“Tik ... tik ....”
Perlahan ritme suara itu semakin cepat dan deras. Suara itu berasal dari arah jendela, sedangkan aku yang masih tertidur, dengan perlahan membuka mata, sambil menatap langit-langit kamarku.
“Hujan. Hem ...! di saat begini, kenapa sesuatu yang tidak kusukai ini selalu mengingatkanku tentang dia.”
Gadis cantik itu perlahan berjalan menuju jendela, masih dengan piyama kimono pink yang ia kenakan. Sambil membuka jendela, pandangannya tertuju langsung pada hujan yang turun itu. Sambil berpikir?
“Bahkan langit saja sama seperti dia? Yang cerah berwarna hijau, lalu hitam mendung begini. Karena dibalik kebahagiaan? Juga harus siap menghadapi kesengsaraan.”
“Ka …! sudah waktunya. Ayo? Cepat bersiap, supaya tamu kita tidak lama menunggu.”
suara yang terdengar ragu itu, perlahan mendekat. Benar saja? Itu adalah ibu yang sedang datang. Menghampiriku dengan perlahan, sembari memegang pipi kananku.
“Sa-sabar ya dek? Maafkan ibu yang tidak bisa berbuat apa-apa untukmu,” ucap ibu dengan menatap mataku.
Ibu yang berdiri tepat di depanku itu, sedang berusaha untuk menguatkan gadis yang rapuh ini. Suaranya yang serak basah itu sedang berusaha menyembunyikan kesedihannya.
Sementara aku, hanya bisa diam tersenyum sambil memalingkan kepala, bukan bermaksud mengacuhkan tangan ibu, namun aku yang tidak sanggup menatap wajahnya itu.
“Terima kasih, ma? Mama tidak usah minta maaf untuk Ayu. Mungkin inilah takdir untuk Ayu,” jawabku pelan menahan tangis, yang tiba-tiba datang sendirinya, dengan alasan yang tidak kutahu.
Perasaan bersalah yang masih dirasakan oleh ibu, perlahan dia berjalan pergi. Namun? Langkah ibu berhenti tepat di pintu sambil berbalik.
“Ka ...?” panggil ibu.
Aku membalikkan wajah, menunggu ibu yang ingin menyampaikan sesuatu.
“Bu-bukan apa-apa? Ce-cepat ganti baju dan bersiap-siap,” lanjutnya.
Masih terdengar keraguan di suara ibu. Aku tahu ibu ingin menyampaikan sesuatu yang penting.
Aku yang sudah paham, apa yang akan ibu mau katakan itu? Namun, entah kenapa ibu tidak jadi mengatakannya, dan langsung berjalan dengan tergesa-gesa sambil menutup mulutnya agar tidak terlihat sedih di hadapanku.
Sambil berjalan ke arah kamar mandi? Tiba-tiba langkah kakiku berhenti? Mataku kembali memandang keluar jendela.
Dengan perasaan yang tidak karuan ini, pernah melintas di pikiranku?
Dengan bodohnya, aku ingin menjadi bagian dari hujan itu? yang jatuh bebas dari langit, yang setiap butirannya hanya untuk mengisi kembali kehidupan di Bumi yang kering, memberi senyum pada tanah, serta jiwa yang mendambakannya.
Iya. itu mungkin lebih baik dari pada keadaanku saat ini? yang ingin menjadi bahagia di antara yang paling bahagia itu.
Pagi itu hujan masih turun deras. Sembari aku masih ingat rasa pelukan ibu yang hangat? aku dapat merasakannya di saat itu. Entah kenapa dia memandangi wajahku. Ternyata ia begitu karena tanpa sadar aku menjatuhkan air mata, dan mengerti akan penderitaanku.
Aku berpikir sejenak. Kenapa bisa-bisanya aku menjatuhkan air mata untuk sesuatu yang bahkan mungkin dia saja tidak peduli akan keadaanku? Bahkan hujan ini saja membuat badanku lemas seperti tidak ada tulang lagi di badanku? Hanya hatiku saja yang terasa dingin nan beku.
