Suatu hari yang melelahkan bagi seorang Cailey Riegan yang harus menjalankan tugasnya sebagai salah satu agen rahasia sebuah badan intelijen eksternal Britania Raya, MI6. Dengan Porsche 911 merah kesayangannya, ia mengendarai dengan kecepatan penuh membelah jalanan dengan rekan kerjanya, Julian Ross, untuk mengejar dua buronan yang telah ditugaskan kepadanya sejak dua bulan yang lalu. Cailey melirik jarum jam berwarna cokelat muda keemasan pada sebuah arloji yang melilit pergelangan tangannya. Jarum jam itu tidak menunjukkan angka waktu saat ini, melainkan menunjukkan arah Sistem Pemosisi Global atas pelacak yang Cailey tempelkan pada mobil buronannya semalam.
Mereka terhenti pada sebuah gedung tua dengan kondisi rusak, terlihat dari banyaknya konstruksi kayu yang hancur dimakan rayap, noda kehitaman yang hampir memenuhi seluruh permukaan dinding, serta kabel-kabel putus yang terlilit tidak beraturan.
“Kau yakin mereka berhenti disini?” tanya Julian memastikan.
Cailey mengangguk mantap, “Kau bisa mengambil jatah panekuk pagiku besok, jika aku keliru.”
Julian tertawa ringan, kemudian mereka berpencar.
Gedung tua yang tak terurus menjadi perhatian kedua manik cokelat Cailey. Pasalnya tampak luar gedung tersebut begitu reyot dan kotor, sampai-sampai ia merasakan debu-debu berhamburan ke kulitnya yang terbuka begitu ia menginjakkan kaki di lantai teras. Namun, saat ia menjelajah lebih jauh ke dalam, ia menemukan banyaknya ruangan yang sedikit lebih bersih dan rapi, meskipun masih terdapat konstruksi interior yang rusak dengan langit-langit yang berlubang. Sebuah tempat yang cocok untuk tempat berkumpul para penjahat, melihat kasus serupa yang pernah ditemuinya selama ia bekerja sebagai agen intelijen.
Cailey berjalan mengendap-endap dengan waspada sampai ekor matanya menangkap sekelebat bayangan yang ia yakini sebagai dua buronan MI6 yang tengah berlari ke arah berbeda, setelah tersadar akan keberadaan Cailey.
“I got them, Jay. Aku ingin kau mengikuti salah satu buronan ke sayap kiri gedung,” perintah Cailey kepada Jay alias Julian Ross melalui handy talkie. Jay adalah kode nama Julian di MI6, Sebuah kode nama yang terdiri dari 3 huruf, masing-masing anggota MI6 memilikinya termasuk Cailey dengan kode nama Ash.
“Roger that, sweetheart,” balas Julian di seberang sana. Masih merasa aneh dengan panggilan itu kepadanya, Cailey memutar bola matanya malas, kemudian memutus handy talkie secara sepihak.
Cailey mengangkat sebuah pistol SIG Saurer P250 ke depan wajahnya waspada dan bergerak mengikuti buronan lainnya. Cailey mendobrak paksa sebuah pintu kayu dihadapannya dan ia todongkan pistol kedepan. Saat maniknya tak menangkap apapun disana, Cailey bergerak kembali melewati perabotan-perabotan usang yang menghalangi jalan, sebelum seorang pria bertubuh kekar dengan tatto tengkorak yang memenuhi lengannya menerjang dari arah kanan.
Dugaanya benar, tidak salah lagi pria itu adalah buronannya. Cailey tersungkur dengan pistolnya yang terlempar jauh. “Shit,” umpatnya.
Cailey mencoba berdiri, tetapi naasnya lelaki itu menendang lututnya sehingga ia terhuyung kebelakang. Dengan cekatan ia ambil bayonet dari holster kakinyanya dan mengambil ancang-ancang untuk melawan bailk. Cailey mengayunkan bayonetnya kedepan, tetapi pria itu berhasil menghindar. Cailey tidak menyerah, ia mencoba untuk menggerakan bayonetnya lebih cepat. Pria itu berhasil menangkisnya sembari menarik tubuh Cailey, kemudian dengan sekuat tenaga pria itu membanting tubuh Cailey dengan keras, sehingga rangka kursi kayu yang ditimpanya retak dan terbelah menjadi tak berbentuk.
