Semua pandangan yang ada di tempat itu, langsung tertuju di sebuah pintu yang terbuka lebar akibat sebuah tendangan.
BRUKHH!!
Seorang gadis yang di lempar paksa oleh Mr Monkey, dia terlempar dan wajahnya hampir mencium lantai.
"Jessica?" gumam Richard saat mengenali gadis itu.
Jessica mengangkat wajahnya, dia bisa melihat banyaknya korban yang disandra di tempat ini.
"Apa yang kamu lakukan di tempat ini?" tanya Richard.
Jessica hanya bisa memasang wajah ketakutan, dia benar-benar takut akan di bunuh, apalagi mantannya Stevan yang sekarang menjadi Mr Monkey.
"Ikat jalang ini," perintah Mr Monkey.
Para penjaga langsung berjalan kearah Jessica, sambil membawa rantai besi.
Jessica hanya pasrah di bawah mereka, bahkan saat tangannya di ikat dengan rantai, dia tidak dapat berkutik apa-apa.
"Kamu lama sekali, aku pikir kamu tidak akan datang," ucap Jakson dan merangkul pundak Mr Monkey.
"Tenan
"Ini adalah bunga yang menjadi saksi kematian ibumu." Richard langsung terkejut dengan apa yang dia dengar, matanya memerah, dia menatap Mr Black dengan tatapan penuh amarah. "Santai dulu, kamu jangan membuang tenagamu sia-sia," ucap Mr Black sembari menepuk pelan pipi Richard. Richard rasanya mau marah sekali, dia telah mengetahui pembunuh ibunya, tapi kenapa dia tak bisa berbuat apa-apa di saat seperti ini. Mr Black berdiri dari jongkoknya, dia menatap Richard sesaat, lalu berjalan kembali ke anak buahnya, Richard juga bisa melihat senyuman brengsek dibalik topeng itu. "BRENGSEK! TERNYATA KAMU YANG TELAH MEMBUNUH AMANDA!" Justin memberontak sekuat mungkin, dia menjadi agresif saat mendengar kebenarannya. Mr Black membalikkan badannya, dia menatap Justin yang tengah memberontak seperti orang gila. "Roger brengsek! Berani-beraninya kamu melakukan hal keji itu pada Amanda, istrimu sendiri," ucap Justin, matanya memerah, bahkan d
"Kabar terbaru, seorang pendiri perusahaan Elios Ent, dikabarkan meninggal pada malam hari ini."PRANGG!!Seorang wanita yang hendak meminum obatnya, terpaksa menjatuhkan gelas yang dia pegang.Wanita itu berjalan kebelakang sehingga membuatnya hampir kehilangan keseimbangan, dia memegang perutnya yang sedang hamil sembilan bulan."I--ini pasti bohongkan," ucapnya tak percaya, dia masih tak menerima kebenaran.Amanda menutup mulutnya tak percaya, air mata mulai turun membasahi pipinya.TOK! TOK!"NON AMANDA! APA ANDA MENDENGAR KAMI?""NON, APA ANDA BAIK-BAIK SAJA?"Pertanyaan demi pertanyaan di lancarkan oleh pelayan, mereka langsung menuju kamarnya Amanda saat mendengar kabar buruk itu."Ada apa ini? Dimana Amanda?" tanya seorang pria, dia terlihat sangat buru-buru."Non Amanda masih di dalam, kami juga mendengar ada gelas yang pecah," jawab salah satu pelayan.Pria itu menyingkirkan pelayan yang be
Pagi hari yang biasanya di awali dengan cerahnya matahari, kini diawali oleh air hujan yang sangat deras.Pemakaman Arkhen Elios telah selesai, terlihat banyak keluarga dekat dan kerabat, serta para pekerja kantor yang pulang dari tempat pemakaman.Hanya ada satu orang wanita yang tengah menatap kuburan ayahnya, dia tak bisa menangis lagi, seakan-akan air matanya telah habis untuk di keluarkan."Kita harus pulang Amanda, kamu harus istirahat yang cukup," ucap Roger mengelus kedua lengan Amanda.Amanda tak menjawab pertanyaan Roger, dia hanya bisa menatap lurus kedepan."Kamu tahu? Aku tidak rela dengan kepergian ayah, saking tidak relanya, aku sampai mengira bahwa kematian ayah adalah pembunuhan," ujar Amanda dan langsung membuat Roger terdiam sesaat."Apa maksudmu? Ini sudah takdir Amanda, ayah juga sebenarnya ingin hidup bersama kita, tapi kalau takdirnya menyatakan dia harus mati yah, kita tidak bisa menghalangi itu," ucap Roger.
