Part 1 Pedih
Siapa yang tidak ingin memiliki keluarga harmonis yang diwarnai dengan senyum bahagia, kedua pasangan saling melemparkan kata-kata romantis dan berakhir dengan ciuman dan pelukan. Istri mengantarkan suaminya dengan bergelayut manja pada lengan sang suami lalu berakhir dengan ciuman di kening. Jangankan yang intim seperti itu, sarapan bersama dengan sang suami saja, adalah hal yang mustahil terjadi bagi perempuan berusia 20 tahun yang bernama Feesa.
Nafeesa Candramaya adalah nama perempuan yang dinikahi oleh Angga Dimas Saputra. Pengusaha sukses yang kini telah berusia 28 tahun, karena sebuah fitnah.Mereka tanpa sengaja bertemu di sebuah proyek rumah sakit yang belum sepenuhnya jadi. Beberapa warga memergoki mereka dalam keadaan yang tidak menguntungkan. Angga yang saat itu mengunjungi proyek pembangunan rumah sakit, membuka bajunya yang basah karena kehujanan, memerasnya lalu mengibaskan agar airnya sedikit berkurang.
Proyek rumah sakit ini begitu penting bagi kelangsungan usaha Angga, sebab jika dia berhasil, maka seluruh hak waris orang tuanya akan diserahkan kepada Angga. Maka dari itu, Angga selalu memantau proyek itu di bawah pengawasannya langsung. Bahkan dalam satu bulan sekali, dia akan datang memeriksa. Rencananya, dia akan sampai di tempat itu siang hari, tapi karena sebelumnya terhalang oleh banjir yang melanda satu desa yang dia lewati, maka dia harus memutar arah hingga sampai di sore hari. Dan sialnya, salah satu ban mobilnya bocor, beruntung tempat proyeknya lumayan dekat, dia memilih berjalan setelah mengabari orang-orangnya untuk meminta bantuan. Sambil menunggu, Angga memilih jalan kaki agar bisa sampai di tempat tujuan.
Dan di saat yang sama.
"Umi, Feesa pergi sebentar untuk mengembalikan buku ya Umi, pumpung hujannya sudah reda." Izin Feesa saat itu.
"Tapi ini sudah sore lho Nduk. Mbok besok saja," ucap wanita paruh baya yang dipanggil Umi itu.
"Tapi Feesa sudah janji mau balikin Umi, teman Feesa juga sudah menelpon, katanya butuh buku itu." lirih Feesa sambil menunduk.
"Pergilah! Jika kau memang sudah berjanji, sudah seharusnya ditepati."
"Ajak seseorang bersamamu Nduk!"
"Sendiri saja ndak apa-apa Abi, biar lebih cepat. Kalau ajak seseorang butuh waktu lagi, jadinya kesorean, lagian tempatnya juga tidak terlalu jauh," tolak Feesa dengan halus.
"Ya wes, hati-hati di jalan."
Feesa sudah mengembalikan bukunya dan segera izin pulang dari sang pemilik rumah.
"Tapi ini mendungnya tebal banget lho, nanti kamu terjebak hujan!"
"Tidak apa, aku akan sedikit ngebut!" Kekeh Feesa yang ingin segara pulang. Feesa memacu motornya lebih cepat dari biasanya. Meski begitu tetap kalah dengan kuasa Tuhan, Feesa hanya bisa melafalkan doa, memohon perlindungan.
Hingga sampai di dekat bangunan bertingkat yang belum sepenuhnya jadi itu, hujan turun dengan sangat deras, membuat Feesa menepikan motor matic miliknya dan memilih berteduh. Dia menyesal juga kenapa tidak membawa teman tadi, juga tidak membawa mobil agar terus bisa jalan. Dan lebih ceroboh lagi, mantel pun tidak dia bawa.Lama menunggu, hujan belum juga berhenti, dari dalam bangunan, Feesa mendengar suara kucing yang tiada henti bersuara. Sepertinya kucing itu dalam masalah. Feesa menajamkan telinganya di antara suara hujan yang mengganggu, dia mencoba mencari sumber suara, semakin masuk ke dalam bangunan bertingkat yang belum rampung itu. Seekor anak kucing tengah menjilati kakinya yang berdarah, kucing itu juga nampak kurus dan kotor. Feesa mengelusnya lembut, penuh dengan tatapan iba.