Cailey meringis merasakan retakan pada tulang punggungnya. Lelaki itu menghampiri Cailey dengan cepat. Dengan sisa tenaganya, Cailey menggerakan kaki kanannya ke kedepan, sehingga pria itu tersandung. Bergerak cepat, Cailey menindihnya dan memukul wajahnya bertubi-tubi. Darah segar keluar dari sudut bibirnya. Pria itu mendengus dan tangan kekarnya bergerak untuk membanting tubuh Cailey ke samping.
Posisi Cailey kini berada dibawahnya, pria itu terbahak melihat Cailey dengan keadaan yang kacau. “Nah gadis kecil, seharusnya kau tidak bermain-main denganku,” ujarnya kemudian menodongkan sebuah pistol ke arah dahi Cailey.
Cailey tersenyum miring mendengar penghinaan pria itu. Segera ia tendang tangan pria itu, mengakibatkan pistol pada dahinya terjatuh. Dengan cepat Cailey berdiri dan mengarahkan bayonet ke arahnya, pria itu berhasil menghindar, tetapi tidak dengan lengannya. Cailey berhasil menggores lengannya cukup dalam. Pria itu meringis dan mulutnya mengeluarkan beberapa umpatan kasar. Sayangnya pria itu masih belum menyerah. Pria itu mengambil sebuah kursi usang di sebelahnya dan memukul tubuh Cailey dengan keras.
“Akh,” rintih Cailey sambil memegangi bahunya yang terluka.
Pria itu berjalan kearahnya. Menarik tubuh Cailey dan memukul tepat di wajahnya. Cailey mengaduh dan berusaha menghindari pukulan keduanya. Ia tarik tangan pria itu dan dengan segera ia gigit yang membuatnya setengah berteriak.
Pria itu mengibas-kibaskan tangan dan mengelusnya perlahan pergelangan tangannya yang membiru. Pada saat itu juga, Cailey arahkan bayonetnya kedepan sehingga bayonet itu menggores samping perutnya. Pria itu berteriak kesakitan dan memegangi lukanya yang mulai mengalirkan cairan merah kental. Pria itu tergeletak dan menatap tajam kearahnya. Cailey mengumpulkan sisa tenaganya, kemudian bergerak mengambil pistol SIG Saurer P250 nya yang berjarak beberapa meter dari arahnya, saat pria itu bangkit untuk mencoba menerjangnya kembali. Cailey menngelincirkan tubuhnya ke lantai, kemudian mengarahkan pistolnya untuk ditembakkannya peluru itu ke arah samping kaki pria itu. Tidak sampai menembus kakinya, namun peluru itu berhasil menggores kakinya. Cailey melumpuhkan lawannya dengan tepat sasaran. Pria itu berteriak kesakitan.
Tunggu, Cailey bahkan belum menarik pelatuknya.
Cailey menoleh dan mendapati Julian tersenyum dengan pistol di tangannya. Sial, Julian merebut buronannya lagi. Cailey mendengus kasar dan meluncurkan berbagai umpatan kepadanya.
“Mengapa kau selalu merebut buronanku huh?” tanya Cailey meninggikan suara.
Lagi-lagi Julian tersenyum, "Oh ayolah sweetheart, kau itu sangat lamban,” katanya kemudian terkekeh.
Cailey berbalik menatap pria itu di lantai, "Dan kau! dengar, aku bukan gadis kecil dan rasakan itu!” seru Cailey sambil menunjuk ke arah mata pria itu yang melotot. Dengan cekatan, Cailey mengambil kedua tangan pria itu untuk disatukannya dalam borgol.
Beberapa orang dari organisasinya datang untuk mengurus kedua buronan lebih lanjut. Cailey tersenyum tipis saat melihat pria yang menjadi lawannya tadi mengacungkan jari tengah kepadanya.
“Mission completed sweetheart, ayo bersihkan luka-lukamu,” ajak Julian sembari menarik tangan Cailey, membawanya keluar dari gedung.
To be continued
Bulan dengan enggan menampakkan sinarnya, masih saja bersembunyi di balik awan hitam. Tirai air kembali mengguyur kota yang tak pernah padam ini. Sebuah dering ponsel berhasil membangunkan sang empu yang masih enggan memperlihatkan manik cokelatnya. Dengan terpaksa Cailey meraih ponselnya di atas nakas dan didekatkanya ke telinga.“Sweetheart! Astaga kemana saja kau?” teriak seseorang dalam ponsel Cailey.“Arghh..Julian kau benar-benar merusak mimpi kencaku bersama Chris Hemsworth,” kata Cailey sambil meregangkan tubuhnya yang terasa pegal.“Apa kau bilang? Tidur? Kau melupakan janji kita?”Mata Cailey membulat dengan sempurna. Astaga tentu saja ia lupa. Cailey menoleh untuk melihat jam dindingnya yang menunjukkan pukul 7.30 PM.“Baiklah aku akan sampai dalam 15 menit, ok?” Cailey mengakhiri telpon itu. Kemudian ia beranjak melompat ke kamar mandi.Julian Ross, rekan kerja Cailey yang
Setelah menempuh perjalanan hampir enam jam lamanya. Akhirnya pesawat yang mereka tumpangi mendarat pada sebuah bandara di kota kecil bagian barat Arizona, USA. Dengan membawa koper berisikan penuh dengan senjata, mereka tetap berjalan dengan santai bak penumpang lainnya. Mereka telah diberi izin penuh oleh pemerintah Amerika Serikat dalam menjalankan misi ini.Sebelum beranjak ke apartemen yang telah disediakan, Cailey dan Julian mengecek data-data penumpang yang dicurigai oleh MI6. Hasil CCTV menunjukkan bahwa tersangka dengan berpakaian serba hitam yang akhirnya diketahui identitasnya telah meninggalkan bandara sejak 14 jam yang lalu. Cailey membuka sebuah kertas, berisikan catatan yang ditulis dalam tinta biru.Gyula RobertoCailey menghembuskan napas kasar dan meremas kertas tersebut, bersamaan dengan maniknya yang mulai menajam.Julian menarik lengan Cailey dan membawanya ke bagian ruangan di dalam bandara. Mereka bekerja sama dengan pemerintah Amer
Sebuah suara terpaksa membuyarkan mimpi Cailey kecil yang tidur dengan piyama kebesarannya. Cailey mengucek kedua matanya, pupilnya mencoba menyesuaikan cahaya di kamarnya.Suara geraman bersamaan dengan teriakan kembali terdengar.PRANGGCailey menuruni ranjangnya begitu mendengar suara seperti barang pecah belah yang dilempar paksa. Cailey berjalan perlahan mengikuti arah datangnya suara. Ia memekik tertahan saat mendapati kedua orang tuanya bertekuk lutut kepada seekor serigala hitam dengan manik merah menyala.“Kumohon jangan bunuh kami,” kata mama. Serigala tersebut menggeram, diikuti oleh kelima serigala di belakangnya.Serigala itu mengeluarkan cakarnya yang tajam. Wajah bengisnya menghadap orang tua Cailey dengan tatapan penuh intimidasi.Perlahan papa mengorek sakunya, mengeluarkan sebuah besi seukuran 15 cm dengan ujungnya yang runcing. Dengan sekali gerakan, pap
