Home / Romansa / Rembulan Untuk Mantan Pramuria / 3. Aku datang sebagai tamu

Share

3. Aku datang sebagai tamu

Author: Yeny Yuliana
last update Last Updated: 2022-09-05 19:59:58

Udara malam ini cukup dingin, angin berhembus kencang membelai wajah tampan lelaki berusia 32 tahun yang sedari sore duduk di balkon kamarnya sembari menikmati secangkir kopi yang mulai mendingin. Hanya duduk bersantai sambil memainkan ponselnya. Lengan kekarnya mulai terasa dingin, dia memutuskan masuk ke kamar dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap langit-langit kamar sambil berpikir, apa yang sebaiknya dia lakukan untuk mengisi ahir pekan?

Jenuh jika hanya rebahan dan bermalas-malasan di kamarnya. Biasanya ada Ramona yang mengajaknya pergi setiap ahir pekan, walau hanya menemani kekasihnya berbelanja, namun rasanya cukup menghibur, dibanding hanya berdiam diri dirumah tanpa melalukan apapun. Namun, bukan bayang-bayang keseruan bersama kekasihnya yang terlintas di benak pria itu, melainkan gadis penghibur yang beberapa waktu lalu ia tolong saat ada razia satpol PP.

Dalam sekejap bayang wajah ayu itu terlintas dalam benak Dimas, hati kecilnya merayu tubuhnya, agar segera bangkit dan menemui perempuan penghibur itu.

Tak berselang lama dia bangkit dan berjalan ke kamar mandi, berdiri di depan cerimin kamar mandi, dan mengambil alat pencukur. Dimas mencukur bulu kumis yang mulai lebat, dan menyisakan sedikit hingga tampak kumis tipis di atas bibir ranumnya. Bagian berewok sengaja dibiarkan. Setelah di rasa sudah cukup, dia membasuh wajah. Berjalan ke arah almari pakaian dan mengeluarkan kemeja, serta celana jeans panjang untuk dia kenakan. Dia terlihat keren dalam balutan busana yang ia kenakan.

............

Dimas memacu mobilnya ke arah toko pakaian wanita yang cukup terkenal di kota itu. Memarkirkan mobilnya, dan berjalan masuk ke toko pakaian itu dengan langkah panjang dan pandangan diangkat lurus ke depan. Dia terlihat sangat menawan malam ini. Membuat mereka yang menatapnya merasa terpana dengan kharisma yang dimiliki pria itu.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?", tawar seorang pelayan perempuan dengan sopan.

"Saya sedang mencari blouse lengan panjang dan celana jeans panjang untuk wanita. Bisa tolong carikan model paling bagus?", ucap Dimas sembari memilah-milah pakaian yang ada di depanya.

"Tentu saja, Tuan! Mari ikut saya ke lantai atas!", jawab sang pelayan sembari melayangkan telapak tanganya mempersilahkan Dimas naik ke lantai 2.

"Disini Tuan", jawab sang pelayan sembari mengambil blouse lengan panjang bermotif floral.

Dimas meraih blouse itu, memperhatikan setiap jahitan yang melekat, dan mengamati warnanya.

"Akan kah cocok bila Dewi mengenakan blouse ini?", gumamnya dalam hati.

"Blouse ini akan saya berikan kepada perempuan berkulit putih langsat, apakah ini cocok?"

"Tentu saja cocok, Tuan. Warna peach ini adalah pilihan yang tepat untuk pemilik kulit putih langsat!" jawab sang pelayan dengan sekali anggukan kepala.

"Tapi untuk harganya, memang lebih mahal, Tuan. Ini edisi khusus, dan motifnya pun tidak pasaran!", sambung sang pelayan seraya meyakinkan.

"Saya ngga memperdulikan harga, saya ambil yang ini", jawab Dimas yang masih melihat dan membolak-balikan blouse yang dipilihnya. Dia harus memastikan kalau blouse itu benar-benar cocok untuk membalut tubuh gemulai yang diam-diam begitu dikaguminya.

"Saya juga mencari celana jeans panjang untuk perempuan. Bisa minta tolong carikan?", pinta Dimas terdengar sopan. Dimas adalah tipe orang yang lemah lembut. Dia menghormati siapa pun yang berbicara denganya, sekali pun itu adalah orang yang lebih muda darinya.

"Baik, Tuan! Kira-kira untuk lingkar pinggang berapa senti?"

Dimas sama sekali tidak tahu berapa ukuran lingkar pinggang Dewi. Kebetulan dia melihat seorang perempuan yang, kira-kira memiliki pinggang seukuran pinggang Dewi.

"Kamu lihat perempuan berbaju kuning disana?", tanya Dimas kepada sang pelayang sambil menunjuk seseorang yang dia maksud.

"Iya, Tuan, saya melihatnya," pelayan itu mengangguk.

"Kurang lebihnya seukuran itu!"

"Baik, Tuan. Tunggu sebentar ya? Saya akan segera kembali!"

Dimas memang berniat membelikan baju untuk Dewi. Karena menurutnya, baju-baju yang Dewi kenakan terlalu vulgar. Dimas tidak rela jika mata laki-laki lain tertuju pada tubuh indah milik perempuan yang hendak dia kencani itu. Selang 15 menit, sang pelayan datang membawa sebuah celana jeans panjang sebagai mana yang diminta Dimas. Celana jeans berwarna biru yang menurutnya akan sangat cocok jika dipadukan dengan blouse pilihanya.

"Tolong dibungkuskan sekarang ya!", pinta Dimas sembari tersenyum.

"Baik, Tuan! Bisa langsung ke kasir ya sekalian bayar!", jawab sang pelayan sembari melayangkan telapak tangan ke arah meja kasir.

.................

Kali ini Dimas memberanikan diri memasuki tempat yang sering mendapat julukan 'surga dunia' itu. Kedatangan Dimas disambut seorang perempuan tua yang berpakaian minim dengan riasan wajah menor.

"Selamat datang, Tuan tampan, mau saya pilih kan atau Tuan pilih sendiri?", ucap Mami Dori mulai menawarkan barang dagangan miliknya.

"Mari Tuan!", Mami Dori berjalan di ikuti Dimas.

"Yang ini namanya Ningsih, cantik, tapi masih baru, Tuan. Belum terlalu pintar!", tawar Mami Dori sembari merangkul seorang gadis cantik.

Gadis itu tersenyum kepada Dimas. Dimas membalas senyuman gadis lugu itu, dalam hati dia merasa miris, "Apakah gadis ini dipaksa untuk melakukan profesi ini?", Dimas bertanya dalam hati.

Dari kejauhan Dewi melihat sosok laki-laki yang menurutnya tidak asing lagi baginya. Hatinya begitu senang, laki-laki itu Dimas! Dewi bergegas mendekati pria tampan yang menolongnya 3 hari lalu.

"Dimas!", sapa Dewi sambil melambaikan telapak tangan.

"Kok kamu disini?", Mami Dori menatap dengan tatapan heran.

"Loh, ini teman kamu, Dewi?", tanya Mami Dori mengernyitkan dahi.

"Saya pilih yang ini, Mam!", sanggah Dimas sebelum Dewi menjawab pertanyaan sang mucikari.

"Oh, silahkan Tuan. Dewi ini primadona kami," sang mucikari melempar senyum bisnis ke arah Dimas.

"Saya pinjam dulu ya, Mam!", Pamit Dimas seraya menggandeng tangan Dewi. Sengaja Dimas bertingkah layaknya laki-laki nakal. Dewi menatap keheranan. Ini bukan seperti Dimas yang dia temui beberapa waktu lalu.

"Apakah Dimas juga akan memperlakukan aku sebagaimana profesi yang aku jalani?", tanyanya dalam hati. "Aku pikir dia menganggapku sebagai teman!", Dewi menghela nafas panjang.

"Selamat bersenang-senang!", seru mami Dori dengan suara lantang.

Dimas berjalan merangkul Dewi tanpa menoleh ke arah sumber suara.

..........

"Dimas, kita mau kemana?"

"Kita makan ke kedai yang waktu itu ya, Dew?"

"Oh, cuma makan ya, Dim. Aku pikir kamu mau ... ", Dewi malu untuk melanjutkan ucapanya.

"Aku mau ajak kamu makan, Dew. Kamu pikir aku mau ngapain?", tanya Dimas menahan tawa.

"Jangan buat aku malu, Dimas!"

"Iya, maaf. Kamu ganti pake baju ini ya?", pinta Dimas sembari menyerahkan bingkisan baju yang dia beli sore ini.

Dewi mengernyit, penasaran untuk segera membuka bingkisan itu dan melihat apa isi di dalamnya. Mata lentiknya membulat, kaget seolah tak percaya.

"Loh, Dim? Kenapa kamu belikan aku pakaian? Bukankah merek ini terlalu mahal?"

"Udah, kamu pakai aja!"

"Kenapa? Kamu ngga suka dengan penampilanku ya, Dim? Terlalu norak?"

"Bukan begitu, hanya saja bajumu terlalu terbuka. Aku nggak mau laki-laki lain memperhatikan tubuh kamu, Dew."

Wajah Dewi memerah, dia tersipu mendengar kalimat itu keluar dari bibir renum milik pria tampan di sebelahnya.

"Kamu ganti di belakang ya? Aku nggak akan ngintip!" Dimas menunduk dan memeluk kemudi mobil.

"Iya, Dim." Dewi tersenyum. Merasa lucu melihat kelakuan Dimas.

Dewi mengganti baju ketat yang dia gunakan dengan baju mahal pemberian Dimas di belakang kursi kemudi. Dia masih tidak percaya, betapa pria ini menghargai dirinya yang menyandang gelar 'perempuan hina'.

"Udah, Dim!"

Dimas tersenyum puas. Dewi terlihat begitu sempurna dalam balutan busana yang dia beri. Bendana yang dikenakan Dewi menambah kesan manis.

"Kamu suka?"

"Iya, Dim. Aku suka! Terimakasih!" Dewi tersenyum riang.

Related chapters

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   4. Kekejaman sang mucikari

    Dimas memacu kendaraanya menuju kedai tempat mereka makan malam 3 hari yang lalu. Sepanjang perjalanan suasananya cukup hening, meskipun mereka berdua sama-sama ingin berbicara banyak atas gejolak hati yang bersembunyi di dalam dada mereka, namun mereka tertahan oleh rasa canggung. Kalau boleh jujur, sebenarnya Dimas menyukai Dewi sejak pertemuan malam itu, hanya saja dia memiliki kekasih, yang tentu saja tidak akan terima jika dirinya mendua. Dimas memperhatikan betul gerak-gerik Dewi yang mahir memainkan sendok dan garpu di tanganya, menyantap dengan lahap hidangan yang tersaji di meja mereka. Dimas amat manyukai pemandangan ini. Perempuan berusia 25 tahun itu terlihat sangat menarik. Merasa ada sepasang mata yang mengamati, Dewi pun menatap ke arah pemilik manik yang sedari tadi memperhatikannya. Seketika dia merasa malu, dan tersenyum ke arah laki-laki di depanya. "Lapar banget ya, Dew?", tanya Dimas sembari melempar senyum hangat. Dia sangat menyukai perempuan yang saat ini ada

    Last Updated : 2022-09-05
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   5. Bawa aku pergi dari sini!

    Sulutan rokok dari Mami Dori semalam menyisakan luka lepuhan yang cukup lebar di wajah Dewi. Jika sebelumnya dia hanya melihat penyiksaan yang dilakukan sang mucikari kepada teman-teman seperjuanganya, kali ini dia benar-benar mengalaminya. Dia sudah merasakan bagaimana kejamnya tangan keriput sang mucikari, yang tak segan menyiksa siapapun jika dirinya dibuat kecewa. Gadis malang itu berbaring meratapi nasib pahit dirinya. Matanya terpejam, membayangkan bagaimana wajah-wajah setiap anggota keluarga yang jauh berada di kampung kelahiranya. Hanya bayang-bayang wajah keluarga yang sanggup membuatnya bertahan sejauh ini. Menjadi perempuan penghibur bukanlah profesi impianya, itu dilakuakanya karena terpaksa. Terpaksa karena tak sampai hati membiarkan ibu yang melahirkanya harus berjuang sendirian menghidupi ayah dan adik-adiknya yang masih menginjak usia sekolah.Layar smartphone yang tadinya hitam nampak menyala. Dengan malas Dewi meraih benda itu, sembari menguatkan hati jika yang dit

    Last Updated : 2022-09-05
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   6. Hari Sakit

    Sinar matahari nekat menerobos masuk melalui fentilasi udara ruangan berukuran 3×6 meter itu. Menyilaukan mata gadis yang sedari malam hanya berbaring dan menangis hingga terlelap.Nampaknya kondisi kesehatanya tengah menurun, dia terbangun dengan rasa sakit di bagian kepala yang teramat, serasa sebuah bongkahan batu besar tengah diletakkan di atas kepalanya. "Jam berapa ini?" matanya melirik ke arah jam dinding. Waktu menunjukan pukul 08.30 WIB. Menangis semalam cukup menguras energinya hingga dia terlelap dalam tidurnya. Gadis itu bangkit dan berjalan ke kamar mandi mungil yang berada di sudut ruangan. Meraup air dengan kedua telapak tangannya untuk kemudian dibaush ke wajah. Dingin. Basuhan air seketika menyadarkan pikiranya untuk kembali meratapi kenyataan pahit hidupnya.Sepasang manik hitam memperhatikan bayangan wajah yang terpantul dari cermin kamar mandi di depanya. Matanya sembab, wajahnya pucat. Luka bekas sulutan rokok malam itu juga belum kunjung mengering."Kok panas ya

    Last Updated : 2022-09-07
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   7. Teman baru

    Pagi ini Dewi terbangun dengan kondisi kesehatan yang jauh membaik. Rasa sakit yang kemarin membabi buta menyerang di bagian kepalanya, kini hilang entah kemana.Dia berjalan menghampiri jendela kamar kos yang berbalut cat warna putih tulang, dan membukanya secara perlahan. Udara pagi ini sangat sejuk, tampak dari kejauhan pemandangan yang memanjakan netra, sebuah taman yang letaknya bersebelahan langsung dengan danau, dengan bangku besi yang di balut cat berwarna putih. Dia ingat betul, itu bangku yang kemarin dia duduki bersama Dimas. "Selama disini, aku belum pernah bertemu dengan penghuni kos lain, nggak ada salahnya kan aku jalan-jalan keluar? Siapa tau aku menemukan teman baru di sini," ujarnya pada diri sendiri. Dewi bergegas memakai sandal selop berwarna pink kesayanganya. Dengan hati riang dia memberanikan diri keluar dari tempat kediamanya yang mulai dia tempati 3 hari yang lalu."Hidup baru, aku datang!" ucapnya riang sembari bergegas keluar.Saat ini kondisi hatinya cuk

    Last Updated : 2022-09-08
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   8. Kesialan datang bertubi-tubi

    "Permisi, Kak, bisakah saya mendaftar kerja disini?" Gadis yang semula mengelap meja seketika terbahak dan mendekati Dewi. "Kayanya nggak bisa, melihat pakaian yang kau pakai saja, harusnya kamu ngerti, dong! Di sana tertulis, 'Berpakaian sopan dan rapi'," gadis itu menunjuk papan lowongan kerja yang tertera di teras cafe.Memang benar, Dewi datang menggunakan atasan kaos dan celana kolor pendek tradisional. Sangat jauh dari penampilan orang yang hendak melamar kerja. Namun mau bagaimana lagi? Hanya pakaian rumahan yang Dimas bawakan. 1 setel baju bagus dan celana jeans yang Dimas berikan ada di keranjang pakaian kotor, belum sempat dicuci."Bisakah saya menemui pemilik cafe ini, Kak?" pinta Dewi membuat karyawati itu makin kesal.Nampaknya salah seorang karyawan lain mulai mendekat setelah mendengar percakapan dua orang gadis di pintu masuk cafe. Seorang karyawan laki-laki berwajah cuek dengan tinggi 170 cm. Saat itu belum ada satu pun pengunjung di cafe itu."Ada apa Rin? Dari tad

    Last Updated : 2022-09-09
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   9. Dia datang bersama saya!

    "Sus, saya mau keluar, kira-kira 2 jam. Tolong, kalau ada yang nyari saya, sampaikan untuk datang kembali nanti." Tutur Dimas kepada gadis muda yang selama setahun terahir ini menjadi sekretaris pribadinya. "Baik, Pak. Sebelumnya maaf, ini tadi Mbak Ramona nitip ini untuk diberikan kepada Bapak," gadis manis berkulit sawo matang itu menyerahkan sebuah kotak makan, yang dia sendiri tidak tau apa isinya."Apa ini?" Dimas membuka kotak makanan itu untuk memastikan apa isinya. Bakwan jagung manis, Ramona tau betul camilan kegemaran Dimas yang satu ini. Dan ketika mengingat itu pemberian dari Ramona, seketika minatnya terhadap camilan itu berkurang."Buat kamu aja, Sus. Saya memberikan ini bukan karena saya tidak suka, hanya saja saya sedang males sama yang ngasih,""Oh, gitu ya, Pak? Terima kasih, Pak," Susiana menerima kotak itu dengan senang hati. ***Dimas mengendarai mobilnya penuh semangat menuju kosan tempat Dewi tinggal. Senyum simpul terpatri di wajah laki-laki berwibawa itu,

    Last Updated : 2022-09-12
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   10. Hangat

    "Assalamu'alaikum, Neng? Kenapa beberapa hari ini nggak menelepon, Ibu? Kamu baik-baik kan disana?""Wa'alaikumsalam, Bu, maaf, Dewi beberapa hari ini sibuk, sampai belum sempat hubungi keluarga, Dewi baik-baik kok disini, Bu." "Syukurlah kalau begitu. Pagi-pagi udah hujan aja ini, Neng,""Ya sama, Bu, disini juga hujan lebat, padahal Dewi belum berangkat ke tempat kerja," Dewi menatap keluar jendela kamar. Hujan belum juga menunjukan tanda-tanda akan mereda."Lagi siap-siap mau berangkat kerja ya, Neng? Neng sudah sarapan?"Pertanyaan itu membuat Dewi teringat dengan rasa lapar yang berusaha dia abaikan. Tangan kirinya mengelus perut. Sama sekali tidak ada yang bisa dia makan pagi ini, hanya ada air minum. "Sudah kok, Bu," katanya kemudian. "Ya sudah, Neng. Hati-hati di jalan ya? Ibu berdo'a, semoga segala urusan kamu dimudahkan sama Tuhan.""Aamiin ... Dewi kerja dulu ya, Bu," Dewi menutup sambungan telepon.Percakapan singkat, namun cukup menghangatkan hati gadis itu. Terlebih pa

    Last Updated : 2022-09-17
  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   11. Hari pertama kerja

    Waktu menunjukan pukul 11.30 WIB. Hujan yang semula mengguyur perlahan mulai mereda. Specta Cafe mulai dipadati pengunjung di jam istirahat kerja seperti hari-hari biasanya."Mau pesan apa, Tuan?" tanya Erin dengan sangat sopan dan hati-hati tehadap tamu pria berbadan kekar yang kini duduk di meja nomor 7. Wajahnya begitu sangar didukung dengan tatto yang memenuhi lengan tanganya. Pria itu mengisyaratkan dengan jari telunjuk ke arah gadis waiters bersurai hitam panjang berparas menawan yang tengah menyajikan pesanan pengunjung. Dia menginginkan Dewi yang melayani dirinya."Meja nomor 7 memintamu melayaninya," Erin berbisik saat melewati Dewi yang tengah sibuk dengan pekerjaanya."Siapa dia?" Dewi bertanya sembari melihat ke arah pria yang meminta dilayani olehnya. "Mana aku tahu." Erin menjawab ketus sembari berlalu. Mimik wajahnya tak bisa menutupi atas rasa ketidak sukaanya terhadap Dewi.Dewi berjalan mendekati pria itu dengan tatapan penuh selidik. "Maaf, Tuan, ada yang bisa say

    Last Updated : 2022-10-02

Latest chapter

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   49. Aditya Putra Adimas

    Dimas menyusuri lorong rumah sakit dengan perasaan gelisah. Denga langkah seribu pria itu berjalan ke ruangan bersalin. Satu per satu kamar dia periksa demi mendapati sang istri, nyaris putus asa karena Dewi tak juga ditemukan. Kini langkahnya tiba di ruangan paling ujung. Pria itu menekuk lutut dengan kedua mata terpejam. Jantungnya memompa darah begitu cepat, bayangan dari rasa bersalah telah membiarkan istrinya yang saat ini sedang membutuhkannya terus berkelibat di kepala. Dewi tidak memiliki keluarga lain selain Dimas di kota itu. Suara rintihan dari seorang perempuan yang sangat familiar masuk ke dalam telinganya. Seketika kedua mata pria itu terbuka lebar dan menegakkan badan. Bergegas Dimas membuka gorden yang berada di sebelah kiri tubuh. Dilihatnya seorang wanita yang tengah menangis sembari berpegangan pada lengan Rina, salah satu karyawati di perusahaan tempatnya bekerja."Sabar, Bu. Bu Dewi pasti kuat." wajah wanita itu terlihat panik. Dia belum memiliki pengalaman mela

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   48. Diabaikan

    Di ambang pintu berpegangan pada kusen dan satu tangan mengelus perut yang terasa berdesir karena janin di dalam perut melakukan sebuah pergerakan, Dewi menatap nanar pada Dimas yang pergi berlalu melewatinya tanpa sepatah kata. Perasaan nyeri menyerang ulu hati mendapati sang suami beraut dingin, tidak sehangat biasanya. Dewi tidak menyangka jika Dimas akan semarah itu. Biasanya pagi-pagi sekali pria itu sudah mempersiapkan makanan untuk mereka sarapan, namun pagi ini terasa jauh berbeda dari biasanya. Hanya ada roti tawar dan selai kacang di balik tudung saji. Tidak ada lagi baki berisi beragam menu masakan seperti kemarin. Pria itu pergi ke tempat kerja tanpa berpamitan (walau di waktu lalu ucapan pamitnya kerap kali dibalas ketus, bahkan seolah terkesan Dewi abaikan), tetapi Dewi merasa lega. Keberadaannya masih berada dalam jangkauan perhatian pria itu. Tetapi itu kemarin, entitasnya saat ini seperti sebuah mahluk tak kasat mata. "Ini semua salahku. Seharusnya sejak awal aku m

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   47. Wanita Tak Tahu Diuntung

    Pagi itu Dewi bangun dan mendapati sarapan sudah tersedia di atas nakas di samping tempat tidur. Dimas menjadi suami siaga semenjak tahu istrinya hamil. Pria itu selalu menyempatkan diri untuk memasak jika waktu subuh tiba, atau membeli masakan di warteg jika dia tak sempat. Hal itu dilakukan Dimas tanpa pamrih, meski hingga hamil memasukki trimester terakhir pun Dewi masih hemat bicara dengannya. Segala sikap dingin Dewi diakari oleh kesalah pahaman Dewi terhadap Dimas dan Anggita. Pria itu hampir putus asa. Berulang kali Dimas menjelaskan, jika antara dirinya dengan Anggita tak ada hubungan sepesial, namun hanya punggung sang istri yang dia dapat. Perlahan Dewi beringsut mendekati nakas tanpa ada keinginan untuk melepas pantat yang menempel pada benda yang ada di bawah tubuh. Perlahan dia mengambil baki makanan dengan sangat hati-hati, khawatir jika makanan di dalamnya tumpah. Namun alis tebalnya tiba-tiba bertaut, mendapati secarik kertas di sekatan baki logam.'Mas sudah siapka

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   46. Dua Garis Merah

    Akhir-akhir ini Dewi merasa tidak enak badan. Tubuhnya mudah lelah, nafsu makan berkurang, mual disertai sakit kepala, bahkan tak jarang gadis itu muntah. Gejala-gejala tersebut selalu datang mengganggu harinya, dan semakin parah di waktu pagi.Sudah selama satu minggu Dewi tinggal di kosan Eva, Dewi enggan untuk kembali pulang. Rasa kecewanya terhadap Dimas yang membabi buta menjadikan dia lupa atas segala kebaikan sang suami."Wi, apa kau tidak ingin memeriksakan kondisimu ke dokter?" tanya Eva dengan raut wajah menunjukkan kekhawatiran. Gadis itu membaca gejala-gejala kesehatan yang Dewi alami akhir-akhir ini sebagai tanda kehamilan. Namun, melihat kondisi hati sahabatnya yang masih didera kecewa, Eva tidak ingin mengatakannya terlebih dahulu. Biarkan Dewi mengetahui sendiri."Tidak, Va, aku baik-baik saja." jawab Dewi yang baru saja keluar dari kamar mandi setelah menumpahkan isi perutnya, bubur ayam yang menjadi sarapannya pagi ini.Jelas sekali gadis itu berbohong. Wajahnya yang

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   45. Salah Paham

    Dewi langsung memeluk Eva saat gadis itu muncul dari balik pintu. Membuat gadis itu terkesiap, dengan kehadiran Dewi yang tanpa aba-aba siang itu.Alis Eva bertaut, apa yang sudah membawa sahabatnya ini datang? Melihat gadis itu menangis terisak, Eva tahu betul, Dewi sedang tidak baik-baik saja saat ini. "Kita bicarakan di dalam ya?" bujuk Eva kepada Dewi yang langsung berbalas anggukan. Eva kembali di hadapan Dewi dengan segelas air. Dengan bibir mengulas senyum, Eva menyerahkan gelas berisi air tersebut kepada Dewi. "Kamu minum ya?" kembali Eva membujuk Dewi saat menyerahkan segelas air putih kepada perempuan itu. Dewi mereguk air minum sekali tandas. Menangis sepanjang hari benar-benar membuat tenggorokannya kering. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Eva dengan hati-hati. Pembawaan gadis bertubuh jangkung tersebut terdengar sangat hangat, sehingga Dewi tanpa ragu menceritakan masalah yang dia alami kepada Eva. "Rumah tanggaku ... sedang tidak baik-baik saja saat ini." ucap D

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   44. Anggita

    Tiga hari berlalu setelah bertemu dengan Risman wajah Dewi berangsur-angsur membaik. Bekas lebam sudah semakin memudar, hanya perlu sedikit polesan make up untuk menutupinya. Dewi segera menyusul Dimas di ruang makan seusai ia memantas diri. Seperti yang Dimas katakan tempo hari, Dimas mengijinkan Dewi untuk ikut ke tempat kerja.Aroma wangi yang menguar membuat pria yang sibuk berkutat dengan alat makan mengangkat wajah. Pandangannya menatap wanita yang berjalan mendekat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Wanita itu terlihat bertambah cantik setiap harinya. Lama Dimas memperhatikan Dewi yang diam mematung setelah menyadari pandangan sang suami seolah melekat pada tubuhnya. “Ada yang aneh?” tanya Dewi sembari melempar tatapan ragu. Takut jika karyawan di kantor tempat Dimas bekerja menilai penampilannya norak.“Engga, Sayang. Buruan makan.” Jawab Dimas datar lalu kembali dengan sarapannya.Dewi mendengus pelan. Disaat seperti ini dia membutuhkan saran atau pujian dari Dimas. Tapi pr

