatkan Raisa sekeluarga.Anak ini ... Raisa ... Dia putri Elly bukan?Reina melangkah maju dan bertanya, "Doni, nama nenekmu Elly bukan?"Doni mengangguk, "Nama nenekku Elly Sahaja, semua orang memanggil nenekku, Bibi Elly."Reina keluar kamar Riki dan memeriksa informasi suster yang merawat Treya. Ternyata nama suster itu adalah Elly Sahaja.Setelah memastikan hal ini, Reina pun menepuk keningnya.Kenapa ingatannya begitu payah?Sampai sekarang dia tetap tidak mengenali Raisa. Mungkin karena waktu dia menyelamatkan Raisa, cahayanya terlalu remang-remang, jadi Reina tidak memperhatikan rupa Raisa sekeluarga.Namun, harusnya Raisa mengenalnya. Ka
Raisa jadi sedikit cemas."Doni! Kenapa nggak nurut banget sih! Kusuruh pulang ya pulang, ayo!"Kening Raisa mulai basah karena buliran keringat halus. Dia takut makin lama dia tinggal, Reina jadi tahu segalanya.Akhirnya Doni dibawa pergi secara paksa sambil menangis tersedu-sedu.Reina berdiri di depan pintu, menatap punggung Raisa dan Doni dengan tatapan yang rumit."Ma, ada apa?"Riki menatap Reina yang berdiri di depan pintu dengan bingung, lalu berpikir apa Reina tidak menyukai Raisa dan Doni? Jadi, Riki pun berkata, "Ma, kalau Mama nggak suka sama mereka, aku juga nggak akan main lagi sama Doni.""Oh nggak kok. Kalau Doni datang main lagi sama Riki besok, Riki temani main aja."Riki tidak mengerti, "Mengapa?""Anggap saja Riki bantuin Mama ya?" ucap Reina sambil membungkuk.Saat mendengar dirinya bisa membantu Reina, Riki pun langsung menjawab tanpa ragu, "Oke, asal bisa bantuin Mama, aku main sama siapa pun nggak masalah kok."Reina terkekeh."Terima kasih, tapi kalau Riki ngga
"Cepat turunkan aku."Reina menepuk lengan kuat Maxime tapi tidak berpengaruh, jadi dia pun mencubitnya.Maxime mengerang dan dengan lembut membaringkannya di kasur."Temenin aku lebih lama, boleh nggak?"Maxime ikut berbaring dan memeluk Reina, "Kamu tahu nggak sejak aku buta, aku takut banget sama gelap."Takut gelap ....Reina tidak percaya. Mana mungkin seorang Maxime bisa takut gelap?Maxime memang tidak takut, dia cuma mencari alasan supaya Reina mau menemaninya.Maxime tahu Reina yang lembut hati pasti tidak akan pergi jika Maxime bicara seperti itu.Memang itulah yang terjadi. Reina tidak jadi pulang. Reina pikir, sekuat apa pun seorang pria, pasti dia memiliki sisi yang rapuh."Ya sudah aku temani, ayo cepat tidur. Nanti aku pulang kalau kamu sudah tidur."Reina menuruti permintaan Maxime.Setengah jam kemudian ... Maxime belum tidur. Satu jam kemudian ... Maxime masih belum tidur.Reina bersandar di pelukan Maxime pun ikut merasa ngantuk dan tidak lama pun terlelap.Tiba-tiba
"Lain kali jangan begini."Wajah Reina memerah, dia langsung membelakangi Maxime dan pergi ke ruang ganti.Reina melihat dirinya di cermin, ada tanda merah di lehernya ...Maxime yang seperti ini membuat jantung Reina berdebar kencang tanpa alasan. Tiba-tiba, momen yang masuk ke dalam mimpinya semalam pun melintas di benaknya.Maxime sedang duduk di luar. Di matanya, Reina tampak sangat marah.Matanya yang gelap terus menatap ke arah ruang ganti.Reina sudah selesai ganti baju dan menggerai rambutnya yang panjang untuk menutupi tanda merah di lehernya.Sekarang cuaca semakin panas dan Reina sedang hamil, jadi cara terbaik menutupinya adalah dengan rambut."Aku pulang dulu, Riki pasti ngambek parah."Nada bicara Reina agak dingin.Maxime pun meraih tangan Reina, "Kamu marah?"Sekarang Maxime makin tidak bisa memahami pikiran Reina. Dia tidak paham kenapa istrinya ini marah, siapa yang bagi Reina lebih penting, Maxime atau Morgan?Reina berpura-pura marah, "Ya iya lah aku marah. Kan aku