"Kau kasihan sekali!" Feesa mengambil sapu tangan dari dalam tasnya, lalu dia membalut kaki kucing itu dengan telaten, berharap bisa menahan rasa sakit bagi si kucing. Setelahnya, dia mengambil camilan potato yang ada di dalam tas. Feesa tersenyum melihat kucing itu makan dengan lahap. "Kau pasti sangat kelaparan ya!"
Setelah beberapa lama, Feesa berinisiatif untuk membawa kucing itu pulang. Dengan hati-hati Feesa menggendong kucing itu dan mendekapnya, hangat! Kucing itu menggeliat semakin merapatkan tubuhnya, kemudian terlihat mulai terlelap. Feesa tersenyum bahagia. Tanpa dia sadari, jika sebenarnya dia tersesat dalam bangunan itu.
"Dimana pintu keluarnya tadi ya? Kenapa aku bisa lupa?" Feesa mulai kebingungan, sedangkan hari semakin petang. Feesa tetap semangat mencari jalan keluar, hingga menemukan sebuah lorong yang terlihat lebih terang. Feesa segera menuju ke sana. Tapi belum mencapai ujung, dia berteriak saat tubuhnya bertabrakan dengan seseorang yang tak lain adalah Angga. Angga belum sempat mengenakan kemejanya yang basah oleh air hujan. Bahkan dia hampir membuka celana panjangnya, namun keburu Feesa menabrak dirinya.
Lantai yang dipijaki ternyata lumayan licin, karena tetesan air yang berasal dari pakaian Angga. Angga yang tidak siap dengan keadaan, ikut terpeleset dan bahkan tubuhnya menimpa tubuh Feesa.
"Aauwwwhh!" Benturan tak sengaja itu membuat keduanya berada dalam posisi yang membuat siapa saja bisa salah paham. Dan benar, tak berapa lama derap langkah samar-samar terdengar. Tapi sebelum keduanya tersadar, sorot lampu dan kamera membuat mereka lebih terkejut."Kalian berdua telah melakukan tindakan asusila!"
"Ternyata benar kabar itu, tempat ini sering digunakan untuk berbuat mesum."
"Ya, kabar itu benar!"
"Perempuan itu berteriak tadi, pasti pemuda itu yang memaksa."
"Ya! Aku juga dengar!"
"Ya!"
"Ya, kita harus mengambil tindakan!"
"Kita arak saja mereka!"
"Tidak! Bapak-bapak saya tidak melakukan apapun!" Angga mencoba membela diri.
"Jangan mengelak kamu! Sudah ketahuan masih saja berkilah!"
"Tapi Pak! Say_"
"Sudah, bawa saja mereka!"
Feesa tidak mampu bicara ataupun sekedar membela diri, bibirnya kelu sebab shock dan panik dengan situasi sulit yang tidak pernah dia duga sebelumnya.
"Nikahkan saja mereka, agar tidak menjadi contoh yang buruk bagi masyarakat."
"Ya!"
"Sabar semuanya, saudara-saudara. Masalah ini biar saya yang urus. Saya akan bertanggung jawab penuh untuk menyelesaikannya. Saya pastikan kejadian ini tidak terulang kembali. Silahkan saudara-saudara pulang. Sudah waktunya sholat magrib tiba. Jadi, sebaiknya bubar!"
Tentunya setelah mengamankan tersangka dalam ruangan yang berbeda. Ibu kepala desa yang bijak itupun langsung menyembunyikan Feesa. Terlebih lagi, Feesa adalah anak dari orang dihormati di desa itu.
Beruntung para warga menghormati kepala desa mereka yang terkenal berkharisma dan bijaksana itu. Para warga akhirnya bubar tanpa disuruh dua kali.
"Apa kau yakin kepala desa bisa menyelesaikan masalah ini?"
"Kita percaya saja padanya, apalagi kepala desa kita selalu bijak dalam mengambil keputusan."
"Tapi siapa perempuan itu? Apakah salah satu santriwati Kyai Harun?"
"Entahlah, saya kurang jelas melihatnya, gadis itu terus menunduk dan menutup wajahnya dengan hijab."
"Pasti dia malu, pakai hijab kok berbuat mesum."
"Belum tentu! pasti pria bejat itu yang memaksa, bukankah gadis itu berteriak tadi."
"Ya! Lihatlah, dia sudah membuka pakaiannya. Dia juga sudah mulai membuka celananya."
"Tapi sepertinya dia bukan warga sini!"
"Sudahlah, sebaiknya kita pulang saja. Bukankah nanti ada kunjungan calon Bupati kita yang berwibawa itu?"
"Ya kau benar! Pak Reno akan hadir dalam pengajian nanti malam."
"Pak Reno akan mencalonkan diri lagi!"
Tanpa mereka ketahui, jika Reno adalah ayah dari pria yang baru saja mereka tangkap.
To be continued.
Takdir Tuhan siapa yang tahu. Jodoh bisa bertemu kapan saja dan dimana saja.Part 2 PernikahanPov (Angga)Dipaksa menikah dengan seseorang yang sama sekali tidak dikenal, bagaikan mimpi buruk bagiku. Istri yang sama sekali tidak memiliki tipe atau kriteria yang pernah ada dalam kamus hidupku. Terlebih lagi, dia mau menikah denganku sebab harta orang tuaku, tentu saja itu alasannya. Entah bagaimana caranya, wanita itu berhasil membuat orang tuaku simpati dan bahkan menyerahkan semua harta warisan atas namanya. Sebagai anak satu-satunya, tentu saja aku tidak terima.Bahkan orang-orang dengan sok tahunya memuji perempuan itu. Pasti dia memiliki rencana licik agar bisa menjadi bagian dari keluarga ini. Apalagi papa adalah Bupati kaya raya yang baik hati, disegani dan sayangi semua orang. Siapa yang tidak ingin menikah dengan pria kaya dan memiliki kedudukan yang membuat siapa saja menunduk hormat kepadanya.Bahkan saat itu, aku tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan atau bahkan hanya sekedar membela diri.
Part 3 Tak tentu arahFeesa POVSatu tahun lamanya, aku melalui hari-hariku sebagai istri dari seorang pria tampan nan rupawan. Bahtera rumah tanggaku hingga saat ini masih tidak tentu arah. Bahkan mungkin perahuku akan karam di lautan.Hari-hari aku lalui sebagai istri yang memenuhi segala kebutuhan suami, menyiapkan keperluannya dan menyediakan makanan di meja layaknya tugas seorang istri pada umumnya. Nafkah lahirku sangat terpenuhi, bahkan lebih kedua mertuaku begitu baik. Tapi tidak dengan nafkah batinku. Sejak menikah dengan Mas Angga, aku tidak pernah mendapatkan nafkah batinku sebagai istrinya.Aku mengerti dengan situasi pernikahan kami yang terjadi karena sebuah kesalahpahaman. Tapi aku terlanjur jatuh cinta pada pandangan pertama. Saat kami akan melangsungkan pernikahan, aku mencuri pandang padanya. Sungguh sempurna pahatan Allah SWT jika dia tersenyum, akan ada lubang dipipi yang membuat rahang tegas itu semakin menarik. Bulu
Part 4Angga POVSejak pagi, aku sudah disibukkan oleh persiapan pengembangan proyek di sudut kota. Pembangunan restoran dan hotel. Tapi ada satu hal yang membuatku semakin kesal. Kenapa semua orang tidak henti-hentinya membuat kesalahan. Cara kerja mereka benar-benar berantakan. Laporan keuangan yang kurang transparan dan beberapa karyawan yang tidak kompeten. Rapat yang memakan waktu dan hanya menemukan jalan buntu. Semakin membuat aku frustasi."Semangat Bos, kita masih punya kesempatan terakhir untuk memenangkan tender kali ini.""Apakah sudah kau persiapkan bahannya? Aku tidak mau ada kesalahan lagi. Sehingga kita kehilangan kesempatan untuk kedua kalinya.""Semua sudah kami persiapkan Bos!" Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, sekretaris Ondel-ondel itu nyelonong saja."Bisakah kau mengetuk pintu terlebih dahulu?" gertakku penuh amarah."Upss, sorry Bos, pintunya terbuka sedikit
