Rani mondar-mandir dari pukul enam sore. Ia sudah siapkan baju untuk Saka tidur, makan malamnya Saka, dan juga siap menanti Saka pulang.
Namun sampai pukul sepuluh malam, Saka tak kunjung sampai.Rani takut saja ada apa-apa sama Saka.Rani kan istri yang baik, jadi ia tidak bisa tidur jika suaminya belum pulang. Padahal jam tidur Rani itu pukul sepuluh tepat.Hanya saja, Rani tidak bisa tenang kalau tidur tidak ada Saka di sebelahnya.
Walaupun saat tidur mereka tidak... Belum pernah berpelukan, dan belum berbuat apapun di ranjang.Rani merasa ada yang kurang kalau tidur di ranjang yang kosong.Efek sudah terbiasa dengan keadaan Saka."Rani bobok aja, udah malam lho ini."
Rani menggeleng-gelengkan kepalanya."Kalau mbok mau bobok duluan, gapapa, mbok. Rani mau tungguin Saka."Mbok pun tak enak meninggalkan Rani untuk kesekian kalinya.Ini bukan pertama kalinya Saka pulang malam.Untung saja Rani sudah makan duluan, tidak seperti waktu pertama kali mereka menikah.Rani sampai terkena maag dan harus ke dokter."Yasudah, kalau gitu mbok duluan ya." Rani langsung mengiyakan dan tetap duduk di sofa sambil menonton beberapa tayangan di televisi.
Sesekali melihat ke arah jendela, tampak rasa cemas dari wajah Rani.Ia takut Sakanya kenapa-kenapa.Sedikit mengantuk kepalanya sudah menunduk berkali-kali, tapi Rani menepuk-nepuk wajahnya dan memastikan wajahnya tetap cerah menggunakan face mist, tidak mungkin kan pulang-pulang Saka malah melihat wajah lesu Rani, jadi Rani sudah memikirkan semua hal agar Saka semakin cinta dan tetap cinta dengannya.
Tak lama kemudian ia mendengar suara deru mesin mobil.
Walaupun pagar mereka bisa bergerak sendiri dengan automatis, Rani tetap menunggu Saka di teras depan, dengan wajah tersenyum seperti gadis-gadis promosi yang berjualan.Begitu Saka keluar ia langsung mengambil tas kerja Saka.Saka hanya membiarkan apapun yang ingin Rani lakukan, ia juga sudah melepas dasinya dari awal sewaktu masih di mobil, ia lebih memilih menyimpan dasi nya di dalam mobil dan kantor. Tidak ingin Rani mengacaukan dan memperlambat keadaan hanya karena sebuah dasi yang ingin dipasangkan ke lehernya."Saka tadi siang makan apa? Udah makan malam belum? Rani udah siapin buat Saka, lho."
Sambil menyingkap rambutnya ke belakang.Rani memiliki rambut yang halus, sayang saja Saka tidak pernah mengelusnya. Sesekali Rani akan minta dielus, mana tahu Saka akan ketagihan melakukannya.Tata rambut Rani padahal juga menggemaskan, poni rata dan rambut sebahu.Dulu waktu kecil, Saka sering mencubit pipi Rani dan berkata,"Rani gemesin ya,"Tapi semenjak mereka menikah tidak pernah satu kata pujaan pun keluar dari bibir tebal milik suaminya itu."Udah makan."
Lalu Saka melenggang masuk dan meninggalkan Rani sendirian, untuk menutup pintu dan menguncinya dari dalam."Rani udah siapin piyamanya Saka juga. Dipake ya."Saka tidak menjawab, Rani pun tidak yakin suaranya terdengar, tapi terserah Saka saja, Rani tetap akan menyiapkan setiap harinya walaupun Saka tidak pakai.Mengambil teko air minum untuk mereka malam ini, Rani membawanya pelan-pelan dengan tas kerja Saka di rangkulan dadanya.
Ia menaruh teko terlebih dahulu di meja depan kamar dan membuka kamar.Rani mendengar percikan di kamar mandi, kebiasaan suaminya itu, begitu sampai rumah pasti mandi.
