Arav adelard adnan, sehari sebelum tiba hari pertunangan itu, meminta untuk bertemu denganku setelah dia kembali dari luar negeri. Tentunya aku sangat senang, karena bisa bertemu kembali dengan dia setelah waktu yang cukup lama.
Sedangkan di lain sisi, aku yang berpikir, keputusannya untuk menemuiku adalah untuk saling melepaskan kerinduan di antara kami berdua. Mungkin inilah waktu yang tepat.
Aku yang sangat senang bertemu dengan Arav, ia langsung memelukku dengan hangat waktu itu.
Namun aku merasa ada yang janggal dari itu, baru pertama ini aku merasakan tangannya bergetar.
“Mereka siapa?”
“Apakah mereka pasangan?”
“Lelaki itu tampan juga. Tapi sayang, ya?”
Terdengar suara berisik yang bisa kami dengar dengan jelas di sekitar kami.
Dalam pertemuan itu, tidak ada kendala dan masalah sama sekali? Walaupun sedikit banyak orang yang memperhatikan kami? Namun selama bersama dengan Arav? Kami sudah terbiasa mendengar hal yang seperti itu.
“Riska ...! santai saja. Biasanya kan juga begini, kan.”
Arav yang berada di depanku itu, memegang kedua tanganku sembari mencoba memberi pengertian. Sementara aku yang selalu malu jika bertemu Arav.
”I-iya, Mas! Ti-tidak masalah kok?” jawabku merasa sedikit tenang.
Bahkan tidak jarang, walaupun kami sedang bersama? Ada saja orang yang meminta untuk berkenalan. Jika tidak kepada mas Arav? Ya kepadaku.
Pernah juga ada kejadian yang cukup lucu saat itu. saat kami sedang berbincang, seorang lelaki juga pernah menghampiri meja kami sambil meminta sesuatu.
“Maaf kakak? Maukah kakak memberikan Nomor ponsel kakak?”
Tanpa basa-basi langsung ke intinya, aku suka lelaki seperti itu.
Sementara tidak lama dari itu.
”Saya belum pernah seperti ini sebelumnya. Biasanya orang yang pertama mengajak saya. Tapi melihat Anda? sepertinya saya sangat tertarik. Maaf kakak! Boleh saya meminta berkenalan.”
Kini, seorang wanita yang menghampiri kami. Dengan suara yang memikat, sambil menyerahkan ponselnya tanpa memperdulikan aku yang berada di sana.
Dengan spontan karena bingung. Aku langsung saling bertatapan dengan mas Arav.
Melihat kami yang begitu? Lelaki dan gadis itu baru menyadari suatu hal.
“Oh maaf? Saya tidak tahu ternyata Anda berdua sedang berkencan.”
gadis yang tadinya meminta berkenalan itu pergi meninggalkan kami.
“Sepertinya kalian sedang serius ya? Maaf? Saya hanya berusaha mencoba.”
Sambil menggaruk-garuk kepala lelaki itu berjalan mundur merasa malu.
Kejadian seperti ini sudah biasa bagi kami berdua, jika bukan kepada Arav? Ya hal itu juga terjadi padaku.
Entah kenapa orang selalu mengira bahwa kami ini hanya kakak dan adik. Entah dari segi mana mereka menilai kami! Tapi kami tidak ambil pusing dengan itu.
Sebenarnya pertemuan kali ini entah bisa dibilang kencan atau tidak? Sebab? Aku hati kecilku merasa mungkin ini adalah pertemuan yang terakhirnya untuk kami berdua. Itu terlihat dari awal, Arav seperti sedang bimbang akan sesuatu, yang berusaha ia tutupi dariku.
“Sebelumnya aku ingin meminta maaf? Aku tidak tahu harus memulai ini dari mana,” ucap Arav tiba-tiba.
“Maaf tiba-tiba mengatakannya secara sepihak? Aku tidak berharap kamu mau memaafkan aku,” lanjutnya dengan menatap mataku.
DEG! Hatiku seperti teriris mendengar itu. Walaupun aku tidak tahu apa maksudnya berbicara begitu. Namun batinku seperti merasakan sesuatu yang sakit. Bahkan ini terlalu sakit.
"Maaf Mas? Saya harus ke belakang sebentar," ucapku sambil bergegas berjalan.
Tidak lama berlalu saat akan keluar dari toilet? Di depan pintu keluar entah ini kebetulan? Aku bertemu dengan salah satu gadis yang berada di sekitar kami berdua tadi.
Ternyata sejak pertama melihat kami, dia memperhatikan secara diam-diam dan mengikutiku dari belakang.
“Oh maaf? Saya sedang buru-buru.”
Gadis itu sengaja menyenggol bahuku dan lalu berjalan dengan perasaan tidak bersalah.
Namun aku tidak menghiraukan itu dan langsung pergi sambil menahan sedikit rasa sakit karena tidak ingin mencari masalah.
Walaupun aku tahu dia sedang mencari masalah denganku. Dan itu benar saja? Setelah itu dia menghampiriku lagi.
“Kamu sepertinya tidak menerimanya ya? Aku tahu kok! Perempuan yang pura-pura baik seperti kamu ini hanya bisa sembunyi dibalik pria yang kamu manfaatkan bukan?”
Wanita itu dengan tatapan tajam sambil memegang tanganku yang tidak membiarkan aku pergi begitu saja.
Aku tidak tahu dimana salahku, sehingga dia berbuat begitu kepadaku.
Saat aku ingin melepaskan genggaman tangannya yang begitu kuat? Tiba-tiba datang seorang wanita paruh baya menghampiri kami.
"Permisi nona-nona cantik? Bisakah Anda memberi jalan untuk wanita yang tua ini untuk lewat,” ucapnya.
Melihat gadis itu yang seperti tidak ingin melupakanku begitu saja? Wanita itu pun melakukan sesuatu.
“Oh iya! Siapa lelaki tampan itu? Sepertinya dia sedang berjalan ke arah sini,” gumamnya sambil melihat arah luar.
Walaupun wanita itu sedang bergumam, tapi itu bisa kami dengar sehingga membuat gadis itu melepaskan genggamannya.
Aku hanya mengira itu mas Arav? Mungkin karena aku terlalu lama di sini? Sehingga membuat dia cemas dan ingin memastikan aku karena khawatir.
“Ingat! urusan kita belum selesai? Ini hari keberuntunganmu?” ucap wanita itu setelah melepaskan tangannya, lalu bergegas pergi.
Setelah aku keluar? Namun aku tidak melihat ada siapapun disana? Setelah aku berjalan menuju meja, aku masih melihat mas Arav duduk sambil menungguku.
Namun di pintu keluar aku melihat wanita yang di toilet tadi tersenyum kepadaku. Sambil menurunkan kacamatanya? Dia sedikit memberi senyuman kepadaku lalu pergi begitu saja.
“Sedang melihat apa?” Mas Arav yang tiba-tiba sudah ada di depanku.
“Ti-tidak ada Mas? Bu-bukan apa-apa kok,” jawabku dengan perasaan bingung.
Setelah beberapa saat kami berbicara? Mas Arav masih ingin menjelaskan sesuatu denganku? Dimulai dari obrolan ringan, sampai ke obrolan yang serius.
Namun? Saat mas Arav ingin berbicara serius? Ponselnya berbunyi karena pesan masuk.
“Maaf Ris? Aku akan mematikan ponselku?” tutur Mas Arav sambil mengambil ponsel yang ada di saku nya.
“Tidak apa kok Mas? Coba dilihat dulu? Siapa tahu itu pesan penting,” jawabku.
Namun entah apa yang tertulis dalam pesan itu? Seketika wajah mas Arav berubah seperti ingin marah? Namun dia tidak tahu ke mana harus melampiaskan amarahnya.
“Ma-maafkan aku Riska?” ucap mas Arav sambil berdiri.
“Lho! kok tiba-tiba? Ada apa memangnya Mas?” tanyaku penasaran.
Tanpa mengatakan apa pun? Mas Arav langsung bergegas pergi begitu saja meninggalkanku sendiri di meja itu.
Aku yang saat itu masih bingung apa yang sebenarnya terjadi dengan mas Arav yang tega berbuat begini? Sifatnya yang tiba-tiba aneh membuatku bertanya-tanya.
”Aku mencintai kamu bukan karena kamu yang bagaimana? Tapi karena aku merasa bahagia saat bersamamu?”
Mas Arav yang tiba-tiba kembali sambil memelukku dengan hangat.
“Sebenarnya ...! kaulah alasan aku untuk tidak percaya pada cinta lagi,” lanjutnya sambil menahan air matanya.
Setelah melepaskan pelukannya? Dengan tergesa-gesa mas Arav kembali pergi begitu saja.
Sementara aku yang masih duduk diam di meja itu? Hanya bisa termenung sambil menundukkan kepala.
Aku tidak begitu paham dengan maksud mas Arav yang berkata begitu kepadaku?
“Aku pikir! aku telah kehilangan sesuatu selama ini? Namun aku baru sadar? Ternyata, bahkan aku tidak pernah mendapatkannya,” gumamku sambil mengingat semua kejadian yang pahit ini.
Tidak lama berselang? Aku dikejutkan oleh ponselku yang berdering.
“Siapa yang mengirim pesan ini.”
Namun! Pesan itu malah membuat aku semakin bertambah sakit hati? Belum cukup dengan semua ini. Hati ini terasa sesak tidak karuan. Seolah dunia berhenti berputar? Hanya untuk menertawakan keadaanku.
“Maaf kan aku Riska? Aku bukanlah orang yang mampu mengubah racun menjadi madu? Karena aku tidak bisa mengubah cinta kita, yang bahkan jauh dari kata, RESTU.”
Mas Arav yang mengirimkan pesan itu semakin membuat sakit hati.
Semua ini semakin menjelaskan bahwa? Aku mulai paham dengan semua ini. Aku tahu bahkan dunia saja tidak ingin melihat aku bahagia.
Namun ...! aku harus bangkit? Karena semua ini akan berlalu singkat untuk menghabiskan waktu bersama orang-orang yang menghisap kebahagiaan dariku.
“Terima kasih atas selama ini Mas! Ayu tahu Mas harus mengambil keputusan yang berat. Namun? Ayu baru sadar? Bahwa kepergian Mas adalah caraku untuk merawat kesetiaan pada kesepian ini,” balasku melalui ponsel.
Tahukah kamu? Apa hal yang paling menyakitkan dalam pengkhianatan? Itu adalah sesuatu yang datang dari orang terdekatmu? Bukan dari musuhmu. Memaafkan orang yang kita kenal? Rasanya lebih sulit dibandingkan memaafkan musuh."Maaf ya tuan putri ...! Diriku akhirnya bisa sampai setelah melewati berbagai rintangan hanya untuk demi dirimu.”Kakak perempuanku yang tiba-tiba saja berada di belakangku.“Sumpah Riska? Macetnya sangat parah,” lanjutnya sambil membuka tasnya.“Tidak usah lebay gitu deh kak? Bilang saja kalau memang terpaksa?” jawabku dengan cemberut.Melihatku yang seperti itu, kakak langsung menyadari satu hal.“Hai Riska Claudya Ayuniara? Terkadang setiap aku berharap dari bangunku? Dan tidak mengingat apapun tentang adikku yang jelek ini.”Sambil bangun kakak secara tiba-tiba mencubit pipiku.“Tadi, saat waktu mau masuk? Kakak lihat Arav keluar terbur
Banyak yang bertanya mengapa aku bertahan dibalik penjara ini? Diam-diam aku tertawa dalam hatiku? Dan tidak menghiraukannya. Sebab jiwaku sedikit tenang melihat bunga yang mekar dengan indah di taman kecilku.Warna putihnya yang seperti salju? melambangkan kesucian dan kesejukan? Ditambah harumnya saat aku ingin menciumnya. Hanya dikala itu aku merasa nyaman walau sementara.Sebenarnya jatuh cinta itu tidak jauh seperti dua insan yang sedang memainkan permainan? Orang lain hanya boleh melihat? Akan Tetapi tidak boleh berpartisipasi di dalamnya.Bertemu denganmu adalah takdir? Menjadi temanmu adalah pilihanku? Namun jika jatuh cinta denganmu adalah diluar kendaliku.Awal Perjalanan Kisah Ini. (satu tahun sebelumnya)Hari yang terus berganti? Tanpa terasa hari libur telah usai. Pagi ini Riska dan Claisya bersiap untuk pergi sekolah? Sementara sopir pribadi mereka telah menunggu di halaman depan, ber