Sambil memegang dada, hati kecilku sempat berbicara.
“Kenapa ...? kenapa ini semua hanya terjadi kepadaku. Apa salahku? Apakah ada hal yang salah telah kuperbuat dimasa lalu?”
Hujan seharusnya membuat hati orang bersorak gembira. Menghilangkan hari-hari panas yang membuat gerah. Itu semua tergantikan oleh rasa sejuk yang menyenangkan.
Sebenarnya aku menyukai hujan. Suka wangi bunga saat hujan menciumnya. Menyukai dingin udaranya. Dan yang paling utama, suka saat bergelung di balik selimut menyangkal dinginnya.
Aku yang tiba-tiba mengingat satu hal. Ternyata hari ini adalah yang ditunggu-tunggu saudariku. Sekarang adalah hari di mana, dia akan mendapatkan kebahagiaan yang telah ia rampas dari hidupku.
Ya ...? istimewa bagi dia. Tapi bagiku ..., adalah hal yang menyakitkan.
Dan apakah mereka tahu, mengapa aku tidak ingin hari ini ada sekarang! Dan jika bisa meminta? Maka aku akan memintanya.
Suara langkah kaki yang berhenti di pintu utama, aku tahu mereka telah sampai. Serta orang yang pernah memberi warna hidupku juga ada di antara mereka.
“Selamat datang di rumah kami yang sederhana ini,” sapa ayahku kepada tamu itu.
“Silakan duduk,” lanjutnya tersenyum gembira.
Semua orang di rumah itu sedang asyik membahas sesuatu? Mulai dari ayah, ibu, dan begitu juga tamu yang datang itu.
Sementara aku hanya bisa diam saja di sudut pintu kamar, mendengar perbincangan mereka.
Sekilas aku melihat wajah yang bahagia dari kakakku, dan juga pemuda itu. Mereka berdua hanya duduk diam saja sambil mendengar obrolan mereka yang hadir.
Namun ...? aku merasa ada sesuatu dari lelaki itu. Matanya yang selalu fokus memperhatikan ke arah kamarku, dan sekitarnya. Seperti sedang menunggu sesuatu.
“Lho ...! nak, Arav. Kenapa seperti sedang gelisah begitu? Tidak usah tegang. Santai saja,” tutur ibu.
Ibu yang harus bersikap senang begitu terpaksa melakukannya? Ini semua karena keinginan ayah.
”Ma-maaf tante! Bukan begitu?” jawab Arav dengan sedikit tenang menutupi gelisahnya.
“Biasa ...? anak lajang kalau membicarakan hal yang serius begini kan pasti akan begitu.”
Sambil tertawa senyum, ayah pemuda itu menyahut untuk mencairkan suasana yang bisa dibilang sakral ini.
“Haha ...! sama seperti kita dulu pak? Pas di posisi begini juga, ibunya Claisya kan tidak mau keluar dari kamarnya? Sampai harus saya yang jemput dia, baru mau keluar,” sela ayah sambil bercanda.
“Bagaimana kalau kita ke intinya saja pak,” lanjutnya dengan sedikit tegas.
Rasa sakit ini semakin tajam menusuk dadaku? Air mataku menetes tak terbendung lagi. Sakit ...? namun tidak berdarah.
“Sungguh tega kamu mas.”
Dengan perasaan campur aduk dalam hatiku berbicara.
“Bagaimana kalau masalah ini, kita serahkan saja pada mereka berdua?” sahut ibu Arav dengan tenang.
“Bagaimana Rav? Kapan dan di mana acaranya akan kita gelar? Lebih cepat pasti akan lebih baik. Semua itu kalian saja yang menentukannya. Selebihnya, biar kami yang mengurus semua,” lanjutnya sambil memegang tangan Arav di pangkuannya.