Matahari masih bersembunyi dibalik awan. Digantikan oleh hujan yang tak pernah bosan meninggalkan jejaknya di bumi. Lengkap dengan pertichor yang menenangkan indra penciuman setiap makhluk yang ada. Termasuk Zachary yang tak ingin tidur hanya untuk melihat wanita yang terlelap di hadapannya. Memastikan wanita itu untuk tetap hangat. Mencoba menggabungkan aroma petrichor dan aroma cherry blossom milik wanita itu yang sangat harum. Zachary menghela napas untuk kesekalian kalinya. Melihat wanita dihadapannya dengan kondisi mengenaskan dengan banyak luka yang telah dibalut perban. Hatinya terasa sakit hanya dengan melihatnya. Sungguh perasaan yang aneh. Seharusnya ia tak terlambat, berharap perasaan aneh pada hatinya itu menghilang. Zachary benar-benar menghabisi para rogue itu dengan brutal, hingga memisahkan bagian bagian anggota tubuhnya menjadi potongan-potongan. Rogue pengganggu memang sangat pantas untuk dibunuh. Zachary memberanikan diri untuk mengelus pipi wanita itu dengan lemb
“Aku membenci serigala.” “Aku membenci serigala.” “Aku membenci serigala.” Kata-kata itu terngiang berulang kali di kepala Zachary. Bagai petir yang ditusukkan oleh Zeus hingga mampu menembus hatinya, saat mate-nya menyatakan satu kalimat yang menimbulkan gejolak api pada tubuh Zachary. Itu aneh, Zachary merasakan sakit pada hatinya hanya karena itu. Zachary hanya bisa mematung, jantungnya seakan tertohok dengan mulut sedikit terbuka. Ia sangat bersyukur kepada Moon Goddess saat melihat wajah mate-nya untuk pertama kali, meskipun wanita itu seorang manusia. Zachary menertawakannya kekonyolannya sendiri, dirinya bahkan tidak tahu mengapa ia begitu bersyukur. Akan tetapi, satu hal yang pasti, ada perasaan aneh yang menggelitik saat mengetahui, dengan hanya melihat wajah mate-nya, hatinya menjadi lebih tenang. Seolah wanita itu berhasil mengeluarkannya dari dasar Samudera yang kelam. Tetapi apa? bahkan ia baru saja berunding dengan Parker, serigala dalam tubuhnya, mengenai apakah ia
Dua hari kemudian, pagi-pagi sekali Helen dan Sidney datang ke istana Zachary. Setelah medengarkan kabar bahwa anak laki-lakinya sudah menemui takdirnya, Helen bergegas untuk mengunjungi, bersama dengan adik perempuan Zachary. Sidney membawakan keranjang penuh dengan buah stroberi. Gadis kecil itu tak sabar ingin bertemu kakak iparnya dan mendahului ibunya untuk bertemu Cailey. Helen masih saja sibuk berbicara dengan kakaknya di ruang utama. Cailey meregangkan tubuhnya, ia merasakan luka-luka pada tubuhnya sudah sembuh total sejak kemarin. Akan tetapi, yang membuatnya heran adalah para pelayan menginstruksikan untuk tidak membuka perbanya sampai seminggu. Bahkan, Cailey dilarang untuk mengintip lukanya. Itu aneh, Cailey benar-benar sudah tidak merasakan sakit dan kasa-kasa itu membuatnya risi. Selama dua hari ini Zachary selalu mengunjunginya, mereka jadi lumayan dekat karena itu. Terkadang, ia datang malam-malam hanya untuk menatap Cailey dalam waktu yang lama. Cailey yang masih te
Bulan perbani akhir mengintip di balik awan malam ini. Hutan tempat makhluk magis berlindung itu masih basah karena hujan. Terlalu tenang, karena tidak semua makhluk menyukai lengas. Tiba-tiba, sebuah suara memecah kesunyian malam. BrakkPintu kamar Zachary terbuka dengan keras membuat Cailey yang tertidur langsung terlonjak kaget dengan membelalakan matanya. Ia menyingkap selimutnya melihat Zachary yang tiba-tiba masuk dengan tatapan tajam serta rahang yang mengeras.Zachary menghembuskan napas tak beraturan melihat wajah polos Cailey setelah mengetahui kenyataan pahit dalam diri Cailey.PrangCailey terlonjak, Zachary melempar seluruh senjata Cailey ke hadapannya. Cailey mengernyitkan dahinya bingung. Dalam hati ia sedikit lega, mengetahui Zachary yang masih berbaik hati mengembalikan senjata-senjatanya, tetapi tidak dengan ekspresi yang pria itu lemparkan kepadanya.Zachary berjalan kearah Cailey dengan tatapan menusuk, “Apa maksudmu dengan semua ini?” tanya Zachary meninggikan su