Tidak begitu lama, bentar lagi juga selesai. Saka orang yang praktis dan efisien. Berbeda sangat jauh dengan dirinya.Ia sadar kok, Rani dan Saka seperti bumi dan langit.Tapi ya gimana, cintanya Rani ke Saka ibaratnya dari bulan dan tidak balik-balik lagi.Biasanya to the moon and back, kan?Ini ga balik lagi lho saking cintanya.Rani ga bisa cinta kalau setengah-setengah, apalagi mencintai Saka dengan sederhana seperti puisi Aku ingin.
Rani hanya bisa mencintai Saka dengan seluruh hati yang ia bisa berikan.Ia tidak bisa diam, menahan dan membiarkan cintanya berlalu sedetik pun tanpa diungkapkan dan ditunjukkan oleh bukti nyata.Pintu kamar mandi terbuka, Saka mengeringkan rambutnya dengan menggosokkan handuk secara kasar.
Rani ingin mengambil alih handuk itu dari tangan kekar Saka, tapi ia terlalu malu melihat Saka yang hanya memakai kimono putih itu."Saka pake piyama yang Rani pilih, donk."Tidak ingin banyak pembicaraan, Saka mengambil piyama itu dari tangan Rani dan kembali masuk ke dalam kamar mandi.Rani tersenyum sumringah, sambil memegang tangannya sendiri ia mondar-mandir di depan kamar mandi.
Rani senang sekali, baru pertama kali Saka akan mengenakan baju yang ia ambil dan pilih untuk suaminya itu.Begitu pintu berbunyi kembali, Rani langsung sedikit mundur dan kembali melihat ke arah pintu kamar mandi.Saka terkejut, ia pikir tadi Rani keluar dari kamar, rupanya anak itu...Ah, sudahlah."Ih, Saka ganteng deh pake ini."
Padahal Saka hanya memakai kaus dalam berwarna putihnya dengan celana panjang kotak-kotak. Dengan baju piyama yang masih ia pegang.Sejujurnya ia selalu terasa panas jika harus memakai baju lagi.Tapi memakai kaos dalam terlalu transparan baginya. Apalagi ia tidur dengan Rani.Ia merasa tidak nyaman jika tidur dengan orang asing dengan pakaian yang rentan terbuka.Saka langsung menggaruk hidungnya sendiri yang tidak gatal.
"Ayah kamu ingin kita kunjungi. Hari minggu kita kesana."Manik mata Rani langsung berbinar."Serius? Wah, Rani kangen banget sama Ayah. Sebelum ke rumah Ayah, nanti Saka temenin Rani belanja dulu ya."Saka hanya diam dan berjalan ke arah ranjang."Walaupun semua udah ada di rumah Ayah, tapi Rani tetap mau beliin Ayah sesuatu. Menurut Saka gimana?"Saka tengah berbaring dan menyelimuti dirinya sendiri.Rani hanya tersenyum."Saka ngantuk ya. Selamat bobok, Saka. Bobok yang nyenyak ya. Rani sayang Saka."Lalu Rani mematikan lampu utama ruangan itu. Tersisa lampu tidur yang ada di sebelah mereka masing-masing....
Pagi ini, Saka susah menghela napas untuk kesekian kalinya.
Gadis itu, Maharani masih juga belum siap untuk pergi. Sebentar lagi sudah mau tengah hari. Harusnya mereka sudah di rumah Ayah mertuanya ini sejak pagi.Saka tidak ingin dituntut cucu lagi.Entah Rani sok sibuk atau sengaja membuat dirinya kesal, ia tidak tahu lagi.Satu, Saka tidak mau tahu tentang Rani.Dua, Saka tidak peduli tentang Rani.Tiga, Saka tidak suka dengan apapun yang gadis itu lakukan.Empat, Saka lapar sekarang.Gadis ini lama sekali."Kamu ngapain lagi, sih?"
Rani yang sibuk berkeliaran naik-turun pun bingung."Rani lagi siap-siap, Saka. Udah lama ga ketemu Ayah, pasti Ayah suka kalau Rani bawain hasil masakan Rani."Saka menelan ludah, ia sendiri lapar, dan manusia kerdil di depannya ini malah sibuk sendiri."Kalau kamu masih lama, aku pergi sendiri."