Suasana sempat hening seketika karena Arav hanya diam tidak berkata apa-apa?
Namun tidak begitu lama akhirnya Arav angkat bicara.
“Sa-saya tidak bisa memutuskan? Sebab saya tidak membicarakan ini sebelumnya dengan Claisya,” ucap Arav.
Di saat yang lain ingin membicarakan sesuatu? Claisya juga akhirnya angkat berbicara.
“Jika diizinkan saya berbicara? Ayah. Ibu. Claisya sudah memikirkannya dengan matang,” sela Claisya sambil mengangkat kepalanya.
Mendengar Claisya yang ingin berbicara? semua orang tampak senang melihatnya. Mereka berpikir bahwa Claisya sudah menentukan hari kebahagiaan itu.
Namun tidak dengan Arav. Ia masih bingung dengan maksud Claisya.
Semua mata dan telinga tertuju pada Claisya. Dengan tersenyum ingin mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Namun senyum itu seketika berubah setelah Claisya berbicara.
“LEBIH BAIK PERTUNANGAN INI ...,” ujar Claisya dengan tegas.
Dengan senyum manis sembari melihat ke arahku, dengan berlinang air di matanya? Lalu menurunkan pandangannya sambil menggenggam tangan dengan erat di atas pangkuannya.
Seperti sedang bimbang? Namun harus mengambil keputusan yang berat. Walaupun itu sangat pahit.
“CLAISYA ...,” teriak ayah sambil berdiri.
Suasana yang awalnya bahagia itu kini harus berubah hening setelah Claisya mengatakan hal yang tidak mungkin pernah diduga oleh kedua keluarga besar itu.
Merasa tidak dihargai? Tanpa basa-basi, keluarga Arav langsung pergi.
“Berani sekali kamu mengatakan hal itu kepada keluarga kami? INGAT? Sampai kapan pun. Saya tidak akan sudi lagi untuk mengikat hubungan keluarga dengan kalian.”
Dengan nada marah Ibu Arav berteriak sambil menunjuk ke arah Claisya lalu pergi.
Bagaikan petir yang menyambar di siang bolong? Sementara rasa malu yang harus ditanggung ayahku? Karena dia yang paling berkeras atas pertunangan ini. Semua terlihat dari wajahnya yang merah membara.
“Dasar anak tidak tahu diri. Sudah berani kamu menentang ya?”
Plak!
Suara tamparan itu mendarat di wajah Claisya.
“Kamu benar-benar sudah mengecewakan ayah. Ini akibatnya jika kamu dibiarkan sesuka hatimu. Mulai sekarang, semua fasilitas akan ayah cabut. Jangan pernah berharap lagi,” lanjut ayah.
Sambil menutupi wajahnya yang sakit, Claisya tidak menyesali keputusannya sedikit pun. Ia berpikir ada seseorang yang lebih berhak daripada dia.
Aku yang tadinya duduk langsung bangun mendengar keputusan kakak. Antara percaya atau tidak dengan semua itu.
“Ka-kakak? Ke-kenapa kamu mau mengatakan itu. Bahkan di depan ayah?”
Dengan penuh tanya di kepalaku. Seolah aku sedang mendengar sesuatu yang tidak mungkin. Apakah ini mimpi?
Aku yang awalnya tidak tahu, sebenarnya kakak sedang bimbang? Hatinya yang berat kini harus memutuskan. Walau pahit harus dimakan? Walau sakit harus merelakan.
Kini aku mulai paham. Ternyata selama ini kakak sangat peduli kepadaku? Dan bukan hanya aku saja yang merasa terpenjara? Namun kakakku juga sama halnya denganku. Tetapi dia selama ini berusaha keras untuk menyembunyikan semua dariku.
“Mulai sekarang? Bagaimana kita akan menghadapi ini semua kak?”
Aku yang bergumam memikirkan semua kebimbangan ini.
“Ayah pasti akan memisahkan kita berdua.”