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   43. Kado Pernikahan dari Sahabat

    “Aduh, Mas, pelan-pelan, sakit,” Dewi meringis kesakitan saat Dimas mengompres pipinya dengan handuk kecil yang sebelumnya dicelup dalam air dingin.Tamparan perih yang Risman daratkan pada wajah wanita itu menyisahkan lebam. Sudah bisa dipastikan tamparannya begitu keras.“Lagian. Kenapa sih, pake bersihin halaman segala. Kan kita bisa suruh orang buat bersihin.” Jawab Dimas sembari mengulangi kegiatan yang sama. Mengompres pipi yang sering dia ciumi. “Hih. Aku itu bosen, Mas, karena nggak ngapa-ngapain. Kamu sih, enak, kerja di kantor, ketemu teman-teman. Ada yang daiajak bercanda. Lah aku?” Dewi mengarahkan telunjuk pada wajahnya yang memperlihatkan ekspresi kesal.Dimas menggeleng pelan mendengar alasan istrinya. Setelah menikah, Dewi mulai agak cerewet, tidak semalu dulu. “Kan bisa cari hiburan, nonton video youtttup mungkin.”Dewi menghembuskan nafas pasrah. Setelah diingat, memang benar apa yang Dimas katakan. Dunia ini tidak bisa diarunginya dengan aman tanpa pria itu disisih

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   42. Dunia Sesempit Daun Kelor

    Dimas mengerjap beberapa kali saat netranya tidak menemukan raga sang istri disebelahnya. Sayup-sayup terdengar suara wajan dan serok beradu. Pria bertubuh tinggi itu berjalan ke arah sumber suara. Di dapatinya sang istri sedang memasak, masih menggunakan lingerie berwarna hitam yang dipakai semalam. Pria itu tersenyum melihat kelakuan istrinya. Aroma lezat masakan menguar di dapur minimalis bernuansa klasik tersebut. Dari belakang Dimas memeluk tubuh wanita tersebut. Membuatnya terperanjat, nyaris melempar alat masak yang saat ini ada dalam genggamannya. Untung Dewi cepat sadar. Seandainya reflek ia melempar alat masak tersebut, bisa=bisa wajah tampan suaminya ternoda dengan lepuhan minyak.“Kaget ya?” ucap Dimas sembari membelai leher jenjang istrinya dengan bibir dan hangat hembusan nafas.“Kagetlah, kamu tiba-tiba nongol begitu,” gerutu Dewi atas kemunculan Dimas yang datang tanpa terdengar suara derap kakinya. Dimas tersenyum sembari membelai gemas rambut istrinya yang diikat eko

  • Rembulan Untuk Mantan Pramuria   41. Hari bahagia berselimut lara

    Dimas menyusuri jalanan ramai dengan hati yang gelisah. Berulang kali ia mengusap kasar wajahnya. Baru saja pria itu menerima kabar kalau ibunya jatuh sakit. Perasaan bersalah kepada wanita yang telah melahirkannya pun muncul. Dimas memutuskan untuk keluar dari rumah sejak Mayang mengancam tidak akan lagi menganggapnya sebagai anak jika Dimas masih menjalin hubungan dengan gadis yang dianggapnya rendahan itu. Didalam ruangan yang didominasi warna putih seorang wanita tua yang amat ia kenali langsung menghadap kanan memunggunginya begitu Dimas menampakkan batang hidung. Dalam hati, Mayang merasa sangat senang dengan kedatangan Dimas. Mungkin putranya merasa menyesal dan bersedia meninggalkan gadis murahan itu saat mengetahui kondisi kesehatanya menurun.“Apa kata dokter, Pa?” tanya Dimas kepada ayahnya yang sedari awal menyambutnya dengan hangat.“Biasa, Dim. Darah tinggi Mama kamu kumat.” Jawaban Suhendar disambut dengan decahan oleh Mayang.Dimas menarik nafas dalam setelah mendengar

DMCA.com Protection Status