Rani langsung membulatkan matanya."Ya ga bisa lah, Saka. Yaudah-yaudah.Mbok, tolong rapihin semuanya ya, Saka udah ga sabaran nih."Saka hanya bisa menggelengkan kepalanya.Ujung-ujungnya nyusahin orang.Tahunya ngeberantakin, tapi ga bisa rapihin sendiri lagi.Urus diri sendiri aja ga bisa, apa lagi Rani mau urus yang lain.Saka langsung ke mobil, ia hendak akan menunggu Rani di mobil saja.
Lama-lama bisa meledak otaknya melihat Rani."Sabar ya, Saka."Teriak Rani.Suara gadis itu kecil. Sejujurnya, suara gadis itu lucu. Kadang terdengar seperti bergumam sendirian. Benar-benar seperti anak TK. Menggemaskan? Saka hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.Suara-suara seperti yang dimiliki istrinya itu akan memudahkan seseorang tertidur lelap, apalagi anak kecil.Nyanyian sebelum tidur akan cocok untuk dinyanyikan dengan suara seperti itu.Sayangnya, Saka tidak ingin punya anak untuk sekarang ini, apalagi dari Rani. Tidak mungkin anak kecil bisa melahirkan seorang anak.Bisa-bisa ia yang berhenti bekerja di kantor dan bantu mengurus anak."Saka, Rani udah siap, lho. Tetap mampir ke market terdekat ya, ada yang mau Rani beli."
Saka benci dengan mata tersenyum yang dikeluarkan Rani.Hidup Rani seperti bahagia sekali.Berbanding 180° dengan dirinya.Saka pun langsung menjalankan mobilnya dan tak lama kemudian mereka berhenti di minimarket terdekat."Saka ga mau nemenin Rani? Cuma bentar kok."Saka menyenderkan punggungnya ke belakang.Sofa di mobil membuatnya nyaman sedikit."Aku nunggu aja."
Rani sedikit kecewa, tapi ia tetap pergi sendiri ke dalam minimarket.Saka awalnya sudah mulai cemas sepuluh menit gadis ini belum juga keluar.Pasalnya, Saka tidak tahu apa yang ingin dibeli gadis ini.Tapi begitu sudah setengah jam, Saka langsung masuk ke dalam dan mencari Rani.Gadis itu tengah berjongkok di depan deretan merk sirup-sirup."Kamu nyari apa sih?"Rani langsung melongok dan berdiri."Rani bingung mau rasa coco pandan atau melon. Takutnya, nanti salah pilih. Saka suka yang mana? Ikut selera Saka aja deh."
Rahang Saka sudah mulai keras menahan gejolak amarah ini.Perutnya lapar ditambah gadis seperti ini membuat semuanya ambyar.Ia mengambil dua botol sirup yang berbeda rasa itu, air mineral lalu mengambil satu onigiri di dekat kasir.Membayarnya dan langsung masuk ke dalam mobil diikuti Rani yang masih bingung-bingung.Saka langsung memakan onigirinya dalam satu lahap dan membuang.
Pelan-pelan baru lah ia minum air,Tidak sadar disampingnya sudah ada penonton setia yang memperhatikan."Saka kok bisa telan semuanya sih?"Lapar, bodoh! Ingin rasanya Saka menghujat gadis ini. Saka hanya menatap Rani dengan tatapan tajam dan menjalankan mobilnya kembali.Rani hanya diam, dan mulai ingin tahu tentang mobilnya Saka.Ia memegang-megang dashboard mobil ini.Lama-lama tertekan dan terbuka.
Keluarlah semua isi-isi dasi dan peralatan lainnya yang Saka simpan di dalamnya.Baru saja Rani menunduk ingin mengumpulkan barang-barang itu, Saka malah memberhentikan mobilnya.Kepala Rani langsung terbentur dashboard itu."Ahh!"Rani kesakitan dan langsung mengangkat kepalanya.Ia langsung malu karena posisi yang tidak biasa ini.
