“Tha, kamu janjian sama Rabu?” tanya Dewi. Dia menggoyang-goyangkan kaki Katha agar anak perempuannya itu segera bangun.
Katha menggeliat sebentar, sebelum akhirnya mengabaikan lagi pertanyaan mamanya dan melanjutkan tidur yang sejak dua menit lalu terganggu.
“Tha!” panggil Dewi lagi. Kali ini dia membuka selimut Katha dengan paksa.
“Apa, sih, Ma!” erang Katha kesal. Dia berusaha menarik kembali selimut itu. Udara pagi yang berembus dari jendela yang dibuka, membuat rambut-rambut kulitnya berdiri.
“Kamu ada janjian sama Rabu, kan?” tanya Dewi lagi.
Katha menggeleng-gelengkan kepala. “Nggak ada. Males juga ketemu Rabu,” sahutnya masih dengan mata terpejam. Dia akhirnya mengabaikan selimut yang sedari tadi ditarik oleh mamanya dan tidur dengan posisi meringkuk.
“Rabu di bawah, tuh,” ujar Dewi.
Perempuan yang kini kian meringkuk itu berdecak. Dia jadi tahu alasan gaw
“Makanya pakai baju yang bener!” omel Rabu. Dia sudah melepaskan hoodie yang seharian dipakainya, hingga menyisakan kaus oblong warna putih polos. “Salah kursinya, tuh! Mana gue tau di sana ada paku yang mencuat,” balas Katha. Dia tidak terima karena Rabu sejak tadi mengomel karena celananya robek di bagian pantat. “Haih!” Dia melempar hoodie yang diberikan Rabu dan melepas cardigannya sendiri. “Heh! Heh! Kenapa itu dilepas?” Rabu memelototkan matanya. “Buat nutupin ini, lah,” jawab Katha sambil menunjuk pantatnya yang terduduk di ujung kursi. Kejadian celana robek ini terjadi karena keterkejutan Katha atas pertanyaan Rabu mengenai lamaran. Dia dengan gegabah langsung berdiri dan hendak memukul punggung Rabu. Sayangnya, keberuntungan adalah milik Rabu. Tanpa Katha tahu, ternyata ada paku yang sedikit mencuat di bagian tengah kursi. Sebetulnya paku itu tidak akan menyebabkan masalah apa pun kalau Katha mengangkat pantatnya kala hendak berdiri. Namun, k
Katha datang ke Angkasa dengan wajah kuyu. Dia menghampiri Langit yang kebetulan baru saja menemui salah satu pelanggan. “Ada Shae, tuh,” ujar Langit kala mendapati Katha sudah ada di sampingnya. “Mana?” “Di ruangan gue. Lagi makan,” jawab Langit. Lalu, lelaki itu mengerutkan dahi saat melihat bahwa Katha tidak bersemangat seperti biasanya. “Kenapa lo? Bertengkar sama Rabu?” Katha mengangguk begitu saja. Dia sudah memprediksi kalau Rabu akan marah bila tahu kejadian pertemuannya dengan Felysia yang isinya tentu tak berakhir baik. Hanya saja dia tidak tahu kalau Rabu akan semarah itu. Sialnya, Katha tidak tahu siapa yang memberitahu Rabu perihal pertemuan itu, apalagi obrolan dia dan Felysia. Dia belum bercerita pada siapa pun perihal kejadian itu, dan orang yang tau hanyalah Sakha dan Felysia sendiri. Rasa-rasanya tidak mungkin saja bila Sakha yang membocorkannya. Satu-satunya kemungkinan adalah Rabu bertemu dengan Felysia, dan perempuan itu mencerita
Memasuki jam makan siang, kantin kantor Katha penuh. Namun, saat ini terlihat sesuatu yang berbeda, yaitu keresahan di wajah tim casting. Selain itu juga tampak wajah orang-orang yang sibuk membicarakan sesuatu sambil menggulir layar gawainya masing-masing.Katha sendiri kali ini memilih makan siang di kantor, karena tepat usai jam makan siang, ada pertemuan penting yang harus dia hadiri bersama Kandara. Jadilah dia terburu-buru memasuki kantin seorang diri, dan malah menemukan sesuatu yang tampak berbeda. Tidak asing sebetulnya, sebab beberapa kali dia menemukan kondisi yang sama. Bisanya keadaan seperti ini terjadi saat muncul berita-berita yang kurang mengenakkan.Usai memenuhi piringnya dengan nasi dan tumis jamur, Katha berjalan mendekati meja yang ditempati oleh tim casting. Ada beberapa orang yang duduk di sana dengan raut serius dan kesal.“Bu, makan siang di sini?” tegur seorang karyawan.Katha menganggukkan kepala d
“Tadi kita nggak jadi keluar karena lo katanya dapat panggilan penting. Besok lo nggak bisa juga?” tanya Rabu dari seberang telepon. Katha mengapit gawainya di antara telinga dan bahu, sebab kedua tangannya sibuk menata pakaian di dalam lemari. Tadi dia terlalu keras menarik pakaian ganti, akibatnya baju-baju lainnya jadi berjatuhan di lantai. Perkara batalnya obrolan Katha dan Rabu di lobi Athandara tadi, itu dikarenakan datanganya kabar dari tim casting. Maharani yang menghubunginya. Perempuan itu mengatakan kalau Surya setuju jika mereka melewatkan casting ulang, dan mengiyakan kalau Jemima dipilih sebagai pemeran utama tanpa casting. Sayangnya, timbul masalah baru. Ketika mereka mencoba mengontak agensi Jemima dan meminta perempuan itu untuk jadi pemeran utama di project film terbaru Athandara, tanpa ragu aktris cantik itu menolak. Makanya mereka seperti kehilangan harapan dan segera menghubungi Katha. “Ya, gimana, Bu. Ini hal y
“Aku harus antar kamu pulang,” ujar Sakha ketika dia dan Katha keluar dari UGD klinik. Tadi sempat terjadi kecelakaan kecil. Motor yang memotong jalan di depan mobil Sakha tidak mengalami apa pun, sebab dengan cepat Sakha menginjak rem. Akan tetapi, hal itu malah berdampak pada Katha yang tangannya sedang terulur meraih tisu. Maka saat rem diinjak, tangan perempuan itu reflek mencengkram dasbor. Tekanan akhirnya membuat pergelangan tangan Katha terkilir. Kabar baiknya, seperti sebuah takdir, ada klinik kecil yang tak jauh dari tempat kejadian. Sakha langsung bergegas membawa Katha ke sana, meski perempuan itu terus mengatakan kalau dia baik-baik saja. “Kita lanjut keluar aja, Kha. Ayo makan!” ajak Katha bersemangat. Kejadian tadi tak punya dampak apa pun untuknya. Sakha berdecak. Dia bertolak pinggang sambil menatap Katha dengan dua ujung alis nyaris menyatu. “Kondisi kamu nggak oke, Tha.” Katha menyentuh pergelangan tangan kanannya yang
“Ayo cepet-cepet!” seru Katha sambil berlari kecil. Di belakangnya ada Sakha yang mengikuti sambil mempercepat langkah.“Belum jam sembilan ini,” ujar Sakha.“Tapi bentar lagi jam sembilan,” sahut Katha. Dia menarik Rabu memasuki toko pakaian anak-anak.Seorang pramuniaga menghampiri Katha dan Sakha. Dia menanyakan barang apa yang sekiranya perlu mereka dapatkan di toko itu.“Topi, ada di sebelah mana, ya?” tanya Katha sambil mengedarkan pandangan, mencoba menemukan sendiri bagian yang dia cari.“Oh, ada di sebelah sini, Kak.” Pramuniaga itu kemudian menunjukkan arah di mana Katha bisa mendapatkan topi.Sakha sendiri tidak mengatakan apa pun. Dia hanya mengikuti Katha, karena memang tadi mereka sepakat bahwa kado itu akan dipilih atas saran Katha. Dia bilang, dia tak ingin berpusing-pusing kepala memikirkan apa yang harus dibeli. Hal itu pula yang membuat masalah kado itu jadi bahan
“Kenapa? Masih kesel?” tanya Katha sambil membuka kotak makanan berisi satu porsi sate ayam. “Uh … ini enak banget pasti.”Rabu melipat lengan di depan dada sambil berdiri di muka kulkas. Dia tak menanggapi ucapan Katha itu dan hanya memperhatikan sahabatnya yang tampak tergiur dengan makanan yang katanya dibawakan untuknya.“Eh, gue ikut makan, ya?” Itu bukan permintaan, melainkan pernyataan. Sebab, tanpa menunggu jawaban Rabu, Katha sudah mengambil piring kosong dan melangkah menuju rice cooker. “Lo mau diambilin juga, nggak?” tanyanya ketika separuh piring sudah terisi.Pertanyaan Katha akhirnya menuai respon Rabu. Lelaki itu mengangkat kotak sate ayam yang dibawa Katha tadi, dan membawanya menuju ruang tengah. “Jadiin satu aja sama lo,” sahutnya kemudian.Katha mencibir, namun menurut. Dia isi lagi piringnya hingga penuh dengan nasi. Setelah itu, diambilnya dua pasang sendok-g
Katha tidak tahu apa yang dilakukan Rabu selama ini di belakangnya. Tiba-tiba segalanya berjalan begitu cepat dan lancar. Dia bahkan sampai tak memercayai dirinya sendiri kalau ternyata hari ini acara sederhana itu sudah dilewatinya.Ya, yang Katha maksud adalah acara lamaran yang tidak benar-benar pernah dibahasnya bersama Rabu. Dia hanya memberikan izin jika memang Rabu dan ibunya ingin melalui serangkaian acara sebelum acara pernikahan direncanakan dan dilaksanakan. Dia sendiri mulanya berpikir bahwa pernikahan yang tidak serius ini, tak perlu direncanakan dengan sungguh-sungguh, apalagi tampak khidmat. Namun, sebagai anak yang menipu, bagaimana bisa dia berlaku seenaknya? Beruntung, ada Rabu yang setidaknya bisa melakukan ini-itu untuknya.“Lo dapat informasi soal beginian dari mana?” tanya Katha. Dia menyentuh dekorasi yang dipasang di ruang tamunya.“Informasi ada di mana-mana, bisa petik kapan saja,” sahut Rabu. Malam ini, lelaki i