Cailey berjalan sedikit berlari, mengabaikan panggilan Luna para penghuni istana yang terus menerus memanggilnya. Rahangnya mengeras. Bingung, takut, dan marah bercampur menjadi satu. Hatinya terasa sesak dan Cailey tidak menyukainya.Penjaga istana pun dibuat kebingungan oleh Alphanya yang tiba-tiba me-mindlink untuk dibukakan kembali akses pintu keluar istana. Mereka juga tidak mendengar perintah Alphanya untuk mengejar Luna yang lari begitu saja. Hanya terdengar sayup-sayup bisikan para Omega yang memecah keheningan istana. Cailey tak peduli, ia hanya terus berlari dan berlari.Maniknya sekilas melihat sekitar, Cailey keluar dari sebuah istana yang sangat indah. Pilar-pilar besar di beberapa sudutnya membuat istana itu terlihat semakin kokoh. Ukiran yang tercetak di pilar-pilar dan beberapa bagian lainnya hampir membuatnya berhenti untuk mengagumi, hanya saja jika ia tidak sedang dalam kondisi seperti ini. Di sekeliling istana terdapat rumah-rumah kecil yang banyak. Ada banyak seka
Cailey membuka sebuah tirai sewarna putih tulang yang menggantung pada jendela ruang kerja di istana Zachary. Di dekatnya, meja kayu berdebu yang beraroma khas diletakkan menempel pada sebagian sisi jendela. Cailey mengambil berkas yang tertumpuk di atas buku ‘Silsilah Manusia Serigala di Hutan Arizona’. Dalam sebuah map besar berwarna cokelat, Cailey menarik beberapa kertas penting. Beruntung insiden peperangan tidak mengenai bagian sayap kiri gedung, sehingga hal-hal penting yang tersimpan rapi di bunker dan ruang kerja Zachary tidak terpengaruh olehnya, termasuk dokumen atas kasus Gyula Roberto yang kini ada di tangannya.Logo Secret Intelligence Service yang menonjol menjadi perhatian manik Cailey untuk pertama kali, lengkap dengan tulisan top secret di bawahnya, menandakan bahwa dokumen ini bersifat sangat rahasia. Cailey membalikan kertas itu untuk membaca laporan berisikan kasus pembunuhan perdana menteri Inggris yang berhasil ia kumpulkan, dengan tambahan informasi yang didapa
Dua hari kemudian...Lima tangkai bunga krisan putih yang mekar disusun dengan sentuhan elegan pita hitam yang mengikatnya menjadi satu. Diletakannya bunga itu di atas gundukan tanah, dekat dengan nisan yang masih baru. Sebuah nama yang terukir di atasnya membuat Cailey mengusap air mata pada pipinya sekali lagi. Matahari hampir kembali ke peraduannya, namun Cailey seakan tidak ingin beranjak. Sudah satu jam lamanya Cailey duduk, menatap nisan itu dengan tatapan kosong. Karenanya, bagian ujung bawah gaun hitamnya menjadi kotor terkena tanah.Pikiran Cailey kembali memutar memori saat pertama kali seorang anak lelaki mengulurkan tangan padanya. Mengajaknya melihat dunia dari sisi yang berbeda, memulai kehidupan baru dan melupakan kesedihan yang selama itu ia bawa dalam hatinya. Saat itu matahari menyinari kota London dengan cerah. Rambut keperakan anak lelaki itu bergerak tertiup angin, seiring kapal yang ditumpanginya bergerak menyusuri sungai Thames. Itu adalah pertama kalinya Cailey