Setelah mengembalikan semua seperti semula, Saka pun kembali menjalankan mobilnya.Kalau Rani terus-terusan seperti ini, mungkin mereka akan sampai ke rumah Ayahnya besok atau lusa.Saka hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.Rani mulai bosan. Ia mulai ingin menyentuh radio mobil Saka.
"Saka, Saka.."Rani tahu bahwa pria ini tidak akan menjawabnya tapi ia tetap coba memanggil terlebih dahulu."Putar lagu, ya? Bosan lho kayak gini. Perjalanan masih lama juga."Rani ditatap tajam lagi oleh Saka.Dia pikir yang bikin lama itu siapa?Saka langsung inisiatif membuka lagu dari playlistnya yang langsung terhubung ke perangkat radio mobil.Rani langsung tersenyum,
Ia akan mengingat semua lagu yang diputar oleh Saka.Karena lagu kesukaan Saka juga lagu kesukaan Rani.Hehe. Sayang Saka.Begitu mereka sampai di rumah Ayah, Dewangga langsung menyambut anaknya dan tentu saja juga menantunya.Waktu siang hampir sore ini, terbilang cukup pas. Tapi, Saka tentu saja sebenarnya tidak ingin terlalu lama disini.Tujuannya hanya makan siang dan pulang. Kalau seperti ini, tamatlah riwayatnya.Ia dan Rani pasti akan diminta untuk menginap semalam."Ayah kok makin kurus sih! Apa Rani harus kirimin makanan juga ke Ayah?"Dewangga hanya terkekeh. Nada anaknya ini sungguh mirip sekali dengan almarhumah istrinya, Wanda."Boleh juga. Ayah ga tau kalau kamu udah pinter masak sekarang."Pintar memasak? Mbok yang masak kok.Saka hanya bisa diam sambil mengunyah makanannya pelan-pelan.Rani langsung menyingkap rambutnya ke belakang."Kan Rani harus bisa masak biar suami betah di rumah, Yah."Saka langsung tersedak."Lho, lho. Saka makannya pelan-pelan. Rani tahu kok makanannya enak tapi jangan buru-buru."
Sudah dua hari semenjak dari rumah Dewangga.Kalau kemarin Rani tidak bisa memasak untuk membawakan Saka bekal, hari ini ia sudah bangun pukul empat pagi dan memasak bari Mbok.Padahal ia biasanya bangun satu jam sebelum Saka bangun. Namun sekarang ia bangun tiga jam sebelumnya. Ia sudah memperhitungkan semuanya, dua jam lebih untuk memasak, setengah jam untuk mandi agar selalu wangi lalu ia akan mempersiapkan pakaian Saka.Ia merasa darah-darah menjadi istri sejati sudah mengalir di tubuhnya.Sejak kapan Rani seperti ini?Ia sudah berubah total semenjak menjadi istri Saka dalam waktu dua tahun.Ia akan membuat bento yang sangat enak untuk Saka.Setelah mencari tahu, bekal yang paling enak adalah bekal ala jepang yaitu bento.Tempura, telur, daging panggang yang berada di samping nasi, lalu Rani masih ingat Saka yang membeli onigiri, maka ia juga membuat beberapa sushi ala dirinya.Soal rasa makanan
Barang Saka ya barang Saka, barang Rani ya barang Rani. Saling menjaga privasi masing-masing adalah prinsip yang seharusnya dijaga.Tapi, Rani tidak suka. Maksudnya, ia lebih suka kalau barang Saka ya barang Rani dan barang Rani ya barang Saka.Kenapa sih harus dipisah?Mereka sudah suami-istri juga, kan?Ponsel Saka jarang sekali berbunyi, Rani sendiri tidak tahu apa kata sandinya, apalagi ponsel Saka begitu redup hingga tidak keliatan.Kaca pelapisnya pun juga gelap.Memang beberapa kali Saka sering meninggalkan ponsel itu begitu saja selagi mandi.Namun entah kenapa saat Rani ingin keluar sebentar, tiba-tiba barang itu bergetar sehingga menarik perhatian Rani.Rani pun mendekat, sisi ingin tahu dirinya sangat kuat terhadap Saka.Hingga ia menunduk dekat ke ponsel Saka, ia tidak akan menyentuhnya karena Rani tahu kalau Saka sangat teliti, barangnya berubah sedikit saja dia sadar.Terbaca dengan sedikit buram.
"Kamu tuh ya, kapan sih dengerin ibu ngomong? Mau sampai kapan begini, Saka?"Ini masih pagi tapi Saka sudah harus mendengarkan celotehan ibunya."Sudah dua tahun kamu belum bisa terima dia juga? Mau jadi apa, Sak.Walaupun kamu ga mau sama dia. Walaupun kamu ga pernah minta maharani seperti dia dan ga mau punya maharani seperti dia. Ya, tapi kamu ditakdirkan untuk jadi mahendranya dia, Sak. Mahendranya dia."Saka sudah terlatih mendengarkan ini, ia akan menutup rapat bibirnya dan mendengarkan ibunya sampai ibunya lelah sendiri."Ibu kasih nama kamu Mahendra tuh ya biar jadi raja yang sabar, yang bisa diandalkan, lapang dadanya seperti gunung. Jangan bisanya lancipnya doank, lho. Tajam benar kalau ngomong sama orang lain."Saka hanya mengangguk-anggukkan kepalanya."Heh! Ibu ngomong ini, lho. Dijawab. Punya mulut, kan?""Iya, Bu. Iya."Sekar sudah mulai emosi."Jangan iya-iya aja tapi ga dijalani. Itu namanya podo wae
"Kamu engga perlu berbuat apapun, cukup jalani kuliah kamu dengan benar itu sudah cukup untuk jadi istri yang baik bagi aku."Perkataan itu masih selalu Rani ingat.Tidak hanya itu, bahkan seluruh perkataan yang Saka katakan pun ia ingat.Memang tidak banyak percakapan antara Saka dan dirinya yang telah dilalui.Tapi, itu sangat meresap di ingatan Rani.Sangat manis, membuat Rani lupa bahwa hal itu kini hanya tinggal di kenangannya saja.Rani pikir ia sudah melakukan suatu hal yang salah sehingga Saka mendiamkannya dari hari begitu mereka mengucapkan janji hingga hari ini.Tapi mendengar ucapan Saka, entah itu adalah pujian, komentar atau kritik sekalipun. Kata 'cantik' itu memiliki konotasi yang positif.Apakah Sakanya kembali seperti dulu lagi?"Bener, Ca. Saka ngomong begitu tadi malam. Rani ga ngada-ngada kok."Rani membela dirinya sendiri setelah berulang kali Aca mengatakan bahwa dirinya sedang berhalus
Demi segala dewa-dewi yang ada, dia, Raysaka Wahyu Mahendra. Tidak pernah terpikir ia akan berada dan duduk di tempat yang bernama salon ini, dan menemani Maharani Aqila Dewi, orang yang diperistri oleh dirinya sendiri.Yang benar saja, apa yang sudah ia pikirkan hingga ia malah terbawa arus dan menjawab pesan dengan kata "iya" ke gadis didepannya ini?Ia duduk di belakang Rani yang rambutnya sedang diurus oleh penata rambut. Wajah senyum Rani yang bodoh itu terus mengembang, bola matanya juga terus mengarah kepada Saka.Ia tidak bisa menghentikan tatapannya sendiri kepada laki-laki yang sudah lama menjadi suaminya itu. Dua tahun sudah cukup lama bukan? Ini pertama kalinya Saka menemaninya potong rambut. Biasanya, ia akan pergi dengan Aca. Atau bahkan ia akan pergi sendiri, dulu sekali ia akan pergi dengan Mbok kalau Aca juga tidak bisa."Potong rambut atau gimana, kak?"Pertanyaan ini yang ditunggu-tunggu oleh Rani. Ia pun meny
Baru saja beberapa hari yang lalu bertemu dengan Farah, kini di hadapan Rani dan Saka sudah terdapat anggota dengan lengkap.Mereka bahkan berada di meja makan yang sama kecuali Ghandi.Karena pria itulah yang sedang menikah di atas panggung sana.Lucunya, Airlangga duduk di sebelah Rani, Rani di sebelah Saka, dan di sebelah Saka ada Farah.Lengkap sudah.Airlangga yang menyukai Rani, Rani yang menyukai Saka, Farah yang juga menyukai Saka, dan Saka yang sekarang sudah menjadi suami dari Rani.Anggraini yang duduk bersama mereka, sudah merasakan hawa-hawa buruk, firasatnya bahkan juga merasa tidak enak, pikirannya sudah menyuruhnya untuk bergerak mundur teratur atau kalau bisa pindah tempat duduk. "Ah, cantik sekali ya istri Ghandi."Basa-basi yang dikeluarkan Anggraini agar memecahkan suara ini pun ditanggapi oleh satu-satunya yang tidak nyambung di dalam kumpulan mereka."Iya ya, cantik banget. Jadi ingat pas kita dulu ya, Saka."