Arav yang juga telah sampai di kediamannya? Tanpa membuang waktu langsung mengganti pakaiannya setelah mandi. Namun setelah ia melihat buku yang dipungutnya? Hatinya bertanya-tanya sambil berjalan pelan. Dalam hatinya ia berniat untuk mengembalikan buku itu? Namun ia tidak tahu di mana alamat rumah pemilik buku itu. Tanpa pikir panjang ia kembali meletakan buku itu di atas meja kerjanya. Namun? Mata Arav kembali dipenuhi dengan rasa penasaran ketika ia melihat lembaran buku terbuka yang tertiup angin. Seolah tidak ingin rasa penasaran itu menghantuinya! Ia langsung membaca buku itu dimulai dari lembaran terbuka yang ia lihat pertama kali. “R.C.A.” Tulisan yang ia lihat di sampul buku itu. “Sepertinya nama inisial yang punya,” ucap Arav sambil tersenyum. Arav yang penasaran langsung membuka dan membaca isi diary itu. “Waktu kian berjalan pergi, semakin lama semakin jauh? Seakan sangat lambat untuk bergerak. Namun? Tanpa sadar! Ternyata aku yang semakin ketinggalan. Aku dan diriku
Jika memang cinta sulit membedakan antara yang benar dan yang salah? Jadi! Kenapa Ailen melarikan diri dan tidak berani menghadapi ini semua. Itu adalah pertanyaan yang selalu membayangi pikiran Arav.”Cinta sungguh memerlukan keberanian untuk menghadapi rumor dan gosip. Jadi ...? kenapa kamu lari dari semua ini Ailen” gumam Arav dengan hati yang kecewa.Setelah selesai merenung? Arav akhirnya memutuskan untuk menemui Ailen dengan harapan agar semua bisa menjadi lebih jelas.Tidak lama berlalu! Arav sampai juga di pertemuan itu. Tempat teman-temannya biasa untuk berkumpul bersama.“Nah ...! itu dia akhirnya datang juga,” ucap salah satu teman Arav.Suasana yang menjadi terasa ramai setelah kedatangan Arav pun akhirnya menjadi pecah setelah sekian lama dia tidak menghadiri perkumpulan itu.“Wah ...! akhirnya pangeran yang kita tunggu-tunggu datang juga. Ayo duduk sini Rav.” sapa Ansel dengan gembira. Teman
Hari yang semakin sore, terlihat awan hitam berkumpul di langit? Membuat sinar sang mentari yang meredupkan cahayanya. Angin perlahan datang yang diikuti setitik demi setitik air yang turun dari langit.Di tengah obrolan yang hangat itu?“Hei Rav lu mau pergi?” tanya Ansel melihat Arav yang tiba-tiba bangun dari tempat duduknya.“Maaf Ansel? Gua ingin sendiri dulu,” jawab Arav dengan nada datar sambil bergegas pergi.Langkah kaki Arav semakin cepat begitu ia melihat di luar hujan yang sudah turun. Namun? Tepat di pintu keluar dan saat yang bersamaan? Terdengar suara yang membuat semua teman-teman Arav di ruangan itu tertuju ke arah suara itu.“Aduh! ma-maaf? Kami tidak tahu ternyata ruangan ini sudah ada orangnya?” ucap seorang gadis sambil menahan sedikit rasa malu.“Ah! tidak perlu minta maaf? Saya yang seharusnya meminta maaf,” jawab Arav sambil memungut kunci motornya yang jatuh.Nam
“Apa yang dilakukan mereka di tempat seperti ini?”Terlihat perempuan itu sedang memikirkan sesuatu setelah ia selesai berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. Sambil berdiri di samping mobil berwarna merah muda, seperti sedang menyusun rencana yang belum pasti.“Aha ...! aku tahu apa yang bagus untuk kalian berdua,” ucap perempuan itu sambil menyeringai tertawa senang.KEESOKAN HARINYA.“Hei, putri tidur! Bangun?” panggil Claisya sambil menggoyangkan badan Riska yang masih tidur.Riska langsung berjalan pelan menuju kamar mandi dengan mata yang masih redup. Seperti orang yang sedang mengumpulkan nyawa ke tubuh.“Hmm! Riska ...!” seru Clasiya dengan nada yang manja.“Hari ini tidak bisa,” sela Riska.Setelah selesai dengan urusan paginya itu? Riska sedang bersiap-siap untuk berangkat sekolah langsung membalas dan tahu maksud tujuan dari Claisya.