Part 5 Sebuah ideLina POVSelama setahun ini aku melupakan tugasku sebagai seorang ibu. Karena tuntutan pekerjaan dan kesibukan mendampingi suami di masa pemilu. Aku menyangka, bahwa kehidupan rumah tangga anakku baik-baik saja, jika ada sedikit perselisihan, mungkin itu adalah hal yang wajar dan lumrah. Terlebih pernikahan mereka berawal dari sebuah ketidaksengajaan.Feesa adalah gadis baik-baik yang sudah membuat hatiku jatuh cinta untuk pertama kalinya. Gadis yang memiliki nilai luhur dan budi pekerti yang baik. Gadis yang kuharapkan bisa meluluhkan hati anakku yang membeku. Mengurus segala keperluannya dan mendapatkan cintanya."Nak, saya kemari untuk meminta maaf atas kesalahan anak saya. Dan jika diperbolehkan, bisakah kami bertanggung jawab dengan menjalin hubungan yang lebih serius dengan dirimu agar masalah ini tidak menjadi bumerang bagi kami?""Tante jangan meminta maaf! Karena anak Tante tidak bers
Part 6 EntahlahDua hari telah berlalu, bertepatan dengan hari minggu ini, Lina datang ke rumah menantunya pagi-pagi sekali. Seperti biasa Angga menghabiskan waktunya di kolam renang, sedangkan Feesa berkutat dengan beberapa pekerjaan rumah."Mereka masih saja menjaga jarak. Baiklah, aku sudah lelah menasehati Angga. Kini giliran kiat jitu pesona wanita yang bermain cantik dan manis-manis manja. Aku akan pensiun menjadi wanita cantik jika tidak bisa menularkan ilmu pengait suami kepada menantu kesayanganku." Lina tersenyum tipis, sejuta rencana licik yang dia susun sempurna telah dia mulai. Dia harus bisa memberi pelajaran kepada anak semata wayangnya yang sok jual mahal itu."Feesa, kamu ingat rencana kita kemarin, bukan?" ucap Lina saat menemui menantunya menjemur pakaian. Lina sebenarnya kasihan melihat perlakuan Angga terhadap istrinya sendiri, sudah berulang kali menasehati bahkan sampai marah-marah, tak kunjung juga berubah. Saatnya berma
Part 7 penyamaranFeesa POVSelama kurang lebih dua puluh menit dihabiskan oleh ibu mertuaku untuk merias penampilan diriku. Aku memuji kelincahan tangannya yang menari-nari lincah bagaikan perias handal."Gini-gini mama juga pernah ikut lomba rias pengantin lho. Lumayan juara dua, saat itu dapat uang lima ratus ribu. Mama senengnya bukan main." ucap Mama sambil merapikan rambutku. "Nah selesai, perfect. Dia tidak akan mengenali siapa kamu sebenarnya," ucap Mama dengan antusias. Aku mematut diri di cermin, aku bahkan tidak bisa mengenali wajahku sendiri. Sungguh luar biasa mama mertuaku ini. "Sebenarnya, pada dasarnya kamu ini sudah cantik, tinggal poles dikit pada bibir dan mata saja sudah terlihat luar biasa.""Mama bisa saja deh!" Aku tersipu malu"Ma, tapi kenapa bajunya gini amat?" Aku merasa risih, sebab hanya mengunakan celana pendek yang biasa disebut hotpants rawis dengan tank top bertali spaghetti, yang menutup aset mili
Part 8 TerpikatAngga POVDengan sedikit sebal aku menuruti keinginan Mama untuk menyerahkan sebuah benda dalam sebuah kotak berwarna gold. Mungkin isinya adalah emas atau perak tak tahulah. Yang pasti sebenarnya aku sangat enggan diperintah seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, mama yang memaksa. Setiap hari minggu, aku lebih suka menghabiskan waktu dengan nongkrong bersama teman-teman. Lucu juga sih, aku punya istri, dan seharusnya sebagai penggantin baru, memilih menghabiskan waktu bersama istri yang tercinta, mengurung diri di kamar.Kini aku sudah sampai di tempat tujuan. Bermaksud mengantar barang pesenan mama sebelum bertemu teman-teman. Kalau tidak diantar terlebih dahulu, mungkin bisa ceramah tujuh tahun lamanya.Beberapa menit aku mengetuk pintu, tidak kunjung ada respon. Aku mengetuk lagi, menengok jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Lama sekali! Pikirku.Seorang bidadari berambut blonde, kulit kuning lang
Part 9 Dua karakter berbeda.Feesa POV"Dalam karakter Nana, kamu adalah wanita penggoda yang tidak peduli akan keharmonisan rumah tangga orang lain. Kamu harus melakukan ini Feesa, rumah tangga kalian adalah tujuan utamanya. Setidaknya, jika Angga tidak tertarik kepada istrinya, dia terhindar dari zina, sebab tidak lagi berhubungan dengan wanita lain. Jeratlah dia dengan cintamu saat menjadi Nana agar tidak ada ruang bagi wanita lain," ucap mama saat mengajariku kemarin. Dan kali ini, aku sudah membuktikannya. Apakah aku salah? Apakah aku bisa menjalankan peran ini?Sampai sejauh ini peranku sudah berjalan sesuai rencana. Aku bahkan tanpa malu lagi duduk di pangkuan Mas Angga, setelah dengan beraninya mengungkapkan cinta. Aku malu luar biasa, tapi drama ini harus tetap berjalan."Tapi bagaimana aku bisa percaya kepadamu? Apakah kau bisa membuktikannya?""Apa kau akan meninggalkan istrimu dan memilih diriku jika aku bisa mem
"Angga, dimana Feesa? Kenapa sejak tadi mama hubungi tidak juga dijawab? Apakah dia sama kamu?" Selalu saja yang ditanyakan adalah menantu kesayangan itu. Posisiku tergeser sejak kedatangan perempuan bernama Feesa. Aku hanya menjawab"Ya" "Ajak dia makan malam di rumah ya. Besok kita berangkat sama-sama ke pesantren." "Ya!" jawabku lagi. Sambil terus mengawasi Feesa tengah asyik bersama seorang pria. Tunggu, aku seperti mengenal postur tubuh itu, siapa ya. Lihatlah bagaimana cara mereka berbincang gestur tubuh mereka bergetar pasti obrolan yang menyenangkan. Aku ngedumel sendiri. Sambil mendengarkan celotehan mama yang semakin membuatku panas dalam. Beruntung mama menyudahi panggilan. Tunggu! Feesa juga sudah menghilang dari sana. Kemana dia?"Lagi cari siapa, Mas?"Nyawaku hampir saja hilang dari raga. Dia tiba-tiba muncul di belakangku seperti hantu. Aku pun bertanya sejak kapan dia di sana. Lihatlah wajah polos tak bersalah itu. Dia masih saja bawa kresek. Apa itu makanan untu
"Kemana perginya mereka?" gumam Angga menelusuri lorong rumah sakit hingga sampai bagian depan. Melewati resepsionis begitu saja setelah mengedarkan pandangan. Tidak ada tanda apapun yang menunjukkan bahwa orang dicarinya berada di sana. Angga membawa langkah kakinya menuju parkiran. Sebuah kendaraan berwarna merah menyakinkan hatinya bahwa yang dicari masih berada di area rumah sakit.Rumah sakit ini terdiri dari tiga bagian. Pertama paling selatan adalah ruang IGD, ruang pendaftaran juga beberapa ruang pemeriksaan yang tiap ruangnya di tempati oleh dokter spesialis di bidangnya. Bagian tengah adalah apotik dan laboratorium. Sedangkan bagian Utara sedikit menjorok lebih jauh. Sekitar seratus meter dari jalan raya adalah kamar-kamar pasien rawat jalan. Kini Angga mencari ke arah berlawanan. Menuju masjid. Bangunannya berada tepat di samping rumah sakit. Melewati halaman yang lebih luas daripada halaman sebelumnya. Entah kenapa hatinya tiba-tiba menghangat kala melihat senyum menawan