Namun pada akhirnya kini aku menemukan harapan yang paling terang? Walau dalam putus asa yang begitu dalam. Entah kenapa hati kecilku kembali berbicara? Seolah ingin menyemangati hidup yang kelam ini.
Aku yang seharusnya berada diposisi itu, saat ini hanya bisa diam saja menahan perih yang kurasakan. Perasaanku yang sedang campur aduk hanya bisa menyampaikan.
“Dan kini kita hanya bisa saling merelakan. Aku akan jadi hujan, tapi tidak akan lama. Aku akan jadi awan, untuk kembali lagi.”
Arav adelard adnan, sehari sebelum tiba hari pertunangan itu, meminta untuk bertemu denganku setelah dia kembali dari luar negeri. Tentunya aku sangat senang, karena bisa bertemu kembali dengan dia setelah waktu yang cukup lama.Sedangkan di lain sisi, aku yang berpikir, keputusannya untuk menemuiku adalah untuk saling melepaskan kerinduan di antara kami berdua. Mungkin inilah waktu yang tepat.Aku yang sangat senang bertemu dengan Arav, ia langsung memelukku dengan hangat waktu itu.Namun aku merasa ada yang janggal dari itu, baru pertama ini aku merasakan tangannya bergetar.“Mereka siapa?”“Apakah mereka pasangan?”“Lelaki itu tampan juga. Tapi sayang, ya?”Terdengar suara berisik yang bisa kami dengar dengan jelas di sekitar kami.Dalam pertemuan itu, tidak ada kendala dan masalah sama sekali? Walaupun sedikit banyak orang yang memperhatikan kami? Namun selama
Tahukah kamu? Apa hal yang paling menyakitkan dalam pengkhianatan? Itu adalah sesuatu yang datang dari orang terdekatmu? Bukan dari musuhmu. Memaafkan orang yang kita kenal? Rasanya lebih sulit dibandingkan memaafkan musuh."Maaf ya tuan putri ...! Diriku akhirnya bisa sampai setelah melewati berbagai rintangan hanya untuk demi dirimu.”Kakak perempuanku yang tiba-tiba saja berada di belakangku.“Sumpah Riska? Macetnya sangat parah,” lanjutnya sambil membuka tasnya.“Tidak usah lebay gitu deh kak? Bilang saja kalau memang terpaksa?” jawabku dengan cemberut.Melihatku yang seperti itu, kakak langsung menyadari satu hal.“Hai Riska Claudya Ayuniara? Terkadang setiap aku berharap dari bangunku? Dan tidak mengingat apapun tentang adikku yang jelek ini.”Sambil bangun kakak secara tiba-tiba mencubit pipiku.“Tadi, saat waktu mau masuk? Kakak lihat Arav keluar terbur
Banyak yang bertanya mengapa aku bertahan dibalik penjara ini? Diam-diam aku tertawa dalam hatiku? Dan tidak menghiraukannya. Sebab jiwaku sedikit tenang melihat bunga yang mekar dengan indah di taman kecilku.Warna putihnya yang seperti salju? melambangkan kesucian dan kesejukan? Ditambah harumnya saat aku ingin menciumnya. Hanya dikala itu aku merasa nyaman walau sementara.Sebenarnya jatuh cinta itu tidak jauh seperti dua insan yang sedang memainkan permainan? Orang lain hanya boleh melihat? Akan Tetapi tidak boleh berpartisipasi di dalamnya.Bertemu denganmu adalah takdir? Menjadi temanmu adalah pilihanku? Namun jika jatuh cinta denganmu adalah diluar kendaliku.Awal Perjalanan Kisah Ini. (satu tahun sebelumnya)Hari yang terus berganti? Tanpa terasa hari libur telah usai. Pagi ini Riska dan Claisya bersiap untuk pergi sekolah? Sementara sopir pribadi mereka telah menunggu di halaman depan, ber