Setelah mengobrol dengan Riki, Reina mengantarnya ke rumah Doni.Sebenarnya Doni juga mau bertemu Riki, tapi Raisa khawatir Reina akan menemukan petunjuk akan kebohongan mereka, jadi Raisa melarang Doni menemui Riki."Huhuhuhuhuhu! Aku mau pergi main sama Kak Riki!""Kamu nakal banget sih? Kenapa nggak mau nurut? Mama nggak ngebolehin kamu pergi, ngerti nggak?" Raisa berujar dengan sangat tegas.Sekarang Liane sedang pergi mengurus pernikahan Syena.Sesampainya Reina di depan pintu, dia mendengar Doni yang menangis dan Raisa yang marah-marah.Reina pun masuk dan berkata, "Nona Raisa, apa kemarin Riki melakukan kesalahan atau aku yang sudah menyinggungmu? Kenapa kamu nggak mengizinkan Doni main sama Riki?"Begitu mendengar suara Reina, Raisa spontan menjadi gugup dan menoleh. Reina bisa melihat jelas tatapan panik Raisa."Ah ...."Ketika Doni melihat Riki, dia langsung tertawa lebar dan berlari menyambutnya, "Kak Riki."Riki mengangguk, "Ya."Reina melihat hubungan kedua anak itu baik-b
Tentu, Reina melakukannya juga karena hal ini menyangkut nyawa Elly.Reina memutuskan untuk jujur pada Raisa dan bertanya apa dia mengetahui keberadaan Elly.Raisa pulang sore harinya. Dia pikir Reina dan Riki sudah pergi karena bosan.Namun begitu Raisa masuk rumah, dia mendapati Reina sedang membaca buku sedangkan anak-anak masih bermain.Raisa hendak pergi untuk menghindari Reina.Tidak disangka, Reina angkat bicara untuk menghentikannya, "Nona Raisa, aku baru ingat. Ibu angkatmu Elly Sahaja, 'kan?"Raisa berhenti melangkah dan mau berbohong."Hah? Aku nggak tahu ...."Sebelum Raisa selesai bicara, Doni sudah berkata lebih dulu, "Tante Reina kok bisa kenal nenekku?"Sekarang, Raisa tidak bisa terus berdalih.Raisa mengernyit dan mengaku, "Ya, ibu angkatku adalah Elly Sahaja, dia adalah suster perawat ibumu waktu sakit."Reina merasa Raisa adalah orang yang aneh. Saat dia bertanya baik-baik, wanita ini tidak mau menjawab. Saat Reina tidak bertanya lebih lanjut, dia malah menjelaskan.
Tidak disangka, jawaban dari pertanyaan Riki selanjutnya akan membuatnya melompat kaget."Doni, kok kamu bisa yakin banget Liane itu nenekmu?"Doni berhenti bermain, menatap Riki, lalu berpikir sejenak sebelum bicara, "Mamaku bilang dia nenek palsu.""Nenek palsu?" Riki membelalak tidak percaya.Doni mengangguk, lalu merendahkan suaranya, "Kak Riki, aku cuma ngasih tahu Kak Riki aja. Jangan sampai bocor ke orang lain ya.""Oke."Riki langsung setuju, kemudian dia membawa Doni ke sudut kamar untuk mendengarkan ceritanya.Doni memberi tahu Riki, "Aku dengar percakapan mama dan nenekku di telepon. Mereka bilang Bu Liane bukan ibu mamaku."Padahal awalnya Riki hanya ingin bertanya tentang gambaran umum kehidupan Doni, tidak disangka dia malah mendapat rahasia yang begitu mengejutkan.Namun, Doni hanya anak berumur empat tahun, belum tentu semua ucapannya benar.Bagaimana seorang wanita secerdas Liane bisa menerima orang lain sebagai putri kandungnya?Memangnya dia tidak pernah melakukan te
Syena mau Raisa menjelek-jelekkan Reina di depan Liane supaya Liane mau menyingkirkan Reina.Raisa terlihat ragu, "Bukannya kemarin kita sudah cari masalah dengannya?""Itu nggak ada apa-apanya." Syena mengepalkan tangannya, "Sudah kubilang, ibu Tommy itu teman baikku, lain kali lebih hati-hati!""Ya, ya."Raisa kesal setengah mati dimarahi Syena yang selalu memperlakukannya seperti anak kecil begini. Ingin sekali dia membunuhnya.Sekarang dia sadar Syena tidak berniat menjadi kakaknya yang baik. Syena hanya ingin memanfaatkannya untuk menyingkirkan Reina.Kalau Reina sampai tersingkir, target Syena selanjutnya adalah Raisa.Raisa sudah lama memikirkan hal ini. Reina, kemungkinan besar adalah putri kandung Liane. Alasan mengapa Syena mempertahankan Raisa mungkin karena dia takut Liane dan Reina akan saling mengenali.Sekarang, Syena ingin menggunakan tangan Raisa untuk menyingkirkan Reina.Begitu Reina meninggal, Liane tidak akan pernah menemukan putri kandungnya.Bahkan kalau suatu sa
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba