Home / Romansa / Rembulan Untuk Mantan Pramuria / 2. Mengamati Kupu-kupu cantik dari kejauhan

Share

2. Mengamati Kupu-kupu cantik dari kejauhan

Author: Yeny Yuliana
last update Last Updated: 2022-09-04 19:08:19

Suasana tempat kerja yang sibuk cukup membuat Dimas suntuk menjalani pekerjaannya sehari-hari. Semuanya terasa monoton. Dimas bekerja sebagai direktur di perusahaan milik keluarganya yang bergerak di bidang pangan. Perusahaan yang cukup besar hasil kerja keras yang dirintis oleh almarhum kakeknya.

Sesekali ia memasuki singgasana miliknya yang dipersiapkan secara khusus demi mengusir penat, sebuah ruangan khusus dengan meja bertuliskan 'DIREKTUR'.

Jarum jam menunjuk pada angka 12, bel tanda istirahat karyawan berbunyi diikuti riuhnya suara karyawan yang berlarian keluar menuju loker masing-masing. Didalam ruang pribadinya, Dimas tengah menikmati secangkir cokelat panas yang sudah menjadi favoritnya selama 3 bulan belakangan ini. Cokelat panas yang dipesan dari cafe milik pamannya, yang terletak di seberang perusahaan tempatnya bekerja. Sebenarnya berulang kali paman Dimas, Roy, menolak pembayaran atas cokelat panas yang dipesan Dimas setiap hari melalui cleaning service kantor, tetapi Dimas mengancam, tidak akan menerima cokelat panas dari cafe itu jika pamannya menolak uang pembayaran darinya.

"Tok tok tok!", terdengar suara ketukan pintu dari luar.

"Masuk!", sahut Dimas sembari kembali menyesap cokelat panas yang ada dalam pelukan jari-jarinya.

Seorang perempuan cantik berambut ikal-pirang masuk dengan berlenggak-lenggok sambil tersenyum genit. Dia Ramona, pacar Dimas yang sama-sama bekerja di instansi itu.

"Sayang ...", ucapnya sembari melayangkan kedua tangan memeluk Dimas dari belakang kursi. "Aku lapar, ayo ajak aku makan diluar?!", ucap Ramona dengan nada manja.

"Sayang, aku lagi bete, kamu makan sendiri ya?"

"Kok gitu, aku marah nih!", Ancam Ramona yang kini mulai mengerutkan bibirnya.

"Iya deh, iya." jawab Dimas sembari berdiri terpaksa.

Ramona tersenyum puas. Tangannya bergelayut menggait tangan kekar pria yang tampan yang menjadi kebanggaanya selama ini.

Hubungan mereka sudah berlangsung selama 5 tahun, keduanya dijodohkan karena ibu mereka bersahabat sejak remaja, dan berjanji akan menikahkan anak mereka agar hubungan persahabatan mereka tetap langgeng.

***

"Sayang... hari ini aku sebel deh, ada anak baru di devisiku, setiap aku arahin dia ngga mudeng-mudeng, terus ada kerjaan kayanya dia juga asal-asalan ngerjainya, bla bla bla bla ..." curhat Ramona panjang lebar.

"Menurut kamu, aku harus gimana, sayang?" mata Ramona masih berfokus pada hidangan yang ada di depanya.

Merasa cukup lama dia menunggu jawaban Dimas, matanya mulai menatap tajam ke arah laki-laki itu.

Tak terdengar sedikit pun tanggapan dari Dimas, mata besarnya menatap kesal ke arah Dimas yang melamun sambil menyangga dagu.

"Brak!!", tangan Ramona menggebrak meja makan mengungkapkan kekesalan dirinya, hal itu sontak membuyarkan lamunan Dimas.

"Kamu dengar nggak sih, dari tadi aku ngomong!", bentak Ramona yang wajahnya mulai memerah. Tersirat kekesalan dari wajah kecil itu.