Arav yang juga telah sampai di kediamannya? Tanpa membuang waktu langsung mengganti pakaiannya setelah mandi. Namun setelah ia melihat buku yang dipungutnya? Hatinya bertanya-tanya sambil berjalan pelan. Dalam hatinya ia berniat untuk mengembalikan buku itu? Namun ia tidak tahu di mana alamat rumah pemilik buku itu. Tanpa pikir panjang ia kembali meletakan buku itu di atas meja kerjanya. Namun? Mata Arav kembali dipenuhi dengan rasa penasaran ketika ia melihat lembaran buku terbuka yang tertiup angin. Seolah tidak ingin rasa penasaran itu menghantuinya! Ia langsung membaca buku itu dimulai dari lembaran terbuka yang ia lihat pertama kali. “R.C.A.” Tulisan yang ia lihat di sampul buku itu. “Sepertinya nama inisial yang punya,” ucap Arav sambil tersenyum. Arav yang penasaran langsung membuka dan membaca isi diary itu. “Waktu kian berjalan pergi, semakin lama semakin jauh? Seakan sangat lambat untuk bergerak. Namun? Tanpa sadar! Ternyata aku yang semakin ketinggalan. Aku dan diriku
Jika memang cinta sulit membedakan antara yang benar dan yang salah? Jadi! Kenapa Ailen melarikan diri dan tidak berani menghadapi ini semua. Itu adalah pertanyaan yang selalu membayangi pikiran Arav.”Cinta sungguh memerlukan keberanian untuk menghadapi rumor dan gosip. Jadi ...? kenapa kamu lari dari semua ini Ailen” gumam Arav dengan hati yang kecewa.Setelah selesai merenung? Arav akhirnya memutuskan untuk menemui Ailen dengan harapan agar semua bisa menjadi lebih jelas.Tidak lama berlalu! Arav sampai juga di pertemuan itu. Tempat teman-temannya biasa untuk berkumpul bersama.“Nah ...! itu dia akhirnya datang juga,” ucap salah satu teman Arav.Suasana yang menjadi terasa ramai setelah kedatangan Arav pun akhirnya menjadi pecah setelah sekian lama dia tidak menghadiri perkumpulan itu.“Wah ...! akhirnya pangeran yang kita tunggu-tunggu datang juga. Ayo duduk sini Rav.” sapa Ansel dengan gembira. Teman
Hari yang semakin sore, terlihat awan hitam berkumpul di langit? Membuat sinar sang mentari yang meredupkan cahayanya. Angin perlahan datang yang diikuti setitik demi setitik air yang turun dari langit.Di tengah obrolan yang hangat itu?“Hei Rav lu mau pergi?” tanya Ansel melihat Arav yang tiba-tiba bangun dari tempat duduknya.“Maaf Ansel? Gua ingin sendiri dulu,” jawab Arav dengan nada datar sambil bergegas pergi.Langkah kaki Arav semakin cepat begitu ia melihat di luar hujan yang sudah turun. Namun? Tepat di pintu keluar dan saat yang bersamaan? Terdengar suara yang membuat semua teman-teman Arav di ruangan itu tertuju ke arah suara itu.“Aduh! ma-maaf? Kami tidak tahu ternyata ruangan ini sudah ada orangnya?” ucap seorang gadis sambil menahan sedikit rasa malu.“Ah! tidak perlu minta maaf? Saya yang seharusnya meminta maaf,” jawab Arav sambil memungut kunci motornya yang jatuh.Nam
“Apa yang dilakukan mereka di tempat seperti ini?”Terlihat perempuan itu sedang memikirkan sesuatu setelah ia selesai berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. Sambil berdiri di samping mobil berwarna merah muda, seperti sedang menyusun rencana yang belum pasti.“Aha ...! aku tahu apa yang bagus untuk kalian berdua,” ucap perempuan itu sambil menyeringai tertawa senang.KEESOKAN HARINYA.“Hei, putri tidur! Bangun?” panggil Claisya sambil menggoyangkan badan Riska yang masih tidur.Riska langsung berjalan pelan menuju kamar mandi dengan mata yang masih redup. Seperti orang yang sedang mengumpulkan nyawa ke tubuh.“Hmm! Riska ...!” seru Clasiya dengan nada yang manja.“Hari ini tidak bisa,” sela Riska.Setelah selesai dengan urusan paginya itu? Riska sedang bersiap-siap untuk berangkat sekolah langsung membalas dan tahu maksud tujuan dari Claisya.