Merasakan tepukan di wajahnya, Rani pun terbangun pelan-pelan. Lalu mengelus matanya sendiri.Mengerjapkan matanya pelan-pelan,"Saka..."Kata pertama yang ia ucapkan begitu bangun, lalu melihat wajah Saka yang baginya selalu bercahaya walaupun berada di dalam gelap. Ketika kita mencintai seseorang, apapun yang kita lihat pada orang itu menjadi bercahaya, seakan-akan ada aura berwarna putih terang yang ada di samping-sampingnya. Apalagi Matanya. Sungguh, untuk mencintai orang lain pun rasanya tidak mampu, bagaimana bisa kita melihat orang lain ketika mata kita hanya tertuju padanya?"Bangun,"Satu ucapan Saka yang membuat Rani tersadar, keadaan sekitar masih malam, dan mereka bukan berada di depan rumah."Ini dimana, Saka?"Tanyanya yang langsung dijawab oleh Saka,"Turun dulu."Bukannya takut nanti akan ditinggalkan atau dibiarkan begitu saja. Hanya saja, ini diluar dari rencana mereka, kan?Akhirnya Saka menghela nafasnya dan men
"Hadapin aja. Lu harus berterus terang. Dan lagi, om Yudis ga mungkin ga tahu persoalan ini. Dia pasti tahu anaknya nikah atas suruhan atasannya."Rani memegang kepalanya, mengapa rumit sekali."Ran, Rani. Lu denger gua. Omongan Saka ada benarnya. Pernikahan kalian ini memang ada ya walaupun atas omongan Om, tapi keluarga kalian sudah menyatu. Lu ga mungkin cuma pikirin perasaan lu sendiri dan yang lu tahu cuma tentang ayah lu sendiri. Itu egois."Aca memang benar-benar penasihat bagi kehidupan Rani, kurang apa lagi Aca menjadi sahabat dari seorang Rani?"Seenggaknya, lu harus selesain baik-baik sama tante Sekar. Bagaimanapun mereka pernah menjadi sosok keluarga yang baik. Lu juga harus mentingin perasaan mereka."Ia pun mengangguk-anggukkan kepalanya.Sejujurnya, ini juga yang Rani takuti dari sejak Saka mengajak dirinya menghadap orang tuanya.Masalahnya, Sekar memang sudah ia anggap seperti ibu sendiri.Sosok ibu yang ada di dalam hidupny
Setiap kali Saka ke rumah sakit untuk mengunjungi Rani, pasti ada Airlangga, aca dan juga Irsyad di sana.Ada apa sih? Mengapa mereka selalu bersama?Sudah begitu, tak ada satu pun dari mereka yang keluar untuk membiarkan Saka dan Rani berbicara hanya berdua.Sebenarnya, mereka ini punya masalah apa?Ataukah terbalik, Saka yang punya masalah apa?Ah, entahlah.Situasi semakin sulit untuk mereka berkomunikasi. Saka sesekali melihat hanya dari luar.Terkadang ia melihat Aca yang tertidur sambil menjaga Rani atau Airlangga yang menyuapi potongan jeruk kepada Rani yang notabenenya masih menjadi istrinya.Rani hanya sekitar tiga hari di rumah sakit, hari ini mereka akan berberes untuk pulang.Seperti biasa, mereka berkelompok.Saka pun memberanikan diri untuk masuk dan hadir di tengah-tengah mereka membawa keheningan dan seakan-akan dirinya adalah ancaman bagi mereka. Padahal, mereka menatap Saka dengan kecaman."Ngapain ka