"Ah, i-iya sayang? Kamu bicara apa tadi?" Dimas kelabakan menanggapi Ramona yang tersulut emosi.

"Kamu mikirin apa, sih! Perasaan dari tadi kamu bengong terus, aku ngomong juga kamu ngga merhatiin!"

"Maaf, sayang. Ahir-ahir ini aku sibuk banget, sampe ngga fokus ngapa-ngapain!"

"Tau, ah! Males!", caci Ramona sembari mengambil tas, bergegas pergi meninggalkan meja tempat mereka makan.

"Sayang! Kamu mau kemana?!"

Ramona terus berjalan tanpa memperdulikan Dimas yang terus berjalan mengikutinya. Langkah kakinya terhenti, melambaikan tangan menghentikan taxi yang saat itu melintas.

"Mona!!", seru Dimas sembari mengetuk pintu jendela taxi.

"Jalan, Pak!"

Tampak supir taxi menganggukan kepala tanpa mengucap sepatah kata, memberi isyarat mengiyakan perintah Ramona.

Dimas menghela nafas panjang sembari berlutut menatap taxi yang ditumpangi kekasihnya itu semakin menjauh, dan hilang. Ini bukan kali pertama Ramona bersikap demikian, dia tipe perempuan manja, yang menurut Dimas selalu haus akan perhatian.

***

Siang telah berganti dengan gelapnya malam, sengaja kali ini Dimas membiarkan Ramona pulang sendiri. Berpikir, mungkin saat ini Ramona butuh waktu untuk sendiri, dan memilih untuk menemuinya ketika kondisi hati kekasihnya sudah membaik.

"Klotak klotak klotak", terdengar suara high heels melintas di koridor tempat Dimas saat ini tengah berdiri. Dari suara langkahnya, Dimas merasa sangat familiar. Itu suara langkah kaki Ramona. Mengangkat kepala dan melempar senyum berwibawa kepada perempuan yang melintas didepanya, tetapi perempuan itu sama sekali tidak memperdulikan. Dia memilih untuk membuang muka.

***

Setibanya diluar kantor, Ramona menggerutu meluapkan kekesalanya kepada Dimas.

"Tak tak tak!", dihentakkan kakinya dengan mata terpejam. Membanting tas miliknya, dan duduk tersungkur memegang kepalanya yang sama sekali tidak sakit.

"Aaaakkkhhhh!!", teriaknya memekikkan telinga orang yang ada disekitarnya.

Sekalipun banyak orang berlalu-lalang, namun tidak ada satupun yang berusaha mendekatinya, walau hanya sekedar bertanya, 'kenapa'?. Mengapa bisa begitu? Apakah Ramona gadis yang menyebalkan? Ya! Karena semua orang disana tau, Ramona adalah gadis yang cukup menyebalkan dengan kepribadian yang cukup buruk. Setiap orang yang bekerja di perusahaan itu selalu menyayangkan, mengapa Dimas mau berpacaran dengan perempuan seperti Ramona? Yang tidak ada hal menarik ditonjolkan olehnya selain kecantikan paras yang dia miliki.

"Kenapa lihat-lihat!", hardiknya dengan mata melotot kepada orang yang melintas didepanya.

Mereka yang ada disana hanya bergeming, bersikap seolah tidak tau apa-apa.

............

Dimas terduduk di dalam mobil. Menarik nafas dalam dan menghelanya dengan mata terpejam. Kejadian hari ini cukup membuatnya muak. Saat matanya terpejam, bukan bayangan Ramona yang terlintas dalam benaknya, melainkan perempuan cantik yang ditemuinya secara tidak sengaja di sekitaran area lokalisasi di malam itu. Seketika Dimas tersenyum, hatinya tergerak untuk menemui kembali perempuan itu. Menyalakan mesin mobil dan melaju ke tempat dimana dia dan Dewi bertemu pertama kali.

...............

Saat tiba di tempat perempuan itu mengais nafkah, Dimas memutuskan untuk tidak turun dari mobilnya. Memandangi tempat hiburan malam itu dari balik kaca mobilnya, dengan harap bisa menemukan sosok yang dia cari.

Terlihat banyak orang berlalu-lalang disana, diantaranya laki-laki dan perempuan yang saling merangkul, dari situ Dimas bisa menebak bahwa mereka bukanlah pasangan suami istri. Tiba-tiba pandanganya tertuju pada seorang perempuan cantik yang baru saja keluar dari salah satu pintu. Tidak salah lagi, perempuan itu yang Dimas cari.

Dimas melihat Dewi sedang bersama seorang pria yang merangkulnya dengan tangan kanan, sedang tangan kiri pria itu menggenggam sebotol minuman beralkohol. Pemandangan yang wajar, mengingat memang itulah profesi Dewi sebagai perempuan penghibur. Tapi jauh dari lubuk hati yang terdalam, Dimas merasa sakit dengan pemandangan yang saat ini nampak oleh netranya. Tak bisa berbuat banyak, Dimas hanya memandangi Dewi dari kejauhan.

.........

Masih teringat jelas bayang-bayang Dewi saat bersama laki-laki lain. Berpenampilan cantik dan menyuguhkan senyum manis kepada tamu laki-laki yang memintanya untuk menemani. Sepanjang perjalanan pulang benaknya hanya menampilkan pemandangan itu secara berulang.

"Dewi ... Dewi. Mengapa harus menjadi perempuan penghibur sih, Dew!", gerutu Dimas sambil menggelengkan kepalanya. Jemari besarnya mencengkram erat kemudi mobil yang dikendarainya untuk menyalurkan perasaan kesal yang menyelimuti hatinya.

***

Related chapters

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   3. Aku datang sebagai tamu

    Udara malam ini cukup dingin, angin berhembus kencang membelai wajah tampan lelaki berusia 32 tahun yang sedari sore duduk di balkon kamarnya sembari menikmati secangkir kopi yang mulai mendingin. Hanya duduk bersantai sambil memainkan ponselnya. Lengan kekarnya mulai terasa dingin, dia memutuskan masuk ke kamar dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap langit-langit kamar sambil berpikir, apa yang sebaiknya dia lakukan untuk mengisi ahir pekan? Jenuh jika hanya rebahan dan bermalas-malasan di kamarnya. Biasanya ada Ramona yang mengajaknya pergi setiap ahir pekan, walau hanya menemani kekasihnya berbelanja, namun rasanya cukup menghibur, dibanding hanya berdiam diri dirumah tanpa melalukan apapun. Namun, bukan bayang-bayang keseruan bersama kekasihnya yang terlintas di benak pria itu, melainkan gadis penghibur yang beberapa waktu lalu ia tolong saat ada razia satpol PP. Dalam sekejap bayang wajah ayu itu terlintas dalam benak Dimas, hati kecilnya merayu tubuhnya, agar segera b

    Last Updated : 2022-09-05
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   4. Kekejaman sang mucikari

    Dimas memacu kendaraanya menuju kedai tempat mereka makan malam 3 hari yang lalu. Sepanjang perjalanan suasananya cukup hening, meskipun mereka berdua sama-sama ingin berbicara banyak atas gejolak hati yang bersembunyi di dalam dada mereka, namun mereka tertahan oleh rasa canggung. Kalau boleh jujur, sebenarnya Dimas menyukai Dewi sejak pertemuan malam itu, hanya saja dia memiliki kekasih, yang tentu saja tidak akan terima jika dirinya mendua. Dimas memperhatikan betul gerak-gerik Dewi yang mahir memainkan sendok dan garpu di tanganya, menyantap dengan lahap hidangan yang tersaji di meja mereka. Dimas amat manyukai pemandangan ini. Perempuan berusia 25 tahun itu terlihat sangat menarik. Merasa ada sepasang mata yang mengamati, Dewi pun menatap ke arah pemilik manik yang sedari tadi memperhatikannya. Seketika dia merasa malu, dan tersenyum ke arah laki-laki di depanya. "Lapar banget ya, Dew?", tanya Dimas sembari melempar senyum hangat. Dia sangat menyukai perempuan yang saat ini ada

    Last Updated : 2022-09-05
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   5. Bawa aku pergi dari sini!

    Sulutan rokok dari Mami Dori semalam menyisakan luka lepuhan yang cukup lebar di wajah Dewi. Jika sebelumnya dia hanya melihat penyiksaan yang dilakukan sang mucikari kepada teman-teman seperjuanganya, kali ini dia benar-benar mengalaminya. Dia sudah merasakan bagaimana kejamnya tangan keriput sang mucikari, yang tak segan menyiksa siapapun jika dirinya dibuat kecewa. Gadis malang itu berbaring meratapi nasib pahit dirinya. Matanya terpejam, membayangkan bagaimana wajah-wajah setiap anggota keluarga yang jauh berada di kampung kelahiranya. Hanya bayang-bayang wajah keluarga yang sanggup membuatnya bertahan sejauh ini. Menjadi perempuan penghibur bukanlah profesi impianya, itu dilakuakanya karena terpaksa. Terpaksa karena tak sampai hati membiarkan ibu yang melahirkanya harus berjuang sendirian menghidupi ayah dan adik-adiknya yang masih menginjak usia sekolah.Layar smartphone yang tadinya hitam nampak menyala. Dengan malas Dewi meraih benda itu, sembari menguatkan hati jika yang dit

    Last Updated : 2022-09-05
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   6. Hari Sakit

    Sinar matahari nekat menerobos masuk melalui fentilasi udara ruangan berukuran 3×6 meter itu. Menyilaukan mata gadis yang sedari malam hanya berbaring dan menangis hingga terlelap.Nampaknya kondisi kesehatanya tengah menurun, dia terbangun dengan rasa sakit di bagian kepala yang teramat, serasa sebuah bongkahan batu besar tengah diletakkan di atas kepalanya. "Jam berapa ini?" matanya melirik ke arah jam dinding. Waktu menunjukan pukul 08.30 WIB. Menangis semalam cukup menguras energinya hingga dia terlelap dalam tidurnya. Gadis itu bangkit dan berjalan ke kamar mandi mungil yang berada di sudut ruangan. Meraup air dengan kedua telapak tangannya untuk kemudian dibaush ke wajah. Dingin. Basuhan air seketika menyadarkan pikiranya untuk kembali meratapi kenyataan pahit hidupnya.Sepasang manik hitam memperhatikan bayangan wajah yang terpantul dari cermin kamar mandi di depanya. Matanya sembab, wajahnya pucat. Luka bekas sulutan rokok malam itu juga belum kunjung mengering."Kok panas ya

    Last Updated : 2022-09-07
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   7. Teman baru

    Pagi ini Dewi terbangun dengan kondisi kesehatan yang jauh membaik. Rasa sakit yang kemarin membabi buta menyerang di bagian kepalanya, kini hilang entah kemana.Dia berjalan menghampiri jendela kamar kos yang berbalut cat warna putih tulang, dan membukanya secara perlahan. Udara pagi ini sangat sejuk, tampak dari kejauhan pemandangan yang memanjakan netra, sebuah taman yang letaknya bersebelahan langsung dengan danau, dengan bangku besi yang di balut cat berwarna putih. Dia ingat betul, itu bangku yang kemarin dia duduki bersama Dimas. "Selama disini, aku belum pernah bertemu dengan penghuni kos lain, nggak ada salahnya kan aku jalan-jalan keluar? Siapa tau aku menemukan teman baru di sini," ujarnya pada diri sendiri. Dewi bergegas memakai sandal selop berwarna pink kesayanganya. Dengan hati riang dia memberanikan diri keluar dari tempat kediamanya yang mulai dia tempati 3 hari yang lalu."Hidup baru, aku datang!" ucapnya riang sembari bergegas keluar.Saat ini kondisi hatinya cuk

    Last Updated : 2022-09-08
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   8. Kesialan datang bertubi-tubi

    "Permisi, Kak, bisakah saya mendaftar kerja disini?" Gadis yang semula mengelap meja seketika terbahak dan mendekati Dewi. "Kayanya nggak bisa, melihat pakaian yang kau pakai saja, harusnya kamu ngerti, dong! Di sana tertulis, 'Berpakaian sopan dan rapi'," gadis itu menunjuk papan lowongan kerja yang tertera di teras cafe.Memang benar, Dewi datang menggunakan atasan kaos dan celana kolor pendek tradisional. Sangat jauh dari penampilan orang yang hendak melamar kerja. Namun mau bagaimana lagi? Hanya pakaian rumahan yang Dimas bawakan. 1 setel baju bagus dan celana jeans yang Dimas berikan ada di keranjang pakaian kotor, belum sempat dicuci."Bisakah saya menemui pemilik cafe ini, Kak?" pinta Dewi membuat karyawati itu makin kesal.Nampaknya salah seorang karyawan lain mulai mendekat setelah mendengar percakapan dua orang gadis di pintu masuk cafe. Seorang karyawan laki-laki berwajah cuek dengan tinggi 170 cm. Saat itu belum ada satu pun pengunjung di cafe itu."Ada apa Rin? Dari tad

    Last Updated : 2022-09-09
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   9. Dia datang bersama saya!

    "Sus, saya mau keluar, kira-kira 2 jam. Tolong, kalau ada yang nyari saya, sampaikan untuk datang kembali nanti." Tutur Dimas kepada gadis muda yang selama setahun terahir ini menjadi sekretaris pribadinya. "Baik, Pak. Sebelumnya maaf, ini tadi Mbak Ramona nitip ini untuk diberikan kepada Bapak," gadis manis berkulit sawo matang itu menyerahkan sebuah kotak makan, yang dia sendiri tidak tau apa isinya."Apa ini?" Dimas membuka kotak makanan itu untuk memastikan apa isinya. Bakwan jagung manis, Ramona tau betul camilan kegemaran Dimas yang satu ini. Dan ketika mengingat itu pemberian dari Ramona, seketika minatnya terhadap camilan itu berkurang."Buat kamu aja, Sus. Saya memberikan ini bukan karena saya tidak suka, hanya saja saya sedang males sama yang ngasih,""Oh, gitu ya, Pak? Terima kasih, Pak," Susiana menerima kotak itu dengan senang hati. ***Dimas mengendarai mobilnya penuh semangat menuju kosan tempat Dewi tinggal. Senyum simpul terpatri di wajah laki-laki berwibawa itu,

    Last Updated : 2022-09-12
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   10. Hangat

    "Assalamu'alaikum, Neng? Kenapa beberapa hari ini nggak menelepon, Ibu? Kamu baik-baik kan disana?""Wa'alaikumsalam, Bu, maaf, Dewi beberapa hari ini sibuk, sampai belum sempat hubungi keluarga, Dewi baik-baik kok disini, Bu." "Syukurlah kalau begitu. Pagi-pagi udah hujan aja ini, Neng,""Ya sama, Bu, disini juga hujan lebat, padahal Dewi belum berangkat ke tempat kerja," Dewi menatap keluar jendela kamar. Hujan belum juga menunjukan tanda-tanda akan mereda."Lagi siap-siap mau berangkat kerja ya, Neng? Neng sudah sarapan?"Pertanyaan itu membuat Dewi teringat dengan rasa lapar yang berusaha dia abaikan. Tangan kirinya mengelus perut. Sama sekali tidak ada yang bisa dia makan pagi ini, hanya ada air minum. "Sudah kok, Bu," katanya kemudian. "Ya sudah, Neng. Hati-hati di jalan ya? Ibu berdo'a, semoga segala urusan kamu dimudahkan sama Tuhan.""Aamiin ... Dewi kerja dulu ya, Bu," Dewi menutup sambungan telepon.Percakapan singkat, namun cukup menghangatkan hati gadis itu. Terlebih pa

    Last Updated : 2022-09-17

Latest chapter

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   49. Aditya Putra Adimas

    Dimas menyusuri lorong rumah sakit dengan perasaan gelisah. Denga langkah seribu pria itu berjalan ke ruangan bersalin. Satu per satu kamar dia periksa demi mendapati sang istri, nyaris putus asa karena Dewi tak juga ditemukan. Kini langkahnya tiba di ruangan paling ujung. Pria itu menekuk lutut dengan kedua mata terpejam. Jantungnya memompa darah begitu cepat, bayangan dari rasa bersalah telah membiarkan istrinya yang saat ini sedang membutuhkannya terus berkelibat di kepala. Dewi tidak memiliki keluarga lain selain Dimas di kota itu. Suara rintihan dari seorang perempuan yang sangat familiar masuk ke dalam telinganya. Seketika kedua mata pria itu terbuka lebar dan menegakkan badan. Bergegas Dimas membuka gorden yang berada di sebelah kiri tubuh. Dilihatnya seorang wanita yang tengah menangis sembari berpegangan pada lengan Rina, salah satu karyawati di perusahaan tempatnya bekerja."Sabar, Bu. Bu Dewi pasti kuat." wajah wanita itu terlihat panik. Dia belum memiliki pengalaman mela

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   48. Diabaikan

    Di ambang pintu berpegangan pada kusen dan satu tangan mengelus perut yang terasa berdesir karena janin di dalam perut melakukan sebuah pergerakan, Dewi menatap nanar pada Dimas yang pergi berlalu melewatinya tanpa sepatah kata. Perasaan nyeri menyerang ulu hati mendapati sang suami beraut dingin, tidak sehangat biasanya. Dewi tidak menyangka jika Dimas akan semarah itu. Biasanya pagi-pagi sekali pria itu sudah mempersiapkan makanan untuk mereka sarapan, namun pagi ini terasa jauh berbeda dari biasanya. Hanya ada roti tawar dan selai kacang di balik tudung saji. Tidak ada lagi baki berisi beragam menu masakan seperti kemarin. Pria itu pergi ke tempat kerja tanpa berpamitan (walau di waktu lalu ucapan pamitnya kerap kali dibalas ketus, bahkan seolah terkesan Dewi abaikan), tetapi Dewi merasa lega. Keberadaannya masih berada dalam jangkauan perhatian pria itu. Tetapi itu kemarin, entitasnya saat ini seperti sebuah mahluk tak kasat mata. "Ini semua salahku. Seharusnya sejak awal aku m

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   47. Wanita Tak Tahu Diuntung

    Pagi itu Dewi bangun dan mendapati sarapan sudah tersedia di atas nakas di samping tempat tidur. Dimas menjadi suami siaga semenjak tahu istrinya hamil. Pria itu selalu menyempatkan diri untuk memasak jika waktu subuh tiba, atau membeli masakan di warteg jika dia tak sempat. Hal itu dilakukan Dimas tanpa pamrih, meski hingga hamil memasukki trimester terakhir pun Dewi masih hemat bicara dengannya. Segala sikap dingin Dewi diakari oleh kesalah pahaman Dewi terhadap Dimas dan Anggita. Pria itu hampir putus asa. Berulang kali Dimas menjelaskan, jika antara dirinya dengan Anggita tak ada hubungan sepesial, namun hanya punggung sang istri yang dia dapat. Perlahan Dewi beringsut mendekati nakas tanpa ada keinginan untuk melepas pantat yang menempel pada benda yang ada di bawah tubuh. Perlahan dia mengambil baki makanan dengan sangat hati-hati, khawatir jika makanan di dalamnya tumpah. Namun alis tebalnya tiba-tiba bertaut, mendapati secarik kertas di sekatan baki logam.'Mas sudah siapka

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   46. Dua Garis Merah

    Akhir-akhir ini Dewi merasa tidak enak badan. Tubuhnya mudah lelah, nafsu makan berkurang, mual disertai sakit kepala, bahkan tak jarang gadis itu muntah. Gejala-gejala tersebut selalu datang mengganggu harinya, dan semakin parah di waktu pagi.Sudah selama satu minggu Dewi tinggal di kosan Eva, Dewi enggan untuk kembali pulang. Rasa kecewanya terhadap Dimas yang membabi buta menjadikan dia lupa atas segala kebaikan sang suami."Wi, apa kau tidak ingin memeriksakan kondisimu ke dokter?" tanya Eva dengan raut wajah menunjukkan kekhawatiran. Gadis itu membaca gejala-gejala kesehatan yang Dewi alami akhir-akhir ini sebagai tanda kehamilan. Namun, melihat kondisi hati sahabatnya yang masih didera kecewa, Eva tidak ingin mengatakannya terlebih dahulu. Biarkan Dewi mengetahui sendiri."Tidak, Va, aku baik-baik saja." jawab Dewi yang baru saja keluar dari kamar mandi setelah menumpahkan isi perutnya, bubur ayam yang menjadi sarapannya pagi ini.Jelas sekali gadis itu berbohong. Wajahnya yang

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   45. Salah Paham

    Dewi langsung memeluk Eva saat gadis itu muncul dari balik pintu. Membuat gadis itu terkesiap, dengan kehadiran Dewi yang tanpa aba-aba siang itu.Alis Eva bertaut, apa yang sudah membawa sahabatnya ini datang? Melihat gadis itu menangis terisak, Eva tahu betul, Dewi sedang tidak baik-baik saja saat ini. "Kita bicarakan di dalam ya?" bujuk Eva kepada Dewi yang langsung berbalas anggukan. Eva kembali di hadapan Dewi dengan segelas air. Dengan bibir mengulas senyum, Eva menyerahkan gelas berisi air tersebut kepada Dewi. "Kamu minum ya?" kembali Eva membujuk Dewi saat menyerahkan segelas air putih kepada perempuan itu. Dewi mereguk air minum sekali tandas. Menangis sepanjang hari benar-benar membuat tenggorokannya kering. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Eva dengan hati-hati. Pembawaan gadis bertubuh jangkung tersebut terdengar sangat hangat, sehingga Dewi tanpa ragu menceritakan masalah yang dia alami kepada Eva. "Rumah tanggaku ... sedang tidak baik-baik saja saat ini." ucap D

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   44. Anggita

    Tiga hari berlalu setelah bertemu dengan Risman wajah Dewi berangsur-angsur membaik. Bekas lebam sudah semakin memudar, hanya perlu sedikit polesan make up untuk menutupinya. Dewi segera menyusul Dimas di ruang makan seusai ia memantas diri. Seperti yang Dimas katakan tempo hari, Dimas mengijinkan Dewi untuk ikut ke tempat kerja.Aroma wangi yang menguar membuat pria yang sibuk berkutat dengan alat makan mengangkat wajah. Pandangannya menatap wanita yang berjalan mendekat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Wanita itu terlihat bertambah cantik setiap harinya. Lama Dimas memperhatikan Dewi yang diam mematung setelah menyadari pandangan sang suami seolah melekat pada tubuhnya. “Ada yang aneh?” tanya Dewi sembari melempar tatapan ragu. Takut jika karyawan di kantor tempat Dimas bekerja menilai penampilannya norak.“Engga, Sayang. Buruan makan.” Jawab Dimas datar lalu kembali dengan sarapannya.Dewi mendengus pelan. Disaat seperti ini dia membutuhkan saran atau pujian dari Dimas. Tapi pr