“Ti-tidak nona! Saya yang salah. Saya malu karena kejadian ini. Sungguh! Di luar perkiraan saya.”“Hei kamu? Cepat kemari dan beri hormat pada nona Claisya dan nona Riska,” lanjutnya sambil memanggil penjaga itu.“MAAFKAN SAYA! Karena sudah menahan Anda tadi. Itu karena saya tidak tahu Anda. Sekali lagi maaf,” serunya dengan perasaan bersalah penjaga itu sangat ketakutan.“Aku tidak peduli itu,” tandas Claisya secara tegas.Tentunya jawaban itu membuat penjaga semakin ketakutan. Sampai dia berpikir inilah akhir dari pekerjaannya.“Paman? Tolong antarkan kami bertemu manajer di sini!” lanjutnya.Di saat mereka akan pergi? Riska memegang tangan Claisya dan membuat langkahnya berhenti.“Kak ...!” gumam Riska.Sambil perlahan memalingkan kepala ke arah penjaga itu. Claisya yang langsung paham akan maksud Riska langsung berkata.“Maaf! Nama Anda sia
“Teman apaan ...! itu kan derita kamu sendiri. Kamu ini ya ...,” teriak kesal Claisya berdiri sambil mengambil tas dengan muka masam nya. “Sudahlah. Membuat pusing kepala saja. Kakak harus buru-buru,” lanjutnya berjalan pergi dengan tergesa-gesa. Sementara itu dari arah belakang, Riska yang berteriak ingin meminta solusi dari Claisya. “Kak ...! kakak ...! bagaimana ini, masa pergi begitu saja sih.” Namun Claisya sudah terlanjur pergi, dan tidak mendengar teriakannya tanpa menghiraukan candaan Riska. “Huhh ...! dasar kakak. Setidaknya, pura-pura kan bisa,” lanjutnya bergumam. Kediaman Ailen. “Celaka ...! hei kalian. Bisakah menggerakkan tubuh kalian dengan cepat? Kalian akan mendapat masalah jika aku sampai terlambat,” teriak Ailen kepada pengawalnya yang sedang menunggu mobil berjalan dengan lambat. Ailen ingin bertemu dengan salah satu keluarga kaya raya di kota itu. selain urusan bisnis, ada hal lain ju
Melihat keadaan Ailen mulai resah, Arav melepas genggaman tangannya.Terlihat bekas merah tepat di pergelangan tangan Ailen, membuat Arav merasa bersalah akibat itu.“Ma-maaf Ailen! Aku tidak bermaksud membuat tanganmu seperti itu,” tutur Arav merasa bersalah.Namun bukan menjawab, Ailen pergi tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Itu tentu semakin membuat Arav merasa sangat bersalah terhadap Ailen. Bukannya mendapat penjelasan, malah menambah masalah baru lagi.Tidak lama berlalu setelah Arav duduk lemas. Dia bermaksud meninggalkan tempat itu untuk menenangkan pikirannya. Saat berjalan, langkahnya sempat berhenti, lantaran dia melihat Riska dan Claisya ternyata melihat semua kejadian barusan itu.Tidak ingin ada kesalahpahaman di antara mereka? Arav bermaksud menjelaskan semua sambil dia juga teringat akan Diary yang ada padanya saat ini untuk dikembalikan.Melihat Arav yang berjalan ke arah mereka? Sontak saja, Claisya m