“Ti-tidak nona! Saya yang salah. Saya malu karena kejadian ini. Sungguh! Di luar perkiraan saya.”“Hei kamu? Cepat kemari dan beri hormat pada nona Claisya dan nona Riska,” lanjutnya sambil memanggil penjaga itu.“MAAFKAN SAYA! Karena sudah menahan Anda tadi. Itu karena saya tidak tahu Anda. Sekali lagi maaf,” serunya dengan perasaan bersalah penjaga itu sangat ketakutan.“Aku tidak peduli itu,” tandas Claisya secara tegas.Tentunya jawaban itu membuat penjaga semakin ketakutan. Sampai dia berpikir inilah akhir dari pekerjaannya.“Paman? Tolong antarkan kami bertemu manajer di sini!” lanjutnya.Di saat mereka akan pergi? Riska memegang tangan Claisya dan membuat langkahnya berhenti.“Kak ...!” gumam Riska.Sambil perlahan memalingkan kepala ke arah penjaga itu. Claisya yang langsung paham akan maksud Riska langsung berkata.“Maaf! Nama Anda sia
“Jadi. Kita harus bagaimana nona?” tanya pria itu.“Tunggu ...! terlalu dini jika langsung ke puncak? Sepertinya aku akan bermain-main dulu dengannya,” lanjutnya sambil menyeringai.Mereka pun pergi begitu saja setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan.Sementara itu, Arav yang ingin mengembalikan diary pada pemiliknya sedang kebingungan. Lantaran dia tidak melihat Riska dan Claisya di sekolah. Karena tidak ada kabar, dia menanyakan pada siswa lain kenapa mereka tidak datang? Namun tidak ada satupun yang tahu alasan mereka tidak hadir.Sebenarnya Arav masih ragu siapa pemilik Diary itu., tapi dia yakin bahwa itu adalah milik Riska. Melihat dari awal dia menemukan diary, sampai dengan inisial di cover diary itu.Tidak berselang lama, Arav dikejutkan oleh getaran ponsel di kantong kanannya. Ternyata itu adalah pesan dari Ailen.“Untuk apa dia menghubungiku?” Arav dengan wajah kebingungan bertanya-ta
“Teman apaan ...! itu kan derita kamu sendiri. Kamu ini ya ...,” teriak kesal Claisya berdiri sambil mengambil tas dengan muka masam nya. “Sudahlah. Membuat pusing kepala saja. Kakak harus buru-buru,” lanjutnya berjalan pergi dengan tergesa-gesa. Sementara itu dari arah belakang, Riska yang berteriak ingin meminta solusi dari Claisya. “Kak ...! kakak ...! bagaimana ini, masa pergi begitu saja sih.” Namun Claisya sudah terlanjur pergi, dan tidak mendengar teriakannya tanpa menghiraukan candaan Riska. “Huhh ...! dasar kakak. Setidaknya, pura-pura kan bisa,” lanjutnya bergumam. Kediaman Ailen. “Celaka ...! hei kalian. Bisakah menggerakkan tubuh kalian dengan cepat? Kalian akan mendapat masalah jika aku sampai terlambat,” teriak Ailen kepada pengawalnya yang sedang menunggu mobil berjalan dengan lambat. Ailen ingin bertemu dengan salah satu keluarga kaya raya di kota itu. selain urusan bisnis, ada hal lain ju
Melihat keadaan Ailen mulai resah, Arav melepas genggaman tangannya.Terlihat bekas merah tepat di pergelangan tangan Ailen, membuat Arav merasa bersalah akibat itu.“Ma-maaf Ailen! Aku tidak bermaksud membuat tanganmu seperti itu,” tutur Arav merasa bersalah.Namun bukan menjawab, Ailen pergi tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Itu tentu semakin membuat Arav merasa sangat bersalah terhadap Ailen. Bukannya mendapat penjelasan, malah menambah masalah baru lagi.Tidak lama berlalu setelah Arav duduk lemas. Dia bermaksud meninggalkan tempat itu untuk menenangkan pikirannya. Saat berjalan, langkahnya sempat berhenti, lantaran dia melihat Riska dan Claisya ternyata melihat semua kejadian barusan itu.Tidak ingin ada kesalahpahaman di antara mereka? Arav bermaksud menjelaskan semua sambil dia juga teringat akan Diary yang ada padanya saat ini untuk dikembalikan.Melihat Arav yang berjalan ke arah mereka? Sontak saja, Claisya m
“Jadi. Kita harus bagaimana nona?” tanya pria itu.“Tunggu ...! terlalu dini jika langsung ke puncak? Sepertinya aku akan bermain-main dulu dengannya,” lanjutnya sambil menyeringai.Mereka pun pergi begitu saja setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan.Sementara itu, Arav yang ingin mengembalikan diary pada pemiliknya sedang kebingungan. Lantaran dia tidak melihat Riska dan Claisya di sekolah. Karena tidak ada kabar, dia menanyakan pada siswa lain kenapa mereka tidak datang? Namun tidak ada satupun yang tahu alasan mereka tidak hadir.Sebenarnya Arav masih ragu siapa pemilik Diary itu., tapi dia yakin bahwa itu adalah milik Riska. Melihat dari awal dia menemukan diary, sampai dengan inisial di cover diary itu.Tidak berselang lama, Arav dikejutkan oleh getaran ponsel di kantong kanannya. Ternyata itu adalah pesan dari Ailen.“Untuk apa dia menghubungiku?” Arav dengan wajah kebingungan bertanya-ta
“Ti-tidak nona! Saya yang salah. Saya malu karena kejadian ini. Sungguh! Di luar perkiraan saya.”“Hei kamu? Cepat kemari dan beri hormat pada nona Claisya dan nona Riska,” lanjutnya sambil memanggil penjaga itu.“MAAFKAN SAYA! Karena sudah menahan Anda tadi. Itu karena saya tidak tahu Anda. Sekali lagi maaf,” serunya dengan perasaan bersalah penjaga itu sangat ketakutan.“Aku tidak peduli itu,” tandas Claisya secara tegas.Tentunya jawaban itu membuat penjaga semakin ketakutan. Sampai dia berpikir inilah akhir dari pekerjaannya.“Paman? Tolong antarkan kami bertemu manajer di sini!” lanjutnya.Di saat mereka akan pergi? Riska memegang tangan Claisya dan membuat langkahnya berhenti.“Kak ...!” gumam Riska.Sambil perlahan memalingkan kepala ke arah penjaga itu. Claisya yang langsung paham akan maksud Riska langsung berkata.“Maaf! Nama Anda sia
“Apa yang dilakukan mereka di tempat seperti ini?”Terlihat perempuan itu sedang memikirkan sesuatu setelah ia selesai berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. Sambil berdiri di samping mobil berwarna merah muda, seperti sedang menyusun rencana yang belum pasti.“Aha ...! aku tahu apa yang bagus untuk kalian berdua,” ucap perempuan itu sambil menyeringai tertawa senang.KEESOKAN HARINYA.“Hei, putri tidur! Bangun?” panggil Claisya sambil menggoyangkan badan Riska yang masih tidur.Riska langsung berjalan pelan menuju kamar mandi dengan mata yang masih redup. Seperti orang yang sedang mengumpulkan nyawa ke tubuh.“Hmm! Riska ...!” seru Clasiya dengan nada yang manja.“Hari ini tidak bisa,” sela Riska.Setelah selesai dengan urusan paginya itu? Riska sedang bersiap-siap untuk berangkat sekolah langsung membalas dan tahu maksud tujuan dari Claisya.