Moon Goddess menginjakkan kakinya di bumi dengan agung. Begitu pula seorang lelaki berambut pirang dengan wajah bak malaikat dan kulit yang bercahaya mengikuti dibelakangnya. Seluruh serigala berhenti berperang, burung-burung malam berhenti berkicauan, bahkan pepohonan seakan tunduk pada keagungannya. Lantas Parker berusaha bangkit dengan sisa tenaganya dan berlutut menundukkan tubuhnya, diikuti oleh seluruh werewolves lainnya.Dengan tangan yang dikepalkan pada dada, Parker menyapa “I'm Parker alias Alpha Zachary Colbert, greetings to Your Majesty The Queen of the Moon, Moon Goddess.”“All hail The Moon Goddess!” seru seluruh pasukan Zachary yang menggema dengan magis ke seluruh penjuru hutan. Menghantarkan pesan tak kasat telinga kepada seluruh werewolves di hutan Arizona. Memberi tahu kedatangan Moon Goddess yang jarang terjadi dalam seribu tahun ini.Cailey yang ikut menundukkan kepalanya mulai meneliti sekeliling melalui ekor matanya. Jarak pandangnya tidak begitu luas karena ia
Zachary melompat dan merubah tubuhnya menjadi serigala, meninggalkan Cailey dengan ekspresi terkejutnya. Bibir pucatnya kini sedikit memerah, rasa hangat yang ditinggalkannya membuat bibir itu tersenyum.Langit bertambah gelap, namun dengan bulan yang ada setidaknya mampu menerangi sebagian dari hutan. Sayangnya sinar yang menerangi itu tak dapat mengurangi atmosfer di udara yang kian mencekam.Parker melolong di bawah sinar rembulan, kemudian lolongan itu dibalas oleh seluruh kawananya layaknya sebuah paduan suara yang merdu. Rambut keabuannya berkilauan dan bergerak diterpa angin malam. Kekuatannya seolah bertambah kuat seiring sinar rembulan itu menyentuh kulitnya saat berlari. Bersyukur purnacandra penuh terjadi hari esok, sehingga seluruh serigala tidak akan mencapai puncak kekuatannya hingga esok.Kaki Parker berhenti melangkah, dihadapannya ia dapat melihat pasukannya yang tengah berperang. Parker mengedarkan pandangannya, meneliti situasi dengan cepat. Bernard dengan tubuh ser
Dagu Parker terangkat, menunjukkan kuasa atas pack-nya. Auranya begitu mengintimidasi, namun tetap berwibawa. Manik The Argjend menyorot tajam kemudian menyeringai secepat kilat, bahkan Parker tidak dapat memastikan apakah itu hanya halusinasinya atau The Argjend benar-benar tersenyum, sebelum akhirnya ia melihat jubah kebesaran itu berbalik menjauh. Parker me mindlink seluruh pasukannya untuk tetap bertarung dibawah arahan Sang Beta, kemudian tubuh serigala itu berlari, tak kuasa lagi membendung keinginannya untuk segera berjumpa dengan empunya aroma cherry blossom yang sejak tadi menguar begitu kuat seakan menariknya. Kaki Parker berhenti di sebuah gedung bercat putih, sebuah pahatan sebatang tongkat dengan seekor ular yang melingkarinya seolah menyambutnya. Kemudian Parker menaiki undakan tangga setinggi dua kali lipat tubuhnya. Saat ia memasuki gedung itu, ia dapat melihat semua orang tergesa-gesa, tenggelam dalam kesibukannya, hingga Parker melangkahkan satu kakinya. Auranya ya
“Kau?”“Hai Liam!”“Sidney! Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Liam panik sambil mengedarkan pandangannya dengan was-was.“Tenanglah, aku bersama salah satu warrior ku,” kata gadis berambut sewarna karamel itu, membuat Liam menghela nafasnya lega saat maniknya menangkap warrior dari pack paman Zachary.Warrior yang bernama Arthur itu menundukkan kepalanya memberi hormat kepada Liam, “Beta, Helen mengutusku untuk membantumu.”Liam tersenyum hangat menyambutnya, “Lalu, bagaimana dengan Sidney?”“Nona Sidney memaksa untuk ikut kemari, dia sampai menangis, tapi aku berjanji untuk menjaganya,” jelas Arthur.Sidney tersenyum malu saat Liam memandangnya dengan tajam.“Kudengar kakak iparku sakit, aku hanya ingin mengunjunginya,” cicit Sidney sembari menautkan kedua jarinya.Pandangannya beralih pada tubuh Sang Luna yang terbaring dengan selimut yang menutupi hanya sampai ke tengah perutnya. Sidney mendekati Cailey perlahan dan menggenggam tangannya yang terbuka.Dilihatnya wajah Cailey yang