“Jadi. Kita harus bagaimana nona?” tanya pria itu.“Tunggu ...! terlalu dini jika langsung ke puncak? Sepertinya aku akan bermain-main dulu dengannya,” lanjutnya sambil menyeringai.Mereka pun pergi begitu saja setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan.Sementara itu, Arav yang ingin mengembalikan diary pada pemiliknya sedang kebingungan. Lantaran dia tidak melihat Riska dan Claisya di sekolah. Karena tidak ada kabar, dia menanyakan pada siswa lain kenapa mereka tidak datang? Namun tidak ada satupun yang tahu alasan mereka tidak hadir.Sebenarnya Arav masih ragu siapa pemilik Diary itu., tapi dia yakin bahwa itu adalah milik Riska. Melihat dari awal dia menemukan diary, sampai dengan inisial di cover diary itu.Tidak berselang lama, Arav dikejutkan oleh getaran ponsel di kantong kanannya. Ternyata itu adalah pesan dari Ailen.“Untuk apa dia menghubungiku?” Arav dengan wajah kebingungan bertanya-ta
“Ti-tidak nona! Saya yang salah. Saya malu karena kejadian ini. Sungguh! Di luar perkiraan saya.”“Hei kamu? Cepat kemari dan beri hormat pada nona Claisya dan nona Riska,” lanjutnya sambil memanggil penjaga itu.“MAAFKAN SAYA! Karena sudah menahan Anda tadi. Itu karena saya tidak tahu Anda. Sekali lagi maaf,” serunya dengan perasaan bersalah penjaga itu sangat ketakutan.“Aku tidak peduli itu,” tandas Claisya secara tegas.Tentunya jawaban itu membuat penjaga semakin ketakutan. Sampai dia berpikir inilah akhir dari pekerjaannya.“Paman? Tolong antarkan kami bertemu manajer di sini!” lanjutnya.Di saat mereka akan pergi? Riska memegang tangan Claisya dan membuat langkahnya berhenti.“Kak ...!” gumam Riska.Sambil perlahan memalingkan kepala ke arah penjaga itu. Claisya yang langsung paham akan maksud Riska langsung berkata.“Maaf! Nama Anda sia
“Apa yang dilakukan mereka di tempat seperti ini?”Terlihat perempuan itu sedang memikirkan sesuatu setelah ia selesai berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. Sambil berdiri di samping mobil berwarna merah muda, seperti sedang menyusun rencana yang belum pasti.“Aha ...! aku tahu apa yang bagus untuk kalian berdua,” ucap perempuan itu sambil menyeringai tertawa senang.KEESOKAN HARINYA.“Hei, putri tidur! Bangun?” panggil Claisya sambil menggoyangkan badan Riska yang masih tidur.Riska langsung berjalan pelan menuju kamar mandi dengan mata yang masih redup. Seperti orang yang sedang mengumpulkan nyawa ke tubuh.“Hmm! Riska ...!” seru Clasiya dengan nada yang manja.“Hari ini tidak bisa,” sela Riska.Setelah selesai dengan urusan paginya itu? Riska sedang bersiap-siap untuk berangkat sekolah langsung membalas dan tahu maksud tujuan dari Claisya.