BRAKK!!"Dimana dia?" tanya seorang pria saat masuk kedalam rumah, nafas serta jantungnya berdetak tak karuan saat mendengar kabar yang tak enakan.Pria itu menatap beberapa pelayan yang sedang mengerumuni seseorang."Amanda, apa kamu baik-baik saja?" tanya Roger khawatir, dia mendapat kabar bahwa perut Amanda kesakitan.Para pelayan menghindar dan memberi ruang supaya Roger bisa berdekatan dengan Amanda."Kami sudah menyuruh Non untuk pergi kerumah sakit, tapi di bersikeras untuk tak pergi," jelas para pelayan.Roger menatap Amanda yang tengah berbaring pulas di atas kursi, tangannya mengusap pelan dahi Amanda."Ayo pergi kerumah sakit," ajak Roger.Amanda menggelengkan kepalanya. "Cuman sakit sebentar, pasti sakitnya bakal hilang lagi."Roget tak mendengarkan perkataan Amanda, dia dengan cepat membopong tubuh munggil Amanda."Kita kerumah sakit sekarang, kamu harus melakukan pengecekan," ucap Roger dan berjalan
CKLEKK!!Pintu terbuka dengan lebar, terlihat seorang pria yang datang dengan keadaan yang tergesa-gesa, dia menatap seseorang yang sedang duduk santai sambil meminum teh hangatnya."Apa saya datang terlambat?" tanya pria itu."Tidak, aku juga hanya menunggu disini beberapa detik saja," ucap pria itu dan masih menikmati tehnya."Baguslah, jadi apa bisa kita mulai, tuan Loren?" tanya Roger dan duduk di depan kursi pria yang bernama Loren.Loren menatap Roger sesaat, dia pun meletakan teh dari tangannya dan mengambil sesuatu berkas dari dalam tasnya."Jadi maksud kedatanganmu kesini untuk mencari tahu siapa ahli waris keluarga Elios?" tanya Loren tapi tangan dan matanya tak lepas dengan berkas-berkas di depannya.Roger mengaggukkan kepalanya pelan. "Iya, aku takut jika ahli waris keluarga Elios jatuh di tangan yang salah."Loren menghentikan gerakan tangannya, dia menatap Roger sesaat, lalu kembali ke aktivitasnya.Roger m
Pagi bersinar cukup terang, terlihat orang-orang sudah berjalan melakukan aktivitas mereka, tak lupa akan ciutan burung-burung yang bertebrangan di angkasa. Terlihat seorang pria baru saja memasuki sebuah rumah kediaman keluarga Hernandos. KRIETT!! Pintu terbuka dengan lebar, pria itu menatap beberapa kumpulan orang yang sedang menyantap sarapan pagi mereka. "Apa maksud kedatanganmu ketempat ini, Roger?" tanya Jordan Hernandos, ayah kandung Roger dan Justin. "Kenapa kamu sekejam ini pada anakmu sendiri, aku datang hanya untuk menyapa keluargaku," jawab Roger sembari menduduki sofa, tak lupa tangannya mengambil beberapa camilan di atas meja, lalu memakannya. Justin menghentikan makannya, dia menatap kakaknya yang tengah duduk santai itu. "Kamu terlihat santai, padahal baru beberapa hari yang lalu kamu sedang berduka," ucap Justin dan membuat Roger sedikit tak suka dengan ucapan itu. Roger meletakan camilannya, dia menata
"Jadi dimana dia sekarang?" tanya seorang wanita kepada orang yang dia telfon.Orang itu menjawab. "Dia baru saja keluar dari rumah keluarga Hernandos, ah ... dia juga sempat menemui salah satu petugas kebersihan keluarga Hernandos.""Apa dia sudah pergi dari kediaman Heranandos?" tanya wanita itu lagi."Iya, dia sempat memberikan kartu pengenalnya kepada petugas itu, lalu dia pergi dengan mobilnya," jawabnya dengan jelas."Petugas siapa yang dia temui? Cari tahu tentang pria itu, dan jangan sampai kamu kehilangan jejaknya, Loren," ucap wanita itu, dia berpegang teguh kepada Loren."Baik Non Amanda, saya akan lakukan semampu saya," ucapnya dan langsung mematikan telepon.Amanda menghela nafasnya kasar, dia tak percaya, kini salah satu orang yang dia curigai adalah suaminya sendiri.Walau beribu-ribu orang, bahkan saudara terdekat, entah kenapa Amanda merasakan bahwa Rogerlah dalang di balik pembunuhan ayahnya."Kepalaku pusing,
Jam menunjukan pukul 22:00 tepat, terlihat seorang pria menatap gedung kosong yang terlihat begitu menyeramkan.Pria itu sedikit ragu untuk berjalan masuk kedalam gedung, dia takut jika dia akan dikhianati oleh orang itu."Kenapa dia memintaku untuk bertemu di tempat ini? Apa dia mau menjebakku?" batin Jakson, dia menatap pesan yang dikirimkan Roger.Jakson hanya bisa memandangi gedung itu, dia masih saja sensitif dan tak bisa mempercayai Roger begitu saja, apalagi mereka baru saja bertemu tadi pagi.TING!Bunyi pesan masuk, Jakson menatap layar ponselnya lagi, dia membaca pesan yang dikirimkan Roger."Aku punya sesuatu didalam sini, tenang saja, aku tidak akan mengkhianatimu, justru kamu akan bahagia jika kamu masuk kedalam gedung ini, Jakson Helio."Pesan itu tertulis jelas di layarnya, Jakson menatap sekeliling, dia meneguk salivanya kasar."Apa aku di awasi? Dimana mereka?" batin Jakson takut, bahkan di dalam kegelapan ini,