Rani mengecek ke dokter kandungan persoalan anaknya, ia takut karena sempat tidak makan, bagaimana jika anaknya ini menjadi sangat lemah?Tidak lebih tidak kurang, pemeriksaan USG pun diberitahu kurang lebih sama seperti perawat kemarin oleh dokter khusus kandungan tentunya pada hari ini.Perawat kemarin memang banyak membantu dokter kandungan.Dokter itu juga menunjukkan di manajanin itu berada dan menjelaskan apa yang harus ia lakukan. Seperti hidup sehat, tidak stress dan disarankan ikut senam kehamilan.Begitu setelah selesai ke dokter kandungan, tentunya masih di rumah sakit yang sama, ia pun bersama-sama dengan Aca menukarkan resep vitamin yang diberikan dokter. Kurang lebih ada tiga atau empat vitamin yang diberikan.Rani akan berjuang menelan semua vitamin itu demi anak yang mungkin hanya satu-satunya akan dia punya.Sungguh, ia sudah tidak berniat untuk berbuat apapun selain membesarkan dan merawat anaknya.Ia akan mencintai anakny
Disaat aku tidak perlu dicintai denganmu lagi, itulah saat dimana kau mencintaiku, dan semuanya sudah terlambat.Baru saja beberapa menut yang lalu Rani sadar dan ia tidak mau sama sekali mengarah dan melihat Saka.Lalu mereka pun didatangi dokter beserta perawat di sampingnya.Rani yakin betul bahwa tidak akan ada yang terjadi pada dirinya, setelah ini mungkin ia akan pergi seperti biasa. Toh, tiket bukan hal yang sulit dibeli baginya.Tapi semuanya berbeda saat ia mendengarkan perkataan dokter yang berada di depannya ini."Selamat ya Bu, Pak. Ibu Maharani sesang mengandung empat minggu. Sebentar lagi akan menjadi Ayah dan Ibu nih, delapan bulan lagi bukan waktu yang lama, kok."Ucap dokter yang langsung memberi selamat kepada keduanya.Riang sekali dokter itu, bahkan langsung menyalami Saka yang tegak begitu dokter itu ke bilik kamar mereka.Pria itu munafik sekali, bukan?Seakan-akan tampa
Betapa paniknya Saka, ketika ia bangun, ia tidak melihat Rani lagi di sampingnya.Ia pun menuruni tangga dengan keadaan acak-acakan, ia dengan cepat menanyai semua orang keberadaan Rani.Pasalnya, ia baru sadar bahwa kamar gadis itu rapih sekali, rapih dalam kondisi bahwa tidak ada apa-apa lagi di dalamnya. Barangnya sedikit sekali.Belum lagi memang beberapa barang di atas meja memang ada yang hilang, Saka memang sangat detail sekali.Ia bisa mengalahkan Sherlock Holmes jika dalam hal seperti itu.Setelah ia mendengar perkataan dari Dewangga, ia pun seperti tersambar geledek di malam? Pagi? Subuh? Entahlah!Sial, ini bahkan baru pukul tiga dini hari!"Rani akan pergi ke London, ia akan transit ke Malaysia dan lanjut ke London. Pesawatnya pukul empat lewat dua puluh limat menit. Pesawat dari Malaysia ke London pukul sembilan."Ia pun langsung pergi secepat mungkin, ia hanya memiliki waktu sekitar s
Disinilah Saka berdiri.Ia menatap rumah? Rumah yang seperti istana itu tepat di depannya.Mau tidak mau, suka tidak suka.Ia sudah mempersiapkan segalanya.Ia memang harus menemui calon mantan mertuanya atau apapun itu nantinya, semua tergantung padanya.Ah, entahlah, yang jelas ia sudah siap bertemu pada hari ini.Ia sudah memikirkan cukup lama dan matang untuk hal yang akan ia perbuat setelah ini.Ia pun masuk, kali ini ia tidak membuat janji atau apapun itu dengan Dewangga.Karena, ia datang sebagai menantu, ya memang masih menantu untuk saat ini.Begitu ia masuk pun ia langsung di arahkan ke ruang kerja Dewangga,Pria tua itu sudah menanti kedatangan Saka sejak beberapa minggu yang lalu.Raysaka pun tunduk hormat saat melihat Dewangga berada di pandangannya.Ayah dari gadis manja itu pun memberikan kode untuk duduk kepadanya.Bahkan mere