Author POV "Tolong teman saya, Sus! Dia mengalami kecelakaan!" Seorang pria berseragam putih begitu sigap mengambil bangsal darurat. Bersama Angga dia memindahkan Raga. Setelahnya hanya kesibukan para perawat yang saling berkejaran dengan waktu."Kau harus kuat, Ga!" kata Angga berulang kali dalam kecemasan. Tidak peduli apakah didengar Raga ataupun tidak. Biar bagaimanapun mereka pernah melewati hari yang menggembirakan bersama. Angga mengingat momen yang pernah mereka lewati dengan suka dan duka. Mereka pernah sangat akur hingga mengerti kepribadian satu sama lain."Bagaimana kau akan bersaing denganku jika belum bertarung saja kau sudah kalah?" Tertawa sumbang. Segera dia hapus air mata yang hampir saja jatuh. Gengsi jika Raga melihatnya. Ruang UGD telah dibuka seluruhnya. Anggga menghentikan seseorang berpakaian biru petang lengkap dengan penutup kepala. Kebiasaan di rumah sakit sana jika beberapa dokter ahli bedah mengenakan pakaian itu."Dokter! Selamatkan teman saya. Lakuka
"Kamu baru datang dan ingin pergi lagi?" tanya Nana sambil bergelayut manja di lenganku. "Mau bagaimana lagi, Sayang. Pekerjaan ini juga sangat penting." Aku beberapa kali mendapat telepon dari ayah mertua. Meski aku tidak terlalu akur dengan anaknya, tapi aku juga masih punya akhlak untuk tetap hormat padanya. Lagipula, entah apa yang yang terjadi, kali ini aku tidak ada keinginan untuk berlama-lama bersama Nana. Di pikiranku selalu ada Feesa. Ada rasa bersalah dan juga rasa yang aku sendiri tidak mengerti. Selain hal itu, aku harus memastikan bahwa Feesa benar-benar ada di rumah atau tidak. Ku akui keduanya memiliki paras yang sama-sama cantik. Hanya saja, Nana suka dandan dengan make up tebal. Dan Feesa...ah, kenapa juga aku mengingat dirinya. Kecurigaan ini pun semakin membuatku dirundung rasa penasaran yang dalam. Aku bahagia bersama Nana. Tapi, untuk kali ini kenapa aku merasa bersama Feesa? Sungguh perasaan yang membuatku dilema. Apakah karena rasa bersalah membuatku terus
POV Angga. Sungguh lelah rasa batin ini menunggu pertemuan yang menurutku sangatlah lama. Membuang waktu saja. Tuan Gibran Candra bahkan sangat arogan hingga meninggalkan meeting di tengah jalan. Tuan Gibran lebih memilih break ketika suara adzan berkumandang. Mau tidak mau aku ikut juga dengannya ke musholla yang berada di lantai bawah. "Aku senang bisa bekerjasama dengan orang yang selalu mengingat Tuhannya." Ucap Tuan Gibran yang aku sangkakan bahwa perkataannya hanya untuk memuji tentang adanya musholla di antara gedung perkantoran ini. Dan mungkin saja dia berpikir jika atasan dari gedung ini, yaitu diriku, pastilah ahli ibadah.Padahal, musholla itu sudah ada sebelum aku yang menjabat sebagai Presdir. Tentu saja papa lah yang mengatur semuanya atau bisa jadi malahan kakek."Saya bukanlah ahli ibadah seperti yang Tuan kira!" jawabku sambil tersenyum. Aku melihat wajah teduh Tuan Gibran yang nampak bercahaya dalam basuhan air wudhu. Umur dan wajahnya sangatlah tidak sinkron. Bel
Ingat Istri Angga POV "Bos, pagi ini kita akan kedatangan klien penting dari PT Pesona Maya. Dan kabar baiknya adalah. Tuan Gibran Candra yang akan meeting dengan kita nanti siang" Viki dan Viona menjemput pagiku dengan wajah sangat sumringah. Berbeda denganku yang sebenarnya sangatlah tidak ada mood. Nana telah menghilang entah kemana. Sejak pertemuan kita di minggu terakhir yang lalu, dia sama sekali tidak ada kabar lagi. Dan istriku Feesa. Kenapa aku baru menyadari bahwa dia memiliki wajah yang mirip dengan Nana? Aku mencoba beberapa kali menghubungi Nana. Nihil. Bahkan pesanku pun tidak kunjung dia balas. "Bos, bagaimana? Apa tidak sebaiknya kita bersiap mulai sekarang? Aku banyak mendengar jika Tuan Gibran sangat sulit untuk didekati. Tapi kali ini, beliu sendiri yang berkenan hadir menemui kita. Ini adalah suatu keberuntungan." "Itu benar, Bos. Tuan Murad yang menelepon beberapa menit yang lalu. Beliau mengatakan jika Tuan Gibran akan datang secara langsung guna membica