Hari yang semakin sore, terlihat awan hitam berkumpul di langit? Membuat sinar sang mentari yang meredupkan cahayanya. Angin perlahan datang yang diikuti setitik demi setitik air yang turun dari langit.Di tengah obrolan yang hangat itu?“Hei Rav lu mau pergi?” tanya Ansel melihat Arav yang tiba-tiba bangun dari tempat duduknya.“Maaf Ansel? Gua ingin sendiri dulu,” jawab Arav dengan nada datar sambil bergegas pergi.Langkah kaki Arav semakin cepat begitu ia melihat di luar hujan yang sudah turun. Namun? Tepat di pintu keluar dan saat yang bersamaan? Terdengar suara yang membuat semua teman-teman Arav di ruangan itu tertuju ke arah suara itu.“Aduh! ma-maaf? Kami tidak tahu ternyata ruangan ini sudah ada orangnya?” ucap seorang gadis sambil menahan sedikit rasa malu.“Ah! tidak perlu minta maaf? Saya yang seharusnya meminta maaf,” jawab Arav sambil memungut kunci motornya yang jatuh.Nam
Jika memang cinta sulit membedakan antara yang benar dan yang salah? Jadi! Kenapa Ailen melarikan diri dan tidak berani menghadapi ini semua. Itu adalah pertanyaan yang selalu membayangi pikiran Arav.”Cinta sungguh memerlukan keberanian untuk menghadapi rumor dan gosip. Jadi ...? kenapa kamu lari dari semua ini Ailen” gumam Arav dengan hati yang kecewa.Setelah selesai merenung? Arav akhirnya memutuskan untuk menemui Ailen dengan harapan agar semua bisa menjadi lebih jelas.Tidak lama berlalu! Arav sampai juga di pertemuan itu. Tempat teman-temannya biasa untuk berkumpul bersama.“Nah ...! itu dia akhirnya datang juga,” ucap salah satu teman Arav.Suasana yang menjadi terasa ramai setelah kedatangan Arav pun akhirnya menjadi pecah setelah sekian lama dia tidak menghadiri perkumpulan itu.“Wah ...! akhirnya pangeran yang kita tunggu-tunggu datang juga. Ayo duduk sini Rav.” sapa Ansel dengan gembira. Teman
Arav yang juga telah sampai di kediamannya? Tanpa membuang waktu langsung mengganti pakaiannya setelah mandi. Namun setelah ia melihat buku yang dipungutnya? Hatinya bertanya-tanya sambil berjalan pelan. Dalam hatinya ia berniat untuk mengembalikan buku itu? Namun ia tidak tahu di mana alamat rumah pemilik buku itu. Tanpa pikir panjang ia kembali meletakan buku itu di atas meja kerjanya. Namun? Mata Arav kembali dipenuhi dengan rasa penasaran ketika ia melihat lembaran buku terbuka yang tertiup angin. Seolah tidak ingin rasa penasaran itu menghantuinya! Ia langsung membaca buku itu dimulai dari lembaran terbuka yang ia lihat pertama kali. “R.C.A.” Tulisan yang ia lihat di sampul buku itu. “Sepertinya nama inisial yang punya,” ucap Arav sambil tersenyum. Arav yang penasaran langsung membuka dan membaca isi diary itu. “Waktu kian berjalan pergi, semakin lama semakin jauh? Seakan sangat lambat untuk bergerak. Namun? Tanpa sadar! Ternyata aku yang semakin ketinggalan. Aku dan diriku
Banyak yang bertanya mengapa aku bertahan dibalik penjara ini? Diam-diam aku tertawa dalam hatiku? Dan tidak menghiraukannya. Sebab jiwaku sedikit tenang melihat bunga yang mekar dengan indah di taman kecilku.Warna putihnya yang seperti salju? melambangkan kesucian dan kesejukan? Ditambah harumnya saat aku ingin menciumnya. Hanya dikala itu aku merasa nyaman walau sementara.Sebenarnya jatuh cinta itu tidak jauh seperti dua insan yang sedang memainkan permainan? Orang lain hanya boleh melihat? Akan Tetapi tidak boleh berpartisipasi di dalamnya.Bertemu denganmu adalah takdir? Menjadi temanmu adalah pilihanku? Namun jika jatuh cinta denganmu adalah diluar kendaliku.Awal Perjalanan Kisah Ini. (satu tahun sebelumnya)Hari yang terus berganti? Tanpa terasa hari libur telah usai. Pagi ini Riska dan Claisya bersiap untuk pergi sekolah? Sementara sopir pribadi mereka telah menunggu di halaman depan, ber