Sederhananya, kau adalah apa yang aku tulis, dan aku hanyalah apa yang tak pernah kau baca.Semakin dibayangkan semakin miris rasanya.Setelah tiga hari berturut-turut Rani pergi sepagi mungkin tanpa bertemu Saka dan pulang tanpa menyapa pria itu.Sempat sekali ia pulang terlebih dahulu dan pria itu tampak memberitahu keberadaannya."Aku pulang."Masih ingat betul Rani dengan ucapan pria itu.Dulu mana pernah pria itu mengucapkan kata yang bersikap memberitahu dan menganggap keberadaan Rani.Ia lah yang harus bersemangat sendirian, menerima kedatangan dengan rasa hangat di hati dan melayani dengan rasa cinta.Rani menghela napasnya untuk kesekian kalinya.Jika memang benar satu helaan napas bisa mengurangi umur manusia tiga detik, mungkin umurnya sudah tak lama lagi.Pada hari ini, akan menjadi puncak dari semuanya.Ia pun menyuruh Mbok memasak dan memberi tahu bahwa ia akan pulang sebelum makan malam.I
Dewangga tidak pernah membayangkan situasi ini akan terjadi, ia pikir, seorang Raysaka akan berujung mencintai putrinya. Karena ia tahu bagaimana cara Raysaka menjaga dan bahkan menatap putri semata wayangnya. Ia tidak menyangka betapa kerasnya seorang Raysaka melawan kehendak dirinya sendiri.Ia mengelus dahi putrinya, betapa malang anaknya ini. Ia juga turut menyalahkan dirinya.Ia tahu apa yang dimaksud oleh perkataan Rani tadi.Tentu saja itu berarti Rani tahu bahwa semua ini perbuatannya.Untung saja, putrinya ini berhati mulia dan masih berpikiran lurus terhadapnya. Tidak habis pikir bahwa Rani akan menyalahkannya, namun jika itu terjadi, ia akan siap menerima konsekuensi itu. Ia telah merusak kehidupan putrinya, terutama hati anaknya sendiri."Ayah..."Dewangga pun langsung menatap putrinya."Rani sayang sama ayah."Bagaimana pun, Dewangga hanyalah seorang ayah yang menghidupi anaknya sendirian tanpa bantuan istri
Sepanjang perjalanan Aca mendengarkan Rani yang menangis sambil terisak, tampaknya saki sekali kali ini yang diperbuat oleh Saka.Aca tahu hari ini akan tiba, di saat ia akan menemani temannya hingga nangis tersedu-sedu. Namun ia tidak tahu bahwa hari itu akan datang secepat ini."Udah, Ran. Lu jangan nangisin dia. Dari awal gua udah... Ah, yaudah lah pokoknya ga usah ditangisin orang begitu."Rani hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.Ia masih tidak sanggup membayangkan bahwa ternyata sebegitunyakah tingkah Raysaka kepadanya selama ini.Ia tersadar bahwa, selama ini seorang Raysaka yamg mencintainya dalam diam hanya terjadi di dalam pikirannya.Ia tersadar bahwa selama ini, hanya ada kepura-puraan di dalam diri Saka terhadapnya.Selama ini... Rani memejamkan mata untuk memikirkan semua yang ia sadari.Begitu baru saja sampai rumah, Rani langsung turun dari mobil diikuti oleh Aca tentunya,"Udah, Ca. Gausah, balik aja gih. Rani mau se