"Aku ingin bertemu denganmu tapi tidak mungkin!" tangisku semakin pecah. Bahkan aku mulai sesenggukan. Entah kenapa rasanya begitu sulit berpura-pura."Apa hanya itu?" Sepertinya Saroh tidak percaya padaku.Kuusap sekali lagi pipiku yang basah. Mencoba mengatur nafas beberapa kali dan dengan susah payah akhirnya bisa menguasai diri kembali."Aku hanya merindukanmu. Kenapa kau tidak percaya padaku?" kataku di sertai senyuman."Masak!""Kau ini! Apa aku terlihat berbohong?" rajukku dengan menggerakkan mulut seperti bebek."Entahlah!Aku juga heran kenapa kali ini aku kurang percaya padamu.""Tentang?""Semuanya! Terlebih lagi tentang pernikahanmu. Aku tidak pernah melihat suamimu satu kali pun."Seketika tubuhku menegang. Kali ini aku benar-benar merasa telah melakukan kesalahan dengan menerima panggilan video dari Saroh di rumah. "Itu...a aku.""Mana suamimu?" Belum kelar aku menemukan sebuah alasan, Saroh kembali membuatku panik dengan pertanyaannya."Di- Di- dia sedang istirahat!""
Part 21 Feesa POV Mungkin angin telah berubah haluan musim hujan sudah mulai menyapa. Bergilir angin sepoi-sepoi berganti arah. Semilirnya menyejukkan hati yang semula terasa kering. Mungkin aku sudah bisa berharap pada pernikahan ini. Mas Angga sepertinya sudah mulai bicara kepadaku. Meski justru hal itu menimbulkan banyak pertanyaan di benakku. Ada apa gerangan? Mengapa tiba-tiba saja Mas Angga baik padaku? "Astaghfirullah! Seharusnya aku bersyukur dengan keadaan ini," gumamku sambil mengusap seluruh wajah. Kini aku duduk di sofa bawah jendela kamar. Dari lantai dua rumah ini, rembulan terlihat terang benderang hingga cahayanya masuk dan menembus kulit. Korden jendela sengaja tidak aku tutup. Sebuah note kecil berwarna hitam menarik perhatianku. Aku ingat benar semua rencana hidup telah kususun rapi selama satu tahun bersama Saroh. Dan bulan ini, ada satu hal yang harusnya aku lakukan bersama Satoh. Rencana untuk menyusul Saroh ke Jakarta. Sepertinya hal itu harus aku kuburkan
"Bolehkah saya ikut gabung dengan kalian?" Tanpa sungkan orang itupun duduk diantara mertua dan menantu."Apa kabar, Tante?" Senyum secerah matahari terbit tercetak jelas di bibir Zalina. Wanita yang penuh kepalsuan. "Lama kita tidak jumpa." Jika dilihat dari gerakan tubuhnya, Zalina terkesan ingin memeluk Lina, namun dengan gerakan tangan Lina menolak mentah-mentah."Cukup!" Feesa tidak mengenal siapa wanita yang baru saja bergabung, hanya diam mengamati interaksi keduanya. Dia hanya menilai jika wajah Lina berubah suram semenjak kedatangan wanita yang baru saja duduk diantara mereka. Seperti ada kebencian yang tersirat."Pelayan, saya pesan makanan dan minuman yang sama dengan mereka berdua ini!" "Tidakkah kau merasa canggung duduk bersama orang asing?" ketus Lina. "Ah! Iya, aku lupa jika kau bahkan tidak punya rasa malu. Nona Zalina Penggoda." Lina tersenyum mengejek ala kelas atas. Bahasa tubuhnya terkesan anggun nan elegan namun kata-katanya menyakitkan.Feesa berpikir jika wan