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   43. Kado Pernikahan dari Sahabat

    “Aduh, Mas, pelan-pelan, sakit,” Dewi meringis kesakitan saat Dimas mengompres pipinya dengan handuk kecil yang sebelumnya dicelup dalam air dingin.Tamparan perih yang Risman daratkan pada wajah wanita itu menyisahkan lebam. Sudah bisa dipastikan tamparannya begitu keras.“Lagian. Kenapa sih, pake bersihin halaman segala. Kan kita bisa suruh orang buat bersihin.” Jawab Dimas sembari mengulangi kegiatan yang sama. Mengompres pipi yang sering dia ciumi. “Hih. Aku itu bosen, Mas, karena nggak ngapa-ngapain. Kamu sih, enak, kerja di kantor, ketemu teman-teman. Ada yang daiajak bercanda. Lah aku?” Dewi mengarahkan telunjuk pada wajahnya yang memperlihatkan ekspresi kesal.Dimas menggeleng pelan mendengar alasan istrinya. Setelah menikah, Dewi mulai agak cerewet, tidak semalu dulu. “Kan bisa cari hiburan, nonton video youtttup mungkin.”Dewi menghembuskan nafas pasrah. Setelah diingat, memang benar apa yang Dimas katakan. Dunia ini tidak bisa diarunginya dengan aman tanpa pria itu disisih

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   42. Dunia Sesempit Daun Kelor

    Dimas mengerjap beberapa kali saat netranya tidak menemukan raga sang istri disebelahnya. Sayup-sayup terdengar suara wajan dan serok beradu. Pria bertubuh tinggi itu berjalan ke arah sumber suara. Di dapatinya sang istri sedang memasak, masih menggunakan lingerie berwarna hitam yang dipakai semalam. Pria itu tersenyum melihat kelakuan istrinya. Aroma lezat masakan menguar di dapur minimalis bernuansa klasik tersebut. Dari belakang Dimas memeluk tubuh wanita tersebut. Membuatnya terperanjat, nyaris melempar alat masak yang saat ini ada dalam genggamannya. Untung Dewi cepat sadar. Seandainya reflek ia melempar alat masak tersebut, bisa=bisa wajah tampan suaminya ternoda dengan lepuhan minyak.“Kaget ya?” ucap Dimas sembari membelai leher jenjang istrinya dengan bibir dan hangat hembusan nafas.“Kagetlah, kamu tiba-tiba nongol begitu,” gerutu Dewi atas kemunculan Dimas yang datang tanpa terdengar suara derap kakinya. Dimas tersenyum sembari membelai gemas rambut istrinya yang diikat eko

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   41. Hari bahagia berselimut lara

    Dimas menyusuri jalanan ramai dengan hati yang gelisah. Berulang kali ia mengusap kasar wajahnya. Baru saja pria itu menerima kabar kalau ibunya jatuh sakit. Perasaan bersalah kepada wanita yang telah melahirkannya pun muncul. Dimas memutuskan untuk keluar dari rumah sejak Mayang mengancam tidak akan lagi menganggapnya sebagai anak jika Dimas masih menjalin hubungan dengan gadis yang dianggapnya rendahan itu. Didalam ruangan yang didominasi warna putih seorang wanita tua yang amat ia kenali langsung menghadap kanan memunggunginya begitu Dimas menampakkan batang hidung. Dalam hati, Mayang merasa sangat senang dengan kedatangan Dimas. Mungkin putranya merasa menyesal dan bersedia meninggalkan gadis murahan itu saat mengetahui kondisi kesehatanya menurun.“Apa kata dokter, Pa?” tanya Dimas kepada ayahnya yang sedari awal menyambutnya dengan hangat.“Biasa, Dim. Darah tinggi Mama kamu kumat.” Jawaban Suhendar disambut dengan decahan oleh Mayang.Dimas menarik nafas dalam setelah mendengar

DMCA.com Protection Status