Pasukan The Argjend membuat ancang-ancang untuk meyerang. Membuat barisan rapi, dengan pakaian perak mereka yang berkilauan oleh sinar sang surya yang telah terbit di timur. Tentu saja, perak yang mereka gunakan bukan merupakan perak asli.Manik The Argjend berkilat, mengarah pada kaki Cailey yang tertancap peluru. Tidak ada tanda-tanda darah yang keluar, dapat dipastikan itu adalah peluru bius. Kemudian pandangannya beralih pada si penembak yang tengah memandang The Argjend dengan tatapan takut.“Demi Moon Goddess, bukan aku yang menembaknya,” cicitnya.Dengan segera warrior dibelakangnya mengecek tubuh si penembak itu dan menemukan satu buah pistol lengkap dengan peluru biusnya.The Argjend menarik salah satu sudut bibirnya.“Tunggu, kau bukan dari pack ku,” The Argjend menoleh kearah Liam, “kan?” tanyanya melanjutkan.Wajah Liam memucat. Penembak itu memang mata-mata yang dikirim oleh Liam sejak lima hari yang lalu, yang bahkan telah hilang kabarnya.DorBunyi tembakan itu menggema
Cailey terbangun saat merasakan tubuhnya tergoncang dengan keras. Pandangannya gelap, namun rentina nya masih mampu menangkap secercah cahaya yang merambat memasuki jendela kecil yang hanya berukuran 400 centimeter persegi disisi kanannya.Pemandangan di jendela itu hanya pepohonan tinggi, batangnya mirip pohon pinus. Suara-suara berisik mengiringi telinganya. Seperti langkah yang berlarian mengikuti kereta yang Cailey tumpangi.Kedua tangannya terbogol pada sisi ranjang yang Cailey tiduri.“Akh,” Cailey meringis, kepalanya teramat sakit karena bangun secara tak nyaman. Namun sialnya, kedua tangannya tidak bisa ia gunakan untuk sekedar mengelus kepalanya.Suara lolongan serigala terdengar dengan jelas di telinga Cailey. Dilihat dari goncangannya, sepertinya kereta ini melewati bebatuan yang tidak rata. Dan juga goncangannya lebih mulus untuk ditarik oleh kuda. Sepertinya kereta ini ditarik oleh serigala, mengingat suara lolongannya yang terasa sangat dekat dihadapan Cailey.Tenggoroka
Wajah serigala Julian tersenyum remeh, “Tidak akan bisa membunuhnya hm?” Julian mendekat pada Cailey.“Kurasa kau harus tahu berita apa yang baru saja kudapat dari warrior setiaku,” mulut Julian hampir menyentuh telinga Cailey.“Zachary, kekasihmu itu sudah mati,” katanya setengah berbisik.Manik Cailey membesar, “Tidak mungkin, aku tidak percaya padamu!”Zachary sangat kuat, tidak mungkin ia mati semudah itu.Cailey takut, itu pasti. Berusaha menyangkal dengan keras akalnya yang mengatakan bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.“Kau tidak mempunyai bukti atas kematiannya,” kata Cailey masih berusaha menyangkalnya.“Bukti?” Julian tersenyum kemudian memanggil pria bertubuh jakung yang baru saja kemari tadi.Pria itu datang membawa sebuah karung hitam berukuran sedang di tangannya. “Alpha, kurasa Luna tak akan sanggup melihatnya,” kata pria itu.Kening Cailey mengernyit dalam. “Keluarkan saja, dia sudah biasa melihat mayat,” kata Julian santai.Pria bertubuh jakung itu mengan