Hari yang semakin sore, terlihat awan hitam berkumpul di langit? Membuat sinar sang mentari yang meredupkan cahayanya. Angin perlahan datang yang diikuti setitik demi setitik air yang turun dari langit.Di tengah obrolan yang hangat itu?“Hei Rav lu mau pergi?” tanya Ansel melihat Arav yang tiba-tiba bangun dari tempat duduknya.“Maaf Ansel? Gua ingin sendiri dulu,” jawab Arav dengan nada datar sambil bergegas pergi.Langkah kaki Arav semakin cepat begitu ia melihat di luar hujan yang sudah turun. Namun? Tepat di pintu keluar dan saat yang bersamaan? Terdengar suara yang membuat semua teman-teman Arav di ruangan itu tertuju ke arah suara itu.“Aduh! ma-maaf? Kami tidak tahu ternyata ruangan ini sudah ada orangnya?” ucap seorang gadis sambil menahan sedikit rasa malu.“Ah! tidak perlu minta maaf? Saya yang seharusnya meminta maaf,” jawab Arav sambil memungut kunci motornya yang jatuh.Nam
Jika memang cinta sulit membedakan antara yang benar dan yang salah? Jadi! Kenapa Ailen melarikan diri dan tidak berani menghadapi ini semua. Itu adalah pertanyaan yang selalu membayangi pikiran Arav.”Cinta sungguh memerlukan keberanian untuk menghadapi rumor dan gosip. Jadi ...? kenapa kamu lari dari semua ini Ailen” gumam Arav dengan hati yang kecewa.Setelah selesai merenung? Arav akhirnya memutuskan untuk menemui Ailen dengan harapan agar semua bisa menjadi lebih jelas.Tidak lama berlalu! Arav sampai juga di pertemuan itu. Tempat teman-temannya biasa untuk berkumpul bersama.“Nah ...! itu dia akhirnya datang juga,” ucap salah satu teman Arav.Suasana yang menjadi terasa ramai setelah kedatangan Arav pun akhirnya menjadi pecah setelah sekian lama dia tidak menghadiri perkumpulan itu.“Wah ...! akhirnya pangeran yang kita tunggu-tunggu datang juga. Ayo duduk sini Rav.” sapa Ansel dengan gembira. Teman
Arav yang juga telah sampai di kediamannya? Tanpa membuang waktu langsung mengganti pakaiannya setelah mandi. Namun setelah ia melihat buku yang dipungutnya? Hatinya bertanya-tanya sambil berjalan pelan. Dalam hatinya ia berniat untuk mengembalikan buku itu? Namun ia tidak tahu di mana alamat rumah pemilik buku itu. Tanpa pikir panjang ia kembali meletakan buku itu di atas meja kerjanya. Namun? Mata Arav kembali dipenuhi dengan rasa penasaran ketika ia melihat lembaran buku terbuka yang tertiup angin. Seolah tidak ingin rasa penasaran itu menghantuinya! Ia langsung membaca buku itu dimulai dari lembaran terbuka yang ia lihat pertama kali. “R.C.A.” Tulisan yang ia lihat di sampul buku itu. “Sepertinya nama inisial yang punya,” ucap Arav sambil tersenyum. Arav yang penasaran langsung membuka dan membaca isi diary itu. “Waktu kian berjalan pergi, semakin lama semakin jauh? Seakan sangat lambat untuk bergerak. Namun? Tanpa sadar! Ternyata aku yang semakin ketinggalan. Aku dan diriku
Banyak yang bertanya mengapa aku bertahan dibalik penjara ini? Diam-diam aku tertawa dalam hatiku? Dan tidak menghiraukannya. Sebab jiwaku sedikit tenang melihat bunga yang mekar dengan indah di taman kecilku.Warna putihnya yang seperti salju? melambangkan kesucian dan kesejukan? Ditambah harumnya saat aku ingin menciumnya. Hanya dikala itu aku merasa nyaman walau sementara.Sebenarnya jatuh cinta itu tidak jauh seperti dua insan yang sedang memainkan permainan? Orang lain hanya boleh melihat? Akan Tetapi tidak boleh berpartisipasi di dalamnya.Bertemu denganmu adalah takdir? Menjadi temanmu adalah pilihanku? Namun jika jatuh cinta denganmu adalah diluar kendaliku.Awal Perjalanan Kisah Ini. (satu tahun sebelumnya)Hari yang terus berganti? Tanpa terasa hari libur telah usai. Pagi ini Riska dan Claisya bersiap untuk pergi sekolah? Sementara sopir pribadi mereka telah menunggu di halaman depan, ber